Share

Bab 6

Penulis: Aurin99
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat berhenti tepat di depan pintu lobby, tempat yang cukup ramai dan dipenuhi para siswa yang baru saja berdatangan.

Eza mengalihkan pandangan dari layar laptop yang menyala di atas pangkuannya, kemudian menoleh saat merasa mobil yang dia tumpangi berhenti.

Pria itu melihat ke arah Cira yang duduk tenang, memainkan game di dalam Ipad-nya.

“Kita sudah sampai sayang!” Kata Eza sambil tersenyum, kemudian mengusap rambut panjang Cira yang dibiarkan terurai.

Lalu Cira menekan tombol exit, dan memberikan benda itu kepada sang ayah setelah ia mematikannya terlebih dahulu.

“Semangat ya sekolahnya, belajar yang fokus agar tetap menjadi juara kelas,” Eza mencium kening Cira, kemudian memeluknya.

“Iya papi,” dan gadis kecil itu menyahut.

“Zia, saya titip Cira. Perhatikan setiap apapun yang dia makan, … ingat, sedikit saja kandungan seafood akan berpotensi membuat Cira masuk ke rumah sakit.”

Perempuan yang duduk di kursi samping kemudi pun menoleh, lalu menganggukan kepala.

“Baik, pak.”

“Sudah, ayo masuk. Nanti keburu gerbangnya ditutup!”

Zia membuka pintu di sampingnya, dan segera meraih tangan Cira untuk dia genggam seperti yang selalu dia lakukan kepada mendiang putrinya. Namun, Cira jelas menolak hingga menarik tangannya sendiri dengan kasar, kemudian berlari mendahului.

Perempuan itu mengulum senyumnya, menarik dan menghembuskan nafas, lalu menyusul dengan langkah pelan.

‘Sabar Zia, sabar. Yang terpenting sekarang kamu sudah mempunyai pekerjaan, mungkin sekarang Cira belum terbiasa.’

***

Area taman yang cukup luas menjadi tempat pilihan Zia untuk menunggu. Tidak ada satu murid pun yang memiliki pendamping seperti Cira, dan Zia diizinkan tetap di area sekolah karena gadis itu yang harus benar-benar diperhatikan.

Kerap kali dia mengalami alergi yang sangat parah karena kurang teliti dalam memilih makan hingga sekujur tubuhnya memerah, bahkan sampai mengalami gangguan saluran pernafasan.

Meskipun pihak sekolah sudah diberi tahu bagaimana keadaan Cira. Namun, tidak tahu kenapa mereka selalu kecolongan hingga beberapa orang menganggap apa yang terjadi memang disengaja gadis kecil itu hanya untuk mencari perhatian dari sang ayah.

“Mama jadi kangen Vio,” gumam Zia sambil memandang langit.

Hatinya terasa sesak, kekosongan yang terasa terkadang membuat Zia ingin menyerah saja dengan kerasnya hidup yang dia jalani.

Tumbuh besar tanpa kasih sayang ayah dan ibu, berjuang bersama sang adik agar mendapatkan hidup yang lebih baik. Bahkan indahnya berkeluarga tak menjamin kebahagiaan itu datang, apalagi saat Zia menikah dengan pria dimana keluarnya tidak merestui hubungan mereka.

Mungkin karena latar belakangnya, sehingga keluarga Robi menilai Sazia dengan sebelah mata.

Dan, ya. Kini Robi memilih keluarganya sampai membiarkan Zia sendirian menghadapi ujian hidup yang terasa sangat berat.

“Mbak?”

“Mbak?”

“Eh, i-iya bu?” Zia langsung bangkit dari duduknya.

“Jam istirahat Cira sudah tiba, tolong diperhatikan. Takutnya nanti pihak sekolah lagi yang salah,” ujar wanita itu.

Zia menganggukan kepalanya.

“Mbak kan baru, … boleh di tanya dulu sama petugas di kantin yah biar nggak salah. Soalnya makanan di kantin sekolah kami ada beberapa olahan yang memakai udang dan daging kepiting.”

“Baik, Bu.”

Setelah berjalan dari area taman yang cukup berjarak, akhirnya Zia sampai di depan kelas Cira. Anak perempuan itu cemberut, sambil menatapnya dengan ekspresi marah.

“Cira mau ke kantin?” Zia berjongkok, lalu tersenyum.

“Nggak jadi.” 

“Kenapa? Waktunya masih ada. Ayo mbak antar!” Zia hendak meraih tangan Cira.

Namun, gadis itu mundur dua langkah ke belakang untuk menghindari pengasuh barunya.

Zia masih memperlihatkan senyum.

“Oke, oke. Mbak Zia salah karena membuat Cira menunggu, maaf ya?”

Cira tidak menjawab, dia hanya terlihat mendelikkan mata.

“Mbak Zia tidak bawa bekal, … tadi kata mbak Ratih Cira cuma suka jajan di kantin kalau sekolah. Jadi, kalau Cira tidak mau bagaimana kalau lapar pas pelajaran kembali dimulai?”

Gadis itu tampak berpikir.

“Mbak Zia minta maaf, oke? Janji besok menunggunya tidak terlalu jauh,” dia mengacungkan jari kelingkingnya sambil terus memperlihatkan senyum.

Namun, Cira justru membuang muka.

“Bodo amat!” Katanya.

Lalu gadis itu berjalan melewati Zia sampai tubuh mereka sedikit bertabrakan. Cira berlari ke arah dimana kantin berada, meninggalkan Zia begitu saja.

Zia menghela nafasnya.

“Pantas saja tidak ada yang betah. Karakternya sulit dimengerti,” ucap Zia setengah berbisik.

Setelah itu dia bangkit, kemudian berjalan mengikuti Cira yang sudah berada di area kantin yang terbuka.

Anak-anak berlarian kesana dan kemari, mereka berteriak meminta petugas yang berjaga memenuhi keinginannya. Sementara Cira tampak berdiri di hadapan etalase, dimana terdapat cromboloni berbagai varian rasa.

“Uncle, Cira mau satu rasa pistachio ya.”

Pria yang ada di balik etalase itu mengangguk, kemudian membawa wadah dan meletakan satu pesanan Cira disana.

“Mas, itu nggak ada olahan seafoodnya, kan?” 

“Tidak ada, kak.”

Cira menoleh, kemudian mengangkat pandangan.

“Ya nggak lah. Masa begini aja tidak tahu! Ini itu makanan manis, masa ada udangnya,” Cira mendelik.

“Kampungan!” Ucap gadis itu pelan dan hampir tidak terdengar.

Namun, karena jaraknya dengan Zia cukup dekat. Jelas perempuan itu mampu mendengarnya cukup jelas. Tidak ada yang bisa Zia lakukan selain terus tersenyum.

‘Sepertinya menghadapi Cira butuh kesabaran,’ Zia membatin.

“Aku mau jus strawberry,” Cita menunjuk chiller.

“Ada lagi?” Tanya pria tadi setelah membawakan pesanan Cira.

Jus strawberry yang di tempatkan di dalam sebuah botol.

“Sudah,” jawab Cira singkat.

“Kasih catatan dulu ya mas, saya lupa minta bekal sama bos saya tadi.”

“Oh, iya mbak.”

Zia tersenyum sambil mengangguk.

“Terima kasih.”

“Ish, … Zia ceepeetan baaawaaa!” Cira merengek kesal.

“Iya iya.”

Zia membawa nampan yang diberikan petugas kantin tadi, seraya berjalan membuntuti Cira.

“Mau dimana? Kursinya masih banyak yang kosong ini.”

“Aku sukanya duduk di sudut, Zia. Nggak mau di tengah-tengah seperti itu, terlalu ramai gamau. Gitu aja kenapa tidak mengerti sih?!”

Zia menghentikan langkahnya sebentar, menatap gadis cantik berambut panjang itu dengan perasaan campur aduk. Hari pertama menjaganya saja sudah membuat Zia habis kesabaran.

“Ziaaaaa!”

“Ya ampun,” Zia menggelengkan kepalanya.

Perempuan itu menghirup dan menghembuskan nafasnya perlahan sampai beberapa kali. Kemudian dia kembali melangkah untuk menyambangi tempat dimana Cira berada saat ini.

“Nah, makanlah sebelum jam istirahat Cira habis.” 

Zia meletakan nampan itu di atas meja, lalu menggesernya sampai berada tepat di hadapan anak asuhnya.

“Ambilin air putih!” 

“Kan sudah ada jus.”

“Ambilin air putih, Zia!”

Dia langsung menuruti kemauan Cira, membawa sebotol air putih kemasan dan membawanya ke hadapan gadis itu.

“Bukain.”

Zia membawanya kembali, dan membuka segel juga penutup botolnya.

“Minumnya hati-hati, jangan sampai tersedak.”

Gadis itu hanya terus minum tanpa mau peduli apa kata pengasuh barunya.

Cira menggigit cromboloni pesanannya perlahan-lahan, sambil menatap Zia. 

“Ah, nafsu makan aku jadi hilang. Habiskan saja Zia, aku mau ke kelas lagi, … main sama temen-temen!”

Cira berdiri, kemudian berlari menjauh meninggalkan Zia begitu saja.

“Astaga!” Zia memejamkan mata, juga mengusap wajahnya sambil menghembuskan nafas pelan.

“Apa aku akan sanggup kalau seperti ini terus? Ini baru sehari. Tapi wataknya tidak sama dengan Viona yang …” tiba-tiba Zia berhenti berbicara.

‘Dia Cira, Zia. Bukan Viona putrimu! Jelas mereka berdua sangat berbeda!’ hatinya berbicara.

Aurin99

Hay cuyung 😘

| Sukai

Bab terkait

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 7

    “Pokoknya aku nggak mau sama Zia. Dia itu tidak tahu apa-apa papi, … semuanya tidak tahu. Beda sama mbak Ratih, mbak Ratih tau semuanya yang Cira mau!” Cira berteriak kencang sampai suaranya menggema memenuhi kamarnya yang berukuran cukup luas.Dia yang duduk di atas tempat tidur pun melemparkan bantal, guling dan juga beberapa boneka. Namun, Eza hanya terdiam tenang melihat kelakuan putrinya yang mulai melakukan drama lagi.“Cira mau mbak Ratih saja yang antar sekolah, … harus mbak …”“Cira!” Sergah Eza.“Aku tidak mau pokoknya papi harus bilang kalau mbak Ratih harus kerja lagi disini sama aku. Aku nggak mau sama Zia …”“Cira!” Pria itu mengeraskan suaranya.Akan tetapi Cira tidak berhenti, dia terus merengek tidak jelas sampai membuat Eza merasa kesabaran nya mulai habis.“Zia itu kampungan, masa aku mau beli sesuatu dia tidak …”“Cira stop!!” Bentak Eza.Yang seketika membuat Cita mengatupkan mulutnya dan diam.Gadis kecil itu menatap ayahnya dengan kata berkaca-kaca, wajah memera

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 8

    Angin sejuk terasa menyapu wajah begitu Zia membuka jendela rumah besar itu lebar-lebar. Langit masih sangat gelap, keadaan pun cukup sunyi dan hanya ada beberapa kendaraan yang terdengar lewat di balik gerbang besar sana. Namun, ketiga pegawai rumah itu sudah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Ida yang sedang membersihkan meja makan dengan sebuah kanebo dan semprotan pembersih kaca, kemudian dia menata beberapa makanan di atas sana yang sudah ia siapkan sekitar 1 jam sebelumnya. Lalu Julpa sibuk menyisir setiap sudut rumah menggunakan mesin penghisap debu, sementara Zia tengah asik menyiapkan bekal untuk anak asuhnya yaitu, Cira. Ke khawatir Zia terhadap Cira yang mempunyai alergi cukup parah, membuat perempuan itu berinisiatif untuk membuatkan bekal yang aman dan sehat tentunya. Perempuan itu membentuk nasi menjadi beberapa gumpalan, lalu menghiasnya dengan Nori yang dipotong menyerupai mata dan hidung. Tak lupa beberapa macam sayuran rebus, ikan dan banyak lagi sampai mem

