Share

Tersingkir

#5

Nirma tersenyum getir. Dunianya sudah runtuh. Kini Nirma tak lagi mempunyai tempat bersandar.

"Harusnya kamu ceraikan kuda nil itu dari dulu!" cetus Bu Retno senang bukan main saat melihat putranya menalak Nirma.

Luna juga ikut kegirangan melihat keributan Nirma dan Andra, yang berakhir dengan ucapan talak dari Andra.

"Aku mau kita cerai! Aku udah muak sama kamu, Nirma!" seru Andra.

Nirma hanya diam. Andra, Bu Retno, dan Luna masih menanti respon dari Nirma.

"Padahal aku lagi hamil sekarang," batin Nirma miris.

Jika saja Andra mau meminta maaf pada Nirma dan memperbaiki hubungan dengan Nirma, mungkin Nirma masih akan memberikan kesempatan pada sang suami. Nirma masih ingin membagikan kabar bahagia mengenai kehamilannya pada sang suami.

Namun, yang terjadi justru Andra sendiri sudah tak mau hidup bersama dengan Nirma, untuk apa dia memberitahu Andra mengenai anak yang ia kandung? 

"Kamu yakin mau pisah dariku, Mas?" tanya Nirma dengan suara bergetar. "Apa kamu nggak akan nyesel nanti?"

Andra melempar senyum sinis pada Nirma. "Aku nyesel? Justru aku seneng, Nirma! Aku udah nggak mau lagi punya istri gendut!" sahut Andra.

Dada Nirma makin sesak, hingga wanita itu kesulitan bernapas. Nirma mengusap air mata yang mengalir di pipinya, kemudian wanita itu memberanikan diri menatap mata Andra.

"Apa aku udah nggak ada harganya lagi di mata kamu?" tanya Nirma.

"Nirma, kalau kamu jual diri, menurutmu siapa yang akan beli kamu? Nggak akan ada orang yang mau ngeluarin duitnya buat perempuan gendut kayak kamu!" cibir Andra.

Nirma tetap berusaha tegar. Karena suaminya tak mau lagi mempertahankan rumah tangga mereka, maka Nirma juga tidak akan memperjuangkan orang yang tak mau menghargai dirinya. "Baik, Mas! Kalau kamu memang mau pisah, aku terima!" seru Nirma kemudian.

"Maafkan Mama ya, Nak? Mama nggak bisa kenalin kamu sama Papa," batin Nirma sembari mengusap perutnya dengan lembut.

"Aku akan urus berkas gugatannya! Kamu cuma perlu datang ke pengadilan sampai kita dapat akta cerai!" cetus Andra.

Nirma menangis dalam hati. Lututnya lemas dan pikirannya mulai blank.

"Ngapain kamu masih berdiri di sini? Kamu udah bukan istri Andra lagi! Pergi dari rumah ini sekarang juga!" usir Bu Retno pada Nirma.

Nirma membelalakkan mata. Wanita itu bahkan tidak diizinkan menyelesaikan tangisannya di rumah tersebut.

"Ibu benar! Kamu bukan siapa-siapa lagi di sini, Nirma! Sebaiknya kamu kemasin barang-barang kamu sekarang dan pergi dari sini!" imbuh Andra.

Nirma mematung. Ia tak menyangka akan diusir dari rumah sang suami secepat ini. 

"Aku harus pergi ke mana? Aku nggak punya tempat tujuan untuk pulang," batin Nirma.

Nirma adalah seorang yatim piatu. Nirma tidak mempunyai keluarga maupun kerabat. Satu-satunya rumah yang menjadi tempat pulang Nirma setiap hari hanyalah rumah milik Andra. Satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Nirma hanyalah suaminya. Tanpa Andra, Nirma tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini.

"Buruan kemasin barang kamu!" sentak Bu Retno.

"Jangan bikin mata aku sepet, Nirma! Aku udah nggak mau lagi lihat muka kamu di rumah ini!" timpal Andra.

"Dasar gendut!" ejek Bu Retno sembari menyenggol bahu Nirma dengan sengaja.

Bu Retno membuka lemari pakaian milik Nirma, kemudian melemparkan baju-baju Nirma ke lantai. "Beresin barang kamu sekarang!" perintah Bu Retno.

Bu Retno keluar dari kamar, kemudian disusul oleh Andra dan Luna. Luna sempat menoleh ke arah Nirma dan memandang wanita itu dengan tatapan remeh.

