Menikah Tanpa Cinta

Menikah Tanpa Cinta

Oleh:  Miss April  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 Peringkat
20Bab
3.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nima, seorang perempuan yang hidup sederhana bercita-cita menikahi pria kaya. Kesempatan itu datang saat Sena--sepupunya--lari di hari pernikahannya dengan Galang. Demi menjaga nama baik keluarga, Nima akhirnya mau menjadi pengantin pengganti. Terlebih Galang adalah pria kaya sesuai tipenya. Dia tahu Galang tidak mencintainya, tapi baginya menikah tanpa cinta itu lebih baik. Seiring berjalannya waktu, tanpa disangka Nima mulai jatuh hati. Namun, mereka sudah sepakat bahwa mereka akan bercerai. Bisakah Nima melepaskan semua perasaannya?

Lihat lebih banyak
Menikah Tanpa Cinta Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Audia
Semangat Kak. Ceritanya bagus...
2021-09-20 05:23:22
1
user avatar
Pena Air
semangat kak
2021-09-15 18:43:43
1
default avatar
cyprus.kohler
Suka ceritanya Kaa <3 Kasih tau socmednya dong hehe
2021-07-10 13:44:36
1
default avatar
mint.graham
Lanjut Thooor, kutunggu bab selanjutnya <3 Ka Author ada social media yang bisa ku follow kah?
2021-06-30 13:23:50
1
user avatar
Miss April
Keren, rekomendasi banget!
2021-06-30 02:20:33
0
user avatar
Miss April
Keren, next
2021-06-25 02:03:44
1
20 Bab

Pengantin Pengganti

Ramai adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan suasana di kediaman keluarga Nuraga. Para tamu mulai berdatangan dengan senyum di wajah. Dekorasi di rumah yang bergaya perumahan itu tampak indah. Nuansanya hijau dan putih. Para panitia pernikahan sedang sibuk wara-wiri demi memastikan acaranya berjalan lancar tanpa kurang apa pun. Itu semua membuat Nima tersenyum. Dia sedang mengamati. Gadis berkebaya putih dengan jilbab berwarna senada itu begitu gembira. Bagaimana tidak, hari ini sepupunya--Sena--akan menikah. Manalagi Sena akan menikahi pria kaya yang tentu saja akan membuat kehidupannya terjamin. Nima tersenyum. Meski begitu ada rasa sedih karena tak lama lagi dia dan Sena akan berpisah. Tak ada lagi teman sebaya yang akan saling mencurahkan hati dengannya. Terlebih Sena anak tunggal yang otomatis kepergiannya akan membuat rumah sepi. Mereka berasal dari keluarga sederhana. Nima anak broken home yang sejak SMA tinggal di rumah Sena. Papa mereka
Baca selengkapnya

Akhirnya Menikah

Nima terdiam. Dia berpikir. Jika menolak tawaran itu, maka bisnis keluarga Nuraga akan disita. Dia tidak bisa diam saja. Lagipula om dan tantenya selama ini selalu baik, jadi dia harus membantu mereka sekarang. "Tapi masa depan lo taruhannya, Nim. Lo mau bernasib sama kayak mama papa yang cerai?" ujar batinnya. Lama Nima terdiam, bergelut dengan diri sendiri. Dia harus memilih keputusan yang mana? Dia sampai memilin kuat kebayanya, dilema. "Nggak bisa. Nima itu bukan anak kandung saya, jadi dia tidak bisa seenaknya diajak masuk dalam urusan ini," kata Papa Sena. Dia menolak keras. Meskipun dia sudah menganggap Nima sebagai anak sendiri, tapi dalam kasus ini dia terpaksa mengatakan kalimat itu. Demi menyelamatkan keponakannya. Nima menggigit bibir. Dia mengerti maksud om-nya itu. Lihatlah, bahkan sampai detik ini mereka tetap melindunginya. Nima jadi terharu. Dari situlah dia memantapkan keputusan. Jika keluarga Sena mampu melakukan segala hal demi dia
Baca selengkapnya

Malam Pertama?

Setelah menikah, Nima dibawa ke rumah Galang. Mereka tidak semobil, Galang sudah pergi terlebih dahulu. Entah ke mana, Nima tak tahu dan tak mau tahu. Dia sedari tadi menatap tajam supir yang berkacamata hitam. Gayanya benar-benar mengintimidasi. Nima tidak takut dengannya, dia hanya was-was dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Takutnya orang berekspresi datar itu akan menculiknya. Sejak kecil dia sudah diajarkan untuk tidak percaya pada orang asing. Makanya saat si supir ini datang saat sore di rumah, Nima tidak bisa percaya begitu saja bahwa dia adalah orang suruhan Galang. Namun, karena tidak enak pada om dan tantenya, Nima berusaha percaya. Katanya supir ini akan membawanya ke rumah Galang. Berbicara mengenai lelaki itu, Nima benar-benar kesal dengannya. Setelah mereka bertengkar di kamar, Galang pergi bahkan tak memberi tahu hendak ke mana. Tidak juga berpamitan pada om dan tante. Memang Nima tahu dia laki-laki yang kasar, tapi setidaknya menghormat
Baca selengkapnya

Suami Menjengkelkan!

"Lo pengen mati?" Nima menjawab sinis. Tak sekali pun terintimidasi dengan tatapan Galang. Lelaki itu sedikit terkejut. Biasanya para perempuan dengan senang melemparkan diri padanya bahkan tanpa diminta. Namun, perempuan yang berstatus istrinya ini berbeda. Untuk pertama kalinya Galang ditolak. Mungkinkah itu karena perempuan itu lebih agamis? Galang tertantang. Dia tersenyum miring. Segala penatnya menghilang. Sepertinya memberi pelajaran pada perempuan yang tidak bisa bersikap baik padanya itu perlu. Nima melotot saat Galang melangkah maju, tapi terjeda. Dengan masih menatapnya, Galang mundur lantas menutup pintu. Menguncinya. Baru saat itulah Nima merasa dalam bahaya. Dia memang bisa melawan laki-laki, tapi tentunya tenaganya tak cukup kuat. Dia menggeleng. "Mundur! Jangan macam-macam!" Galang tersenyum miring. Dia seperti mendapat jackpot mengetahui kelemahan Nima. Hingga Nima sudah tersandar di tembok. Tidak ada lagi pilihan lain. Galang
Baca selengkapnya

Menginap di Tempat Lain

Nima benar-benar tidak menyangka Galang akan melakukan ini padanya. Meliburkan para pekerja dan menimpakan seluruh pekerjaan rumah padanya. Sebenarnya Nima tidak masalah, hanya saja melihat betapa besarnya rumah ini, itu seperti mustahil bisa dibersihkan seorang diri. "Gila ya tu orang!" kesalnya. Apa selama sebulan dia hanya akan membuat tulangnya patah? Bukankah lucu kalau dia punya keluhan rematik di usia muda? Nima tak menyangka Galang akan setega itu. Dalam hatinya dia terus marah-marah sambil membuat sarapan. Sementara para pembantu sudah berkemas dan pergi. Rumah menjadi sepi. Nima merasa kosong. "Ini nih ciri khas rumah besar. Yang tinggal di dalamnya dikit. Sebenarnya definisi bahagia itu nggak tepat buat orang yang kalau punya rumah mewah, tapi terasa hampa," batin Nima.Setelahnya dia pun meletakkan sarapan di meja. Dilihatnya Galang baru saja datang. Tubuhnya berkeringat. Jangan harap Nima mau berbasa-basi. Mereka hanya saling menat
Baca selengkapnya

Kedatangan Keluarga

Pagi yang indah. Nima terbangun oleh terik mentari yang menerobos kisi-kisi jendela. Rasanya semalam dia tidur begitu nyenyak. Pelan-pelan kelopak matanya menyesuaikan dengan cahaya. Seketika matanya menyipit. Sejak kapan gorden di kamarnya berwarna hitam? Bukannya biru? Nima pun bangun, masih mengucek mata sambil mengedarkan pandangan. Hingga matanya terhenti pada seseorang yang duduk di sofa, mengangkat kaki sambil menghadapnya. "Galang?" beo Nima yang sedetik kemudian shock, langsung mengecek tubuhnya. Dia kaget bahkan sedikit terlonjak ke belakang. Untung saja dia masih mengenakan pakaian lengkap. Tidak kurang satu apa pun. Jantungnya berdebar was-was. Nima masih bingung, bukannya semalam dia tidur di rumah Sena? Atau itu hanya mimpi? Tidak mungkin. "Lo ngapain di sini?" sinis Nima setelah menetralkan kekagetannya. "Ini kamar gue," kata Galang.Nima mendesis. Pantas saja ruangan bernuansa monokrom ini tampak asing, ternyata
Baca selengkapnya

Keisengan Nima

"Heh, ngapain lo ngikut?" tanya Galang.Langkah Nima terhenti tepat di pintu kamar Galang yang mencegatnya masuk. "Katanya ngungsi." "Keluarga gue nggak jadi nginap. Balik sana. Gue mau beresin jejak lo di kamar ini." Galang menatapnya datar.Brak! Jilbab Nima tertampar angin bekas bantingan pintu Galang. Laki-laki itu bahkan tak menunggu Nima untuk membalas sedikit ucapannya. Nima tertawa singkat. Tak habis pikir. Galang kira dia mau berdekatan dengannya? Big no! Lagipula kenapa Nima harus sepolos ini dan menurut segala maunya? Konyol! "Untung kamu sadar duluan, Nim," gumamnya lantas menendang pintu kamar Galang. Setelah itu bergegas ke bawah. Ingin makan sekaligus membersihkan meja yang penuh makanan. Tadi keluarga Galang memesan fast food karena di rumah tak ada persediaan. Terlebih tak ada pembantu. Nima hanya menut saja. Tadi dia hanya makan sedikit guna menjaga citranya. Alhasil sekarang merasa lapar. Untung masih ada sisa
Baca selengkapnya

Kecewa

"Jadi mama nggak bakal datang?"Galang menghampiri Nima dengan wajah sangarnya. Siapa juga yang tidak akan marah jika ada di posisinya? "Dasar anak manja. Pasti cewek yang lo kencanin ngakak liat lo lari-lari." Nima kembali terbahak. Rahang Galang mengeras, tangannya mengepal. Dia menyugar rambutnya dengan ekspresi kesal. Sangat. Tanpa ba-bi-bu dia bergegas ke depan, tapi langkahnya ditahan. "Nggak guna marahin supir lo karena gue yang nyuruh dia ngirim pesan itu. Lumayan, kita seri." Nima menaik-turunkan alisnya.Galang berkacak pinggang, menahan emosi yang hampir meledak. "Bener-bener ya lo!" Nima terus tertawa. Galang berdecih lantas mendekati meja makan. Melonggarkan dasinya dan meneguk segelas air. Tubuhnya sudah berkeringat. Tampilannya bahkan jauh dari kata rapi. "Nim, lo pikir yang lo lakuin tadi lucu apa?" kesalnya. Tawa Nima terhenti. Dia menatap balik. "Emang nggak lucu, ya?" Nima menatapnya polos lantas sedetik kemudi
Baca selengkapnya

Sebuah Insiden

Pukul sembilan Nima sudah selesai berberes rumah. Bahkan sekarang dia sudah rapi. Rencananya akan ke rumah Sena. Hari ini akad pernikahan sepupunya itu. Tak terasa sebulan telah berlalu.Dia meraih ponsel, mengirim pesan pada Galang. Well, sejak kejadian Galang pulang pagi mereka saling tak acuh. Nima masih kecewa dan Galang juga tampak tak peduli. Meski begitu Nima tetap menghargai Galang sebagai suaminya. [Assalamualaikum. Lang gue mau ke rumah Om Nadir. Pulangnya nanti malem.] Setelahnya Nima menghela napas. Segera keluar dari rumah besar itu. Nima memilih naik taksi, tak mau diantar. Sesampainya di rumah Sena, kesibukan mulai terlihat. Acaranya sore ini, jadi orang-orang sibuk mempersiapkan. Mendadak Nima teringat hari pernikahannya. "Konyol, ngapain ingat momen di mana gue cuma jadi pengganti?" gumam Nima tertawa mengejek pada dirinya. "Eh Nima? Kamu ini ditungguin dari kemarin malah datangnya hari ini." Sinta yang kebetulan meliha
Baca selengkapnya

Perubahan Galang

Insiden itu membuat Nima trauma. Dia bahkan demam berhari-hari. Masih shock. Kadang masih terbayang-bayang ekspresi jahat si supir. Untungnya Galang memahami. Dia bahkan mendatangkan dokter ke rumah untuk memeriksa Nima. Kondisinya sudah agak lebih baik dari tiga hari sebelumnya. Meski begitu Nima masih belum bisa beraktivitas seperti biasa. "Ini obatnya, Nyonya," kata si pembantu meletakkan obat di nakas. Mereka sudah mulai bekerja karena sebulan telah berlalu."Makasih, ya." Nima tersenyum, masih menghabiskan makanannya sebelum minum obat. "Iya, Nyonya. Saya ke bawah dulu. Kalau Nyonya butuh sesuatu tolong panggil saya." Pembantu itu menunduk dan pergi setelah Nima menganggukkan kepala. Nima mengunyah pelan sembari menatap mentari dari celah gorden. Tak lama pintu berderit, terbuka. "Makanannya belum habis?" Galang bertanya sembari duduk di sofa. Nima menoleh sekilas. "Ini lagi dimakan," jawabnya. Mereka terdiam. Galan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status