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 1

    Seorang perempuan bersimpuh di samping sebuah gundukan tanah yang masih merah bertabur bunga segar berwarna-warni, memeluk nisan kayu sambil terus menangis meraung-raung meminta agar jasad yang sudah terkubur bangkit kembali.Sazia, seorang ibu muda berusia 25 tahun. Yang baru saja ditinggalkan putri semata wayangnya setelah berjuang melawan gagal ginjal yang anak itu derita satu tahun belakangan. Segala macam pengobatan sudah Sazia tempuh. Namun, anaknya menyerah dengan penyakit yang terus menggerogoti hingga harus berpulang ketika usianya baru saja menginjak 5 tahun.“Mbak?” Seorang gadis datang mendekat, dia berjongkok tepat di samping tubuh rapuh itu seraya menarik bahunya memaksa Sazia untuk berhenti memeluk pusara putrinya.“Orang-orang udah pulang, mbak. Langit juga mulai mendung, besok-besok Ayu antar lagi kesini kalau mau, tapi sekarang pulang yuk!” Zia menggelengkan kepala sambil terus menangis. Wajahnya bahkan sudah sembab, hidung merah dengan mata yang sangat bengkak.D

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 2

    Hampir seharian berada di dalam kamar dengan kesedihan yang tak kunjung menghilang. Zia kembali dikejutkan oleh kelakuan ipar, suami dan juga ibu mertuanya.Dwi dan Robi terlihat membuka amplop satu-persatu, sementara Julia mengumpulkan uang di telapak tangannya.“Kalian lagi ngapain!?” Pandangan ketiganya langsung tertuju ke arah Zia berdiri saat ini. Keadaannya terlihat memprihatinkan, dengan wajah yang sembab dan terlihat pucat.“Jangan sentuh, ini uang Viona!” Lantas Zia segera mendekat.Berniat mengambil hak putrinya. Namun, Robi segera berdiri dan menghadang Zia sampai perempuan itu tak mampu untuk meraih sebuah wadah berisi gulungan-gulungan amplop yang diberikan para pelayat.“Mas itu uang untuk sedekah nanti, … untuk Vio!” Zia memohon.Dia terus meronta-ronta, sambil menatap Dwi yang terus membuka amplop dan memberikan uangnya kepada Julia tanpa merasa terganggu.“Ibu, jangan itu uang Vio!”“Iya uang Vio. Makannya ibu kumpulin, ya buat tambah-tambah uang setoran bulan ini la

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 3

    Setelah beberapa Minggu tinggal bersama Ayu, keadaan Zia berangsur membaik bahkan perempuan itu kini sudah mengirimkan surat lamaran pada beberapa toko. Hampir satu bulan putrinya meninggal dan selama itu juga ia diacuhkan oleh suami juga keluarganya, membuat Zia memutuskan untuk bangkit agar tak lagi berharap pada pria yang saat ini masih berstatus menjadi suaminya itu.Konflik rumah tangganya saat ini seolah memperjelas hubungan yang memang sudah merenggang dari 1 tahun belakangan. Ekonomi yang terus menurun setelah Viona di vonis gagal ginjal, menjadi awal dari segala pertengkaran yang terus berkepanjangan.“Mbak, Ayu berangkat kerja yah! Kalau makan ambil di kanti ibu kost. Ayu udah bilang kok,” gadis itu berujar, seraya menggendong ranselnya.Zia yang sedang duduk di atas tempat tidur segera mengubah posisi duduknya. Dia menatap sang adik dengan perasaan tak enak hati.“Maaf ya, karena mbak kamu repot!” ujar Zia penuh penyesalan.Ayu mengulum senyum.“Lebih repot ninggalin mbak s

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 4

    Mobil yang Zia tumpangi melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota pada malam hari di bawah sorot lampu penerangan jalan. Sehingga hanya dalam waktu 30 menit saja, kendaraan roda empat itu berbelok memasuki sebuah garasi luas saat gerbang rumah besar terbuka lebar.“Mari, mbak Zia!” Wanita yang duduk di kursi penumpang bagian depan menoleh, kemudian dia turun lebih dulu.Zia hanya mengangguk, kemudian dia membuka pintu di sampingnya dan keluar. Mengedarkan pandangan, menatap garasi dan halaman rumah yang sangat luas, bahkan bangunan di hadapannya terlihat sangat besar, sampai membuat Zia berpikir beberapa kali;‘Serius? Aku harus beresin rumah sebesar ini?’ Batinnya berbicara.‘Bisa tidak ya? Ngurus rumah kecil aja kadang udah bikin capek banget!’Suara di dalam hatinya terus bermonolog, dengan pandangan yang menengadah menatap sebuah bangunan yang sangat mewah.“Mbak Zia? Silahkan lewat sini!” Wanita yang tadi menjemputnya mempersilahkan.Dia berjalan di depan, sementara

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 5

    Satu-persatu Zia menyusun piring yang sudah dicuci bersih, dan dikeringkan oleh selembar kain khusus. Dia memasukkan piring-piring ke dalam sebuah laci penyimpanan dimana terdapat sebuah rak disana yang terletak di bagian bawah. Pun dengan barang-barang yang lain, seperti sendok, garpu dan juga gelas, semuanya masuk pada tempat yang sudah di khususkan sampai tersusun dengan rapi. Sementara Ratih, wanita itu sudah sibuk di area depan setelah hidangan pagi selesai. Tidak tahu kemana, sampai hingga saat ini dia meninggalkan Zia sendiri.Tak tak tak …Zia menoleh, ketika mendengar suara derap langkah kaki yang sangat cepat dari arah dalam. Membuat Zia sedikit terkejut dan menoleh ke arah suara terdengar.“Mba, mbak Zia?” Panggil Ratih.Wanita itu terlihat sedikit terburu-buru, membuat kening Zia menjengit juga ujung alis yang hampir bersentuhan antara satu dan lainnya.“Iya, kenapa? Mbak Ratih bikin aku kaget!” Zia menyahut dengan raut wajah panik.Pasalnya wanita itu pun terlihat terge

Bab terbaru

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 8

    Angin sejuk terasa menyapu wajah begitu Zia membuka jendela rumah besar itu lebar-lebar. Langit masih sangat gelap, keadaan pun cukup sunyi dan hanya ada beberapa kendaraan yang terdengar lewat di balik gerbang besar sana. Namun, ketiga pegawai rumah itu sudah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Ida yang sedang membersihkan meja makan dengan sebuah kanebo dan semprotan pembersih kaca, kemudian dia menata beberapa makanan di atas sana yang sudah ia siapkan sekitar 1 jam sebelumnya. Lalu Julpa sibuk menyisir setiap sudut rumah menggunakan mesin penghisap debu, sementara Zia tengah asik menyiapkan bekal untuk anak asuhnya yaitu, Cira. Ke khawatir Zia terhadap Cira yang mempunyai alergi cukup parah, membuat perempuan itu berinisiatif untuk membuatkan bekal yang aman dan sehat tentunya. Perempuan itu membentuk nasi menjadi beberapa gumpalan, lalu menghiasnya dengan Nori yang dipotong menyerupai mata dan hidung. Tak lupa beberapa macam sayuran rebus, ikan dan banyak lagi sampai mem

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 7

    “Pokoknya aku nggak mau sama Zia. Dia itu tidak tahu apa-apa papi, … semuanya tidak tahu. Beda sama mbak Ratih, mbak Ratih tau semuanya yang Cira mau!” Cira berteriak kencang sampai suaranya menggema memenuhi kamarnya yang berukuran cukup luas.Dia yang duduk di atas tempat tidur pun melemparkan bantal, guling dan juga beberapa boneka. Namun, Eza hanya terdiam tenang melihat kelakuan putrinya yang mulai melakukan drama lagi.“Cira mau mbak Ratih saja yang antar sekolah, … harus mbak …”“Cira!” Sergah Eza.“Aku tidak mau pokoknya papi harus bilang kalau mbak Ratih harus kerja lagi disini sama aku. Aku nggak mau sama Zia …”“Cira!” Pria itu mengeraskan suaranya.Akan tetapi Cira tidak berhenti, dia terus merengek tidak jelas sampai membuat Eza merasa kesabaran nya mulai habis.“Zia itu kampungan, masa aku mau beli sesuatu dia tidak …”“Cira stop!!” Bentak Eza.Yang seketika membuat Cita mengatupkan mulutnya dan diam.Gadis kecil itu menatap ayahnya dengan kata berkaca-kaca, wajah memera

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 6

    Sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat berhenti tepat di depan pintu lobby, tempat yang cukup ramai dan dipenuhi para siswa yang baru saja berdatangan. Eza mengalihkan pandangan dari layar laptop yang menyala di atas pangkuannya, kemudian menoleh saat merasa mobil yang dia tumpangi berhenti. Pria itu melihat ke arah Cira yang duduk tenang, memainkan game di dalam Ipad-nya. “Kita sudah sampai sayang!” Kata Eza sambil tersenyum, kemudian mengusap rambut panjang Cira yang dibiarkan terurai. Lalu Cira menekan tombol exit, dan memberikan benda itu kepada sang ayah setelah ia mematikannya terlebih dahulu. “Semangat ya sekolahnya, belajar yang fokus agar tetap menjadi juara kelas,” Eza mencium kening Cira, kemudian memeluknya. “Iya papi,” dan gadis kecil itu menyahut. “Zia, saya titip Cira. Perhatikan setiap apapun yang dia makan, … ingat, sedikit saja kandungan seafood akan berpotensi membuat Cira masuk ke rumah sakit.” Perempuan yang duduk di kursi samping kemudi pun menoleh, lalu

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 5

    Satu-persatu Zia menyusun piring yang sudah dicuci bersih, dan dikeringkan oleh selembar kain khusus. Dia memasukkan piring-piring ke dalam sebuah laci penyimpanan dimana terdapat sebuah rak disana yang terletak di bagian bawah. Pun dengan barang-barang yang lain, seperti sendok, garpu dan juga gelas, semuanya masuk pada tempat yang sudah di khususkan sampai tersusun dengan rapi. Sementara Ratih, wanita itu sudah sibuk di area depan setelah hidangan pagi selesai. Tidak tahu kemana, sampai hingga saat ini dia meninggalkan Zia sendiri.Tak tak tak …Zia menoleh, ketika mendengar suara derap langkah kaki yang sangat cepat dari arah dalam. Membuat Zia sedikit terkejut dan menoleh ke arah suara terdengar.“Mba, mbak Zia?” Panggil Ratih.Wanita itu terlihat sedikit terburu-buru, membuat kening Zia menjengit juga ujung alis yang hampir bersentuhan antara satu dan lainnya.“Iya, kenapa? Mbak Ratih bikin aku kaget!” Zia menyahut dengan raut wajah panik.Pasalnya wanita itu pun terlihat terge

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 4

    Mobil yang Zia tumpangi melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota pada malam hari di bawah sorot lampu penerangan jalan. Sehingga hanya dalam waktu 30 menit saja, kendaraan roda empat itu berbelok memasuki sebuah garasi luas saat gerbang rumah besar terbuka lebar.“Mari, mbak Zia!” Wanita yang duduk di kursi penumpang bagian depan menoleh, kemudian dia turun lebih dulu.Zia hanya mengangguk, kemudian dia membuka pintu di sampingnya dan keluar. Mengedarkan pandangan, menatap garasi dan halaman rumah yang sangat luas, bahkan bangunan di hadapannya terlihat sangat besar, sampai membuat Zia berpikir beberapa kali;‘Serius? Aku harus beresin rumah sebesar ini?’ Batinnya berbicara.‘Bisa tidak ya? Ngurus rumah kecil aja kadang udah bikin capek banget!’Suara di dalam hatinya terus bermonolog, dengan pandangan yang menengadah menatap sebuah bangunan yang sangat mewah.“Mbak Zia? Silahkan lewat sini!” Wanita yang tadi menjemputnya mempersilahkan.Dia berjalan di depan, sementara

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 3

    Setelah beberapa Minggu tinggal bersama Ayu, keadaan Zia berangsur membaik bahkan perempuan itu kini sudah mengirimkan surat lamaran pada beberapa toko. Hampir satu bulan putrinya meninggal dan selama itu juga ia diacuhkan oleh suami juga keluarganya, membuat Zia memutuskan untuk bangkit agar tak lagi berharap pada pria yang saat ini masih berstatus menjadi suaminya itu.Konflik rumah tangganya saat ini seolah memperjelas hubungan yang memang sudah merenggang dari 1 tahun belakangan. Ekonomi yang terus menurun setelah Viona di vonis gagal ginjal, menjadi awal dari segala pertengkaran yang terus berkepanjangan.“Mbak, Ayu berangkat kerja yah! Kalau makan ambil di kanti ibu kost. Ayu udah bilang kok,” gadis itu berujar, seraya menggendong ranselnya.Zia yang sedang duduk di atas tempat tidur segera mengubah posisi duduknya. Dia menatap sang adik dengan perasaan tak enak hati.“Maaf ya, karena mbak kamu repot!” ujar Zia penuh penyesalan.Ayu mengulum senyum.“Lebih repot ninggalin mbak s

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 2

    Hampir seharian berada di dalam kamar dengan kesedihan yang tak kunjung menghilang. Zia kembali dikejutkan oleh kelakuan ipar, suami dan juga ibu mertuanya.Dwi dan Robi terlihat membuka amplop satu-persatu, sementara Julia mengumpulkan uang di telapak tangannya.“Kalian lagi ngapain!?” Pandangan ketiganya langsung tertuju ke arah Zia berdiri saat ini. Keadaannya terlihat memprihatinkan, dengan wajah yang sembab dan terlihat pucat.“Jangan sentuh, ini uang Viona!” Lantas Zia segera mendekat.Berniat mengambil hak putrinya. Namun, Robi segera berdiri dan menghadang Zia sampai perempuan itu tak mampu untuk meraih sebuah wadah berisi gulungan-gulungan amplop yang diberikan para pelayat.“Mas itu uang untuk sedekah nanti, … untuk Vio!” Zia memohon.Dia terus meronta-ronta, sambil menatap Dwi yang terus membuka amplop dan memberikan uangnya kepada Julia tanpa merasa terganggu.“Ibu, jangan itu uang Vio!”“Iya uang Vio. Makannya ibu kumpulin, ya buat tambah-tambah uang setoran bulan ini la

  • Menikah Dengan Majikan    Bab 1

    Seorang perempuan bersimpuh di samping sebuah gundukan tanah yang masih merah bertabur bunga segar berwarna-warni, memeluk nisan kayu sambil terus menangis meraung-raung meminta agar jasad yang sudah terkubur bangkit kembali.Sazia, seorang ibu muda berusia 25 tahun. Yang baru saja ditinggalkan putri semata wayangnya setelah berjuang melawan gagal ginjal yang anak itu derita satu tahun belakangan. Segala macam pengobatan sudah Sazia tempuh. Namun, anaknya menyerah dengan penyakit yang terus menggerogoti hingga harus berpulang ketika usianya baru saja menginjak 5 tahun.“Mbak?” Seorang gadis datang mendekat, dia berjongkok tepat di samping tubuh rapuh itu seraya menarik bahunya memaksa Sazia untuk berhenti memeluk pusara putrinya.“Orang-orang udah pulang, mbak. Langit juga mulai mendung, besok-besok Ayu antar lagi kesini kalau mau, tapi sekarang pulang yuk!” Zia menggelengkan kepala sambil terus menangis. Wajahnya bahkan sudah sembab, hidung merah dengan mata yang sangat bengkak.D

DMCA.com Protection Status