"Pungut semua sampah-sampahmu itu! Jangan sampai ada yang tertinggal!" seru Andra sebelum pergi meninggalkan kamar.

Nirma menghela napas berulang kali. Wanita itu berusaha menenangkan pikirannya yang kacau balau. Nirma harus tetap fokus. Wanita itu harus mulai memikirkan rencana kedepannya setelah ia pergi dari rumah Andra.

"Kenapa semua orang membuangku?" gumam Nirma dengan wajah murung.

Wanita itu merasa dunia tidak menginginkannya. Keluarganya sudah menelantarkannya, dan kini suaminya juga membuang dirinya.

"Apa aku nggak boleh punya keluarga? Apa aku nggak boleh bahagia?" oceh Nirma diiringi derai air mata yang mengalir deras.

Nirma memungut satu persatu pakaiannya yang berceceran di lantai, kemudian memasukkannya ke dalam tas besar. Wanita itu mengemasi barang-barangnya sambil menangis. Setelah ia selesai mengangkut semua barang miliknya, Nirma pun bergegas membawa tasnya keluar dari kamar yang sudah menjadi tempat istirahatnya selama 5 tahun terakhir.

"Selamat tinggal, kenangan buruk. Mulai hari ini, semua hal yang ada di rumah ini cuma akan jadi kenangan buruk buatku."

"Udah belum sih, Gendut? Lama banget beres-beresnya!" teriak Bu Retno pada Nirma.

Nirma segera keluar dari kamar. Bu Retno, Andra, dan Luna saat ini tengah duduk bersama di ruang tamu dan berbincang dengan santai, seolah tak terjadi apa-apa.

"Luna, kamu belum makan malam, kan? Kamu makan di sini sekalian aja," tawar Bu Retno pada Luna dengan ramah. Mereka berdua terlihat sangat akrab dan tidak sungkan memperlihatkan senyuman di depan orang yang telah mereka sakiti.

"Aku boleh makan di sini, Tante?"

"Boleh dong! Nanti Tante pesan makanan, ya?"

Obrolan Bu Retno dan Luna pun langsung terhenti begitu Mereka melihat Nirma. Sepertinya, Bu Retno masih akan mengusik Nirma dengan kata-kata jahatnya sebelum menantunya itu pergi.

"Sana pergi! Kamu udah tau belum mau pergi ke mana?" tanya Bu Ratno sarkas.

"Jangan nanya gitu, Bu! Nirma bisa ke mana memangnya? Dia kan yatim piatu," timpal Andra.

"Jangan sampai tidur di kolong jembatan, ya!" ledek Bu Retno.

"Kamu pasti punya uang kan buat cari kontrakan? Jangan tidur di kolong jembatan," ucap Luna ikut menyela.

"Biarin aja dia jadi gembel! Dia 'kan nggak punya uang dan nggak punya siapa-siapa di sini," seru Andra ikut mengatai Nirma.

Mereka semua menertawakan Nirma tanpa menaruh simpati sedikitpun pada wanita itu. Bu Retno dan Andra berulang kali menyebut kata gembel untuk mengolok-olok Nirma.

Nirma hanya diam. Wanita itu menerima semua hinaan dan cemooh dari keluarga suaminya.

Karena tak kuat lagi mendengar cibiran dan ejekan, Nirma pun segera meninggalkan rumah yang penuh dengan manusia bejat itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Udah mau pergi, ya? Pergi yang jauh sana! Jangan balik ke sini lagi!" teriak Bu Retno.

Hati dan mental Nirma sudah hancur berkeping-keping. Wanita itu melangkahkan kaki, menyusuri jalan tanpa arah dan tujuan. Nirma tak tahu harus berbuat apa dan ke mana. 

Mata Nirma berkabut. Nirma melangkah tanpa memerhatikan sekeliling. Tanpa sadar, Nirma sudah berada di tengah jalan. Wanita itu menoleh ke salah satu sisi jalan dan melihat sebuah kendaraan yang melaju kencang menuju ke arahnya.

Sorot lampu kendaraan yang menyilaukan membuat Nirma tak bisa melihat dengan jelas. Beberapa detik kemudian, tubuh gempal wanita itu pun dihantam oleh kendaraan roda empat yang melintas.

Brak! Tubuh Nirma terbang ke langit lalu terhantam ke aspal dengan keras. Badan wanita itu sudah bersimbah darah dan Nirma sudah tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya.

"Apa aku ... akan mati?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status