Hasna menemukan barang-barang berharga di kamar Amanda-putrinya. Dia pikir putrinya menjual diri, tapi semua barang itu adalah pemberian mantan suaminya yang bernama Mandala. Lelaki yang meninggalkan dirinya puluhan tahun lalu. Kenangan manis dan buruk kembali hadir bersama dengan masalah, karena Amanda lebih memilih tinggal bersama dengan Mandala yang kaya. Kemudian Hasna bertemu dengan Aksara, pengusaha yang akan mengubah jalan hidupnya.
View More"Aku tidak mau diantar Mama ke sekolah."
Aku yang sudah memakai jaket dan meraih kunci motor dari atas kulkas, memandangi Amanda dengan heran. "Kenapa tidak mau?"
"Aku malu naik motor butut," sahut Amanda. "Dewi akan menjemputku."
"Tapi, Dewi belum punya SIM. Bahaya," sergahku.
"Bodo amat." Amanda bergegas ke luar rumah tanpa berpamitan.
Perlahan aku menghela napas, duduk lunglai di kursi meja makan. Amanda--putriku--tiga bulan lagi usianya genap 15 tahun. Tiap ukir wajahnya sangat mirip denganku.
Akhir-akhir ini sikap Amanda berubah, dia menjadi lebih penuntut. Dia Juga malu dengan kondisi kehidupan kami yang pas-pasan.
Ah, pagi ini aku ingat--harus membayar hutang di warung Mak Rum. Sekalian belanja, aku akan memasak semur ayam kesukaan Amanda. Setelah mengunci pintu, kulangkahkan kedua kaki menuju warung Mak Rum. Sinar mentari pagi cukup menyilaukan mata, warna kuning berpendar terang.
"Eh, Mbak Hasna ...." Perempuan yang selalu memakai daster dan celana olahraga itu tersenyum lebar. "Mau bayar hutang, ya?"
"Iya," jawabku singkat.
"Andaikan semua yang berhutang, membayar tepat waktu seperti Mbak Hasna, aku akan berteriak-teriak senang di atas genteng. Sayangnya, banyak yang molor ... kadang susah ditagih," keluh Mak Rum. "Mbak Hasna sedang libur kerja?"
Aku mengangguk.
"Weh, ada Mak Hasna. Kebetulan sekali." Bu Rusti yang baru datang terlihat senang melihatku. "Mengenai si Amanda ...."
Dahiku mengernyit. "Ada apa dengan Amanda, Bu? Apa dia nakal di sekolah?"
"Lebih dari itu." Bu Rusti bersemangat sekali.
"Maksudnya?" Aku sama sekali tidak mengerti.
"Winda kemarin lihat Amanda di mall, belanjaannya banyak banget. Amanda di gandeng mesra lelaki yang lebih tua, yang pantas jadi Papanya," ujar Bu Rusti.
"Jangan menuduh sembarangan, Bu Rusti. Mungkin anakmu salah lihat," sahut Mak Rum.
"Sebentar." Bu Rusti mengeluarkan ponsel dari dalam dompetnya. "Aku punya buktinya. Akan kukirim ya, Mbak Hasna."
Benar, tidak lama kemudian ada bunyi notifikasi pesan di ponselku. Bu Rusti mengirim satu foto.
"Bagaimana, Mbak Hasna? Aku tidak berbohong, kan?"
Mataku masih menelisik foto, antara percaya dan tidak, tetapi gadis di dalam foto memang benar Amanda. Sedangkan lelaki yang bersamanya tidak jelas wajahnya, karena menunduk dan tertutup topi baseball.
Mak Rum mendekat, dia ikut melihat foto di ponselku. "Iya, itu Amanda. Tapi, tidak bergandengan tangan. Ah, Bu Rusti sukanya melebih-lebihkan."
"Amanda itu sugar baby," ucap Bu Rusti seenaknya. "Peliharaan om-om kaya raya."
Dadaku menggelegak mendengar ucapan Bu Rusti. "Jaga bicaramu!" teriakku. Sugar baby adalah julukan halus untuk perempuan muda yang menjadi simpanan lelaki kaya.
"Kenyataannya memang begitu, jangan menutup mata. Atau jangan-jangan Mbak Hasna sudah tahu dan mendukung Amanda," tuduh Bu Rusti. Kedua sudut bibirnya mengembang senyum sinis.
"Aku berharap ada orang yang menyumpal mulutmu dengan cabe," kataku pada Bu Rusti. Si lebah gosip yang selalu mendengung di seluruh kompleks perumahan.
Lekas aku membayar hutang pada Mak Rum. Dan, berlalu pergi dari warung.
Tidak mungkin. Tidak mungkin.
Amanda tidak akan melakukan hal seperti itu. Ya, tidak mungkin.
Namun, foto Amanda bersama lelaki di mall tidak bisa diingkari. Tidak bisa ditampik. Gemuruh menyergap di bilik hati. Seolah ada ribuan jarum yang merajam jantung.
Sampai di rumah, aku lantas menggeledah kamar tidur Amanda. Di laci, di lemari. Nihil. Aku tidak menemukan apa pun. Tidak ada barang-barang yang mencurigakan. Aku melongok ke bawah tempat tidur, juga bersih.
Sebentar.
Aku yang hendak berdiri, merunduk kembali ke bawah tempat tidur. Aku melihat beberapa kantong belanja menempel di bagian bawah tempat tidur yang terbuat dari kayu, dengan cara di lakban. Dengan susah payah kuambil satu per satu.
Irama detak jantungku semakin cepat ketika barang-barang mahal terpapar di mata. Ada ponsel keluaran terbaru, merek buah apel--yang harganya tidak mungkin mampu bisa kubeli. Tas ransel, dua pasang sepatu, baju, dan ....
Satu gepok uang tunai 5 juta.
Astaga.
Aku terkulai lemas. Amandaku ... adalah anak baik-baik. Dia tidak mungkin menjual dirinya demi barang-barang dan uang.
Rasanya ngilu sekali. Amandaku bukan sugar baby seperti yang dikatakan Bu Rusti. Bukan.
Nampak Soraya keluar dari dalam vila, dia berjalan menghampiri kami. Di bawah temaram langit malam, wajah Soraya terlihat antara geram dan gugup. Namun, sepertinya dia berusaha tenang."Aku akan mengakui perbuatanku. Yeah, sebelum matahari terbit di timur," ujar Soraya. "Aku juga akan menyampaikan permintaan maafku pada kalian.""Mari kita hidup dengan tenang, Soraya," ucapku.Soraya tersenyum sinis. "Tenang untukmu bukan untukku.""Jika uang bisa membuat hidupmu tenang, aku akan memberimu sejumlah uang," tukas Aksara. "Tinggalkan keluargaku, carilah kebahagiaan untuk dirimu sendiri."Tawa meledak dari bibir Soraya, wajah cantik itu menyeringai. Mungkin dia memang butuh uang, tetapi tidak mau mengakui. Terlalu gengsi."Aku bisa menghasilkan uang sendiri, kalian pikir aku wanita gila harta," sungut Soraya."Lalu kenapa kamu jadi gundiknya Pak Danu? Demi uan
"Kita bicara di dalam." Aksara menarik lengan Soraya supaya berdiri, wanita itu malah memanfaatkan situasi dengan memeluk Aksara. Dengan pelan Aksara mendorong tubuh Soraya."Tanpa kamera!" tegas Aksara pada seorang kameramen yang ikut berjalan masuk.Aku menutup pintu, sang super model duduk di sofa. Dia menarik napas panjang, lalu berkata pelan, "Aku tahu di rumah ini ada CCTV.""Apa yang kau inginkan? uang?" Aksara menyilangkan kedua tangan di dadanya.Soraya pura-pura menangis lagi. "Aku hanya ingin bertemu dengan putriku ... Aku tidak ingin uangmu, Aksara.""Dasar sinting!" Aku yang bergerak maju ingin menampar Soraya, dicegah Aksara--dia menarik pinggangku."Hasna, tenang," ucap Aksara.Soraya berdiri, berhadapan denganku begitu dekat. "Aku hanya ingin merusak citra Aksara, seorang pengusaha yang memisahkan mantan istrinya dengan putrinya," bisik Sor
Aku termangu, mengamati surat dengan amplop putih, di pojok kanan atas tertulis untuk Hasna. Surat dari Mandala yang dititipkan pada Amanda, ketika dia mengunjungi Mandala sebelum ke rumah sakit--seminggu yang lalu.Surat itu belum aku buka apalagi dibaca. Ada perasaan takut."Kenapa tidak dibaca?" Aksara menarik selimut, dia bersiap untuk tidur. "Aku tidak cemburu.""Baiklah, aku akan membacanya." Dengan perasaan cemas aku merobek ujung amplop. Mengeluarkan secarik kertas.Apa kabar, Hasna? Aku berharap kamu selalu sehat dan bahagia.Hasna, jangan berpikiran untuk mencabut tuntutan demi Amanda. Aku pantas menerima hukuman. Aku pantas meringkuk di dalam bui. Jadi, biarkan aku menuai apa yang kutabur. Mandala.
Soraya menarik napas panjang, seolah pasokan oksigen untuk tubuhnya menipis. Sekarang ekspresi mukanya berubah marah."Kalian berbohong, tidak ada berita mengenai pernikahan seorang Aksara Winata!" teriak Soraya, tubuhnya berbalik ke arah keempat temannya. "Apa di antara kalian ada yang tahu?"Mereka berlomba mengeluarkan ponsel, sepertinya mereka mencari berita tentang Aksara di media online."Tidak ada berita pernikahan," sahut Dee, perempuan dengan kemeja hijau tua dan anting besar."Di Instagram ada." Seorang perempuan berambut bob memperlihatkan ponselnya pada Soraya.Aksara membuat status di IG, dua hari yang lalu--sebuah foto kami berempat, aku, Aksara, Edlyn dan Amanda--duduk di halaman berumput. Sisi kanan wajah Amanda yang rusak menempel di bahuku, jadi tidak terlihat. Aksara menuliskan caption Istriku tercinta dan dua bidadari tercan
Matahari sudah meninggi, sinarnya menyeruak masuk melalui kisi jendela, sedikit menyilaukan mata yang baru terbuka. Aksara tidak berada di tempat tidur. Mungkin dia sudah berangkat kerja, tapi sekarang hari Sabtu. Aku sempat bangun ketika hari masih subuh, karena kondisi yang belum sehat--aku terlelap kembali.Perlahan aku beranjak turun dari pembaringan, berjalan ke arah jendela lalu membuka semua tirai jendela. Ini hari kelima aku tinggal di rumah Aksara, setelah satu minggu dirawat di rumah sakit. Statusku sekarang adalah istri Aksara, namun terkadang aku belum memercayai hal indah yang telah terjadi.Aku melihat Amanda dan Edlyn sedang duduk di kursi ayunan. Mengobrol sambil menikmati sepiring biskuit gandum. Edlyn melambaikan tangannya begitu mengetahui keberadaanku--yang memandangi lewat jendela."Sudah bangun?"Aku menoleh, Aksara menutup pintu kamar kembali. Wajahnya p
Aku terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Tangan kiriku dipasang infus.Pada bagian leher terasa nyeri dan bengkak. Pipiku lebam, pelipis robek. Beruntungnya aku tidak mengalami cedera parah. Aku menoleh ke arah kiri. Amanda dan Edlyn tertidur di sofa.Aksara duduk di kursi--samping ranjang, dia juga terlelap. Kepalanya tersuruk di ranjang. Jemariku menyusuri rambutnya.Tadi siang ketika aku tersadar, wajah-wajah panik mengelilingi diriku--Amanda yang memelukku, Edlyn yang menangis dan Aksara yang terlihat emosi, antara sedih dan geram.Menurut cerita Amanda, setelah tubuhku dilempar keras ke dinding dan tidak sadarkan diri, Mandala panik. Dia membopong tubuhku lalu keluar rumah, tapi, Aksara muncul. Mereka terlibat perkelahian siapa yang berhak membawaku ke rumah sakit.Setelah menganiaya diriku, Mandala khawatir? Sepertinya dia tidak waras."Hasna," lirih Aksara, dia menegakkan bad
Edlyn memberi potongan kue pertamanya pada Amanda. "Ini buat lu, Manda."Amanda tampak terperanjat."Selama bertahun-tahun, gue selalu memberi potongan kue pertama pada Papa. Tahun ini gue mempunyai seorang Ibu dan saudara," jelas Edlyn. "Mimpiku terwujud. Semoga tahun depan saudara gue tambah satu lagi.""Maksud lu?" tanya Amanda sambil menerima potonga kue dari Edlyn."Adik bayi, dari perut Mama Hasna," jawab Edlyn merangkul pundakku.Mungkin, jika aku sedang makan atau minum, aku akan tersedak mendengar ucapan Edlyn."Iya, kalau bisa kembar cowok dan cewek. Ih, pasti seru," timpal Amanda.Di usia yang mencapai 35 tahun, aku tidak memikirkan tentang bayi. Cukup Amanda dan Edlyn."Bagaimana, Ma? Nanti kita bantu menjaga, memandikan, menyuapi ...." Amanda menatapku penuh harap."Mama, pikir ....""Papa dan Mama akan bekerja keras untuk memberikan adik untuk kalian berdua," sela Aksara.
"Apa yang kamu bawa?" tanya Aksara."Aku buat mie goreng.""Ayo, masuk."Aku menggelengkan kepala. "Kita duduk di teras saja," tolakku, "jika kita berdua di dalam rumah akan menimbulkan fitnah. Aku juga takut dengan diriku sendiri."Aku langsung duduk di kursi teras, Aksara malah menatapku dengan ekspresi bingung. "Ada apa, tidak boleh duduk di sini?""Kenapa takut dengan dirimu sendiri?" Kepala Aksara meneleng ke kiri. Aku menggelepar karena kehabisan napas."Karena ada sesuatu yang ... Ah, sudahlah, kamu tidak menawarkan aku kopi atau teh?""Baiklah, Nyonya."Aksara masuk ke dalam rumah, sementara aku mengamati langit yang semakin cerah."Kopi untuk Anda, Nyonya." Aksara meletakkan cangkir kopi di meja, dia duduk di kursi satunya lagi. "Apa aku membuatmu khawatir?""Sedikit," sahutku."Aku hanya ingin memberimu kejutan," ujar Aksara, enteng.Aksara memang memberikan kejutan
Mandala hampir setiap hari datang ke rumah, walaupun kadang hanya sebentar dengan membawa kue atau buah. Malam ini dia datang lagi. Sebenarnya aku jengah dengan kehadiran Mandala. Apalagi tetangga mulai menggunjing tentang kami berdua."Kalian sudah makan?" tanya Mandala, menaruh sekotak pizza di meja makan."Sudah, Pa," jawab Amanda."Hasna, apa bisa kita bicara?" Mandala berjalan keluar rumah. Dia berdiri dekat pagar rumah--dengan satu tangan berada di dalam saku celana.Apa yang ingin dia bicarakan, sehingga harus menjauh dari Amanda? Aku mengikutinya keluar."Ada apa?" tanyaku."Aku sudah menemukan dokter bedah plastik terbaik.""Aku senang mendengarnya," ucapku. Hembusan adara malam terasa hangat karena aku bahagia untuk Amanda. Cedera bahunya sudah mulai pulih, walaupun ruang gerak Amanda masih terbatas."Hasn
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments