Habiba menghela napas. Pembicaraan mereka terhenti ketika terdengar suara teriakan. Suara Sakha.Habiba menghambur menuju ke sumber suara. Ia melihat Sakha terduduk di lantai sambil ngesot, kemudian menempelkan tubuhnya di dinding. Ia mengelus- elus kakinya sambil terus menjerit.Habiba menghambur memeluk tubuh Sakha. "Sakha, sayang! Ini mama. Ada apa, Nak?" Habiba mengelus rambut Sakha. Membenamkan wajah putranya ke dada. "Hu huuuu..." Sakha menangis menggerung sambil terus mengelus kakinya. Habiba menatap Husein seolah mempertanyakan apa yang telah terjadi.Mengerti maksud tatapan mata Habiba, Husein pun berkata dengan tenang, "Dia menjauh saat aku mau mendekati dan menyentuhnya. Dia menolakku lalu terjatuh."Fatona tiba- tiba muncul lalu meraih Sakha dan menggendongnya. Meski tubuh Sakha agak berat karena sudah hampir memasuki usia tujuh tahun, namun Fatona masih kuat menggendongnya. "Kau boleh menjenguk Sakha, tapi bukan untuk membuatnya trauma. Dia takut padamu, jangan d
Habiba memasuki salah satu kamar VIP di rumah sakit, yang fasilitasnya lengkap dan elit. Mulai dari AC, televisi, bed elit dan semua fasilitas di dalamnya sangat bagus. Pengguna di dalam kamar sangat nyaman dan merasa seperti di hotel. Inilah kamar dengan fasilitas komplit tempat Alka dirawat."Tuan Alka, permisi saya akan memeriksa Anda." Tidak ada sahutan dari Alka. Pria itu hanya diam menatap ke arah jendela saja. Tubuhnya masih tampak bugar meski ia dalam keadaan sakit.Habiba melakukan serangkaian pemeriksaan kepada Alka.Tatapan Habiba tertuju pada makanan yang masih utuh di meja."Anda belum menyentuh makan sama sekali?"Alka tetap diam.Habiba mengatur bed yang ditiduri Alka supaya posisinya berubah menjadi setengah duduk. Tak ada tanggapan sama sekali dari Alka meski tempat yang ia gunakan untuk berbaring itu diotak- atik oleh Habiba hingga kini ia di posisi setengah duduk. Habiba mengambil piring berisi makanan sehat itu dan menyendok sedikit. "Aku akan suapi Tuan." Hab
Sorot mata elang itu mengawasi ekspresi Cindy dengan serius. Ia mendapati mimik wajah sedih.Sepertinya ia telah sempurna menjadi suami yang jahat dengan situasi seperti ini.Cindy memalingkan wajah, sedikit miring dari hadapan Husein. Ia menyembunyikan air mata yang sudah menetes."Kau boleh kembali pada Habiba." Cindy terbata. Meski ia menyembunyikan kesedihannya, namun ternyata ia tidak berhasil melakukannya. "Dengan satu syarat," sambung Cindy.Husein diam tanpa bertanya."Sentuh aku!" imbuh Cindy. "Kita menjadi pasangan suami istri selayaknya pasangan lainnya, yang menghabiskan malam dengan bercinta. Di depan umum, tetap aku istrimu. Tidak ada Habiba. Hubunganmu dengannya adalah sebuah rahasia. Tolong jaga perasaanku di depan umum."Cindy kembali diam, menahan gejolak dalam dada. "Jika kau bisa adil memperlakukan aku dan Habiba, maka silakan saja kau kembali kepadanya. Aku mencintaimu, aku tetap bertahan. Aku ingin hidup bersama dengan orang yang aku cintai."Husein mendekat p
Meski mengomel, namun Amira tetap meraih uluran tangan Habiba.Sabar, Habiba. Demi kemanusiaan! Pikir Habiba menenangkan diri. Ia membantu Amira keluar dari mobil, mendudukkan ke kursi roda.Tepat saat hendak duduk, Amira tergelincir dan ambruk di atas kursi roda. Untungnya kursi itu sudah tepat menangkap bokongnya Amira.Meski sudah dalam kondisi duduk, namun sentakan kuat tadi cukup membuat Amira terkejut hingga jantungnya serasa mau copot.“Apa kau mau membunuhku?” Tatapan Amira tajam.Habiba tidak menjawab. Sebab ia tahu, jika menjawab, pasti hanya akan membuat kedongkolan makin menjadi. Ia mendorong kursi roda masuk ke rumah. Alka berjalan tertatih dibantu dengan kruk saat berjalan memasuki rumah.Habiba menuntun Amira ke ruangan tamu. Alka masuk dan mengedarkan pandangan pada seisi rumah yang bagus. Tergolong mewah. Meski tidak semewah rumah Alka yang dulu. "Aku mau beristirahat!" ucap Alka dingin."Baik, akan aku antar!" Habiba meninggalkan Amira dan mengantar Alka menuj
"Selamat pagi!" Husein mendatangi rumah Tomy. Di belakang rumah, tampak Tomy, pria berbadan tegap dengan kulit sawo matang yang parasnya dewasa tengah sibuk mengurus kolam ikan miliknya. Tomy tidak sendirian, ia bersama dengan Irzan. Mereka tengah memberi pakan ikan. Dan kegiatan itu terhenti saat mendengar suara bariton Husien, mereka pun menatap kaget pada kedatangan Husein.Sejurus pandangan mengamati serius pada sosok berpakaian rapi itu.Tomy melangkah mendekat pada Husein. "Ada apa? Langsung pada intinya saja. Kau kemari tentu karena hal penting. Tidak akan ada hal sepele yang membuat langkahmu sampai menginjak kemari kan?""Aku ingin menikah dengan Habiba," jawab Husein membuat Tomy dan Irzan terkejut.Bukankah Tomy yang minta langsung pada topiknya? Maka itulah yang Husein katakan. Dia berkata dengan sangat tenang, berwibawa, tegas, namun tetap sopan. “Kau tidak sedang bermimpi, jadi jangan katakan sesuatu seperti di dalam mimpi,” sahut Tomy kemudian berpaling. “Aku sudah
“Mas Tomy sudah memikirkan kebahagiaanku sampai sejauh ini, aku terharu,” lirih Habiba. “Tapi mungkin Mas Tomy tidak tahu dimana letak kebahagiaanku. Bukan pada pilihan yang Mas Tomy tentukan.”Tomy mengernyit.“Semua yang terjadi antara aku dan Husein adalah masa lalu. Adanya kesalahan dan kejadian yang buruk, tidak semata- mata terjadi begitu saja. Tapi ada sebabnya. Mas Tomy, aku mencintai Husein. Dan aku ingin kembali kepadanya.”Seketika semuanya membisu.Husein tetap tenang. Dia sudah tahu keputusan yang ditentukan oleh Habiba.Tomy tampak kecewa.Irzan sedih, harapannya pupus. Wajah yang dipenuhi dengan harapan itu, mendadak langsung lemas.“Maafkan aku jika ini menyakitimu, Mas. Tapi aku percaya bahwa ini adalah yang terbaik,” imbuh Habiba.“Husein itu punya istri.”“Tidak ada yang melarang suami punya istri dua.”Tomy mematung. Sedih. Namun ia mengangkat tangan dan menyentuh pundak Habiba. “Baiklah, jika ini sudah menjadi keputusanmu. Aku akan menikahkanmu.”"Jan
Mobil melaju kencang di jalan raya. Habiba duduk bersisian dengan Husein di satu mobil.Sesekali manik mata Habiba melirik pria di sisinya, pria yang kini telah berstatus suaminya.Ah, kenapa rasanya berbeda saat duduk bersisian dengan Husein yang telah berstatus suami begini? Ada gejolak tang tak menentu. Habiba mulai gelisah. Duduk pun gonta ganti posisi. Gelisah karena salah tingkah. Pria di sisinya tenang sekali. Sedikit pun tidak terpengaruh oleh situasi. Sebenarnya satu hal saja yang mendasari keputusan Habiba kembali pada Husein meski pria itu sudah memiliki istri lain, yaitu anak- anak."Kau mengintaiku sejak tadi," ungkap Husein dengan pandangan lurus ke depan. Sudut matanya menangkap gerakan mata Habiba yang terlalu sering mengawasinya.Habiba terkesiap. Ia kepergok. Malu jadinya.Mukanya memanas dan ia menggelengkan kepala. "Suatu saat, ketika semua orang tahu bahwa kau adalah istriku, pasti akan ada pertanyaan, kau cantik, baik, berpendidikan, sukses, independen, ente
Tunggu dulu, tiba- tiba saja terpikir di kepala Habiba, apakah hal ini pula yang dilakukan Husein terhadap Cindy? Mendadak saja benak Habiba merasa tak rela, cemburu.Tok tok tok...Suara ketukan dari arah luar jendela mengejutkan keduanya. Dengan sigap dua wajah itu langsung terpisah. Di luar, wajah Qansha menempel di jendela, kedua tangan kecil itu juga menempel di dekat mata supaya bisa melihat dengan jelas ke arah dalam mobil.“Mommy!” seru Qansha dengan suara sangat keras. Ia sampai berjinjit demi bisa melihat melalui jendela.Habiba cepat- cepat berkemas, merapikan rambut dan kemejanya yang sedikit tersibak. Kemudian ia membuka pintu setelah menghela napas panjang untuk menenangkan diri.Tubuh Qansha mundur sedikit saat pintu terbuka ke arahnya.Husein pun ikutan turun. Memutari mobil dan menghampiri Qansha. Semoga saja mukanya tidak terlihat sebagai seorang penjahat yang mencuri mamanya Qansha. Ah, konyol.“Mama, tadi itu mama melakukan apa dengan pria itu?” Qansha men