#1"Makan teross! Badan udah kayak gentong gitu, gimana bisa hamil coba! Kamu aja makannya serampangan!" hardik Bu Retno sembari berkacak pinggang."Sayang nasi dan lauknya kalau dibuang, Bu." Nirma membela dirinya. "Cih, alasan! Bilang aja kalau kamu itu rakus!" ketusnya sambil melengoskan wajah. Sakit hati? Tentu saja. Siapa yang tidak sakit hati saat menerima seluruh kata-kata menyakitkan setiap hari selama bertahun-tahun. Sudah kebal rasanya, dan Nirma sudah tak tahu lagi bagaimana sakitnya dihina seperti itu oleh ibu mertuanya. *"Mbak Nirma, tolong ambilin sayur-mayur di belakang, ya?""Mbak Nirma, jangan lupa periksa nasinya!""Mbak Nirma, bawang gorengnya ditaruh di mana?"Nirma mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. Wanita itu terus berjalan ke sana ke mari sejak tadi tanpa henti. Nirma benar-benar lelah. Wanita bertubuh gempal itu makin kesulitan bergerak karena ukuran tubuhnya yang terlalu besar."Aku istirahat dulu ya, Mbak?" pinta Nirma pada teman-temannya yang bek
#2"Sebentar lagi hasil labnya keluar, Bu. Mohon ditunggu, ya," ucap dokter pada Nirma dan Bu Widi."Hasil lab apa ya, Bu?" tanya Nirma bingung."Cuma tes darah biasa buat mastiin penyakit kamu, Nir," sahut Bu Widi."Oh ya, sebelum itu, silakan ikut suster Lina untuk tes urine ya, Mbak," ucap Dokter lagi."Hasil lab? Tes urine?" Nirma mengulangi perkataan sang dokter. Wanita itu masih bingung dengan apa yang sedang terjadi secara mendadak ini. "Benar, Mbak Nirma. Mari ikut saya," ajak suster Lina sembari menuntun Nirma menuju ke kamar mandi. Nirma segera bangkit dari brankar. Wanita itu nampak sungkan karena sudah merepotkan banyak orang, termasuk bosnya sendiri.Suster Lina lantas memberikan sebuah testpack dan satu cup kecil untuk menampung urine Nirma. Tak berapa lama Nirma sudah kembali ke ruangannya dan tengah mengobrol dengan Bu Widi. "Maaf, Bu, saya udah nyusahin Ibu," ucap Nirma."Kalau kamu sakit, harusnya kamu bilang, Nir. Jangan maksain diri begitu," tegur Bu Widi.Nirma
#3"Apa yang kalian lakukan di sini!" teriak Nirma pada pasangan mesum yang tengah memadu kasih itu.Hati Nirma hancur. Laki-laki tanpa busana yang ada di hadapannya saat ini adalah suaminya sendiri, yaitu Andra. Sementara, wanita yang berseng-gama dengan pria itu adalah sepupu jauh Andra, yaitu Luna."Breng-se-k kamu, Mas! Berani kamu bawa perempuan lain ke kamar kita?" sentak Nirma."Beginikah kelakuan kamu di belakangku, Mas? Kamu selingkuhin aku?"Nirma berteriak dengan mata yang sudah basah. Andra dan Luna nampak terkejut saat melihat Nirma yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar, tapi mereka berdua justru melanjutkan kegiatan mereka.Ya, Andra dan Luna tidak peduli sedikitpun pada kemarahan Nirma. Keduanya juga tidak menunjukkan rasa bersalah. Alih-alih memberikan penjelasan pada Nirma, Andra dan Luna justru membuat Nirma semakin geram.Hati Nirma semakin remuk. Kepercayaan Nirma pada suaminya langsung sirna. Lima tahun sudah Nirma berusaha mempertahankan rumah tangganya bersama And
#4Nirma terdiam seribu bahasa. Wanita itu benar-benar habis pikir dengan jalan pikiran ibu mertuanya."Yang salah itu Mas Andra sama pela-kor itu, Bu!" Nirma berucap lirih."Yang salah itu kamu! Kalau kamu bisa hamil, Andra nggak perlu tidur sama perempuan lain!" sahut Bu Retno dengan kej*mnya.Da-da Nirma terasa sesak. Wanita itu menatap nanar ke arah suaminya yang saat ini tengah sibuk mengenakan pakaian dengan asal. Tidak hanya Andra saja yang sibuk mencari pakaian, Nirma juga melirik ke arah wanita murahan yang menjadi pelampiasan nafsu bejat Andra. Kali ini, Nirma dapat melihat wajah pelakor itu dengan jelas. "Luna?" jerit Nirma dalam hati.Nirma benar-benar tak menyangka kalau ternyata wanita hi-na yang bercinta dengan suaminya adalah Luna."Bukannya Luna itu masih sepupu jauhnya Mas Andra? Kenapa Mas Andra ngelakuin hal ini sama sepupunya sendiri?" batin Nirma.Nirma sudah bersiap untuk mema k i Luna, tapi wanita itu justru mendapatkan omelan dari Andra terlebih dahulu sebelu
#5Nirma tersenyum getir. Dunianya sudah runtuh. Kini Nirma tak lagi mempunyai tempat bersandar."Harusnya kamu ceraikan kuda nil itu dari dulu!" cetus Bu Retno senang bukan main saat melihat putranya menalak Nirma.Luna juga ikut kegirangan melihat keributan Nirma dan Andra, yang berakhir dengan ucapan talak dari Andra."Aku mau kita cerai! Aku udah muak sama kamu, Nirma!" seru Andra.Nirma hanya diam. Andra, Bu Retno, dan Luna masih menanti respon dari Nirma."Padahal aku lagi hamil sekarang," batin Nirma miris.Jika saja Andra mau meminta maaf pada Nirma dan memperbaiki hubungan dengan Nirma, mungkin Nirma masih akan memberikan kesempatan pada sang suami. Nirma masih ingin membagikan kabar bahagia mengenai kehamilannya pada sang suami.Namun, yang terjadi justru Andra sendiri sudah tak mau hidup bersama dengan Nirma, untuk apa dia memberitahu Andra mengenai anak yang ia kandung? "Kamu yakin mau pisah dariku, Mas?" tanya Nirma dengan suara bergetar. "Apa kamu nggak akan nyesel nant
#6Nirma membuka mata perlahan. Setelah pingsan selama beberapa jam, akhirnya wanita itu sadar dan membuka mata.Saat ini Nirma sudah berada di rumah sakit. Orang yang menabraknya langsung membawa Nirma ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.Untungnya Nirma tidak terluka parah. Namun, kecelakaan itu membuat Nirma kehilangan janin yang ada dalam kandungannya."Kamu udah sadar?" tanya seorang wanita cantik yang saat ini tengah menemani Nirma.Wanita itu terlihat sangat senang saat melihat Nirma yang sudah siuman. "Syukurlah, akhirnya kamu bangun juga!" ucap wanita cantik itu."Saya di mana sekarang?" tanya Nirma dengan suara parau."Kamu ada di rumah sakit. Maaf, ya? Aku udah ceroboh dan bikin kamu terluka," ucap wanita itu penuh sesal.Wanita cantik itu terus tersenyum pada Nirma dan berbicara dengan lembut pada Nirma. Entah mengapa, Nirma merasakan kehangatan yang tak biasa saat bertatapan dengan wanita asing itu."Bagian mana yang terasa sakit? Aku akan minta dokter buat
Aleena duduk di lorong rumah sakit, sementara Nirma saat ini tengah duduk termenung sendirian di dalam kamar pasien. Aleena ingin sekali masuk ke kamar sang adik den kembali berbicara dengan Nirma, tapi Aleena berusaha menahan keinginannya dan membiarkan Nirma menikmati waktunya sendiri. "Nirma, aku harus ngomong apa lagi supaya kamu mau percaya sama aku?" gumam Aleena. Tak lama kemudian, Aleena seperti mendengar suara panggilan dari dalam kamar Nirma. Wanita itu pun segera bangkit dari bangkunya dan masuk ke kamar Nirma. "Nirma, kamu butuh sesuatu?" tanya Aleena. Nirma mengangguk, kemudian meminta Aleena untuk mendekat. Nirma dapat merasakan ketulusan dari sikap dan perhatian yang diberikan oleh Aleena padanya. Tidak ada alasan bagi Nirma untuk meragukan Aleena. Pelan-pelan, wanita itu mulai mempercayai perkataan Aleena dan mengakui Aleena sebagai keluarganya. "Terima kasih udah nyari aku ... Kak," ucap Nirma sembari melempar senyum tipis pada Aleena. Panggilan kakak yang
#7"Ayo, Nirma!" Nirma bangkit dari bangkunya, kemudian mengangkat tas besar miliknya. Hari ini, Nirma sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Karena tak mempunyai tempat tujuan, Nirma pun akhirnya dibawa pulang oleh Aleena. Nirma akan dibawa Aleena berjumpa dengan kedua orang tua mereka, yaitu Pak Rama dan Bu Cinta."Papa sama Mama udah nungguin kamu di rumah!" ungkap Aleena."Papa? Mama?"Selama ini Nirma tak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Meski baru bisa berkumpul kembali setelah Nirma dewasa, tapi Nirma tetap bersyukur ia masih diberikan kesempatan untuk melihat orang tua kandungnya."Kamu pasti punya banyak pertanyaan soal Papa sama Mama kita, kan? Kamu udah nggak ingat sama sekali sama Papa Mama kita?" tanya Aleena.Nirma menggeleng. Wanita itu tak ingat dan tak tahu apa pun tentang kedua orang tuanya.
#41Keesokan harinya, Nirma izin tidak masuk kerja. Dia mencari tahu hotel mana yang menjadi tempat tinggal Fathir selama di Indonesia. Berkat informan gratis, yaitu David, dia bisa mendapatkannya pagi itu juga. Begitu juga dengan waktu keberangkatan pesawat Fathir. Karena dia sudah terlanjur telat mengambil keputusan, jadi tujuannya sekarang adalah bandara.Masih pukul tujuh pagi, tetapi jalanan sudah macet parah. Nirma membawa mobilnya sendiri tanpa sopir jadi dia bisa leluasa pergi ke mana saja dengan kecepatan yang dibilang sedikit terburu-buru. “Keberangkatan pesawatnya lima belas menit lagi,” gerutunya dengan wajah kesal. Dia melirik jam tangan dan waktu berlalu lima menit semenjak terjebak macet. Dia merutuki kebodohannya sendiri karena terlalu banyak berpikir. Nirma sudah sadar berkat ucapan kakaknya. Mungkin ini kebiasaan yang harus dibuang Nirma mulai sekarang karena dia tidak boleh terus menerus bergantung pada kakaknya, bukan? Nirma keluar dari mobil dan mencari tukang o
#40Hari demi hari mereka lewati dengan sering bertemu. Fathir lebih sering datang ke kantor Nirma dan mengajaknya makan siang bersama. Orang-orang kantor jadi mulai terbiasa dengan kehadiran lelaki itu, bahkan ada yang bergosip bahwa Fathir adalah kekasih Nirma. Nirma sendiri tidak terlalu memusingkan gosip itu dan melakukan pekerjaannya seperti biasa. Lalu, saat akhir pekan, Fathir bahkan berkunjung ke rumahnya dan mengajak jalan. Terkadang pria itu datang tiba-tiba, karena setiap menelepon Nirma atau mengirim pesan, pasti tidak dijawab. Nirma hanya masih belum terbiasa, makanya lebih sering menghindar. Lalu, satu Minggu setelahnya mereka kembali berjalan bersama. Hanya jalan sambil melihat-lihat taman karena Nirma tidak terlalu menyukai mal atau tempat belanja lain. “Apa yang kamu mau? Aku akan belikan semuanya.”“Nirma, nanti kalau hubungan kita lanjut, apa yang ingin kamu lakukan?”“Nirma, aku mau main itu.”“Aku mau makan permen kapas, kamu mau nggak?”“Ayo kita jajan sepuasn
