Aku menyangka bahwa rumah tanggaku dengan Ayash baik-baik saja. Bahkan di tahun ke tujuh pernikahan tanpa kehadiran seorang anak, ranjang kami masih sehangat dulu. Aku mencintai Ayash. Begitu pun dengan lelaki itu. Setidaknya begitu yang kurasakan dari caranya memperlakukanku. Aku hanya ingin menggenggam tangan Ayash sampai selamanya. Tapi kenyataan tidak sepakat denganku. Petang itu Ayash meminta untuk berpisah. Dia ingin kami bercerai. Ia ingin menjadi Ayah seutuhnya untuk bayi yang dikandung Kimiko, perempuan berdarah Jepang yang baru dia kenal dan ia nikahi secara siri. Yang Ayash tahu, bayi itu adalah anak kandungnya. Sementara yang kutahu, hasil tes kesuburan Ayash beberapa tahun lalu berkata sebaliknya. Ayash mandul. Tapi lelaki itu tidak pernah mengetahuinya, karna aku telah mengganti hasil tes itu agar Ayash tidak perlu merasa rendah diri dan menatap dunia lebih berani. Lalu siapa ayah bayi yang dikandung Kimiko? Mengapa perempuan itu berbohong kepada Ayash?
View MoreBeberapa hari yang lalu, Bunda Arav datang dari Surabaya. Dia memaksaku untuk menginap di rumah Arav. Kami tidur sekamar. Semalaman kami melakukan pillow talk. Aku dan Bunda berbicara tentang berbagai hal. Tentang persahabatan beliau dengan Ibuku, tentang Arav yang belum berkeinginan menikah sampai saat ini, tentang dia yang mulai hobi menekuni wajan dan panci di masa tua, juga tentang gosip artis yang sedang hangat. Kami menjadi kurang tidur karenanya. Paginya, aku sering menguap karna masih mengantuk. Dulu, pillow talk adalah kebiasaan yang aku dan Ayash rutinkan. Kami ngobrol banyak hal. Dari topik maha penting sampai tema receh yang tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap rumah tangga kami. Seringnya kami berkhayal tentang hidup di masa tua. Tentang bagaimana kami tetap kokoh meski badai datang bergulung-gulung. Kami sepakat, akan saling menjaga satu sama lain bagaimanapun kondisinya. Kukira hal itu akan berlangsung selamanya. Tapi kenyataan tidak selalu sejalan dengan harapan.
Gadis cilik itu bernama Takiya. Dia lahir lebih awal dari perkiraan dokter. Mungkin sekitar tiga atau empat minggu dari tanggal yang seharusnya. Aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Yang penting putri kami sehat dan tidak kurang satu apapun. Melihat Kimiko berjuang melahirkan secara normal membuatku iba. Perjuangan perempuan itu tidak akan kulupakan. Muka Kimiko tercetak di setiap inci wajah Kiya. Mereka begitu mirip. Berambut keriting dengan warna coklat kehitaman. Mata sipit itu tampak serupa bulan sabit ketika tertawa. Satu-satunya hal yang Takiya warisi dariku adalah gampang tertawa. Kami memang begitu, kadang ada saja hal kecil yang membuat kami terpingkal-pingkal.Aku membangun sebuah rumah yang tidak terlampau besar untuk Kimiko dan Kiya. Bangunan bergaya Jepang itu memiliki taman kecil di sampingnya. Ditumbuhi rumput gajah yang selalu dipangkas rapi, sebuah ayunan anak-anak menjadi ciri khasnya. Rumah ini aku yang merancangnya sesuai dengan keinginan Kimiko. Ia ingin merasak
Sudah dua hari Ayash tidak pulang. Dia belum mengambil barang-barang. Atau bicara lebih lanjut tentang perpisahan kami. Tentang rumah ini atau tentang apa saja. Oh bukankah semua itu tidak penting lagi sekarang. Kami telah bercerai, dia tidak lagi memiliki tanggung jawab atasku. Lalu apa yang kuharapkan darinya? Apakah aku rindu? Tentu saja. Aku tidak memungkiri hal itu. Rumah ini terasa sepi tanpanya. Tapi kebencianku padanya juga meluap-luap. Aku benci mengenang segala hal yang pernah kami lalui berdua. Aku juga tidak ingin tahu wanita mana yang merebut hatinya. Atau mengapa ia begitu jatuh cinta kepada perempuan itu. Rasanya menyakitkan tapi semua ini pasti akan terlewatkan. Aku hanya butuh waktu untuk sembuh lalu memulai semuanya dari awal. Aku mengedarkan pandangan ke sekililing. Rumah ini tampak sangat berantakan. Netflix menayangkan serial kerajaan Inggris terkenal itu, entah sudah berapa jam lamanya. Aku lupa kapan terakhir kali mematikan televisi. Gelas bekas susu kosong te
Aku tidak pernah berfikir untuk menceraikan Shabira. Dia adalah cinta pertamaku. Perempuan yang membuatku merasa hebat, tangguh dan dindalkan. Tapi Kimiko tidak ingin menjadi yang kedua. Perempuan sendu itu ingin menjadi satu-satunya. Dengan adanya bayi itu, tentu ia bisa memiliki kehendak apapun. Dia paling tahu bahwa aku pasti lemah jika menyangkut anak. Apalagi dia bilang, pernikahan ini demi masa depan bayi kami. Dia tidak ingin Bayi kami tumbuh menjadi pribadi penyendiri seperti dirinya. Anak itu harus bahagia apapun caranya. Meskipun aku harus menancapkan belati tajam ke dalam dada Shabira. “Sha, maafkan aku.” Aku berusaha menggapai jemari Shabira. Perempuan itu menatapku sebentar, tapi ia tidak menangis. Lalu pandangan ia lempar jauh pada barisan awan tipis yang kelabu. Ini kali pertama aku melihat ia seterluka itu. Bahkan Shabira tidak senelangsa ini ketika Ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu. “Sha, aku minta maaf. Aku salah. Maki-maki aku, Sha. Luapkan kemarahanmu.
Bukan rumah tangga yang sepi. Ranjang kami selalu hangat. Dua kursi di taman kecil kami adalah saksi bahwa tiada sore yang terlewat tanpa obrolan ringan yang menenangkan. Kecuali ketika suamiku sedang menjalankan tugas ke luar kota. Menatap lagit jingga dengan segelas teh kamomil, kudapan manis atau beberapa potong tahu goreng saja cukup membuat kami merasa semuanya baik-baik saja. Bahkan sampai di tujuh tahun pernikahan tanpa kehadiran seorang anak. Di depan cermin, aku mematut diri lagi. Mengagumi potongan rambut model terbaru yang masih lembap. Beberapa jam yang lalu aku baru saja kembali dari pusat perawatan perempuan paling terkenal di pinggir kota kami. Tempat yang selalu kukunjungi di akhir pekan. Sekadar menghabiskan waktu untuk mengikir kuku jempol kaki atau keramas dengan krim favoritku. Hari ini Ayash—suamiku—pulang. Sudah tiga hari dia keluar kota. Waktu yang terasa sangat lama bagiku. Mungkin baginya juga. Setidaknya begitu yang kutangkap dari pesan mesra atau panggilan
Bukan rumah tangga yang sepi. Ranjang kami selalu hangat. Dua kursi di taman kecil kami adalah saksi bahwa tiada sore yang terlewat tanpa obrolan ringan yang menenangkan. Kecuali ketika suamiku sedang menjalankan tugas ke luar kota. Menatap lagit jingga dengan segelas teh kamomil, kudapan manis atau beberapa potong tahu goreng saja cukup membuat kami merasa semuanya baik-baik saja. Bahkan sampai di tujuh tahun pernikahan tanpa kehadiran seorang anak. Di depan cermin, aku mematut diri lagi. Mengagumi potongan rambut model terbaru yang masih lembap. Beberapa jam yang lalu aku baru saja kembali dari pusat perawatan perempuan paling terkenal di pinggir kota kami. Tempat yang selalu kukunjungi di akhir pekan. Sekadar menghabiskan waktu untuk mengikir kuku jempol kaki atau keramas dengan krim favoritku. Hari ini Ayash—suamiku—pulang. Sudah tiga hari dia keluar kota. Waktu yang terasa sangat lama bagiku. Mungkin baginya juga. Setidaknya begitu yang kutangkap dari pesan mesra atau panggilan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments