#41Keesokan harinya, Nirma izin tidak masuk kerja. Dia mencari tahu hotel mana yang menjadi tempat tinggal Fathir selama di Indonesia. Berkat informan gratis, yaitu David, dia bisa mendapatkannya pagi itu juga. Begitu juga dengan waktu keberangkatan pesawat Fathir. Karena dia sudah terlanjur telat mengambil keputusan, jadi tujuannya sekarang adalah bandara.Masih pukul tujuh pagi, tetapi jalanan sudah macet parah. Nirma membawa mobilnya sendiri tanpa sopir jadi dia bisa leluasa pergi ke mana saja dengan kecepatan yang dibilang sedikit terburu-buru. “Keberangkatan pesawatnya lima belas menit lagi,” gerutunya dengan wajah kesal. Dia melirik jam tangan dan waktu berlalu lima menit semenjak terjebak macet. Dia merutuki kebodohannya sendiri karena terlalu banyak berpikir. Nirma sudah sadar berkat ucapan kakaknya. Mungkin ini kebiasaan yang harus dibuang Nirma mulai sekarang karena dia tidak boleh terus menerus bergantung pada kakaknya, bukan? Nirma keluar dari mobil dan mencari tukang o
#1"Makan teross! Badan udah kayak gentong gitu, gimana bisa hamil coba! Kamu aja makannya serampangan!" hardik Bu Retno sembari berkacak pinggang."Sayang nasi dan lauknya kalau dibuang, Bu." Nirma membela dirinya. "Cih, alasan! Bilang aja kalau kamu itu rakus!" ketusnya sambil melengoskan wajah. Sakit hati? Tentu saja. Siapa yang tidak sakit hati saat menerima seluruh kata-kata menyakitkan setiap hari selama bertahun-tahun. Sudah kebal rasanya, dan Nirma sudah tak tahu lagi bagaimana sakitnya dihina seperti itu oleh ibu mertuanya. *"Mbak Nirma, tolong ambilin sayur-mayur di belakang, ya?""Mbak Nirma, jangan lupa periksa nasinya!""Mbak Nirma, bawang gorengnya ditaruh di mana?"Nirma mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. Wanita itu terus berjalan ke sana ke mari sejak tadi tanpa henti. Nirma benar-benar lelah. Wanita bertubuh gempal itu makin kesulitan bergerak karena ukuran tubuhnya yang terlalu besar."Aku istirahat dulu ya, Mbak?" pinta Nirma pada teman-temannya yang bek
#2"Sebentar lagi hasil labnya keluar, Bu. Mohon ditunggu, ya," ucap dokter pada Nirma dan Bu Widi."Hasil lab apa ya, Bu?" tanya Nirma bingung."Cuma tes darah biasa buat mastiin penyakit kamu, Nir," sahut Bu Widi."Oh ya, sebelum itu, silakan ikut suster Lina untuk tes urine ya, Mbak," ucap Dokter lagi."Hasil lab? Tes urine?" Nirma mengulangi perkataan sang dokter. Wanita itu masih bingung dengan apa yang sedang terjadi secara mendadak ini. "Benar, Mbak Nirma. Mari ikut saya," ajak suster Lina sembari menuntun Nirma menuju ke kamar mandi. Nirma segera bangkit dari brankar. Wanita itu nampak sungkan karena sudah merepotkan banyak orang, termasuk bosnya sendiri.Suster Lina lantas memberikan sebuah testpack dan satu cup kecil untuk menampung urine Nirma. Tak berapa lama Nirma sudah kembali ke ruangannya dan tengah mengobrol dengan Bu Widi. "Maaf, Bu, saya udah nyusahin Ibu," ucap Nirma."Kalau kamu sakit, harusnya kamu bilang, Nir. Jangan maksain diri begitu," tegur Bu Widi.Nirma
#3"Apa yang kalian lakukan di sini!" teriak Nirma pada pasangan mesum yang tengah memadu kasih itu.Hati Nirma hancur. Laki-laki tanpa busana yang ada di hadapannya saat ini adalah suaminya sendiri, yaitu Andra. Sementara, wanita yang berseng-gama dengan pria itu adalah sepupu jauh Andra, yaitu Luna."Breng-se-k kamu, Mas! Berani kamu bawa perempuan lain ke kamar kita?" sentak Nirma."Beginikah kelakuan kamu di belakangku, Mas? Kamu selingkuhin aku?"Nirma berteriak dengan mata yang sudah basah. Andra dan Luna nampak terkejut saat melihat Nirma yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar, tapi mereka berdua justru melanjutkan kegiatan mereka.Ya, Andra dan Luna tidak peduli sedikitpun pada kemarahan Nirma. Keduanya juga tidak menunjukkan rasa bersalah. Alih-alih memberikan penjelasan pada Nirma, Andra dan Luna justru membuat Nirma semakin geram.Hati Nirma semakin remuk. Kepercayaan Nirma pada suaminya langsung sirna. Lima tahun sudah Nirma berusaha mempertahankan rumah tangganya bersama And
#4Nirma terdiam seribu bahasa. Wanita itu benar-benar habis pikir dengan jalan pikiran ibu mertuanya."Yang salah itu Mas Andra sama pela-kor itu, Bu!" Nirma berucap lirih."Yang salah itu kamu! Kalau kamu bisa hamil, Andra nggak perlu tidur sama perempuan lain!" sahut Bu Retno dengan kej*mnya.Da-da Nirma terasa sesak. Wanita itu menatap nanar ke arah suaminya yang saat ini tengah sibuk mengenakan pakaian dengan asal. Tidak hanya Andra saja yang sibuk mencari pakaian, Nirma juga melirik ke arah wanita murahan yang menjadi pelampiasan nafsu bejat Andra. Kali ini, Nirma dapat melihat wajah pelakor itu dengan jelas. "Luna?" jerit Nirma dalam hati.Nirma benar-benar tak menyangka kalau ternyata wanita hi-na yang bercinta dengan suaminya adalah Luna."Bukannya Luna itu masih sepupu jauhnya Mas Andra? Kenapa Mas Andra ngelakuin hal ini sama sepupunya sendiri?" batin Nirma.Nirma sudah bersiap untuk mema k i Luna, tapi wanita itu justru mendapatkan omelan dari Andra terlebih dahulu sebelu
#5Nirma tersenyum getir. Dunianya sudah runtuh. Kini Nirma tak lagi mempunyai tempat bersandar."Harusnya kamu ceraikan kuda nil itu dari dulu!" cetus Bu Retno senang bukan main saat melihat putranya menalak Nirma.Luna juga ikut kegirangan melihat keributan Nirma dan Andra, yang berakhir dengan ucapan talak dari Andra."Aku mau kita cerai! Aku udah muak sama kamu, Nirma!" seru Andra.Nirma hanya diam. Andra, Bu Retno, dan Luna masih menanti respon dari Nirma."Padahal aku lagi hamil sekarang," batin Nirma miris.Jika saja Andra mau meminta maaf pada Nirma dan memperbaiki hubungan dengan Nirma, mungkin Nirma masih akan memberikan kesempatan pada sang suami. Nirma masih ingin membagikan kabar bahagia mengenai kehamilannya pada sang suami.Namun, yang terjadi justru Andra sendiri sudah tak mau hidup bersama dengan Nirma, untuk apa dia memberitahu Andra mengenai anak yang ia kandung? "Kamu yakin mau pisah dariku, Mas?" tanya Nirma dengan suara bergetar. "Apa kamu nggak akan nyesel nant
#6Nirma membuka mata perlahan. Setelah pingsan selama beberapa jam, akhirnya wanita itu sadar dan membuka mata.Saat ini Nirma sudah berada di rumah sakit. Orang yang menabraknya langsung membawa Nirma ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.Untungnya Nirma tidak terluka parah. Namun, kecelakaan itu membuat Nirma kehilangan janin yang ada dalam kandungannya."Kamu udah sadar?" tanya seorang wanita cantik yang saat ini tengah menemani Nirma.Wanita itu terlihat sangat senang saat melihat Nirma yang sudah siuman. "Syukurlah, akhirnya kamu bangun juga!" ucap wanita cantik itu."Saya di mana sekarang?" tanya Nirma dengan suara parau."Kamu ada di rumah sakit. Maaf, ya? Aku udah ceroboh dan bikin kamu terluka," ucap wanita itu penuh sesal.Wanita cantik itu terus tersenyum pada Nirma dan berbicara dengan lembut pada Nirma. Entah mengapa, Nirma merasakan kehangatan yang tak biasa saat bertatapan dengan wanita asing itu."Bagian mana yang terasa sakit? Aku akan minta dokter buat
Aleena duduk di lorong rumah sakit, sementara Nirma saat ini tengah duduk termenung sendirian di dalam kamar pasien. Aleena ingin sekali masuk ke kamar sang adik den kembali berbicara dengan Nirma, tapi Aleena berusaha menahan keinginannya dan membiarkan Nirma menikmati waktunya sendiri. "Nirma, aku harus ngomong apa lagi supaya kamu mau percaya sama aku?" gumam Aleena. Tak lama kemudian, Aleena seperti mendengar suara panggilan dari dalam kamar Nirma. Wanita itu pun segera bangkit dari bangkunya dan masuk ke kamar Nirma. "Nirma, kamu butuh sesuatu?" tanya Aleena. Nirma mengangguk, kemudian meminta Aleena untuk mendekat. Nirma dapat merasakan ketulusan dari sikap dan perhatian yang diberikan oleh Aleena padanya. Tidak ada alasan bagi Nirma untuk meragukan Aleena. Pelan-pelan, wanita itu mulai mempercayai perkataan Aleena dan mengakui Aleena sebagai keluarganya. "Terima kasih udah nyari aku ... Kak," ucap Nirma sembari melempar senyum tipis pada Aleena. Panggilan kakak yang