Setelah mengetahui suaminya selingkuh dengan wanita lain, Ghinda membalas perbuatan suaminya itu dengan cara yang tidak biasa. *** "Ada seorang gadis sedang bermain di atas ranjangku bersama Mas Adam. Tidak tahan menahan geram, aku segera menyusun rencana gila untuk membalas perbuatan mereka yang telah berhasil membuatku naik pitam!"
View More"Sayang, pulang cepat ya. Mas nggak tahan nih. Lagi kepingin." Begitu isi pesan yang dikirim Mas Adam siang ini padaku. Sebuah kode yang sangat aku pahami.
Aku tersenyum malu. Ku tahan sekuat tenaga rasa senang yang tiada kira, agar karyawanku tidak mengira aku sedang gila."Ya ampun, Mas. Baru tadi malam lho kamu dapet jatah. Kurang ya?" Ku balas dengan memberikan pertanyaan dan emotikon lidah menjulur sebagai ekspresi untuk menggoda Mas Adam. Istri mana yang tidak tersenyum geli ketika ajakan bercinta datang dari suaminya di siang bolong? Apalagi mas Adam memintanya lagi setelah semalaman kami bertempur ria.Akhir-akhir ini, cuaca sangat panas karena sudah memasuki musim kemarau. Namun, suamiku itu selalu meminta haknya pada malam maupun siang. Tentu tidak biasa. Keseringan melakukan, membuatku menjadi bertanya-tanya mengapa Mas Adam kembali seperti dulu. Disaat kami baru-baru menikah alias menjadi pengantin baru. Padahal usia pernikahan kami sudah tujuh tahun berlalu."Ayolah, Dek. Mumpung anak-anak hari ini lagi les." Mas Adam membalas pesanku lagi. Tetap memaksa.Aku mendengus napas. Ku edarkan pandangan ke sekeliling kertas yang menumpuk diatas meja. Kemarin saja aku juga melakukan hal yang sama, meninggalkan pekerjaan yang masih menggunung ini demi memuaskan hasrat suamiku. Dan hari ini? Entah alasan apa lagi yang akan ku katakan kepada karyawanku.Ting!Belum sempat ku balas, Mas Adam mengirimkanku pesan lagi. "Dek, kamu tahu kan hukumnya kalau menolak ajakan suami?"Kalau sudah ia sudah mengancamku seperti itu, lidahku kelu. Tidak bisa mengatakan apapun lagi."Hm. T-tapi, kerjaanku masih banyak, Mas. Gimana kalau nanti malam aja sayang?" balasku. Meminta Mas Adam untuk menunggu dimalam hari."Sayang, aku nggak tahan lagi. Pokoknya sekarang. Mas tunggu dirumah ya."Mas Adam membalas pesanku lagi tetap dengan memaksa. Aku sampai heran dibuatnya, ketika sedang sangat ingin, ia selalu begitu akhir-akhir ini. Selalu memaksaku. Padahal, dulu Mas Adam tidak begitu. Memangku akui, usia kami terpaut 10 tahun. Aku masih berkepala 3, sedangkan Mas Adam sudah menginjak kepala 4. Tapi, staminanya dalam bercinta tidak bisa diragukan lagi. Suamiku ahli dalam hal birahi."M-mas, maaf banget. Aku nggak bisa. Kemarin kan aku udah ninggalin kerjaan disiang hari juga," balasku."Kamu kan CEOnya, Dek. Kamu punya wewenang untuk izin pulang lebih dulu.""Ayolah, Dek.""Please mau ya. Pulang sekarang ya. Atau mas jemput ya."Pesan W******p dari suamiku terus datang berturut-turut.Tok! Tok! Tok!Pintu ruanganku berbunyi. Seseorang mengetuknya dari luar."Masuk!" pintaku. Aku tahu bahwa diluar ada orang yang ungin bertemu denganku.Pintu terbuka. Benar saja. Wanita muda berjalan ke arahku dengan sopan."Ada apa?" tanyaku setelah meletakkan gawaiku diatas meja. Belum memandang ke arah wanita itu."Maaf, Bu. Saya mendapat telepon dari Kev Company bahwa hari ini tepat pukul 2 siang mereka mengundang kita untuk bertemu digedung baru milik mereka." Rina, manajerku memberi tahu sebuah informasi.Aku menepuk keningku dengan pelan. "Huh. Jam 2 ya?" tanyaku memastikan.Rina mengangguk. "Betul, Bu."Aku melirik sekilas ke arah layar gawaiku. Disana pesan Mas Adam masih belum kubaca. Ia mengirimkanku spam pesan lagi. Memintaku untuk segera pulang dan melayaninya.Aku menggigit bibir bawah. Bingung dengan keadaan saat ini. Aku tahu perusahaan yang saat ini memintaku untuk mengadakan pertemuan dadakan adalah perusahaan yang telah lama aku incar untuk dapat melakukan kerja sama. Kev Company, perusahaan besar dengan power yang kuat. Jika mereka memintaku untuk datang kesana, itu artinya mereka tertarik dengan tawaran perusahaanku yang telah diajukan beberapa bulan lalu."Bagaimana, Bu?" Suara Rina menyadarkan lamunanku.Aku melihat jam yang melingkar ditanganku. Waktu masih menunjukkan pukul 13.00 "Ya sudah. Kita kesana dalam waktu 10 menit lagi." Akhirnya aku memutuskan untuk menghadiri undangan Kev Company dan menolak ajakan bercinta dari suamiku dengan baik-baik."Maaf, Sayang. Aku ada rapat dadakan sama perusahaan yang sepertinya tertarik dengan tawaranku. Aku janji nanti malam ya, Mas." Begitu pesan yang ku kirim kepada Mas Adam sebelum aku pergi ke Kev Company. Tidak lupa emotikon cium dan sebuah love merah diakhir pesan yang ku kirim.Dua centang biru langsung menyala. Tapi, tidak ada balasan dari Mas Adam.***Pukuk 20.00 WIB, aku pulang ke rumah setelah menempuh kemacetan panjang dijantung kota. Lampu didalam rumah sudah terlihat gelap. Pertanda bahwa anak-anak sudah tidur dikamarnya.Wajahku sumringah meskipun belum mandi. Sebab, aku tidak sabar untuk menemui suamiku dan memenuhi janjiku untuk melayaninya malam ini. Fisikku memang sedang lelah saat ini, tapi untuk perihal melayani Mas Adam apalagi sudah membuat janji padanya, aku masih sanggup melakukannya.Aku berjalan dengan pelan agar anak-anak tidak terbangun."Aku sengaja nggak hidupin lampu, Mas. Biar surprise!" kataku dalam hati merencanakan sesuatu.Aku melangkahkan kaki untuk menaiki anak tangga satu per satu. Sebab, kamarku dengan Mas Adam berada dilantai dua. Sedangkan kamar anak-anak berada dilantai satu. Kamar kami dengan anak-anak memang sengaja dipisah dan berjarak jauh, Kata Mas Adam agar mereka tidak bisa mendengar ataupun mengganggu ketika orang tuanya sedang melakukan apapun.Aku pelan-pelan membuka knop pintu kamar.Ceklek!Tidak dikunci. Senyumku semakin lebar."Hai, Sayang!" sapaku dengan suara ASMR yang terdengar manja.Namun, betapa terkejutnya aku ketika melihat seprang wanita asing yang tengah berdiri dihadapanku. Sepertinya ia ingin keluar dari kamarku dan juga Mas Adam. Kedua matanya membulat. Aku pun juga begitu. Sementara Mas Adam yang berada diatas ranjang sontak langsung turun dan berdiri."Sampai tadi pagi pun aku tahu bahwa keadaan Ibu masih belum stabil. Itu makanya saya masih belum berani bilang ke ibu. Saya takut kalau keadaan Ibu semakin memburuk," kata Nira lagi. Dia memberi tahu alasannya padaku mengapa ia tidak memberitahuku bahwa Xabiru mengigau serius."Oh ya sudah enggak apa-apa, Nira. Saya minta tolong ya sama kamu. Tolong panggilkan dokter pribadi untuk memeriksa Xabiru. Okay? Tunggu saya pulang. Sebentar lagi ya saya akan pulang." Begitu kataku kepada Nira. "Baik. Siap laksanakan," ucapnya.Aku mengakhiri telepon. Ternyata Birana sudah berdiri dibelakangku. Wajahnya terlihat sedih melihat air di kedua sudut mataku sudah turun. "Ra, aku gagal jadi ibu. Aku nggak tahu kalau dia sakit," kataku pilu.Birana langsung mendekatiku dan memelukku. "It's okay. Nggak papa. Kamu bukan gagal jadi ibu. Cuman Tuhan kasih kamu waktu buat sendiri dulu untuk mewaraskan diri kamu yang lagi ditimpa masalah ini.***Tidak terasa waktu ku sudah habis 10 menit. Polisi memanggil
Aku dan Birana langsung saja menuju kantor Polisi. Sesampainya di sana, benar saja mas Adam sudah duduk di depan polisi untuk dimintai keterangan."Ibu Ghida, silakan duduk disebelah Bapak Adam," kata polisi tersebut. Kemudian ia melanjutkan kalimatnya lagi. "Kami sudah mencoba menghubungi bapak Ginanjar, namun beliau sedang ada kesibukan lain. Jadi beliau menitipkan semuanya kepada ibu Ghinda."Aku membalasnya dengan anggukan kepala. "Oh iya pak terima kasih."Selama proses pemeriksaan, aku sama sekali tidak menoleh ke arah kananku tepatnya ke arah mas Adam. Aku hanya bisa mendengar suaranya."Jika Bapak tahu hasil pemeriksaan visum dari bapak Ginanjar dan juga Ibu Ghinda sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka sedang habis melakukan hubungan seksual. Maka dengan ini kami menyatakan bahwa pelaporan yang bapak buat kemarin adalah sebuah fitnah. Bapak telah menuduh tanpa bukti. Jadi kami akan mengenakan Bapak sanksi," ujar polisi tersebut kepada mas Adam.Mas Adam hanya terdiam tida
"Lho! Itu ya bukan urusan aku dong. Itu karena kamu udah jahat sama aku. Kamu udah merebut suamiku. Sekarang kamu yang harus menikmati hukuman itu. Hukuman langsung dari Tuhan untuk kamu," kataku dengan ketus.Sementara Tere terus menangis. Malah tangisannya kini semakin kencang. Ia terlihat seperti orang yang tidak waras lagi."Kak tolong maafkan aku. Aku bisa ngelakuin apa aja yang kakak suruh asalkan kakak bisa memaafkanku dan membersihkan nama baik ku di sekolah. Di tempat kerjaku," pintanya.Ia menambahkan kalimatnya lagi sebelum aku membalas ucapannya. "Aku nggak ada kerjaan lagi, Kak. Cuman itu satu-satunya harapanku. Mohon kak jangan seperti ini.""Kamu aneh ya! Apa yang bisa aku lakuin?" tanyaku dengan sewot. Aku sudah sangat risih."Kakak bisa datang ke sekolahan. Kemudian kakak temui kepala sekolah dan katakan bahwa kasus ini nggak benar. Tolong bersihkan nama baikku. Tolong, aku tidak ingin dicap buruk."Aku tertawa kencang. "Hahaha. Kok ada ya orang kayak kamu, Tere? Kamu
Aku dan Mas Ginan memasuki ruangan yang dimaksud oleh polisi wanita tersebut. Dua polisi pria juga mengawal kami.Setelah masuk ke dalam, seorang perempuan yang mengenakan jas putih mempersilakan kami untuk duduk tepat dihadapannya. Ia adalah seorang dokter yang telah memeriksa visum kami. "Bapak dan Ibu hasil visumnya bisa dibaca disini," katanya sembari memberikan beberapa lembar kertas kepada kami.Aku dan mas Ginan melihat secara bersamaan. "Bapak dan Ibu hasil visumnya aman. Tidak terjadi terjadi tanda-tanda telah melakukan hubungan seksual. Jadi kalian dinyatakan bebas tidak melakukan perzinahan," katanya.Aku dan mas Ginan bernafas lega. Akhirnya tuduhan perzinahan tidak terbukti."Kalau begitu saya minta dibuatkan surat laporan karena mas Adam yang masih berstatus suami saya sudah menuduh saya berbuat zina," kataku meminta kepada polisi pria yang sedang berdiri di sebelah kami."Apakah itu tidak masalah, Bu?" tanya salah satu dari polisi tersebut. Wajahnya tampak bingung. Kemu
Mataku tidak sengaja melihat ke arah luar. Dibalik pohon akasia yang letaknya tepat di pinggir jalan rumahku, aku melihat Mas Adam sedang berdiri di balik sana dan memerhatikan kami di dalam. Mata kami sempat bertemu beberapa detik. Tampak Mas Adam terkejut. Ia malah lari setelah itu."Oh itu dia! Malah kabur!" kataku bereaksi spontan sembari menunjuk ke arahnya yang sedang berlari.Mas Ginan dan ketiga polisi tersebut secara bersamaan menoleh ke arah yang aku tunjuk. Mereka juga sempat melihat Mas Adam berlari."Tuh lihat, Pak! Kalau memang benar kami berzinah, kenapa dia nggak ikut masuk ke sini? Malah dia yang melarikan diri," kataku ketus kepada ketiga polisi tersebut.Ketiga polisi tersebut terlihat bingung. Lalu salah satu diantaranya bersuara. "Maaf, Bu. Kami tidak tahu yang dilaporkan oleh beliau benar atau tidaknya. Tapi karena negara kita adalah negara hukum sebaiknya Bapak dan Ibu harus membuktikan bahwa kalian benar-benar tidak sedang berzina."Au tercengang. Bisa-bisanya
"Gila kamu ya!" kata mas Adam kepadaku. Wajahnya masih dipenuhi amarah. Tapi tiba-tiba tanpa berkata apapun mas Adam pergi begitu saja. Dia melangkahkan kaki untuk keluar gerbang rumahku. Mungkin dia takut dengan ancamanku yang akan melaporkannya ke polisi atas dugaan kekerasan karena sudah memukul Mas Ginan.Ku biarkan dia pergi begitu saja. Sementara aku langsung menolong Mas Ginan. Kulihat rahang pipi Mas Ginan merah dan pria itu tampak sedari tadi harus menahan sakit."Mas, ayo masuk dulu ke dalam rumah. Aku akan mengompresnya. Biar aku obati ya," kataku.Mas Ginan melambaikan tangannya. "Aku nggak apa-apa kok. Aku bisa sendiri nanti ngobatinnya di hotel. Bener deh." Begitu kata Mas Ginan dengan napas yang tersengal-sengal.Aku menggeleng. "Enggak, Mas. Aku harus tanggung jawab karena ini kesalahanku juga. Biar aku obatin ya, Mas. Tolong Mas mau terima sebagai permintaan maaf ku." Aku memaksa mas Ginan untuk mengobatinya di rumahku karena aku benar-benar merasa bersalah.Mas Ginan
Akhirnya karena dipaksa oleh Bira dan juga Mas Ginan, aku kini berada di dalam mobil Mas Ginan. Beliau mengantarkanku ke rumah. Sementara Bira bersama dengan temannya membawa mobilku ke bengkel dan ia akan kembali ke rumahku diantar oleh temannya itu. Sebab birana menginap di rumahku.Selama di perjalanan, aku dan Mas Ginan tidak banyak bicara. Mas Ginanjar hanya fokus menyetir mobil dan melihat ke depan jalan. Sementara aku merasa sungkan saat ini.Hanya 20 menit lebih perjalanan, akhirnya kami sampai di depan halaman rumahku."Ini rumah kamu, Ghin?" tanya Mas Ginan memastikan. Aku menggangguk. "Iya, MasIni rumah aku.""Wah, rumahnya minimalis tapi modern ya. Selera kamu emang bagus," kata Mas Ginan memujiku."Ah biasa saja, Mas. Rumahnya masih belum ada apa-apanya kayaknya dibandingkan sama rumah Mas Ginan," balasku. Aku yakin pasti pria ini memiliki rumah yang besar daripada mikku. Karena tentu saja Mas Ginan adalah orang yang sukses. Apalagi beliau tinggal di kota sudah pasti tem
Aku mendadak terdiam sejenak dan tidak berani sama sekali menatap mata Mas Ginan. Karena aku merasa tersindir ketika dia mengatakan masa lalu. Aku tahu apa yang dia maksud. Dari tatapan matanya Mas Ginan sedang menyindirku. Tatapan mata itu tidak pernah berubah sejak 8 tahun lamanya, ketika pertama kali aku menolaknya untuk menjadi kekasih halalnya."Tapi namanya sudah takdir. Dia juga sudah menjadi milik orang lain. Aku bisa apa? Aku nggak bisa ngelawan takdir. Iya kan?" Lagi-lagi Mas Ginan membuatku merasa tertampar berulang kali.Aku berusaha untuk tersenyum dan menanggapinya hanya dengan menganggukkan kepala.Dan yang membuatku yakin bahwa dia benar-benar menyedihkan adalah ketika Mas Ginan melanjutkan kalimatnya lagi, "Aku udah berusaha buat ngelupain dia bertahun-tahun. Terus udah sedikit bisa mengalihkan pikiranku ke dari dia, eh tiba-tiba Tuhan mempertemukan aku lagi dengannya. Dengan keadaan yang tidak terduga sebelumnya.""Tapi apa daya. Aku enggak bisa berbuat apa-apa. Kare
“Ghinda, kita mau ketemu sama siapa sih sebenarnya?” tanya Bira. Ia mengerutkan dahinya dari tadi. Pertanyaan itu selalu ia lontarkan padaku. Aku memang sengaja tidak memberitahu Birana bahwa kami akan bertemu dengan siapa. Karena sulit menjelaskan padanya.Setelah aku berpusing ria memikirkan bagaimana caranya untuk bertemu dengan Mas Ginan, maka aku terbersit ide untuk mengajak Bira sebagai orang yang menemaniku. Sebab aku tidak mungkin sendiri bertemu dengannya dan juga tidak mungkin ajakan dari Mas Ginan kutolak. Aku sungkan.“Udah deh jangan banyak tanya. Nanti kamu juga tahu kita ketemuan sama siapa. Aku lagi males banget ngejelasinnya. Nanti aja ya setelah ketemu, aku kasih penjelasan kenapa kita harus ketemu sama dia,” jelasku sembari fokus menyetir mobil.Birana memasang wajah kesalnya. Ia benar-benar sangat penasaran. “Ya udah deh,” katanya pasrah.Butuh waktu 20 menit perjalanan untuk kami sampai ke sebuah restoran ternama di dekat daerah rumahku tinggal. Restoran ini dipil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments