Andien kembali ke rumah, untuk menghabiskan waktu liburannya. Namun, kali ini, ia harus kecewa. Sebab, lagi-lagi sedang berada di luar negeri.
"Kalau tau begini, mendingan tetap ke asrama atau ikut liburan bersama keluarga Clara," gerutu Andien."Fab, kamu lagi apa sekarang?" gumam Andien. Saat pikiran Andien menerawang jauh, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara ponselnya. Dengan malas ia meraih dan matanya membulat saat ia melihat nama yang tertera disana.
"Fabio," desis Andien. Dengan sigap, ia menjawab panggilan Fabio.
"Hallo," ucap Andien.
"Kamu sudah di rumah?" terdengar suara dari seberang. Suara itu, suara yang selama ini ia rindukan.
"Sweety, kamu mendengarku?" lanjut Fabio.
"Ah, ya... Aku sudah dirumah," sahut Andien.
"Aku akan mengubahnya kepanggilan video," ujar Fabio. Tidak perlu waktu lama, wajah tampan Fabio terpampang jelas di layar ponsel Andien. Andien tersenyum, membalas senyuman Fabio.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Andien.
"Memikirkanmu," sahut Fabio.
"Oh ya, aku juga," timpal Andien. Mereka pun kembali tertawa dan selanjutnya keduanya larut dalam obrolan ringan. Hingga akhirnya percakapan mereka pun di akhiri dengan Fabio yang akan melanjutkan meetingnya.
"Fab, kapan kamu akan kembali?" tanya Andien.
"Mungkin lusa," sahut Fabio.
"Baiklah," ucap Andien.
"Ada apa?"
"Tidak,"
"Apa ada masalah?" lanjut Fabio.
"Tidak! Tidak ada apa-apa," Andien menggeleng cepat.
"Baiklah, aku kan menyelesaikan urusan disini, dan secepatnya aku akan kembali," tutur Fabio.
"Baiklah," senyum cerah di wajah Andien seketika terbit.
"Istirahatlah, aku tau disana pasti telah larut," ujar Fabio.
"Baiklah, kamu juga," balas Andien.
"Bye," tutup Fabio.
"Hem, bye," Andien menutup panggilannya. Andien tersenyum, kemudian menarik selimut dan berangkat tidur.
Keesokan harinya, seperti biasa jika ia sedang berada dirumah. Setelah selesai sarapan, ia pun bergegas keluar untuk mengunjungi makam ayahnya. Ditemani beberapa orang-orang terbaik pilihan kelima saudaranya, Andien di pastikan aman saat berada di luar rumah. Meskipun berada jauh dari jangkauan, kelima saudaranya selalu mengawasi setiap gerak-gerik Andien, dimana gadis itu berada. Ia selalu dalam pengawasan kelima saudaranya, terutama Fabio.
Setiap satu jam sekali, salah satu dari mereka menghubungi anak buahnya, untuk menanyakan kegiatan saudarinya. Banyak gadis yang merasa iri dengan nasib Andien, ia di kelilingi para pria tampan dan mapan. Bahkan salah satu dari teman-teman Andien, ada yang berteman dengan Andien, hanya untuk mendekati salah satu dari mereka berlima.
Andien tiba di makam ayahnya, ia meletakkan sebuket bunga tulip putih kesukaaan ayahnya. "Ayah, aku datang. Aku bawakan bunga kesukaan, Ayah."
Andien menatap photo yang tertempel di sana. Dalam balutan tuxedo hitam, ayahnya tampak gagah dan tampan juga berwibawa. Andien tersenyum lirih, tanpa ia sadari bulir bening mengalir di pipinya.
"Kita pulang sekarang, Nona," ucap salah satu pengawalnya.
Andien hanya mengangguk. Ia pun berdiri dan melangkah pergi. Setelah mobil yang membawa Andien meninggalkan area pemakaman, tanpa mereka sadari sebuah mobil mengawasi mereka dari kejauhan.
"Jadi itu putri dari mendiang Antonio?" ucap seseorang yang berada di dalam mobil."Iya, Tuan. Namanya, nona Andien," jawab asistennya.
"Andien, nama yang sesuai dengan wajah cantiknya," sahutnya.
"Dia adalah kesayangan dari kelima tangan kanan Antonio," lanjut sang asisten.
"Hem ... menarik, kita bisa gunakan dia untuk jadi kelemahan kelimanya, terutama si berengsek Fabio dan Samuel," timpalnya.
"Saya akan mencaritahu lebih banyak tentangnya," ujar asistennya lagi.
Pemuda itu hanya mengangguk dan tersenyum licik. Mobil itu pun meninggalkan area pemakaman dan kembali ke kediaman mereka. Sejak saat itu, ia selalu mengawasi Andien. Setiap pergerakkan yang gadis itu lakukan, selalu dalam pengawasannya.
****
"Aku mau, laporannya hari ini juga," seru Fabio lantang.
"Baik Tuan," ucap anak buahnya. Dia pun meninggalkan bossnya di ruangannya.
Fabio tampak frustrasi, seseorang menahan pengirimannya, kemudian dijual dengan mengecernya.
"Aku akan membunuhnya, jika aku tau siapa yang berani mengkhianatiku," gumam Fabio kesal. Fabio pun menelpon keempat saudarnya, untuk membantu masalahnya. Setelah selesai, Fabio barulah merasa tenang. Namun, ia terus menyelidiki masalah yang ia hadapi sekarang.Di kastilnya, Andien sedang bersiap untuk keluar rumah. Ia akan berbelanja keperluannya, seperti biasanya, ia akan pergi dengan kelima orang pengawalnya yang mengawasinya dari jarak aman. Tiba di sebuah pusat perbelanjaan di pusat kota, Andien melangkahkan kakinya. Ia memasuki, satu persatu toko yang ada disana di kunjungi oleh Andien. Setelah ia memilih beberapa benda yang ia inginkan, ia kembali melanjutkan langkahnya ke sebuah toko arloji. Andiene memilih sebuah arloji, yang akan ia hadiahkan untuk Fabio. Andien mengingat, arloji yang biasa di gunakan Fabio telah hancur saat kejadian itu. Sejak saat itu, dia tidak pernah lagi menggunakan arloji. Fabio mempunyai beberapa pasang arloji. Namun, ia selalu menggunakan arloji pemberian Antonio, saat dia berulang tahun.
Untuk itulah Andien ingin memberikannya, agar Fabio selalu menggunakannya. Setelah mengitari etalase, memperhatikan satu persatu model arloji yang terpajang disana. Akhirnya, Andien memutuskan memilih satu model yang tampak simpel dan sederhana. Andien segera meninggalkan toko, setelah ia membayar belanjaannya.
Di karenakan hari telah siang dan perutnya pun sudah mulai keroncongan. Andien masuk kesebuah restoran siap saji, untuk makan siang. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya pesanan Andien datang. Ia pun mulai menikmati makan siangnya. Saat ia sedang asyik menikmati makan siangnya, tiba-tiba seseorang menghampiri mejanya.
"Boleh aku ikut duduk disini?" ucapnya.
Andien menatap dalam ke arah pemuda yang berada tepat di hadapannya. Pemuda itu terlihat tampan dengan busana santainya.
"Hallo!"Lamunan Andien buyar, saat pemuda itu kembali menyapanya.
"Meja disini, semuanya sudah penuh pengunjung. Aku lihat, hanya meja ini yang kosong," ujarnya.Andien belum menjawab, tapi pemuda itu telah memutuskan untuk duduk di hadapannya.
"Aku akan pergi setelah aku selesai makan," lanjutnya.Andien memberi kode pada pengawalnya, saat salah satu dari mereka ingin mendatangi mejanya. Andien mengatakan jika semua baik-baik saja. Mereka pun kembali duduk di mejanya.
"Namaku Leo," ujar pemuda itu tiba-tiba, saat ia selesai makan.
Andien hanya mengernyitkan dahi.
"Kau, tidak mau menyebutkan namamu?" sambungnya.
Andien hanya menggelengkan kepalanya.
"Mengapa?"
"Aku tidak bicara dengan seseoranga yang tidak aku kenal," sahut Andien buka suara.
"Oh, begitu. Baiklah, aku akan memperkenalkan diriku. Namaku Leo, kalau kamu?" seru Leo sembari mengulurkan tangannya.
"Aku Andien," sahut Andien singkat, menerima uluran tangan Leo.
"Andien, nama yang cantik, secantik orangnya."
Andien hanya tersenyum tipis. Ia pun segera beranjak untuk pergi. Namun, Leo kembali menahannya.
"Boleh aku mengantarkanmu pulang?" tawar Leo."Tidak perlu!" ucap Andien.
"Ayolah, ini sebagai ucap terima kasih," sahut Leo.
"Terima kasih, untuk apa?" tanya Andien lagi.
"Kamu, udah mengijinkan aku duduk disini, bersama kamu," sahut Leo.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri," tolak Andien.
"Tidak apa-apa, aku senang melakukannya," Leo setengah memaksa.
"Cukup!" seru Andien.
Leo tampak terperangah dengan perubahan sikap Andien. Ia menatap lekat ke arah gadis manis yang ada di hadapannya dengan seksama.
"Aku bisa pulang sendiri, terima kasih atas tawaranmu."
Andien meninggalkan Leo di dalam restoran. Leo menatap Andien hingga gadis itu masuk ke dalam sebuah mobil. Terlihat beberapa orang yang mengawalnya.
"Andien, aku rasa aku menyukainya," gumam Leo.bersambung.
Setelah kejadian di hari itu, Leo dan Andien jadi sering bertemu. Leo yang begitu penasaran dengan sosok, Andien. Berusaha mencaritahu tentang Andien dan semuanya tentang Andien. Leo, sangat menyukai Andien. Meskipun, Andien selalu menanggapinya dengan cuek dan dingin. Tapi, Leo tidak pernah putus asa, ia terus berusaha mendekati Andien dan berusaha mencuri perhatian darinya."Aku yakin, suatu saat nanti, kamu pasti akan bersikap baik padaku," gumam Leo, menatap kepergian Andien. Leo pun memutar kendaraannya dan kembali ke kediamannya.Andien sendiri sebetulnya mulai risih dengan sikap dan perilaku Leo. Pemuda itu memang tidak pernah berbuat sesuatu yang melampaui batas. Namun, sikapnya terkadang membuat Andien gerah. Ia selalu saja mengikuti ke manapun Andien pergi."Apa mau kamu?" tanya Andien kesal. Ia benar-benar dibuat kesal dengan sikap Leo."Jangan marah, aku hanya ingin berteman. Tidak masalahkan?" sahut Leo."Sudah aku katakan, aku tidak b
"Anda sudah siap, Nona?" tanya pengawalnya.Andien hanya menganggukkan kepalanya. Hari ini, ia akan kembali ke asrama, untuk menyelesaikan ujian akhirnya. Semuanya telah siap, Andien pun berpamitan pada seluruh pelayan, Andien pun meninggalkan rumah dan kembali ke asrama. Andien menatap keluar jendela mobil, hingga di persimpangan jalan. Mobil yang membawa Andien, tiba-tiba berhenti karena di hadang orang tidak di kenal.Ciiit ...."Ada apa, Mark?" tanya Andien, meringis sembari memegang dahinya."Ada yang menghadang mobil kita, Nona," jawab Mark, sopir yang selalu mengantar ke manapun Andien pergi.Mendengar itu, seketika para pengawal turun. Melihat para pengawal turun, mereka pun langsung bergegas menyerang para pengawal Andien. Perkelahian pun tidak bisa di hindari, Andien hanya diam di dalam mobil bersama Mark. Tiba-tiba, pintu mobil terbuka. Salah satu dari mereka menarik Andien keluar dan menyeretnya."Lepas, tolong," pekik Andien. Na
Hari kelulusan Andien telah tiba. Ia sempat murung dan sedih. Sebab, hanya Lucas yang bisa hadir menemaninya. Setelahnya, Andien segera mengemasi barang-barangnya dan berpamitan pada sahabatnya, Clara."Sampai ketemu lagi ya," Clara memeluk erat Andien."Kamu juga, jaga diri. Jangan larak-lirik, saat di kampus," ucap Andien."Tidak akan. Aku kan, orangnya setia, Ndien," celetuk Clara membela diri."Setia? Dari siapa, emang kamu punya pacar?" tanya Andien."Siapa lagi, kalau bukan Fabio lah," sahut Clara santai.Wajah Andien seketika berubah, ada rasa kesal dalam hatinya, ketika seorang menyebut nama pemuda itu. Tapi, justru sebaliknya, Clara tahu. Jika Andien sudah sejak lama menyukai Fabio. Clara mengetahui semua seluk beluk keluarga Andien. Sebab, papa Clara adalah salah satu orang kepercayaan ayah Andien.Clara juga tahu, Fabio juga menyukai Andien. Tapi, keduanya masih malu dan enggan untuk saling jujur. Untuk itulah, Clara selalu menggo
Samuel, murka saat menerima kabar yang terjadi pada Andien. Ia segera terbang kembali dan menemui Andien, atas perintah Fabio. Fabio sendiri belum bisa pulang, di karenakan masih harus berkeliling memimpin pertemuan di berbagai negara. Ia juga mengkhawatirkan keadaan Andien. Namun, ia sedikit lega, saat mendengar jika saat ini, Samuel telah berada di samping Andien.Samuel tiba di rumah dan langsung menemui Andien di kamarnya."Sweety, apa yang terjadi?" tanya Samuel yang memperhatikan Andien, dari atas sampai bawah. Memperhatikan setiap jengkal kulit Andien, jika ada yang terluka."Sam, tenanglah. Aku tidak apa-apa!" hibur Andien.."Tapi, bagaimana bisa insiden itu terjadi. Mengapa di menyakitimu?" Berbagai macam pertanyaan di lontarkan Samuel pada Andien. Gadis itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Duduk dan tenanglah, aku akan menceritakan semuanya padamu," ajak Andien yang membawa Samuel duduk, kemudian mulai bercerita tentang kejadian yang
"Kalian akan pergi lagi?" tanya Andien, saat melihat kelima pangeran tampannya telah bersiap."Iya, Sweety," sahut Samuel."Bukannya, kita semua akan pergi ke makam ayah hari ini?" tambah Andien."Setelah pulang dari makam ayah, kami semua akan kembali," sambung Lucas."Oh," Andien berucap lirih.Kelima pemuda tampan itu tampak saling melempar pandangan, kemudian menghentikan kegiatanya, dan saling memberi kode."Luc, kau bisa gantikn aku di pertemuan kali ini?" ucap Samuel memecah kesunyian."Maafkan aku, sepertinya ada sesuatu yang aku lupakan disini dan itu harus aku selesaikan secepatnya," jawab Lucas."Kalau kalian twins?" tanya Samuel pada si kembar Andrew dan Christian.Keduanya menggelengkan kepala, dan menjawab mereka juga masih punya urusan."Bagaimana ini, Fab?" kata Samuel bingung."Sudahlah, kita putuskan untuk selesaikan masalah disini dahulu, setelah itu baru kita semua kembali," putus Fabio.
Tok ... Tok ...Ceklek!"Fab, boleh aku masuk?" tanya Andien di balik pintu.Fabio menatap sekilas dan kembali mengarahkan matanya ke depan layar. Andien perlahan mendekati Fabio dan berdiri di depan meja kerjanya."Ada apa?" tanya Fabio tanpa mengalihkan pandangannya."Apa besok kamu sibuk?" tanya Andien."Kenapa?""Aku ingin, kamu temani aku ke makam, ayah," ucap Andien."Baiklah," sahut Fabio cuek.Andien tersenyum. "Besok, sepulangnya aku dari kampus, kita akan pergi.""Ada lagi?" tanya Fabio."Aku belum makan," rengek Andien."Makanlah," ucap Fabio."Sama kamu," sahut Andien tersenyum."Aku masih sibuk, kamu makan saja dulu," balas Fabio."Aku ingin makan seperti biasa," pinta Andien manja.Fabio menarik nafas dalam. Ia tahu apa yang di maksud dengan ucapan Andien. Ia menatap Andien, kemudian beranjak dari duduknya, kemudian merangkul Andien, dan membawanya keluar. Andien tersen
Keesokan harinya, Sam dan Fabio sedang mengobrol sembari menikmati sarapannya. Andien keluar dari kamarnya dan turun. Fabio terdiam, kemudian segera menyeruput kopi pahitnya dan segera beranjak pergi dengan terburu-buru. Samuel, hanya diam memperhatikan gerak-gerik keduanya yang aneh."Selamat pagi, Sam," ucap Andien sembari tersenyum."Pagi, Sweety," balas Sam."Aku duluan," ucap Andien."Kau akan ke kampus sekarang?" tanya Sam."Ya!" sahut Andien singkat."Mark, sedang cuti hari ini. Sopir akan mengantarkan aku dan Fabio ke kantor cabang yang di luar kota. Kau akan ke kampus naik apa?" ucap Sam."Leo akan menjemputku," jawab Andien."Leo?""Ya, kau ingat dengan pemuda yang menolongku saat di mobilku di hadang itu kan?" kenang Andien."Ya, aku ingat," sahut Sam."Dia sekarang satu kampus denganku, jadi ....""Ah, baiklah. Aku mengerti." Sam menganggukkan kepalanya.Tidak lama kemudian terdeng
"Maafkan aku," ucap Andien terisak menahan tangis.Fabio menoleh dan ia melihat Andien sedang menunduk dengan tubuh bergetar, kerena menahan tangis. Ada rasa sesal di hati Fabio, ia segera menghampiri Andien dan memeluknya."Aku minta maaf, Sweety," bisik Fabio, sembari mengecup puncak kepala Andien. Tangis Andien pun pecah, saat Fabio memeluknya erat."Aku minta maaf, karena aku tidak pernah mengerti akan perasaanmu," lanjut Fabio.Andien melepas pelukannya dan menangkup wajah tampan Fabio."Tidak, tidak ada yang perlu minta maaf. Sebab, kita sama-sama bersalah dalam hal ini. Seandainya, kita bisa sama-sama saling jujur dan mengakui, mungkin tidak akan terjadi kesalah pahaman diantara kita," ungkap Andien."Aku memang memiliki rasa itu. Tapi, aku terlalu takut untuk mengatakannya padamu. Takut, kalau saat kau tau. Kau akan menjauhiku dan tidak mau lagi bicara padaku. Karena aku tau siapa aku," ucap Fabio lirih."Aku tidak akan pernah bisa jauh da