"Lakukan sesuai rencana, aku mau dia memberikan proyek itu pada kita. Jika dia menolak, paksa dia, kalian tau apa yang harus kalian lakukan," ucap seseorang pada anak buahnya.
Anak buahnya hanya menundukkan kepal, kemudian segera berlalu.
"Antonio, kau memang bukan lawan yang mudah," gumam pria muda itu, sembari menggoyang-goyangkan gelas yang berisi minuman, kemudian meneguk habis isinya.
"Aku mengira, balas dendamku akan berakhir, setelah membunuhmu. Aku juga tidak mengira, jika para bajingan itu begitu pintar. Mereka juga sangat patuh dan setia pada perintahmu, bahkan setelah kau tidak ada."
Pemuda itu menatap lurus ke arah photo seseorang, yang menggantung di dinding dengan bingkai berukuran besar. Masih kesal dengan kegagalan anak buahnya tempo hari. Tapi, dia tidak putus asa, ia akan kembali membuat rencana untuk menggulingkan kekuasaan, yang saat ini dipimpin Fabio dan keempat saudaranya. Ia ingin sekali menguasai dan menjadi pemimpin dari semua bisnis gelap, yang pernah di pegang mendiang Ayahnya. Namun, berhasil di gulingkan oleh Antonio. Ayahnya pun kalap, karena tidak bisa menerima kekalahan, dan akhirnya bunuh diri.
Seluruh keluarganya melimpahkan kesalahan itu pada sosok Antonio, yang saat itu telah menjadi pimpinan komplotan dunia hitam. Semua bisnis mereka lancar, di bawah kepemimpinan Antonio, dengan memiliki lima tangan kanan. Antonio mampu menjadi sosok yang paling disegani dan di takuti.
"Aku akan melakukan apapun, untuk merebut jerih payah papaku yang telah kau rampas," lanjutnya. Kemudian membanting gelas yang ada di tangannya. Ia pun segera meninggalkan ruangan.
****
Sementara di tempat lain, Antonio baru saja menerima telepon dari Andien, yang merengek memintanya untuk segera kembali. Andien, ingin Fabio lah yang menjemputnya saat kelulusannya nanti. Andien juga meminta padanya, agar Fabio lah yang menjemputnya pulang. Fabio sempat menolak, bukan Andien namanya, jika ia tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia tahu, jika Fabio tidak akan pernah menolak keinginannya.
"Apa yang harus aku lakukan," batin Fabio.
"Satu sisi, aku ingin menghindarinya, untuk kebaikannya. Namun, disisi lain, hatiku tidak tega melihatnya bersedih. Mengapa harus ada rasa ini? Aku telah berusaha mencoba menjauh dan membuang rasa ini. Tapi, entah mengapa, semakin aku ingin melakukannya. Aku malah semakin tersiksa olehnya," Fabio menegak minuman langsung dari botolnya.
Ia memejamkan matanya, sembari memikirkan cara untuk mengelak dari semuanya. Semua kenyataan, yang menyatakan jika Fabio menyukai Andien. Namun, Fabio enggan menunjukkan sikapnya terhadap satu-satunya gadis yang selama ini dekat dengannya. Fabio juga tidak berani mengungkakan perasaannya pada Andien, dikarenakan dirinya tidak mau terjadi kesalah pahaman diantara mereka berlima. Fabio takut, jika salah satu dari keempat saudaranya juga menyimpan perasaan terhadap Andien.
Fabio juga takut, jika seandainya, Andien juga telah memiliki seseorang yang ia cintai. Ia begitu pengecut untuk perasaannya sendiri, ia bisa dan berani menantang bahkan melawan siapa saja. Tapi, jika ini menyangkut dirinya dan Andien, ia jadi begitu ragu bahkan takut. Ia lebih memilih memendam semuanya, daripada meluahkannya.
Disisi lain dibagian belahan dunia, Andien juga sedang larut dalam lamuannya.
"Apa yang haus aku lakukan? Mengapa bayang-bayang wajahnya, selalu saja mengangguku," gumam Andien."Kamu melamun?" terdengar sebuah suara cempreng dari arah belakang Andien. Itu Clara, sahabat baik Andien, orang satu-satunya yang tahu perasaan Andien terhadap Fabio.
"Mau apa?" tanya Andien.
"Ini juga kamarku, jadi aku juga punya hak untuk berada disini," sahut Clara sembari melengos masuk. Andien menggerutu kesal dengan ulah sahabatnya.
"Eh, Dien, gimana kabar pangeranku?" tanya Clara.
"Pangeranmu? Siapa?" sahut Andien bingung.
"Fabio lah," seru Clara lantang.
"Apa! Fabio, kamu suka sama dia?" tanya Andien.
Clara hanya mengangguk mengiyakan, terpancar rona gembira di wajahnya, saat ia menyebut nama pemuda itu. Namun, ada rasa kesal jauh dari dalam hati Andien. Walau bagaimanapun, Andien juga menyimpan perasaan untuk Fabio. Tapi, melihat sikanya yang cuek dan tidak peduli. Membuat Andien hanya bisa menyimpan seuanya rapat.
"Andien, kamu kenapa?" tanya Clara bingung.
"Tidak apa-apa," sahut Andien cepat, kemudian berjalan keluar meninggalkan Clara di kamar.
Andien menuju ruang Binsis, tempat biasanya para siswa menghubungi keluarganya. Ia mencoba menghubungi Sa, tapi tidak ada jawaban dari Sam. Andien menghela nafas kesalnya, ia pun memutuskan kembali ke kamarnya.
****
Sam, baru saja tiba di apartemennya. Ia tampak membawa seorang wanita cantik juga sexy. Saat wanita itu ingin menjalankan tugasnya, tiba-tiba Sam memintanya berhenti. Wanita itu tampak menatap pria di hadapannya dengan penuh tanda tanya.
"Tunggu, aku ingin menghubungi seseorang," ucap Sam sembari menjauh dari teman wanitanya. Sam, terlihat serius berbicara dengan seseorang melalui teleponnya. Sesekali ekspresinya terlihat santai. Namun, seketika berubah menjadi serius, bahkan menyeramkan. Setelah selesai, Sam kembali mendekati wanita itu.
"Ambil ini," ucap Sam, memberikan selembar cek pada wanita itu.
"Tapi, kita belum melakukan apapun," sahutnya.
"Aku berubah pikiran dan aku sudah tidak lagi berminat padamu," lanjut Sam.
"Tapi, Sam, aku ..." wanita itu terdiam, saat Sam menganggkat tangannya. Rahangnya mengeras, menandakan ia sedang berusaha menahan amarahnya. Wanita itu hanya isa menerima cek itu dan pergi meninggalkannya.
Sam, menghempaskan dirinya di sofa, sambi mengutak atik ponselnya. Ia mengirim pesan pada Fabio, untuk menanyakan kabarnya dan masalah disana. Setelah berbincang panjang lebar, Sam pun mengakhiri obrolannya, kemudian menutup teleponnya. Ia pun melihat beberapa panggilan dari asrama Andien. Sam tahu, pasti Andien yang menghubunginya.
"Ulah apa lagi yang kau perbuat kali ini, Sweety," gumam Sam, sembari tersenyum.
****
"Tuan, ini laporan yang anda minta," ucap salah salah satu anak buah Fabio. Fabio meraih map berwarna biru, kemudian membaca dengan seksama setiap lembarnya. Setelah selesai membacanya, ia mengembalikan map tersebut pada anak buahnya.
"Terus awasi mereka, terutama tuan mudanya. Aku mau tau tentang dia setiap detailnya, ekecil apapun," titah Fabio.
"Baik Tuan," laki-laiki itu pun undur diri dari hadapan Fabio dan kembali menjalankan tugas yang dipinta bossnya.
"Aku tidak akan membiarkan kalian hidup dengan tenang, setelah apa yang kalian lakukan pada keluargaku," batin Fabio. Ia menatap pigura kecil di atas meja kerjanya. Photo mendiang ayah angkatnya, bersama putri dan kelima anak angkatnya. Fabio menatap lirih phoo itu. Ia kembai bertekad akan menuntut balas, setiap perbuatan yang mereka lakukan.
Pandangan mata Fabio beralih ke Andien, semburat senyum melengkung di bibirnya. Betapa ia sangat mendambakan sosok Andien, gadis yang ia cintai sejak kecil. Kini telah tumbuh dewasa, rasa di hati Fabio semakin besar pada Andien. Namun, dirinya enggan menunjukkan perasaannya pada gadis itu.
"Apa rasamu padaku, masih sama seperti saat kita masih kecil, Sweety?" gumam Fabio.
bersambung.
Andien kembali ke rumah, untuk menghabiskan waktu liburannya. Namun, kali ini, ia harus kecewa. Sebab, lagi-lagi sedang berada di luar negeri."Kalau tau begini, mendingan tetap ke asrama atau ikut liburan bersama keluarga Clara," gerutu Andien."Fab, kamu lagi apa sekarang?" gumam Andien. Saat pikiran Andien menerawang jauh, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara ponselnya. Dengan malas ia meraih dan matanya membulat saat ia melihat nama yang tertera disana."Fabio," desis Andien. Dengan sigap, ia menjawab panggilan Fabio."Hallo," ucap Andien."Kamu sudah di rumah?" terdengar suara dari seberang. Suara itu, suara yang selama ini ia rindukan."Sweety, kamu mendengarku?" lanjut Fabio."Ah, ya... Aku sudah dirumah," sahut Andien."Aku akan mengubahnya kepanggilan video," ujar Fabio. Tidak perlu waktu lama, wajah tampan Fabio terpampang jelas di layar ponsel Andien. Andien tersenyum, membalas senyuman Fabio."Apa y
Setelah kejadian di hari itu, Leo dan Andien jadi sering bertemu. Leo yang begitu penasaran dengan sosok, Andien. Berusaha mencaritahu tentang Andien dan semuanya tentang Andien. Leo, sangat menyukai Andien. Meskipun, Andien selalu menanggapinya dengan cuek dan dingin. Tapi, Leo tidak pernah putus asa, ia terus berusaha mendekati Andien dan berusaha mencuri perhatian darinya."Aku yakin, suatu saat nanti, kamu pasti akan bersikap baik padaku," gumam Leo, menatap kepergian Andien. Leo pun memutar kendaraannya dan kembali ke kediamannya.Andien sendiri sebetulnya mulai risih dengan sikap dan perilaku Leo. Pemuda itu memang tidak pernah berbuat sesuatu yang melampaui batas. Namun, sikapnya terkadang membuat Andien gerah. Ia selalu saja mengikuti ke manapun Andien pergi."Apa mau kamu?" tanya Andien kesal. Ia benar-benar dibuat kesal dengan sikap Leo."Jangan marah, aku hanya ingin berteman. Tidak masalahkan?" sahut Leo."Sudah aku katakan, aku tidak b
"Anda sudah siap, Nona?" tanya pengawalnya.Andien hanya menganggukkan kepalanya. Hari ini, ia akan kembali ke asrama, untuk menyelesaikan ujian akhirnya. Semuanya telah siap, Andien pun berpamitan pada seluruh pelayan, Andien pun meninggalkan rumah dan kembali ke asrama. Andien menatap keluar jendela mobil, hingga di persimpangan jalan. Mobil yang membawa Andien, tiba-tiba berhenti karena di hadang orang tidak di kenal.Ciiit ...."Ada apa, Mark?" tanya Andien, meringis sembari memegang dahinya."Ada yang menghadang mobil kita, Nona," jawab Mark, sopir yang selalu mengantar ke manapun Andien pergi.Mendengar itu, seketika para pengawal turun. Melihat para pengawal turun, mereka pun langsung bergegas menyerang para pengawal Andien. Perkelahian pun tidak bisa di hindari, Andien hanya diam di dalam mobil bersama Mark. Tiba-tiba, pintu mobil terbuka. Salah satu dari mereka menarik Andien keluar dan menyeretnya."Lepas, tolong," pekik Andien. Na
Hari kelulusan Andien telah tiba. Ia sempat murung dan sedih. Sebab, hanya Lucas yang bisa hadir menemaninya. Setelahnya, Andien segera mengemasi barang-barangnya dan berpamitan pada sahabatnya, Clara."Sampai ketemu lagi ya," Clara memeluk erat Andien."Kamu juga, jaga diri. Jangan larak-lirik, saat di kampus," ucap Andien."Tidak akan. Aku kan, orangnya setia, Ndien," celetuk Clara membela diri."Setia? Dari siapa, emang kamu punya pacar?" tanya Andien."Siapa lagi, kalau bukan Fabio lah," sahut Clara santai.Wajah Andien seketika berubah, ada rasa kesal dalam hatinya, ketika seorang menyebut nama pemuda itu. Tapi, justru sebaliknya, Clara tahu. Jika Andien sudah sejak lama menyukai Fabio. Clara mengetahui semua seluk beluk keluarga Andien. Sebab, papa Clara adalah salah satu orang kepercayaan ayah Andien.Clara juga tahu, Fabio juga menyukai Andien. Tapi, keduanya masih malu dan enggan untuk saling jujur. Untuk itulah, Clara selalu menggo
Samuel, murka saat menerima kabar yang terjadi pada Andien. Ia segera terbang kembali dan menemui Andien, atas perintah Fabio. Fabio sendiri belum bisa pulang, di karenakan masih harus berkeliling memimpin pertemuan di berbagai negara. Ia juga mengkhawatirkan keadaan Andien. Namun, ia sedikit lega, saat mendengar jika saat ini, Samuel telah berada di samping Andien.Samuel tiba di rumah dan langsung menemui Andien di kamarnya."Sweety, apa yang terjadi?" tanya Samuel yang memperhatikan Andien, dari atas sampai bawah. Memperhatikan setiap jengkal kulit Andien, jika ada yang terluka."Sam, tenanglah. Aku tidak apa-apa!" hibur Andien.."Tapi, bagaimana bisa insiden itu terjadi. Mengapa di menyakitimu?" Berbagai macam pertanyaan di lontarkan Samuel pada Andien. Gadis itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Duduk dan tenanglah, aku akan menceritakan semuanya padamu," ajak Andien yang membawa Samuel duduk, kemudian mulai bercerita tentang kejadian yang
"Kalian akan pergi lagi?" tanya Andien, saat melihat kelima pangeran tampannya telah bersiap."Iya, Sweety," sahut Samuel."Bukannya, kita semua akan pergi ke makam ayah hari ini?" tambah Andien."Setelah pulang dari makam ayah, kami semua akan kembali," sambung Lucas."Oh," Andien berucap lirih.Kelima pemuda tampan itu tampak saling melempar pandangan, kemudian menghentikan kegiatanya, dan saling memberi kode."Luc, kau bisa gantikn aku di pertemuan kali ini?" ucap Samuel memecah kesunyian."Maafkan aku, sepertinya ada sesuatu yang aku lupakan disini dan itu harus aku selesaikan secepatnya," jawab Lucas."Kalau kalian twins?" tanya Samuel pada si kembar Andrew dan Christian.Keduanya menggelengkan kepala, dan menjawab mereka juga masih punya urusan."Bagaimana ini, Fab?" kata Samuel bingung."Sudahlah, kita putuskan untuk selesaikan masalah disini dahulu, setelah itu baru kita semua kembali," putus Fabio.
Tok ... Tok ...Ceklek!"Fab, boleh aku masuk?" tanya Andien di balik pintu.Fabio menatap sekilas dan kembali mengarahkan matanya ke depan layar. Andien perlahan mendekati Fabio dan berdiri di depan meja kerjanya."Ada apa?" tanya Fabio tanpa mengalihkan pandangannya."Apa besok kamu sibuk?" tanya Andien."Kenapa?""Aku ingin, kamu temani aku ke makam, ayah," ucap Andien."Baiklah," sahut Fabio cuek.Andien tersenyum. "Besok, sepulangnya aku dari kampus, kita akan pergi.""Ada lagi?" tanya Fabio."Aku belum makan," rengek Andien."Makanlah," ucap Fabio."Sama kamu," sahut Andien tersenyum."Aku masih sibuk, kamu makan saja dulu," balas Fabio."Aku ingin makan seperti biasa," pinta Andien manja.Fabio menarik nafas dalam. Ia tahu apa yang di maksud dengan ucapan Andien. Ia menatap Andien, kemudian beranjak dari duduknya, kemudian merangkul Andien, dan membawanya keluar. Andien tersen
Keesokan harinya, Sam dan Fabio sedang mengobrol sembari menikmati sarapannya. Andien keluar dari kamarnya dan turun. Fabio terdiam, kemudian segera menyeruput kopi pahitnya dan segera beranjak pergi dengan terburu-buru. Samuel, hanya diam memperhatikan gerak-gerik keduanya yang aneh."Selamat pagi, Sam," ucap Andien sembari tersenyum."Pagi, Sweety," balas Sam."Aku duluan," ucap Andien."Kau akan ke kampus sekarang?" tanya Sam."Ya!" sahut Andien singkat."Mark, sedang cuti hari ini. Sopir akan mengantarkan aku dan Fabio ke kantor cabang yang di luar kota. Kau akan ke kampus naik apa?" ucap Sam."Leo akan menjemputku," jawab Andien."Leo?""Ya, kau ingat dengan pemuda yang menolongku saat di mobilku di hadang itu kan?" kenang Andien."Ya, aku ingat," sahut Sam."Dia sekarang satu kampus denganku, jadi ....""Ah, baiklah. Aku mengerti." Sam menganggukkan kepalanya.Tidak lama kemudian terdeng