#39Bukan tanpa alasan Nirma bertanya begitu dan suasana hatinya menjadi sedikit buruk. Dia tidak bisa benar-benar menerima orang yang menyukainya saat ini. Bagi Nirma, masa lalu bukan sekadar sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Karena masa lalu juga membentuk dirinya yang sekarang. Nirma saja masih sering kesulitan menangani rasa insecure setiap kali mengingat masa-masa kelamnya saat masih menjadi istri Andra.“Tau, kok.” Fathir menjawabnya dengan santai dan seulas senyum terpatri di wajahnya. “Makanya aku datang ke sini.”“Kamu nggak merasa keberatan sama sekali? Aku seorang janda dan dulu pernah sangat buruk rupa.” Sekali lagi Nirma menegaskan ucapannya. “Nggak ada yang buruk rupa, Nirma. Kalau yang kamu maksud adalah kamu yang gendut dan kurang perawatan? Itu bukan buruk rupa, ya, minimal bagiku. Karena buruk rupa yang sesungguhnya itu sikap yang buruk dan toksik.”“Jadi maksudmu adalah cantik dari hati?” tanya Nirma skeptis. “Itu cuma omong kosong yang bertahan selama abad
#38Bu Retno tidak pernah berpikir bahwa masalah ini akan merenggut harta yang telah dia miliki. Bukan hanya itu, sekarang dia harus dihadapkan dengan denda sejumlah uang yang tidak bisa dia perkirakan nominalnya. Karena denda itulah dia terpaksa harus menjual semua yang dia miliki, perhiasan dan kendaraan yang dia miliki. Namun, jelas itu tidak bisa menutupi uang denda yang seharusnya. “Apa aku harus mengambil pinjaman di bank? Tapi, aku rasa itu nggak mungkin karena aku sendiri belum punya kerjaan. Pihak bank juga nggak akan mungkin memberiku izin untuk itu.”Sudah beberapa hari ini dia uring-uringan pinjam ke rentenir, tetapi karena jumlah uang yang fantastis, dia mengalami kesulitan. Ada jaminan yang mereka minta dan itu adalah rumahnya. “Cuma itu yang ibu punya, ‘kan? Kalau begitu jual saja rumahnya, itu juga kayaknya masih kurang nominal uangnya.” Begitu kata rentenir di mana Retno ingin berhutang.Jelas saja Retno tidak mau. Dia sudah tidak memiliki apa pun lagi. Perhiasan, t
#37Rumah orang tua Luna selama dua hari belakangan menjadi destinasi dua pria yang berbeda pekerjaan. Yang satu adalah pengacara, satunya lagi adalah jaksa penuntut. Alih-alih polisi, dua orang itu terus menanyakan keberadaan Luna. Tentu saja alamat orang tua wanita itu mudah untuk didapat. “Apa yang harus kami lakukan, Pak? Luna nggak mau keluar dari kamarnya,” jelas sang ibu kepada dua tamunya.“Lagi?” jawab si pengacara. “Apa nggak bisa dibujuk, Bu?”“Kami udah melakukan semua sebisa kami, tapi dia memang keras kepala.” Wajah wanita paruh baya itu tampak pucat. Sepertinya kasus yang menimpa menantunya membuat dia terguncang. Terlebih ini juga menyeret nama Luna. “Kalau seperti ini terus, polisi mungkin akan turun tangan, Bu. Coba pikirkan baik-baik efeknya untuk putri Anda.”Perbincangan itu tampaknya sampai ke telinga Luna yang mengintip di area pintu dapur, dekat den
#36 Di kantor, kini Nirma sedang berkutat dengan pekerjaannya. Di atas meja terdapat laporan tentang perkembangan kasus korupsi yang menyeret mantan suaminya dan Luna. Hubungan kedua orang itu sudah menyebar seantero perusahaan sehingga saat ini dan mungkin sampai beberapa waktu ke depan akan menjadi buah bibir yang panas untuk dibicarakan. Nirma selaku pemimpin perusahaan tentunya mengambil tindakan selain melaporkannya ke polisi. Dia sudah memecat dua orang itu sehingga tidak ada lagi jejak keberadaan mereka, kecuali nama buruk. Seseorang mengetuk pintu dan Nirma mempersilakan masuk. Aleena menyapa sang adik dengan hangat seperti biasanya. “Aku dengar Bu Retno udah bebas dari penjara,” katanya seraya duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerja Nirma.“Iya, Kak. Kemarin juga kantor polisi sempat kerepotan karena Mas Andra membuat keributan.” Dia menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan kelakuan mantan suaminya yang meski sudah jelas salah, tetapi masih membuat drama berkepa
#35Nirma terkejut dengan apa yang dia dengar barusan. Suasana menjadi hening di meja makan itu. Baik Aleena atau kedua orang tua mereka, tidak ada yang ingin bersuara sebelum Nirma menunjukkan tanggapannya. “Kalian serius?” kata Nirma.“Iya, Sayang.” Bu Cinta menggenggam tangan Nirma dengan lembut. “Bagaimana? Kamu mau mencobanya nggak?”Nirma tidak menjawab, kemudian Aleena menimpali, “Sebenarnya ini ideku.” Setelah melihat reaksi adiknya, dia jadi merasa bersalah. “Nggak masalah kalau kamu belum siap. Aku cuma punya ide ini sekilas karena mungkin kamu butuh orang spesial di hidup kamu. Ada teman dari suamiku yang juga lagi cari pendamping.”Terdengar helaan napas dari Nirma. Dia tahu bahwa kakaknya tidak mungkin melakukan hal buruk. Lagi pula, perjodohan tidak sepenuhnya buruk juga. Hanya saja, masalahnya masih pada dirinya sendiri. Nirma belum bisa menerima dirinya secara penuh. “Kalau aku justru mempermalukan keluarga ini bagaimana?” ucap wanita itu pada akhirnya. “Maksud kamu
#34Pagi-pagi sekali Luna sampai di kampung halamannya. Dia disambut oleh sang ibu, kemudian ayahnya. Namun, mereka terlihat bingung karena Luna seperti orang linglung dan cemas berlebihan. “Bu, kunci semua pintu dan jendelanya!” Adalah kalimat pertama yang diucapkan perempuan itu saat masuk ke rumah. Tanpa menunggu orang tuanya bergerak, dia langsung menutup kembali pintu dan menguncinya, begitu pun dengan jendela. Ibu dan ayahnya saling bertatapan, seolah bertanya, “Ada apa dengan putri kita?”Meskipun semua akses masuk telah diblokir Luna, dia masih belum bisa merasa aman. “Polisi bisa aja mengikutiku sampai ke sini, ‘kan?” ucapnya dalam hati. “Gimana nanti kalau Ibu dan Bapak tahu aku jadi buronan?!”“Nak, sebenarnya ada apa?” tanya sang ibu. Dia membawa putrinya duduk di sofa ruang tamu. “Kenapa Andra nggak ikut sama kamu? Ibu pikir kalian datang ke sini bersama.”“Jangan tanya aku soal dia, Bu!” bentaknya. Setiap kali mengingat sang suami, perasaannya semakin memburuk. Pria it
#33Hari itu terasa kelabu bagi Andra dan Retno. Mereka pada akhirnya masuk ke dalam jeruji besi berkat semangat petugas polisi. Kegaduhan yang mereka buat tidak berbuah apa pun dan berakhir dengan harus menerima kenyataan pahit ini. “Bu, aku nggak mau hidup di dalam penjara,” rengek Andra pada ibunya. Mereka harus menunggu sidang untuk mendapat keputusan tentang hukuman dan apakah mereka akan ditempatkan di tempat yang sama atau tidak. “Kamu pikir Ibu mau?!” bentak Retno yang saat ini penampilannya sangat kacau. Baju yang dia beli khusus untuk mendapat perhatian dari Nirma dan hiasan wajah yang memerlukan biaya salon yang tak sedikit itu berakhir sangat tragis. Siapa sangka bahwa penampilannya yang totalitas justru membawanya ke dalam jeruji besi.Andra hanya bisa terdiam. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi. Harga diri, nama baik dan segala hal yang dia usahakan dan dipertahankan berakhir dengan sia-sia. Semuanya hilang. Nirma yang telah merenggutnya. “Apa pun caranya. Ibu a