“Excuse me? Aku? Maksudnya?”“Fit. Kamu tau aku suka Haris. Tapi kenapa kamu menempel Haris terus.”“Aku tidak seperti itu,” ucapku terkekeh melihat Caca yang sedang cemburu.“Fit. Aku tidak sedang bercanda.”“Dengar ya Ca. Kita teman sekelas dari kelas 10. Aku tidak pernah cari gara-gara dengan kamu. Dan hubungan kita sebagai teman juga baik-baik saja,” aku menghela napas pelan.Aku lihat Caca mengepalkan tangannya.“Tapi gara-gara Haris kamu jadi sinis sama aku. Kalau kamu mau tahu aku, Haris dan Salman hanya akan belajar bersama. Kamu tau aku sangat membutuhkan uang untuk adik-adikku di panti. Jadi aku menerima tawaran mereka untuk mengajari mereka selama ujian karena mereka akan membayar aku. Bahkan tadi saja Salman dan Haris akan membayar apa pun yang aku makan. Itu sebagai bentuk rasa terima kasih mereka sama aku. Kita tidak ada maksud lain.”“Tapi kamu jadi akrab sama Haris,” cicit Caca.“Kamu cemburu?”selidik aku menatap wajah Caca yang sudah memerah malu.“Menurut kamu?” sewo
BAB 12“Kalian duduk saja di ruang tamu,” titah Haris. Haris langsung pergi menuju kamar miliknya yang sepertinya berada di lantai 2 rumah ini.Salman membimbing aku dan Caca untuk duduk di ruang tamu. Aku yang tak bisa diam, berjalan mengelilingi ruang tamu dan melihat furniture yang ada di sini. Di pojok kanan, ada begitu banyak foto. Sepertinya itu foto keluarga Haris.DegDi sana ada foto kakek Amar dan mas Azmi. Jadi benar wajah Haris mirip dengan mas Azmi. Ternyata mereka ada hubungan darah.“Salman,” panggilku pada Salman yang sibuk bermain telepon genggam.“Ya.”“Sini.”Salman menghampiriku,”Kenapa?”“Ini foto keluarga Haris?”Salman mengangguk, “Ini mas Azmi, kakak Haris,”--tunjuk Salman pada foto mas Azmi--“Ini kakek Haris”--tunjuk Salman pada foto kakek Amar--”Kalau yang lain sepupu Haris. Aku belum pernah bertemu mereka jadi aku kurang tahu dengan yang lain,” jelas Salman.“Jadi kamu pernah bertemu kakak dan kakek dari Haris?”“Sudah. Aku cukup sering datang ke rumah Haris
Keesokan harinya … Baru saja semalam ibu Sri berbicara padaku bahwa uang bulanan panti semakin menipis karena digunakan untuk membayar iuran bulanan sekolah anak-anak dan sudah 2 bulan ini donatur tetap panti ini tidak mengirimkan donasi. Entah ada masalah apa dengan para donatur pada kami. Apa kami punya salah? Ibu Sri juga sudah bilang jika dia beberapa kali menghubungi para donatur, tapi tidak ada satu pun yang mengangkat telepon dari ibu. Uang tabungan milikku sebenarnya ada. Aku juga tidak bilang pada ibu jika aku memiliki tabungan. Dahulu sekali aku pernah memberikan uang tabungan milikku untuk membiayai baby Arsan yang sedang sakit, tapi ibu menolak dengan keras. Aku memasuki Bank dan mengambil nomor antrean untuk ke bagian teller. Dari tadi aku menggenggam buku rekening milikku. Di buku rekening itu tertera 9.550.000 rupiah. Aku akan menarik semua uang milikku dan diberikan pada bu Sri. Kurang lebih aku menunggu selama 15 menit, barulah nomor antrean milikku dipanggil.
Aku dan mas Azmi sampai di sebuah toko baju bridal yang cukup terkemuka di kota ini.Saat masuk ke dalam toko, lagi-lagi aku kagum dengan isi toko ini. Berbagai macam gaun pernikahan tersedia di sini.Begitu mewah!Semenjak aku bertemu dengan kakek Amar bayak hal baru yang aku temukan, mulai dari ruang VVIP rumah sakit, rumah Haris yang mewah, naik mobil mewah dan sekarang masuk ke toko mewah.Huft … Aku belum siap akan semua ini!“Pakai kebaya saja. Repot kalau pakai gaun yang besar itu,” tunjuk mas Azmi pada sebuah mannequin yang mengenakan ball-gown yang di pajang di kaca.Aku menggeleng, “Aku juga tidak mau, mas.”Sebenarnya ada satu kebaya yang dari awal sudah menarik perhatian. Kebaya itu terletak di pojok toko. Aku mendekati mannequin itu. Kebaya panjang berwarna abu muda dengan taburan mote berwarna hitam di bagian dada. Mataku tidak teralihkan dari mannequin tersebut.Seorang manager toko menghampiri kami, “Selamat siang pak,” ucap wanita itu mendekati mas Azmi tentunya dan b
“Besok kebayanya sampai di panti.”“Iya, mas.”Kebaya yang kami beli itu tidak langsung dibawa pulang atas perintah mas Azmi. Saat di toko itu, mas Azmi menawar harga kebaya yang terlampau mahal untuk kebaya yang kusam. Mas Azmi terlihat kesal saat mendengar harga asli dari kebaya tersebut.Tidak masalah saya mengeluarkan uang seharga kebaya ini, bahkan lebih pun tidak masalah. Tapi saya ingin kebaya ini terlihat baru lagi. Saya kemari ingin membeli kebaya baru, bukan kebaya kusam. - ucap mas Azmi saat di toko tadi.Akhirnya pihak toko menawarkan untuk laundry.Saat melihat mas Azmi menawar, aku jadi yakin kalau semua orang kaya tidak asal beli barang apa yang mereka inginkan. Mungkin orang-orang kaya itu berani membayar mahal jika kualitas barang yang dibelinya juga bagus. Kalau seperti itu aku juga setuju.“Mas. Bisa tolong antarkan saya ke rumah mas?”Mas Azmi mengerutkan kening namun tidak melepaskan pandangannya dari jalanan di hadapannya.“Mau apa?”“Saya mau belajar bersama Har
Kami belajar sudah berjalan selama setengah jam, tapi aku belum melihat mas Azmi lagi.Terdengar langkah kaki dari arah tangga, aku yakin itu mas Azmi. Aku tetap fokus menerangkan materi pada Haris dan Salman, meski suara langkah kaki itu cukup mengganggu konsentrasi.“Angka yang ada di dalam kurung ini di kali ‘kan dahulu. Ini dengan ini, lalu ini dengan ini,” ucap-ku menerangkan contoh soal yang ada di dalam buku paket pada Haris dan Salman. “Lalu yang ini minus si kali plus jadi minus. Taruh saja di sini. Lalu-”Ucapan-ku terhenti karena Caca menyenggol lengan-ku, aku menoleh padanya dengan pandangan tanya. Alih-alih berbicara, Caca memberi kode padaku untuk menatap ke depan di mana di sana ada mas Azmi yang sedang turun dari tangga dan menggulung lengan kemeja.Padahal tanpa diberi kode aku sudah paham.Pria yang sedang menggulung kemeja itu terlihat hot. Urat menonjol pada lengannya menunjukkan jika lengan itu kokoh dan kuat. Mas Azmi sepertinya pergi ke dapur.Semua itu tidak lu
Hari yang tidak aku harapkan akhirnya tiba.Jika anak-anak lain selepas ujian akan pergi refreshing dengan menghabiskan waktu jalan-jalan ke mall, pergi ke pantai, makan-makan di cafe atau melakukan hal-hal yang biasa anak remaja lakukan, berbeda denganku.Sepulang ujian aku langsung pulang ke panti asuhan mengganti baju seragam menjadi baju bebas dan pergi ke rumah sakit.Aku duduk di atas ranjang. Dipangkuanku terdapat kebaya yang waktu itu aku dan mas Azmi beli. Aku hanya menatap kosong kebaya ini.Huft …Hari ini adalah hari di mana statusku akan berubah. Saat mas Azmi mengucap ijab qobul maka saat itu juga aku akan berganti status.Ya tuhan … Bagaimana kehidupan setelah menikah nanti?Impianku yang menginginkan pernikahan yang indah, suami yang mencintaiku, rumah tangga yang harmonis sepertin
Di kaca besar itu memperlihatkan aku yang dibalut dengan kebaya dan rambut yang disanggul rapi. Make-up yang ku gunakan juga natural saja. MUA juga menyayangkan jika aku menggunakan make-up tebal, mereka bilang sayang nanti cantik naturalnya tertutup.Ruangan rawat inap ini di sulap menjadi tempat aku dirias. Aku tidak tahu berapa uang yang dikeluarkan mas Azmi untuk menyewa kamar ini. Alea duduk di kursi yang tersedia di ruangan ini, sedang bu Sri berada di ruangan kakek Amar.Pernikahan ini hanya dihadiri oleh pihak keluarga mas Azmi termasuk kakek Amar dan juga bu Sri serta Alea. Tidak ada pihak luar kecuali orang dari KUA, nanti juga ada orang dari KUA yang akan menjadi waliku saat ijab qobul nanti.Dan pasti ada Haris juga di sana.Seandainya aku punya ayah, pasti yang akan menjadi waliku itu ayahku, bukan orang lain. Tapi apa lah dayaku, aku hanya anak yang tidak diinginkan. Buktinya aku