Share

Menantu Terhina Ternyata Nona Pewaris
Menantu Terhina Ternyata Nona Pewaris
Penulis: Merry Heafy

Dihina Gendut & Mandul

#1

"Makan teross! Badan udah kayak gentong gitu, gimana bisa hamil coba! Kamu aja makannya serampangan!" hardik Bu Retno sembari berkacak pinggang.

"Sayang nasi dan lauknya kalau dibuang, Bu." Nirma membela dirinya. 

"Cih, alasan! Bilang aja kalau kamu itu rakus!" ketusnya sambil melengoskan wajah. 

Sakit hati? Tentu saja. Siapa yang tidak sakit hati saat menerima seluruh kata-kata menyakitkan setiap hari selama bertahun-tahun. Sudah kebal rasanya, dan Nirma sudah tak tahu lagi bagaimana sakitnya dihina seperti itu oleh ibu mertuanya. 

*

"Mbak Nirma, tolong ambilin sayur-mayur di belakang, ya?"

"Mbak Nirma, jangan lupa periksa nasinya!"

"Mbak Nirma, bawang gorengnya ditaruh di mana?"

Nirma mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. Wanita itu terus berjalan ke sana ke mari sejak tadi tanpa henti. Nirma benar-benar lelah. Wanita bertubuh gempal itu makin kesulitan bergerak karena ukuran tubuhnya yang terlalu besar.

"Aku istirahat dulu ya, Mbak?" pinta Nirma pada teman-temannya yang bekerja di tempat catering.

Nirma meraih gelas, kemudian meneguk habis air yang berada dalam wadah tersebut. wanita itu tetap bekerja dengan rajin di tempat catering, meskipun wajahnya terlihat pucat.

"Mbak, ayo makan dulu. Mbak belum makan dari tadi, kan?" tegur salah satu teman Nirma.

"Aku belum lapar, Mbak. Aku makan nanti aja," tolak Nirma.

"Jangan gitu, Mbak! Sini makan dulu! Muka Mbak udah pucat banget, loh!"

Nirma memegang perutnya yang sudah keroncongan. Perut buncitnya yang sudah terisi banyak lemak itu membuatnya teringat kembali dengan hinaan yang kerap dilontarkan oleh ibu mertuanya. Ibu mertua Nirma selalu mengatainya dengan sebutan gentong, gerobak, hingga kuda nil setiap hari karena berat badannya yang berlebihan. Ia bahkan tampak lebih tua dari usianya yang baru 28 tahun karena bobot tubuhnya yang mencapai 85 kilogram.

"Duluan aja, Mbak. Aku makan nanti aja habis motong sayuran," sahut Nirma membuat-buat alasan.

"Kalau gitu, Mbak duduk aja dulu. Dari tadi Mbak mondar-mandir terus. Pasti Mbak capek."

Nirma hanya tersenyum. Wanita itu memang bekerja terlalu keras. Padahal Nirma mempunyai suami yang bekerja di perusahaan besar. Suaminya juga mempunyai jabatan yang cukup tinggi. Tanpa bekerja pun, Nirma bisa hidup makmur dengan gaji suaminya.

Namun, Nirma bukan tipe wanita pemalas yang hanya bisa duduk seharian di rumah. Meskipun suaminya mempunyai penghasilan tinggi, Nirma tetap bekerja keras mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Hal ini ia lakukan juga karena tuntutan ibu mertua. Nirma tidak ingin menjadi istri benalu dan makin dibenci oleh ibu mertuanya. Oleh sebab itu, apa pun yang terjadi Nirma harus tetap bekerja.

"Suaminya Mbak kerja di perusahaan besar, kan? Kenapa Mbak nggak berhenti kerja aja?"

"Aku nggak mau duduk di rumah terus, Mbak. Aku belum punya anak juga, jadi aku masih pengen manfaatin waktu buat kerja," sahut Nirma.

"Mbak udah nikah berapa lama sih?"

"Lima tahun, Mbak," jawab Nirma dengan senyum kecut.

"Udah lama juga ya, Mbak? Sayang banget Mbak belum ada anak."

Nirma menundukkan kepala. Lima tahun sudah wanita itu membina rumah tangga bersama dengan Andra. Namun, sampai sekarang Nirma belum dipercaya untuk mempunyai momongan.

Tidak hanya dihina karena bertubuh gemuk, Nirma juga harus menerima hinaan dan tuduhan mandul dari ibu mertuanya yang tidak menyukai dirinya. Bu Retno selalu saja memandang rendah Nirma karena wanita itu tak bisa memenuhi harapannya.

"Minta doanya aja, Mbak. Saya juga pengen cepat hamil," ucap Nirma dengan senyum dipaksakan.

Wajah Nirma makin pucat. Matanya juga mulai berkunang-kunang.

"Mbak Nirma? Mbak baik-baik aja, kan?"

"Mbak?"

Pandangan Nirma kabur, kemudian wanita itu ambruk. Nirma jatuh pingsan dan membuat teman-temannya panik.

"Mbak Nirma? Mbak Nirma kenapa?"

"Tolong? Tolongin Mbak Nirma!"

"Panggil Bu Widi sekarang!"

Semua orang yang ada di tempat catering tersebut nampak heboh karena Nirma yang mendadak pingsan. Bu Widi sebagai pemilik tempat catering bergegas menghampiri untuk melihat kondisi Nirma.

"Nirma kenapa?" tanya Bu Widi.

"Kami juga kurang tahu, Bu. Tiba-tiba Mbak Nirma pingsan," sahut teman-teman Nirma yang melihat wanita gempal itu tumbang.

"Muka Mbak Nirma udah pucat dari tadi, Bu. Kayaknya Mbak Nirma emang lagi nggak sehat."

Bu Widi pun segera menyiapkan mobil untuk membawa Nirma menuju ke rumah sakit terdekat. "Tolong bantu saya bawa Nirma ke mobil. Saya mau bawa dia ke rumah sakit," ujar Bu Widi.

Nirmala langsung mendapatkan penanganan setelah tiba di rumah sakit. Tak lama kemudian, Nirma pun akhirnya sadarkan diri usai diperiksa oleh dokter.

"Syukurlah kamu udah sadar, Nirma," ucap Bu Widi benar-benar lega melihat karyawannya yang sudah siuman.

"Saya di mana, Bu?"

"Kamu di rumah sakit, Nirma."

"Rumah sakit?" tanya Nirma dengan dahi berkerut. "Kenapa saya dibawa ke sini, Bu?"

"Tadi kamu pingsan, Nirma. Muka kamu juga pucat banget. Kamu baik-baik aja, kan?"

Nirma memijat kepalanya yang terasa pening. Wanita itu tidak terlalu ingat apa yang terjadi padanya sebelum ia dibawa ke rumah sakit.

"Gimana kondisi Nirma, Dok? Nirma nggak sakit parah, kan?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status