Share

Telepon Tara

"Satriya!"

Satriya menutup mulut rapat. Dapat kulihat rasa bersalah karena berbicara seperti tadi. Namun mau bagaimana lagi, dia keceplosan.

"Adik bayi apa, Pi?"

"Bukan adik bayi, Lun. Tapi mumu, kucing yang kemarin kita temukan di parit depan rumah."

Terpaksa aku berbohong. Semua demi menutupi kebohongan pertama. Seterusnya akan begitu hingga kejujuran muncul. Ah, entah berapa minggu lagi.

"Oh, Mumu? Papi tenang aja, aku jagain kok."

Seulas senyum kembali nampak di wajah Satriya. Rasa tegang seketika lenyap.

"Papi titip mama, ya. Pastikan mama minum obat. Kalau mama ngeyel, segera lapor papi."

"Siap, Pi," jawab Aluna seraya menempelkan tangan kanan di kening. Persis separti gerakan hormat saat upacara.

Setelah berpamitan, Satriya pun pergi meninggalkan rumah. Deru mobil perlahan menghilang berganti keheningan yang sempat tercipta. Kini kami terpisah oleh jarak. Meski hanya sementara.

Terkadang kita harus merelakan seseorang itu pergi. Bukan meninggalkan, namun berjuang untuk ke
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status