Menolong kakek tua yang mengalami kecelakaan malah membuat Fitri diharuskan menikah dengan cucu sang kakek, Azmi. Dihari pertama mereka bertemu saja Azmi mendesak Fitri untuk bersedia menikah dengannya. Bukan karena cinta, tapi karena satu hektar tanah milik kakeknya lah yang membuat Azmi mendesak Fitri untuk menikah dengannya. Setelah menikah bukan kebahagiaan yang didapatkan Fitri, tapi rasa sakit atas perlakuan Azmi yang ia rasakan. Sering bergonta-ganti pasangan dan membawa wanita murahan masuk ke dalam rumah mereka. Itu semua membuat Fitri muak dan dia tidak tahan dengan semua keadaan ini.
Lihat lebih banyak“Fit! Fitri!” Kaget saat mendengar suara seorang pria yang teriak-teriak dari arah ruang tamu. Aku tetap saja memakan buah-buahan yang sudah aku kupas dan tidak menghiraukan suara pria yang teriak-teriak itu. Jujur saja itu sangat mengganggu, tapi biarkan saja. Tiba-tiba saja ada seorang pria tampan yang datang dengan terengah-engah muncul di dekat pintu dapur. “Heh! Fitri!” Bug … Dia menggebrak meja. Haris … Ya, pria yang teriak-teriak itu Haris. Aku tidak heran sama sekali kalau dia akan datang menemui ku. Dia pasti akan bertanya ini-itu tentang pernikahan kemarin. Haris duduk dengan terengah di kursi makan di hadapanku. “Ada apa?” ucap ku lalu memasukkan sepotong apel ke dalam mulutku. “Aku yang harusnya bertanya seperti itu. Ada apa? Bagaimana mungkin kamu menikah dengan kakakku?” tanya Haris to the point dengan raut muka keras. Aku bangkit dari duduk ku lalu mengambilkan segelas air putih untuk Haris. “Seperti yang kakek Amar katakan. Aku menolong kakek saat sakit jantun
“Non mau tanya apa?”Aku menghela napas. Aku tahu aku salah dengan mencari tahu tentang mas Azmi pada mereka bertiga itu salah, tapi mereka lebih tahu dariku tentang mas Azmi. Aku yakin mereka pasti curiga dengan hubungan aku dengan mas Azmi dan mereka juga akan tahu jika hubunganku dengan mas Azmi tidak baik-baik saja.“Mas Azmi, mbok. Semuanya,” tegasku.“Maksudnya?” Mereka bertiga terlihat bingung.“Kalian sudah lama kerja dengan mas Azmi ‘kan?”“Kami sudah bekerja selama 2 tahun. Tepat saat rumah ini pertama kali ditempati sama den Azmi.”“Jadi rumah ini baru 2 tahun?”Mbok Tarsih, Risa dan Tari mengangguk.“Kalau mbok tahu makanan kesukaan mas Azmi?”“Begini deh, non. Saya bakal cerita tentang den Azmi. Jadi saat pertama kali kami kemari, kami hanya bekerja saat pagi hari untuk membereskan rumah dan memasak sarapan. Lalu kita akan kembali bekerja lagi saat sore hari untuk menyiapkan makan malam. Bahkan dari awal kami tidak diperbolehkan ke rumah utama jika ada den Azmi.”Fitri
Di taman kecil ini aku hanya duduk di kursi besi yang tersedia di tengah taman.“Aku harus merencanakan cara menaklukan mas Azmi,”Tapi bagaimana caranya?Ah, aku tahu!Aku pergi menuju sebuah bangunan kecil yang ada di sebelah rumah utama.Yup, rumah khusus seluruh pembantu rumah tangga ini tinggal. Aku akan menemui mbok Tarsih. Aku akan mewawancarai mbok Tarsih.Di depan rumah itu terdapat dua orang wanita muda yang sedang mengobrol di teras, mereka mungkin beberapa tahun di atasku. Aku tidak begitu mengerti apa yang dikatakan mereka, karena mereka menggunakan bahasa yang sepertinya berasal dari Jawa Timur, terkesan keras.Kenapa aku tahu? Karena teman sekolahku ada yang berasal dari kota Solo dan bahasa yang dia gunakan saat berbincang bersama ibunya saat itu sangat pelan dan pembawaannya anggun.Maaf aku tidak bermaksud mendiskreditkan sesuatu, semua ini hanya berdasarkan penglihatanku saja.Salah seorang dari mereka menyadari kedatanganku lantas dia langsung berdiri dan sedikit m
“Aku siap!” ucapku lantang. Mas Azmi menaikkan alisnya meremehkan.Jujur saja aku malu saat mengatakannya. Tapi aku sudah memikirkan ini semua jauh-jauh hari. Selama masa ujian, saat siang hari aku belajar bersama Haris, Salman dan Caca, sedangkan saat malam hari aku berselancar di media sosial mencari tata cara menjadi istri yang baik, termasuk cara menyenangkan suami.Memang se-niat itu aku memikirkan pernikahan ini. Tapi baru juga kurang dari satu hari, yang kurasa justru jauh dari rumah tangga yang akan bahagia. Tidak sesuai dengan yang selama ini aku baca di media sosial.Aku memang tidak mau menikah di usia se-dini ini, tapi jika memang mas Azmi adalah jodohku yang sudah dipersiapkan oleh tuhan maka aku harus menerimanya. Untuk kedepannya mengenai rumah tangga ini kita tidak bisa memprediksi, tinggal jalani saja.“Baguslah kalau kamu siap. Jadi saya tidak perlu buang uang untuk sewa wanita malam. Sudah dapat yang gratis ini,” ucap mas Azmi enteng, seolah aku wanita yang tidak me
Tubuhku cukup segar setelah mandi barusan.Hari ini hari sabtu dan kemarin aku baru saja selesai melaksanakan ujian, otomatis hari ini libur bagi seluruh pelajar sepertiku. Hah enaknya…Sudah jam 7 pagi, pasti mas Azmi sudah turun ke bawah untuk sarapan. Lebih baik aku bergegas ikut sarapan bersamanya.Benar saja tebakanku, mas Azmi sedang menyimpan tas kerjanya di kursi. Saat dia mengangkat mangkuk nasi goreng itu aku lantas berteriak, “Stop, mas!” Mas Azmi berjingkat kaget. Aku mempercepat langkahku menuju ke arahnya. “Biar aku yang hangatkan nasinya!”Aku mengambil mangkuk besar itu dari genggaman mas Azmi. Dia masih diam, mungkin masih shock akan teriakan yang berasal dariku tadi.Mata mas Azmi melotot tajam. Aku tidak menghiraukan pelototan mas Azmi dan berbalik menuju microwave yang ada di dapur.5 menit berlalu. Dengan meyibukkan diriku sendiri melakukan entah apa pun itu yang ada di dapur setidaknya dapat mengurangi ketegangan yang terjadi. Dari tadi mas Azmi melotot tajam da
Biasanya selepas subuh aku membereskan kamar lalu membantu ibu dan anak-anak panti yang kebagian memasak di dapur. Tapi saat ini aku hanya duduk di ranjang dan tidak melakukan apa pun. Sangat aneh jika aku tidak melakukan apa pun.“Lebih baik aku ke dapur saja.”Aku beranjak menuju dapur. Berbeda dengan keadaan rumah semalam yang sepi, saat ini justru terbilang ramai. Ada beberapa orang pembantu rumah tangga yang sedang membereskan rumah. Saat aku melewati mereka, mereka tersenyum ke arahku dan aku membalas senyuman mereka.Tengkukku tiba-tiba gatal, aku merasa justru dan merasa tak pantas mendapat senyuman sopan dari orang-orang yang lebih tua dariku. Malu lebih tepatnya, semua itu karena mereka lebih tua dariku tapi mereka seolah segan padaku.Ada seorang ibu paruh baya yang sedang sibuk di counter dapur. Aku menghampirinya. “Saya bantu, bu,” kataku sambil senyum ke arah ibu tersebut. Ibu itu sangat kaget mendengar suaraku yang tiba-tiba.“Astagfirulloh! Ya ampun, non! Mbok kaget.”
Tok tok tok“Keluar! Turun ke bawah!” teriak mas Azmi dari luar kamar.Aku yang sedang sibuk menasihati diriku sendiri jadi terkejut mendengar teriakan mas Azmi dari luar kamar.Takut-takut aku membuka pintu kamar secara perlahan. Tidak ada mas Azmi. Saat aku turun ke lantai bawah, aku melihat mas Azmi sudah duduk di single sofa ruang tengah dan sedang memainkan telepon genggam miliknya.Aku mendekati mas Azmi lalu duduk di sofa yang berseberangan dengan mas Azmi.“Lama sekali! Padahal hanya mandi,” sentak mas Azmi“Maaf mas,” cicitku.Mas Azmi menghela napas lalu memijit keningnya. Aku tidak tega, sepertinya mas Azmi sedang pusing, “Mau Fitri pijat kepalanya?” tawarku.Mas Azmi menghentikan memijat kening, sebagai ga
Aku membelalakkan mataku. Dalam hatiku bertanya, “Rumah mewah ini milik mas Azmi? Jadi ini rumahku juga?”Aku menggelengkan kepalaku. Mencoba membuat diriku sadar dari khayalan yang tidak mungkin menjadi kenyataan.Tidak … Ini hanya rumah mas Azmi. Bukan rumahku!Rumah ini lebih besar dari rumah Haris dan kakek Amar. Rumah ini juga mengusung tema modern, berbanding terbalik dengan rumah yang ditempati Haris yang mengusung tema tradisional.Masih sibuk memperhatikan isi rumah ini, tahu-tahu Mas Azmi sudah berjalan menjauh menaiki anak tangga dan tidak menghiraukanku yang dari tadi berada dibelakangnya. Aku sadar saat mas Azmi sudah ada di pertengahan anak tangga, maka dari itu aku langsung bergegas berjalan cepat mendekati mas Azmi.Tersisa dua anak tangga lagi.Mas Azmi berhenti dan berbalik menghadapku. Otomatis aku juga berhenti.Ini bukan drama yang jika si tokoh pria berhenti berjalan di depan maka si tokoh wanita akan menubruk punggung si tokoh pria. Tidak … Tidak seperti itu. Ak
“Sepertinya aku butuh penjelasan dari kalian!” ujar Haris tajam menatap ke arahku lalu pada mas Azmi.Aku mengalihkan pandangan tidak berani menatap Haris. Kulihat mas Azmi hanya memainkan telepon genggam dan tidak tertarik dengan kemarahan Haris.“Fitri yang menolong kakek saat penyakit jantung kakek kambuh. Dia dan Alea yang membawa kakek ke rumah sakit. Dan sebagai tanda ucapan terima kasih, Fitri harus menjadi cucu menantu kakek, Alea juga,” terang kakek Amar pada Haris dengan wajah ceria.“Kakek bukan meringankan beban Fitri, justru kakek menambah beban Fitri.”“Benarkah?” tanya kakek Amar menatapku. Aku hanya bisa menundukkan kepala, menghindari tatapan penuh tanya dari kakek Amar.“Kek, Haris tahu betul bagaimana keadaan Fitri. Dengan kakek menjadi donatur tetap panti asuhan tempat Fitri berada itu sudah membuat Fitri senang. Benar ‘kan, Fit?”Aku, Alea dan Bu Sri mengangguk setuju dengan ucapan Haris.“Sudah lah Haris! Kamu terlalu banyak bicara. Berisik!” ucap kakek tidak ter
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen