Penyakit gagal ginjal yang diidap Viona selama 1 tahun sebelumnya, mengantarkan Sazia seorang ibu muda berusia 25 tahun pada kehancuran dan rasa sakit yang sungguh luar biasa. Namun, ada yang lebih menyakitkan dari itu. Tanah kuburan Viona masih basah, bendera kuning masih berkibar di depan rumah. Namun, Zia harus kembali menelan kenyataan yang sangat pahit, uang yang selalu Robi berikan ternyata di catat sebagai hutang yang harus Zia lunasi. Zia yang selalu di sia-siakan suaminya, lalu di salahkan ipar dan mertua hanya karena dirinya memilih menjadi seorang ibu rumah tangga, membuat Zia memilih pergi dari rumah yang selama ini dirinya tinggali. Dan hal itu mengantarkan Sazia pada sebuah pekerjaan, yang membuat kehidupan Zia berangsur membaik. Sebuah kewajiban menjaga gadis kecil berusia 6 tahun, mampu menyembuhkan kerinduannya kepada Viona. Seorang anak yang haus akan kasih sayang dari orangtuanya, yang juga dia dapatkan secara tulus dari Sazia. Ciara yang tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ibu, lalu mendapati ayahnya yang selalu sibuk bekerja. Membuatnya selalu melakukan hal-hal yang di anggap menyebalkan bagi sebagian orang hanya untuk mencari perhatian lebih. Namun, tidak dengan Zia. Wanita itu memperlakukan Ciara dengan penuh cinta, dia tak pernah marah ketika Ciara mulai berulah. Pribadi yang sabar, penyayang juga lemah lembut ketika bertutur kata, membuat Mulya Syahreza, pria dingin dan terkenal ketegasannya di kalangan para pekerja mulai tertarik kepada perempuan yang akrab di sapa Zia.
View MoreAngin sejuk terasa menyapu wajah begitu Zia membuka jendela rumah besar itu lebar-lebar. Langit masih sangat gelap, keadaan pun cukup sunyi dan hanya ada beberapa kendaraan yang terdengar lewat di balik gerbang besar sana. Namun, ketiga pegawai rumah itu sudah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Ida yang sedang membersihkan meja makan dengan sebuah kanebo dan semprotan pembersih kaca, kemudian dia menata beberapa makanan di atas sana yang sudah ia siapkan sekitar 1 jam sebelumnya. Lalu Julpa sibuk menyisir setiap sudut rumah menggunakan mesin penghisap debu, sementara Zia tengah asik menyiapkan bekal untuk anak asuhnya yaitu, Cira. Ke khawatir Zia terhadap Cira yang mempunyai alergi cukup parah, membuat perempuan itu berinisiatif untuk membuatkan bekal yang aman dan sehat tentunya. Perempuan itu membentuk nasi menjadi beberapa gumpalan, lalu menghiasnya dengan Nori yang dipotong menyerupai mata dan hidung. Tak lupa beberapa macam sayuran rebus, ikan dan banyak lagi sampai mem
“Pokoknya aku nggak mau sama Zia. Dia itu tidak tahu apa-apa papi, … semuanya tidak tahu. Beda sama mbak Ratih, mbak Ratih tau semuanya yang Cira mau!” Cira berteriak kencang sampai suaranya menggema memenuhi kamarnya yang berukuran cukup luas.Dia yang duduk di atas tempat tidur pun melemparkan bantal, guling dan juga beberapa boneka. Namun, Eza hanya terdiam tenang melihat kelakuan putrinya yang mulai melakukan drama lagi.“Cira mau mbak Ratih saja yang antar sekolah, … harus mbak …”“Cira!” Sergah Eza.“Aku tidak mau pokoknya papi harus bilang kalau mbak Ratih harus kerja lagi disini sama aku. Aku nggak mau sama Zia …”“Cira!” Pria itu mengeraskan suaranya.Akan tetapi Cira tidak berhenti, dia terus merengek tidak jelas sampai membuat Eza merasa kesabaran nya mulai habis.“Zia itu kampungan, masa aku mau beli sesuatu dia tidak …”“Cira stop!!” Bentak Eza.Yang seketika membuat Cita mengatupkan mulutnya dan diam.Gadis kecil itu menatap ayahnya dengan kata berkaca-kaca, wajah memera
Sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat berhenti tepat di depan pintu lobby, tempat yang cukup ramai dan dipenuhi para siswa yang baru saja berdatangan. Eza mengalihkan pandangan dari layar laptop yang menyala di atas pangkuannya, kemudian menoleh saat merasa mobil yang dia tumpangi berhenti. Pria itu melihat ke arah Cira yang duduk tenang, memainkan game di dalam Ipad-nya. “Kita sudah sampai sayang!” Kata Eza sambil tersenyum, kemudian mengusap rambut panjang Cira yang dibiarkan terurai. Lalu Cira menekan tombol exit, dan memberikan benda itu kepada sang ayah setelah ia mematikannya terlebih dahulu. “Semangat ya sekolahnya, belajar yang fokus agar tetap menjadi juara kelas,” Eza mencium kening Cira, kemudian memeluknya. “Iya papi,” dan gadis kecil itu menyahut. “Zia, saya titip Cira. Perhatikan setiap apapun yang dia makan, … ingat, sedikit saja kandungan seafood akan berpotensi membuat Cira masuk ke rumah sakit.” Perempuan yang duduk di kursi samping kemudi pun menoleh, lalu
Satu-persatu Zia menyusun piring yang sudah dicuci bersih, dan dikeringkan oleh selembar kain khusus. Dia memasukkan piring-piring ke dalam sebuah laci penyimpanan dimana terdapat sebuah rak disana yang terletak di bagian bawah. Pun dengan barang-barang yang lain, seperti sendok, garpu dan juga gelas, semuanya masuk pada tempat yang sudah di khususkan sampai tersusun dengan rapi. Sementara Ratih, wanita itu sudah sibuk di area depan setelah hidangan pagi selesai. Tidak tahu kemana, sampai hingga saat ini dia meninggalkan Zia sendiri.Tak tak tak …Zia menoleh, ketika mendengar suara derap langkah kaki yang sangat cepat dari arah dalam. Membuat Zia sedikit terkejut dan menoleh ke arah suara terdengar.“Mba, mbak Zia?” Panggil Ratih.Wanita itu terlihat sedikit terburu-buru, membuat kening Zia menjengit juga ujung alis yang hampir bersentuhan antara satu dan lainnya.“Iya, kenapa? Mbak Ratih bikin aku kaget!” Zia menyahut dengan raut wajah panik.Pasalnya wanita itu pun terlihat terge
Mobil yang Zia tumpangi melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota pada malam hari di bawah sorot lampu penerangan jalan. Sehingga hanya dalam waktu 30 menit saja, kendaraan roda empat itu berbelok memasuki sebuah garasi luas saat gerbang rumah besar terbuka lebar.“Mari, mbak Zia!” Wanita yang duduk di kursi penumpang bagian depan menoleh, kemudian dia turun lebih dulu.Zia hanya mengangguk, kemudian dia membuka pintu di sampingnya dan keluar. Mengedarkan pandangan, menatap garasi dan halaman rumah yang sangat luas, bahkan bangunan di hadapannya terlihat sangat besar, sampai membuat Zia berpikir beberapa kali;‘Serius? Aku harus beresin rumah sebesar ini?’ Batinnya berbicara.‘Bisa tidak ya? Ngurus rumah kecil aja kadang udah bikin capek banget!’Suara di dalam hatinya terus bermonolog, dengan pandangan yang menengadah menatap sebuah bangunan yang sangat mewah.“Mbak Zia? Silahkan lewat sini!” Wanita yang tadi menjemputnya mempersilahkan.Dia berjalan di depan, sementara
Setelah beberapa Minggu tinggal bersama Ayu, keadaan Zia berangsur membaik bahkan perempuan itu kini sudah mengirimkan surat lamaran pada beberapa toko. Hampir satu bulan putrinya meninggal dan selama itu juga ia diacuhkan oleh suami juga keluarganya, membuat Zia memutuskan untuk bangkit agar tak lagi berharap pada pria yang saat ini masih berstatus menjadi suaminya itu.Konflik rumah tangganya saat ini seolah memperjelas hubungan yang memang sudah merenggang dari 1 tahun belakangan. Ekonomi yang terus menurun setelah Viona di vonis gagal ginjal, menjadi awal dari segala pertengkaran yang terus berkepanjangan.“Mbak, Ayu berangkat kerja yah! Kalau makan ambil di kanti ibu kost. Ayu udah bilang kok,” gadis itu berujar, seraya menggendong ranselnya.Zia yang sedang duduk di atas tempat tidur segera mengubah posisi duduknya. Dia menatap sang adik dengan perasaan tak enak hati.“Maaf ya, karena mbak kamu repot!” ujar Zia penuh penyesalan.Ayu mengulum senyum.“Lebih repot ninggalin mbak s
Hampir seharian berada di dalam kamar dengan kesedihan yang tak kunjung menghilang. Zia kembali dikejutkan oleh kelakuan ipar, suami dan juga ibu mertuanya.Dwi dan Robi terlihat membuka amplop satu-persatu, sementara Julia mengumpulkan uang di telapak tangannya.“Kalian lagi ngapain!?” Pandangan ketiganya langsung tertuju ke arah Zia berdiri saat ini. Keadaannya terlihat memprihatinkan, dengan wajah yang sembab dan terlihat pucat.“Jangan sentuh, ini uang Viona!” Lantas Zia segera mendekat.Berniat mengambil hak putrinya. Namun, Robi segera berdiri dan menghadang Zia sampai perempuan itu tak mampu untuk meraih sebuah wadah berisi gulungan-gulungan amplop yang diberikan para pelayat.“Mas itu uang untuk sedekah nanti, … untuk Vio!” Zia memohon.Dia terus meronta-ronta, sambil menatap Dwi yang terus membuka amplop dan memberikan uangnya kepada Julia tanpa merasa terganggu.“Ibu, jangan itu uang Vio!”“Iya uang Vio. Makannya ibu kumpulin, ya buat tambah-tambah uang setoran bulan ini la
Seorang perempuan bersimpuh di samping sebuah gundukan tanah yang masih merah bertabur bunga segar berwarna-warni, memeluk nisan kayu sambil terus menangis meraung-raung meminta agar jasad yang sudah terkubur bangkit kembali.Sazia, seorang ibu muda berusia 25 tahun. Yang baru saja ditinggalkan putri semata wayangnya setelah berjuang melawan gagal ginjal yang anak itu derita satu tahun belakangan. Segala macam pengobatan sudah Sazia tempuh. Namun, anaknya menyerah dengan penyakit yang terus menggerogoti hingga harus berpulang ketika usianya baru saja menginjak 5 tahun.“Mbak?” Seorang gadis datang mendekat, dia berjongkok tepat di samping tubuh rapuh itu seraya menarik bahunya memaksa Sazia untuk berhenti memeluk pusara putrinya.“Orang-orang udah pulang, mbak. Langit juga mulai mendung, besok-besok Ayu antar lagi kesini kalau mau, tapi sekarang pulang yuk!” Zia menggelengkan kepala sambil terus menangis. Wajahnya bahkan sudah sembab, hidung merah dengan mata yang sangat bengkak.D
Seorang perempuan bersimpuh di samping sebuah gundukan tanah yang masih merah bertabur bunga segar berwarna-warni, memeluk nisan kayu sambil terus menangis meraung-raung meminta agar jasad yang sudah terkubur bangkit kembali.Sazia, seorang ibu muda berusia 25 tahun. Yang baru saja ditinggalkan putri semata wayangnya setelah berjuang melawan gagal ginjal yang anak itu derita satu tahun belakangan. Segala macam pengobatan sudah Sazia tempuh. Namun, anaknya menyerah dengan penyakit yang terus menggerogoti hingga harus berpulang ketika usianya baru saja menginjak 5 tahun.“Mbak?” Seorang gadis datang mendekat, dia berjongkok tepat di samping tubuh rapuh itu seraya menarik bahunya memaksa Sazia untuk berhenti memeluk pusara putrinya.“Orang-orang udah pulang, mbak. Langit juga mulai mendung, besok-besok Ayu antar lagi kesini kalau mau, tapi sekarang pulang yuk!” Zia menggelengkan kepala sambil terus menangis. Wajahnya bahkan sudah sembab, hidung merah dengan mata yang sangat bengkak.D...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments