Share

TENTANG ARAV

Author: Mande Hanifah
last update Last Updated: 2023-06-20 10:37:24

Beberapa hari yang lalu, Bunda Arav datang dari Surabaya. Dia memaksaku untuk menginap di rumah Arav. Kami tidur sekamar. Semalaman kami melakukan pillow talk. Aku dan Bunda berbicara tentang berbagai hal. Tentang persahabatan beliau dengan Ibuku, tentang Arav yang belum berkeinginan menikah sampai saat ini, tentang dia yang mulai hobi menekuni wajan dan panci di masa tua, juga tentang gosip artis yang sedang hangat. Kami menjadi kurang tidur karenanya. Paginya, aku sering menguap  karna masih mengantuk. 

Dulu, pillow talk adalah kebiasaan yang aku dan Ayash rutinkan. Kami ngobrol banyak hal. Dari topik maha penting sampai tema receh yang tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap rumah tangga kami. Seringnya kami berkhayal tentang hidup di masa tua. Tentang bagaimana kami tetap kokoh meski badai datang bergulung-gulung. Kami sepakat, akan saling menjaga satu sama lain bagaimanapun kondisinya. Kukira hal itu akan berlangsung selamanya. Tapi kenyataan tidak  selalu sejalan dengan harapan. Buktinya sekarang. Kami menjelma bagai orang asing yang tidak saling mencari dan menemukan.

Entah sudah berapa lama aku menekuri wajan yang berisi telur dadar. Bau gosong segera menyerbu penciumanku. Lintasan kenangan tentang Ayash sedikit merusak pagiku. Kukira aku sudah benar-benar lupa segala sesuatu tentangnya. Ternyata dia masih menetap di alam bawah sadarku. Tidak kupungkiri, sesekali lelaki itu hadir ketika aku dengan tidak sengaja melihat sesuatu yang ia sukai. Atau melewati jalan-jalan kenangan kami. Ketika aku melewati kampusnya. Atau di setiap kesempatan lain. Semua itu kadang membuatku amat tersiksa. 

“Eh, eh, gosong tuh.” Suara Bunda membuatku terkejut. Cepat-cepat aku matikan kompor dan mengangkat wajan yang mulai berasap. Aku geli sendiri ketika menengok nasib telur dadarku sekarang.

“Mikirin apa sih, Sayang?” Bunda menepuk-nepuk pundakku. 

“Gak ada, Bund. Cuma lagi blank aja tadi.” 

“Yowes, ayo kita sarapan. Arav udah menunggu tuh di ruang makan.”

Aku mengangguk sambil memindahkan telur dadar gosong ke piring kecil. Telur itu hampir menghitam seluruhnya. Pasti seharian ini aku akan jadi bulan-bulanan Arav. Dia senang sekali melakukan pembullyan terhadapku. Mengingat hal itu, aku dengan sengaja melemparkan telur itu ke dalam kotak sampah. Tidak ada gunanya juga kubawa ke meja makan. Yang ada aku malah memberikan Arav bahan untuk menertawaiku. 

“Kok sedikit sekali, Shabira? Tambahin dong. Lihat badanmu kurus begitu. Kalau Merty masih hidup dia pasti sangat prihatin melihat tubuhmu yang cungkring.” Bunda mengoceh sambil terus menambahkan nasi goreng buatannya ke atas piringku. Beberapa potong tomat dan mentimun dan sebuah telur mata sapi tidak ia lupakan. Padahal Bunda tahu aku benci telur mata sapi. Walaupun bertahun-tahun hidup bersama Ayash, membuatku sangat mahir membuat telur mata sapi dengan tingkat kematangan yang paling pas menurut seleranya. Nah kan, Ayash lagi. Kapan dia akan benar-benar hilang dari kepalaku?

Bunda benar, aku bertambah kurus sekarang. Berat badanku menyusut sampai lima kilogram. Pipiku tampak sangat tirus.  Mataku sedikit cekung. Bunda juga benar tentang yang dia katakana tentang Ibuku. Andai Ibu masih hidup, beliau pasti akan mengomel dan memberikan beberapa catatan yang harus kupatuhi, agar berat badanku kembali seperti semula. Aku tidak gendut. Kata Ayash, tubuhku sangat ideal, padat dan sesuai dengan seleranya. Menurutku sedikit berisi, dan aku sering melakukan diet ketika masih menjadi istrinya. Sekarang, aku malah kewalahan membuat badanku seperti sebelumnya. Ternyata apa yang orang-orang katakan sepenuhnya benar, obat diet paling ampuh dalah sakit hati karna dikhianati.

“Ayo cepat habiskan sebelum ibu suri mengomel lagi.” Arav mencibir padaku ketika Bunda beranjak ke dapur. Pipiku terasa mekar mengingat harus menghabiskan isi piring yang menggunung. 

“Selama bertahun-tahun belakangan, aku jarang sekali ngeliat kamu makan dengan lahap. Biasanya kamu kan tukang makan. Melihatmu menyuap saja orang-orang menjadi berselera,” katanya lagi. 

“Aku lupa kapan terakhir kali makan enak, Rav. Rasanya semua makanan gak ada yang menggugah selera. Entahlah, tapi akhir-akhir ini aku memang bermasalah dengan nafsu makan. Kamu punya obat atau multivitamin untuk agar selera makanku kembali?” Kuletakkan kedua tangan di atas meja dan menumpu daguku dengan jemari. Bola mataku pasti sedang berbinar-binar menunggu jawaban Arav sekarang. 

“Gak ada obat atau vitamin penambah nafsu makan. Kuncinya ada di sini. Di kepalamu.” Dengan jemarinya yang hangat, Arav menoyor keningku. 

“Kira-kira scott emulsion itu ngaruh gak sih?” candaku. 

“Coba aja kalau penasaran.’ Aku tahu Arav juga sedang bercanda. Mana ada dokter yang nyuruh nyoba-nyoba. Aneh. 

**

Rute kami kali ini adalah Candi Gunung Kawi, Tirta Empul dan Istana Tampak Siring di Ubud, Kabupaten Gianyar. Dari Denpasar kami hanya perlu menempuh perjalanan sekitar satu jam tiga puluh menit. Cukup lama sebenarnya, tapi aku senang karna Bunda tidak akan membiarkan suasana menjadi sepi. Beliau memiliki banyak sekali koleksi cerita lucu untuk dijadikan bahan. Bukan tanpa sebab Bunda mengajak kami ke tempat yang dituju itu. Candi Gunung Kawi adalah salah satu tempat wisata di Bali yang menjadi favorit Bunda.  Meskipun untuk mencapainya kami harus turun dan naik beratus-ratus anak tangga. Tak apalah yang penting Bunda bahagia. Lagipula rasanya sudah lama sekali aku tidak keluar dari cangkang. Rutinitasku hanya di kantor dan rumah. Bahkan selama beberapa bulan terakhir, aku mendelegasikan lebih banyak tugas kepada karyawan terbaik di firma kecil milikku. 

Bunda membiarkan aku tertidur sangat pulas. Harapanku mendengarkan ocehan Bunda di sepanjang jalan tidak terealisasi. Aku yang duduk pada kursi di samping pengemudi terbangun ketika kami sudah sampai. Arav yang mengemudi. Sementara Bunda memilih duduk di belakang. 

Candi Gunung Kawi adalah candi paling unik menurutku. Pembuatnya pastilah memiliki selera seni yang tinggi. Bagaimana tidak, candi itu dipahat langsung di tebing batu. Bukan dibangun dari batu yang bersusun-susun.  Candi Gunung Kawi merupakan tempat disimpan abu raja Gianyar , ratu dan selirnya. 

Aku terduduk pada sebuah batu setelah menuruni anak tangga yang sangat banyak. Napasku tersengal. Setengah botol air mineral ukuran sedang sudah kutandaskan. Sementara Arav sibuk melihat beberapa lelaki Bali sedang asyik melukat di sungai yang memang terletak di sekitar candi. Melukat adalah tradisi berendam di kolam air dingin atau menadahkan kepala dan badan ke pancuran air. Orang Bali percaya bahwa melukat dapat menghilangkan dosa-dosa.  

Bunda yang sejak tadi sibuk berswafoto kemudian mengambil tempat di sampingku. Beberapa kali ia mengembuskan napas. Sama sepertiku, ia juga tampak lelah. 

“Dulu ketika kalian masih kanak-kanak Arav selalu bilang bahwa dia akan menjadi pacar kamu.” Bunda mengubah posisi duduk hingga kami berhadapan sekarang. Sebenarnya aku sudah sering mendengar cerita itu, sejak dulu. Tapi entah mengapa rasanya selalu sama. Mengulang-ngulang kenangan yang menyenangkan bukanlah suatu yang salah. Malah dapat membuat energi kembali terisi. 

“Apa yang kurang dari Arav, Sha?”  Bunda melajutkan lagi. Kali ini wajahnya lebih serius dari biasa.

“Tidak ada, Bund. Bahkan dia nyaris sempurna, mungkin hal itu yang membuat gadis-gadis merasa insecure dekat dengannya.”  Kubalas tatapan Bunda tersenyum, sekadar meyakinkan bahwa tidak lama lagi Arav pasti menemukan jodohnya. 

“Umurnya udah 34 tahun loh.” Bunda menarik napas dalam entah untuk keberapa kali. 

“Insyallah sebentar lagi Bun. Percaya deh sama Shabira. Bunda udah kangen pengen cucu ya?” 

Entahlah, Nak. Nanti Bunda keburu mati. Bunda bahkan tidak meminta calon mantu dengan kriteria yang aneh. Cukup perempuan yang bisa membuatnya bahagia dan merasa dihargai. Juga sayang sama Bunda. Itu saja.” 

“Nah mungkin itu alasan Arav, Bunda. Dia belum menemukan perempuan yang benar-benar akan sayang sama Bunda kaya sayang sama ibunya sendiri.” 

“Kaya kamu sayang sama Bunda, kan Sha?”

“Iya. Kaya aku sayang sama Bunda.” 

“Apa kamu tahu, Sha? Arav sangat galau ketika kamu menikah dengan Ayash dulu. Dia memang tidak mengatakannya kepada Bunda, tapi sebagai Ibu ya Bunda tahu dong. Berhari-hari dia murung. Apa dia pernah bilang suka sama kamu, Sha?”

Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa mendengar penuturan Bunda. Ada rasa aneh yang tiba-tiba saja menelusup ke dalam dadaku. Arav menyukaiku? Yang benar saja. Atau … apa aku yang kurang peka? Yang ada lelaki itu hanya menggangguku saja.

“Kalau Bunda minta kamu jadi istri Arav, kamu mau gak, Sha?”

Comments (38)
goodnovel comment avatar
Dismiar Ariani
yuk thor,bisa yuk.di tunggu lanjutnya
goodnovel comment avatar
Etti trisnawati
lanjut la kk . ceitanya bagus aku suka . di kbm aku bca juga tp gk selesai krn kendala d koin
goodnovel comment avatar
Gupta Pitra Pramesti
kak Author ditunggu lanjutannya kak...penasaran ..bagus ceritanya kak...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • MARI KITA BERPISAH   MARI BERCERAI, SHA

    Bukan rumah tangga yang sepi. Ranjang kami selalu hangat. Dua kursi di taman kecil kami adalah saksi bahwa tiada sore yang terlewat tanpa obrolan ringan yang menenangkan. Kecuali ketika suamiku sedang menjalankan tugas ke luar kota. Menatap lagit jingga dengan segelas teh kamomil, kudapan manis atau beberapa potong tahu goreng saja cukup membuat kami merasa semuanya baik-baik saja. Bahkan sampai di tujuh tahun pernikahan tanpa kehadiran seorang anak. Di depan cermin, aku mematut diri lagi. Mengagumi potongan rambut model terbaru yang masih lembap. Beberapa jam yang lalu aku baru saja kembali dari pusat perawatan perempuan paling terkenal di pinggir kota kami. Tempat yang selalu kukunjungi di akhir pekan. Sekadar menghabiskan waktu untuk mengikir kuku jempol kaki atau keramas dengan krim favoritku. Hari ini Ayash—suamiku—pulang. Sudah tiga hari dia keluar kota. Waktu yang terasa sangat lama bagiku. Mungkin baginya juga. Setidaknya begitu yang kutangkap dari pesan mesra atau panggilan

    Last Updated : 2023-06-20
  • MARI KITA BERPISAH   DIA BERNAMA KIMIKO

    Aku tidak pernah berfikir untuk menceraikan Shabira. Dia adalah cinta pertamaku. Perempuan yang membuatku merasa hebat, tangguh dan dindalkan. Tapi Kimiko tidak ingin menjadi yang kedua. Perempuan sendu itu ingin menjadi satu-satunya. Dengan adanya bayi itu, tentu ia bisa memiliki kehendak apapun. Dia paling tahu bahwa aku pasti lemah jika menyangkut anak. Apalagi dia bilang, pernikahan ini demi masa depan bayi kami. Dia tidak ingin Bayi kami tumbuh menjadi pribadi penyendiri seperti dirinya. Anak itu harus bahagia apapun caranya. Meskipun aku harus menancapkan belati tajam ke dalam dada Shabira. “Sha, maafkan aku.” Aku berusaha menggapai jemari Shabira. Perempuan itu menatapku sebentar, tapi ia tidak menangis. Lalu pandangan ia lempar jauh pada barisan awan tipis yang kelabu. Ini kali pertama aku melihat ia seterluka itu. Bahkan Shabira tidak senelangsa ini ketika Ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu. “Sha, aku minta maaf. Aku salah. Maki-maki aku, Sha. Luapkan kemarahanmu.

    Last Updated : 2023-06-20
  • MARI KITA BERPISAH   ES KRIM COKLAT

    Sudah dua hari Ayash tidak pulang. Dia belum mengambil barang-barang. Atau bicara lebih lanjut tentang perpisahan kami. Tentang rumah ini atau tentang apa saja. Oh bukankah semua itu tidak penting lagi sekarang. Kami telah bercerai, dia tidak lagi memiliki tanggung jawab atasku. Lalu apa yang kuharapkan darinya? Apakah aku rindu? Tentu saja. Aku tidak memungkiri hal itu. Rumah ini terasa sepi tanpanya. Tapi kebencianku padanya juga meluap-luap. Aku benci mengenang segala hal yang pernah kami lalui berdua. Aku juga tidak ingin tahu wanita mana yang merebut hatinya. Atau mengapa ia begitu jatuh cinta kepada perempuan itu. Rasanya menyakitkan tapi semua ini pasti akan terlewatkan. Aku hanya butuh waktu untuk sembuh lalu memulai semuanya dari awal. Aku mengedarkan pandangan ke sekililing. Rumah ini tampak sangat berantakan. Netflix menayangkan serial kerajaan Inggris terkenal itu, entah sudah berapa jam lamanya. Aku lupa kapan terakhir kali mematikan televisi. Gelas bekas susu kosong te

    Last Updated : 2023-06-20
  • MARI KITA BERPISAH   SEBUAH FOLDER MASA KECIL

    Gadis cilik itu bernama Takiya. Dia lahir lebih awal dari perkiraan dokter. Mungkin sekitar tiga atau empat minggu dari tanggal yang seharusnya. Aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Yang penting putri kami sehat dan tidak kurang satu apapun. Melihat Kimiko berjuang melahirkan secara normal membuatku iba. Perjuangan perempuan itu tidak akan kulupakan. Muka Kimiko tercetak di setiap inci wajah Kiya. Mereka begitu mirip. Berambut keriting dengan warna coklat kehitaman. Mata sipit itu tampak serupa bulan sabit ketika tertawa. Satu-satunya hal yang Takiya warisi dariku adalah gampang tertawa. Kami memang begitu, kadang ada saja hal kecil yang membuat kami terpingkal-pingkal.Aku membangun sebuah rumah yang tidak terlampau besar untuk Kimiko dan Kiya. Bangunan bergaya Jepang itu memiliki taman kecil di sampingnya. Ditumbuhi rumput gajah yang selalu dipangkas rapi, sebuah ayunan anak-anak menjadi ciri khasnya. Rumah ini aku yang merancangnya sesuai dengan keinginan Kimiko. Ia ingin merasak

    Last Updated : 2023-06-20

Latest chapter

  • MARI KITA BERPISAH   TENTANG ARAV

    Beberapa hari yang lalu, Bunda Arav datang dari Surabaya. Dia memaksaku untuk menginap di rumah Arav. Kami tidur sekamar. Semalaman kami melakukan pillow talk. Aku dan Bunda berbicara tentang berbagai hal. Tentang persahabatan beliau dengan Ibuku, tentang Arav yang belum berkeinginan menikah sampai saat ini, tentang dia yang mulai hobi menekuni wajan dan panci di masa tua, juga tentang gosip artis yang sedang hangat. Kami menjadi kurang tidur karenanya. Paginya, aku sering menguap karna masih mengantuk. Dulu, pillow talk adalah kebiasaan yang aku dan Ayash rutinkan. Kami ngobrol banyak hal. Dari topik maha penting sampai tema receh yang tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap rumah tangga kami. Seringnya kami berkhayal tentang hidup di masa tua. Tentang bagaimana kami tetap kokoh meski badai datang bergulung-gulung. Kami sepakat, akan saling menjaga satu sama lain bagaimanapun kondisinya. Kukira hal itu akan berlangsung selamanya. Tapi kenyataan tidak selalu sejalan dengan harapan.

  • MARI KITA BERPISAH   SEBUAH FOLDER MASA KECIL

    Gadis cilik itu bernama Takiya. Dia lahir lebih awal dari perkiraan dokter. Mungkin sekitar tiga atau empat minggu dari tanggal yang seharusnya. Aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Yang penting putri kami sehat dan tidak kurang satu apapun. Melihat Kimiko berjuang melahirkan secara normal membuatku iba. Perjuangan perempuan itu tidak akan kulupakan. Muka Kimiko tercetak di setiap inci wajah Kiya. Mereka begitu mirip. Berambut keriting dengan warna coklat kehitaman. Mata sipit itu tampak serupa bulan sabit ketika tertawa. Satu-satunya hal yang Takiya warisi dariku adalah gampang tertawa. Kami memang begitu, kadang ada saja hal kecil yang membuat kami terpingkal-pingkal.Aku membangun sebuah rumah yang tidak terlampau besar untuk Kimiko dan Kiya. Bangunan bergaya Jepang itu memiliki taman kecil di sampingnya. Ditumbuhi rumput gajah yang selalu dipangkas rapi, sebuah ayunan anak-anak menjadi ciri khasnya. Rumah ini aku yang merancangnya sesuai dengan keinginan Kimiko. Ia ingin merasak

  • MARI KITA BERPISAH   ES KRIM COKLAT

    Sudah dua hari Ayash tidak pulang. Dia belum mengambil barang-barang. Atau bicara lebih lanjut tentang perpisahan kami. Tentang rumah ini atau tentang apa saja. Oh bukankah semua itu tidak penting lagi sekarang. Kami telah bercerai, dia tidak lagi memiliki tanggung jawab atasku. Lalu apa yang kuharapkan darinya? Apakah aku rindu? Tentu saja. Aku tidak memungkiri hal itu. Rumah ini terasa sepi tanpanya. Tapi kebencianku padanya juga meluap-luap. Aku benci mengenang segala hal yang pernah kami lalui berdua. Aku juga tidak ingin tahu wanita mana yang merebut hatinya. Atau mengapa ia begitu jatuh cinta kepada perempuan itu. Rasanya menyakitkan tapi semua ini pasti akan terlewatkan. Aku hanya butuh waktu untuk sembuh lalu memulai semuanya dari awal. Aku mengedarkan pandangan ke sekililing. Rumah ini tampak sangat berantakan. Netflix menayangkan serial kerajaan Inggris terkenal itu, entah sudah berapa jam lamanya. Aku lupa kapan terakhir kali mematikan televisi. Gelas bekas susu kosong te

  • MARI KITA BERPISAH   DIA BERNAMA KIMIKO

    Aku tidak pernah berfikir untuk menceraikan Shabira. Dia adalah cinta pertamaku. Perempuan yang membuatku merasa hebat, tangguh dan dindalkan. Tapi Kimiko tidak ingin menjadi yang kedua. Perempuan sendu itu ingin menjadi satu-satunya. Dengan adanya bayi itu, tentu ia bisa memiliki kehendak apapun. Dia paling tahu bahwa aku pasti lemah jika menyangkut anak. Apalagi dia bilang, pernikahan ini demi masa depan bayi kami. Dia tidak ingin Bayi kami tumbuh menjadi pribadi penyendiri seperti dirinya. Anak itu harus bahagia apapun caranya. Meskipun aku harus menancapkan belati tajam ke dalam dada Shabira. “Sha, maafkan aku.” Aku berusaha menggapai jemari Shabira. Perempuan itu menatapku sebentar, tapi ia tidak menangis. Lalu pandangan ia lempar jauh pada barisan awan tipis yang kelabu. Ini kali pertama aku melihat ia seterluka itu. Bahkan Shabira tidak senelangsa ini ketika Ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu. “Sha, aku minta maaf. Aku salah. Maki-maki aku, Sha. Luapkan kemarahanmu.

  • MARI KITA BERPISAH   MARI BERCERAI, SHA

    Bukan rumah tangga yang sepi. Ranjang kami selalu hangat. Dua kursi di taman kecil kami adalah saksi bahwa tiada sore yang terlewat tanpa obrolan ringan yang menenangkan. Kecuali ketika suamiku sedang menjalankan tugas ke luar kota. Menatap lagit jingga dengan segelas teh kamomil, kudapan manis atau beberapa potong tahu goreng saja cukup membuat kami merasa semuanya baik-baik saja. Bahkan sampai di tujuh tahun pernikahan tanpa kehadiran seorang anak. Di depan cermin, aku mematut diri lagi. Mengagumi potongan rambut model terbaru yang masih lembap. Beberapa jam yang lalu aku baru saja kembali dari pusat perawatan perempuan paling terkenal di pinggir kota kami. Tempat yang selalu kukunjungi di akhir pekan. Sekadar menghabiskan waktu untuk mengikir kuku jempol kaki atau keramas dengan krim favoritku. Hari ini Ayash—suamiku—pulang. Sudah tiga hari dia keluar kota. Waktu yang terasa sangat lama bagiku. Mungkin baginya juga. Setidaknya begitu yang kutangkap dari pesan mesra atau panggilan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status