Setelah kejadian di hari itu, Leo dan Andien jadi sering bertemu. Leo yang begitu penasaran dengan sosok, Andien. Berusaha mencaritahu tentang Andien dan semuanya tentang Andien. Leo, sangat menyukai Andien. Meskipun, Andien selalu menanggapinya dengan cuek dan dingin. Tapi, Leo tidak pernah putus asa, ia terus berusaha mendekati Andien dan berusaha mencuri perhatian darinya.
"Aku yakin, suatu saat nanti, kamu pasti akan bersikap baik padaku," gumam Leo, menatap kepergian Andien. Leo pun memutar kendaraannya dan kembali ke kediamannya.
Andien sendiri sebetulnya mulai risih dengan sikap dan perilaku Leo. Pemuda itu memang tidak pernah berbuat sesuatu yang melampaui batas. Namun, sikapnya terkadang membuat Andien gerah. Ia selalu saja mengikuti ke manapun Andien pergi.
"Apa mau kamu?" tanya Andien kesal. Ia benar-benar dibuat kesal dengan sikap Leo.
"Jangan marah, aku hanya ingin berteman. Tidak masalahkan?" sahut Leo.
"Sudah aku katakan, aku tidak berteman dengan orang asing," timpal Andien.
"Justru itu, aku ingin mengenalkan diriku padamu, agar aku tidak jadi orang asing dan kamu bisa berteman denganku."
"Tidak perlu, aku tidak mau berteman dengan penguntit seperti kamu," putus Andien.
"Gagal lagi," gumam Leo, sembari menggaruk kepalanya.
Sepanjang jalan menuju mobilnya, Andien berdumel tidak jelas.
"Anda tidak apa-apa, Nona?" tanya pengawalnya."Tidak," sahut Andien kesal.
"Kita kemana lagi, Nona?"
"Kita pulang, aku sedang kesal," timpal Andien.
Sang sopir pun melajukan kendaraannya dan kembali ke rumah. Sesampainya dirumah, Andien masuk ke kamarnya.
"Kamu kenapa, Sweety," sebuah suara yang sangat Andien kenal, tiba-tiba menyapanya."Lucas!" seru Andien yang berlari ke arahanya dan masuk kedalam pelukannya.
"Hei, ada apa? Apa kau sangat merindukanku, hingga memelukku sekencang ini," ucap Lucas.
"Ya, aku sangat merindukanmu," sahut Andien.
"Ayo ceritakan padaku, apa saja kegiatanmu. Selama tidak ada dan pada siapa kamu menceritakan rahasiamu?" Lucas melepas pelikannya dan membawa Andien duduk.
Andien pun langsung menceritakan, semua hal apa saja yang ia lalui, tanpa kelima saudaranya, terutama Lucas. Hingga akhirnya, Andien bercerita tentang Leo, yang beberapa hari belakangan ini, sering mengikutinya.
Lucas tampak menautkan kedua alisnya. Ia tampak mulai tertarik dengan seseorang yang bernama Leo, yang i ceritakan oleh Andien. Namun, Lucas terus mendengarkan cerita Andien hingga selesai. Tapi, diam-diam ia akan mencaritahu, siapa sosok Lucas yang di ceritakan Andien.
"Sudah, jangan khawatir, aku akan mencaritahu siapa dia. Aku juga akan memberitahunya, agara jangan menganggu tuan putri Andie," goda Lucas sembari terkekeh.
Andien pun tertawa senang, setidaknya saat ini ia bisa tenang. Sebab, ada salah satu saudaranya menemaninya saat ini. Ia bisa menghabiskan waktu bersama Lucas, selama pemuda itu berada disini.
****
Di tempat lain, disebuah rumah besar, lebih mirip seperti sebuah bangunan tua yang klasik. Seorang tuan muda sedang menikmati makan malamnya, di temani para pelayannya.
"Tuan Muda, ini berkas yang anda minta," ucap asistennya.
"Aku akan memeriksanya nanti," sahutnya, kemudian melanjutkan suapan terakhir kemulutnya. Ia meletakkan perlengkapan makannya dan mengelap mulutnya dengan perlahan.
"Katakan padaku, apa kau membawa sesuatu yang aku perintahkan?" lanjutnya.
"Ya, Tuan. Nona Andien, bersekolah di sebuah sekolah asrama dan saat ini sedang menyelesaikan pendidikannya. Dia berencana akan melanjutkan pendidikannya di dalam negeri saja. Tapi kelima pengawal atau saudaranya itu, memintanya untuk melanjutkannya di luar negeri," jelas asisten panjang lebar.
"Aku mengerti," ucap sang Tuan Muda.
"Ada satu hal lagi, Tuan," lanjut asistennya.
"Katakan,"
"Saat ini, nona Andien sedang berada dalam pengawasan salah satu pengawalnya,"
"Siapa?"
"Lucas,"
Pemuda tampan yang berumur tiga puluh lima tahun itu, hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan sang asisten.
"Biarkan saja, aku akan menanganinya dengan caraku," putusnya, kemudian beranjak meninggalkan meja makan.****Andien dan lucas akan pergi piknik ke taman hiburan hari ini. Mereka tampak sibuk mempersiapkan bekal untuk mereka bawa. Setelah semuanya siap, keduanya pun berangkat. Dengan menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, akhirnya mereka tiba disana. Suasana telah ramai, pengunjung mulai berdatangan. Setelah mengantri cukup panjang, akhirnya Lucas mendapatkan tiket masuk untuk mereka berdua.
Sebenarnya, Lucas bisa saja masuk dengan mudah. Namun, kali ini Andien menantang lucas, agar ia mau ikut mengantri. Sebagai gantinya, Andien akan menuruti kemauannya seharian ini.
"Kamu mau naik wahana yang mana?" tanya Lucas.
"Itu!" tunjuk Andien, pada sebuah permainan komedi putar.
"Baiklah, ayo kesana!" seru Lucas menarik lembut lengan Andien. Setelahnya, mereka melanjutkan ke permainan berikutnya, hingga waktu menjelang siang. Mereka pun memutuskan untuk istirahat makan siang sejenak. Setelahnya, keduanya kembali melanjutkan kegiatan mereka, bermain berbagai macam wahana yang ada di sana.
Setelah puas seharian, Lucas membawa Andien pulang. Tapi sebelumnya, Andien meminta Lucas membawanya ke bioskop, untuk menonton film favoritnya. Lucas pun memutar arah mobilnya dan kembali ke jalan utama. Lucas mendapatkan tiket masuk dengan muah, kali ini Andien tidak melarangnya.
Saat akan masuk, Andien di kejutkan dengan sosok yang berdiri idepan pintu masuk.
"Tiketnya, Tuan," pinta Leo pada Lucas untuk menunjukkan tiketnya. "Silahkan, duduk sesuai dengan nomor yang tertera di tiketnya.Lucas dan Andien pun melangkah masuk. Leo tampak memperhatikan Andien, yang menggandenga lengan Lucas. Leo hanya tersenyum tipis. Film pun berakhir, Lucas membawa Andien keluar dari gedung bioskop. Andien tanpa sengaja melihat Leo yang juga meninggalkan gedung bnioskop dengan mengendarai sepeda motor. Andien menatap dalam, hingga bayangan motor yang di kendarai Leo menghilang di kegelapan malam.
Lucas membawa Andien kembali ke rumah, setelah mengucap selamat malam. lUcas pun kembali ke kamarnya. Andien kembali teringat dengan sosok Leo yang mengendarai sepeda motornya. Kemudian, Andien kembali tersadar dan segera beranjak tidur. Perjalanan hari ini terasa begitu melelahkan bagi Andien.
Keesokan harinya, Andien bangun dan langsung mandi. Setelah semuanya selesai, ia pun bergegas turun untuk sarapan. Saat ia tiba di ruang makan, ia mencari keberadaan Lucas."Dimana Lucas?" tanya Andien.
"Tuan muda Lucas, telah kembali. Mendadak ia mendapat telepon penting dan secepatnya harus kembali," jelas kepala pelayan.
Andien menarik nafas panjang dan mengembuskannya kasar. Kembali, Andien di tinggal sendiri bersama para pelayan dan pengawal.
"Aku mau ke makam papa," seru Andien beranjak."Baik Nona, saya akan menyuruh sopir untuk menyiapkan mobil," jawab kepala pelayan. Andien segera bersiap, tapi sebelumnya, ia menuju taman buatan yang ada di perkarangan rumahnya. Taman itu di tanami berbagai macam jenis bunga. Termasuk tulip kesukaan mendiang papanya. Andien memetik beberapa tangkai, kemudian mengemasnya menjadi buket bunga cantik.
Tiba di pemakaman, Andien meletakkan buket bunga buatannya dan berdoa sejenak untuk ayahnya. Setelah melepas rindu, Andien beranjak dan kembali pulang. Tiba-tiba mata Andien menatap sebuah mobil mewah yang sedari tadi teparkir tidak jauh dari area pemakaman. Lama Andien menatap ke arah mobil itu, hingga salah satu pengawalnya kembali menyadarkannya. Ia pun segera masuk kedalam mobil dan meninggalkan pemakaman."Sepertinya, Nona Andien mulai merasa jika kita mengikuti dia Tuan," ucap sang sopir."Biarkan saja, bagus jika dia tau secepatnya. Itu akan mempermudah rencanaku, lagi pula aku telah lelah bersembunyi," sahutnya.
Sopir itu tampak mengerti, ia pun kembali melanjutkan perjalanannya, setelah mendapat instruksi dari bossnya. Ia bingung dengan jalan pikiran bossnya, jika bossnya mau. Dia bisa saja langsung menculik Andien dan meminta tebusan dengan kelima kaki tangan Antonio. Entahlah, itu hanya bossnya yang tahu, pikir sang sopir.
****
Beberapa hari kemudian, Andien kembali bertemu dengan Leo. Saat ini, Andien berada di sebuah Cafe, dan Leo menjadi salah satu pelayan disana.
"Ini pesanannya, Nona," ucap Leo.
"Kamu!"
Leo tampak tersenyum. "Anda masih mengenali saya, Nola?"
"Sedang apa kamu disini?" tanya Andien.
"Saya sedang bekerja Nona," jawan Leo.
"Bekerja? Bukannya kemarin kamu di bioskop?"
"Iya, malam saya disana, dari siang sampai sore saya disini," jelas Leo.
"Kamu tidak sekolah?" tanya Andien lagi.
"Saya sedang mengumpulkan uang, buat kuliah. Tahun depan, kalau uang terkumpul semua dan cukup, baru saya lanjut kuliah," terang Leo. Andien teriam menatap ke arah Leo, yang telah kembali melayani pengunjung yang lain.
"Anda sudah siap, Nona?" tanya pengawalnya.Andien hanya menganggukkan kepalanya. Hari ini, ia akan kembali ke asrama, untuk menyelesaikan ujian akhirnya. Semuanya telah siap, Andien pun berpamitan pada seluruh pelayan, Andien pun meninggalkan rumah dan kembali ke asrama. Andien menatap keluar jendela mobil, hingga di persimpangan jalan. Mobil yang membawa Andien, tiba-tiba berhenti karena di hadang orang tidak di kenal.Ciiit ...."Ada apa, Mark?" tanya Andien, meringis sembari memegang dahinya."Ada yang menghadang mobil kita, Nona," jawab Mark, sopir yang selalu mengantar ke manapun Andien pergi.Mendengar itu, seketika para pengawal turun. Melihat para pengawal turun, mereka pun langsung bergegas menyerang para pengawal Andien. Perkelahian pun tidak bisa di hindari, Andien hanya diam di dalam mobil bersama Mark. Tiba-tiba, pintu mobil terbuka. Salah satu dari mereka menarik Andien keluar dan menyeretnya."Lepas, tolong," pekik Andien. Na
Hari kelulusan Andien telah tiba. Ia sempat murung dan sedih. Sebab, hanya Lucas yang bisa hadir menemaninya. Setelahnya, Andien segera mengemasi barang-barangnya dan berpamitan pada sahabatnya, Clara."Sampai ketemu lagi ya," Clara memeluk erat Andien."Kamu juga, jaga diri. Jangan larak-lirik, saat di kampus," ucap Andien."Tidak akan. Aku kan, orangnya setia, Ndien," celetuk Clara membela diri."Setia? Dari siapa, emang kamu punya pacar?" tanya Andien."Siapa lagi, kalau bukan Fabio lah," sahut Clara santai.Wajah Andien seketika berubah, ada rasa kesal dalam hatinya, ketika seorang menyebut nama pemuda itu. Tapi, justru sebaliknya, Clara tahu. Jika Andien sudah sejak lama menyukai Fabio. Clara mengetahui semua seluk beluk keluarga Andien. Sebab, papa Clara adalah salah satu orang kepercayaan ayah Andien.Clara juga tahu, Fabio juga menyukai Andien. Tapi, keduanya masih malu dan enggan untuk saling jujur. Untuk itulah, Clara selalu menggo
Samuel, murka saat menerima kabar yang terjadi pada Andien. Ia segera terbang kembali dan menemui Andien, atas perintah Fabio. Fabio sendiri belum bisa pulang, di karenakan masih harus berkeliling memimpin pertemuan di berbagai negara. Ia juga mengkhawatirkan keadaan Andien. Namun, ia sedikit lega, saat mendengar jika saat ini, Samuel telah berada di samping Andien.Samuel tiba di rumah dan langsung menemui Andien di kamarnya."Sweety, apa yang terjadi?" tanya Samuel yang memperhatikan Andien, dari atas sampai bawah. Memperhatikan setiap jengkal kulit Andien, jika ada yang terluka."Sam, tenanglah. Aku tidak apa-apa!" hibur Andien.."Tapi, bagaimana bisa insiden itu terjadi. Mengapa di menyakitimu?" Berbagai macam pertanyaan di lontarkan Samuel pada Andien. Gadis itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Duduk dan tenanglah, aku akan menceritakan semuanya padamu," ajak Andien yang membawa Samuel duduk, kemudian mulai bercerita tentang kejadian yang
"Kalian akan pergi lagi?" tanya Andien, saat melihat kelima pangeran tampannya telah bersiap."Iya, Sweety," sahut Samuel."Bukannya, kita semua akan pergi ke makam ayah hari ini?" tambah Andien."Setelah pulang dari makam ayah, kami semua akan kembali," sambung Lucas."Oh," Andien berucap lirih.Kelima pemuda tampan itu tampak saling melempar pandangan, kemudian menghentikan kegiatanya, dan saling memberi kode."Luc, kau bisa gantikn aku di pertemuan kali ini?" ucap Samuel memecah kesunyian."Maafkan aku, sepertinya ada sesuatu yang aku lupakan disini dan itu harus aku selesaikan secepatnya," jawab Lucas."Kalau kalian twins?" tanya Samuel pada si kembar Andrew dan Christian.Keduanya menggelengkan kepala, dan menjawab mereka juga masih punya urusan."Bagaimana ini, Fab?" kata Samuel bingung."Sudahlah, kita putuskan untuk selesaikan masalah disini dahulu, setelah itu baru kita semua kembali," putus Fabio.
Tok ... Tok ...Ceklek!"Fab, boleh aku masuk?" tanya Andien di balik pintu.Fabio menatap sekilas dan kembali mengarahkan matanya ke depan layar. Andien perlahan mendekati Fabio dan berdiri di depan meja kerjanya."Ada apa?" tanya Fabio tanpa mengalihkan pandangannya."Apa besok kamu sibuk?" tanya Andien."Kenapa?""Aku ingin, kamu temani aku ke makam, ayah," ucap Andien."Baiklah," sahut Fabio cuek.Andien tersenyum. "Besok, sepulangnya aku dari kampus, kita akan pergi.""Ada lagi?" tanya Fabio."Aku belum makan," rengek Andien."Makanlah," ucap Fabio."Sama kamu," sahut Andien tersenyum."Aku masih sibuk, kamu makan saja dulu," balas Fabio."Aku ingin makan seperti biasa," pinta Andien manja.Fabio menarik nafas dalam. Ia tahu apa yang di maksud dengan ucapan Andien. Ia menatap Andien, kemudian beranjak dari duduknya, kemudian merangkul Andien, dan membawanya keluar. Andien tersen
Keesokan harinya, Sam dan Fabio sedang mengobrol sembari menikmati sarapannya. Andien keluar dari kamarnya dan turun. Fabio terdiam, kemudian segera menyeruput kopi pahitnya dan segera beranjak pergi dengan terburu-buru. Samuel, hanya diam memperhatikan gerak-gerik keduanya yang aneh."Selamat pagi, Sam," ucap Andien sembari tersenyum."Pagi, Sweety," balas Sam."Aku duluan," ucap Andien."Kau akan ke kampus sekarang?" tanya Sam."Ya!" sahut Andien singkat."Mark, sedang cuti hari ini. Sopir akan mengantarkan aku dan Fabio ke kantor cabang yang di luar kota. Kau akan ke kampus naik apa?" ucap Sam."Leo akan menjemputku," jawab Andien."Leo?""Ya, kau ingat dengan pemuda yang menolongku saat di mobilku di hadang itu kan?" kenang Andien."Ya, aku ingat," sahut Sam."Dia sekarang satu kampus denganku, jadi ....""Ah, baiklah. Aku mengerti." Sam menganggukkan kepalanya.Tidak lama kemudian terdeng
"Maafkan aku," ucap Andien terisak menahan tangis.Fabio menoleh dan ia melihat Andien sedang menunduk dengan tubuh bergetar, kerena menahan tangis. Ada rasa sesal di hati Fabio, ia segera menghampiri Andien dan memeluknya."Aku minta maaf, Sweety," bisik Fabio, sembari mengecup puncak kepala Andien. Tangis Andien pun pecah, saat Fabio memeluknya erat."Aku minta maaf, karena aku tidak pernah mengerti akan perasaanmu," lanjut Fabio.Andien melepas pelukannya dan menangkup wajah tampan Fabio."Tidak, tidak ada yang perlu minta maaf. Sebab, kita sama-sama bersalah dalam hal ini. Seandainya, kita bisa sama-sama saling jujur dan mengakui, mungkin tidak akan terjadi kesalah pahaman diantara kita," ungkap Andien."Aku memang memiliki rasa itu. Tapi, aku terlalu takut untuk mengatakannya padamu. Takut, kalau saat kau tau. Kau akan menjauhiku dan tidak mau lagi bicara padaku. Karena aku tau siapa aku," ucap Fabio lirih."Aku tidak akan pernah bisa jauh da
Fabio segera mengumumkan berita gembira kepada ke tiga saudaranya yang lain. Mereka begitu antusias saat mendengarnya, mereka juga turut bahagai. Sebab, mereka semua tahu, jika Fabio dan Andien sama-sama saling memendam perasaannya. Mereka berbincang bersama, saat Fabio melakukan panggilan video pada ketiga. Samuel di buat muak melihat kemesaraan yang ditunjukkan keduanya."Aku akan keluar," seru Samuel."Kau mau kemana, Sam?" tanya Fabio."Aku akan keluar, mencari udara segar," jawab Samuel."Hari telah larut, lebih baik kau istirahat dan tidur," sambung Andien."Aku tidak mau menjadi patung, yang pura-pura tidak melihat, kemesraan yang kalian tunjukkan," sindir Samuel."Kalau begitu, sebaiknya kau mencari seseorang yang mau menjadi wanitamu," sambung Andien polos.Samuel hanya terkekeh mendengar perkataan Andien."Sweety, asal kau tau. Mungkin, banyak perempuan yang menginginkan aku, tapi mereka hanya ingin sesuatu dariku. Lagi
"Fab... ada yang mencuri barang-barang kita," lapor Samuel."Bagaimana bisa?" tanya Fabio heran.Samuel pun menjelaskan dengan detail dan langsung di mengerti oleh Fabio."Cari cara, agar semua barang kita bisa kembali. Kalau perlu balik keadaan," kata Fabio geram, saat mendengar kalau Leo menjadi dalangnya.Samuel segera memerintahkan anak buahnya untuk menjalankan tugas dari Fabio.Sementara itu, Lucas baru saja pulang dari kediaman Zarina. Fabio tersenyum menyambut kedatangannya."Hai, Luc!" sapa Fabio.Lucas tersenyum dan menghempaskan dirinya di sofa."Ada apa?" tanya Fabio."Tidak. Aku hanya sedikit lelah," jawab Lucas."Apa kau bertengkar dengan Zarina?" tanya Fabio lagi.Lucas mengangguk. "Dia marah padaku.""Marah? Kenapa?" Fabio kembali bertanya."Aku ingin resepsi pernikahan kami, diadakan semeriah mungkin. Aku ingin memberikam kenangan yang indah untuk dia kenang seumur hidupnya," ucap
Leo marah besar, pasalnya berkas yang diberikan Mark padanya, tidak berguna. Ternya Fabio, telah mengubah isi berkas itu. Leo dipermalukan oleh Fabio di depan banyak orang. Leo telah yakin, ia bisa menang dari Fabio. Ternyata, ia mempermalukan dirinya sendiri.Leo pun berjalan menuju kamar Andien. Saat ia masuk, Andien sedang tertidur pulas setelah menangis. Leo tersenyum dan segera mendekati Andien. Mata Leo melirik ke arah gelas yang berisi air, di atas nakas. Leo pun meraih gelas dan menyiramkan isi gelas itu ke wajah Andien.Andien terbangun, saat air menimpa wajahnya."Kau kira bisa tidur lelap, sementara aku harus menanggung malu karena ulah pengawalmu?" kata Leo dengan mata berkilat.Andien masih terpaku, menatap Leo."Bangun dan lakukan tugasmu sebagai istri."Leo menarik piyama tidur Andien, hingga terkoyak."Apa yang kau lakukan?" tanya Andien, sambil berusaha untuk menutupi bagian tubuhnya."Kau mau tau? Akan aku beri
Lucas kembali ke rumah. Ia mendapati Mark sedang bersama Fabio. Lucas duduk dan ikut mengobrol bersama mereka."Luc, dari mana saja kau?" tanya Fabio."Aku baru saja dari mansion Leo, menemui Andien," jawab Lucas.Fabio berhenti sejenak dan meletakkan berkas di tangannya."Apa kau bertemu dengannya?" tanya Fabio lagi.Lucas menggeleng pelan. "Tapi, aku tanpa sengaja bertemu seseorang di sana," kata Lucas sembari melirik ke arah Mark.Mark pun jadi salah tingkah. Meskipun begitu, ia masih bersikap tenang. Sebab, Lucas segera mengalihkan pembicaraan."Baiklah, Luc. Kau bisa bawa ini dan siapkan untuk meeting kita," kata Fabio sambil memberikan sebuah map berwarna kuning.Lucas tersenyum menerima map dari Fabio. "Maafkan aku, Fab. Sepertinya, aku tidak bisa hari ini," ucap Lucas.Fabio mengernyitkan dahinya. "Mengapa? Apa ada satu hal yang penting?" tanya Fabio."Kalau kau tanya soal itu, tentu saja ada.""Benarka
"Apa dia sudah makan?" tanya Leo, pada pelayan yang mengurus Andien."Belum, Tuan. Nyonya menolak untuk makan," jawabnya sembari menunduk.Leo mendengus kesal. "Biarkan saja, aku ingin melihat sampai dimana dia bertahan?"Pelayan itu menganggukkan kepalanya."Tetap beri dia makan, aku tidak mau kalau dia sampai mati kelaparan. Aku masih ingin menyiksanya secara perlahan," lanjut Leo. Pelanyan itu pun meninggalkan Leo dan kembali ke dapur."Apa langkah kita selanjutnya, Tuan?" tanya sang asisten."Kembali ke rencana semula," jawab Leo."Bagaimana, kalau suatu saat kelima pengawal itu tau kalau kita menyekap nyonya Andien?" tanya sang asisten."Mereka tidak akan tau. Sebab, mereka tidak akan pernah bertemu," sahut Leo. Asisten itu tampak menganggukkan kepalanya. Leo pun berdiri dan meninggalkan asistennya. Ia naik ke atas, masuk ke kamarnya untuk melihat keadaan Andien.Di kamarnya, Andien hanya duduk di ranjang sembari me
"Apa kau masih marah padaku?" tanya Andien.Leo memejamkan matanya, sembari mengepalkan tangannya. Ia masih marah dengan kejadian kemarin. Ia berniat menikahi Andien, untuk mendapatkan keuntungan dan balas dendam pada garis keturunan Antonio.Leo hanya ingin mendapatkan apa yang ia inginkan. Setelahnya, ia akan menyiksa Andien dan menjadikannya tahanan untuk menekan Fabio dan saudara-saudaranya. Tapi, sekarang apa? Ia hanya mendapat barang sisa yang telah terpakai oleh musuhnya. Kini, semuanya sia-sia. Rencana yang telah di susun Leo dengan matang, harus hancur setelah ia mendapatkannya."Lee, aku minta maaf. Aku tau, aku bersalah padamu. Tidak seharusnya, aku merahasiakan ini padamu," sesal Andien."Jika, aku memaafkanmu. Apa kau bersedia ikut bersamaku, kemanapun aku pergi dan melupakan semua masa lalumu bersama Fabio?" potong Leo.Andien terdiam mendengarkan ucapan Leo."Jika kau memaafkan aku, aku berjanji. Aku akan menjadi istri yang te
Fabio melangkah, mengiri langkah Andien. Ia berdiri di samping Andien dan membawanya ke altar. Fabio menahan semua rasa di dadanya, ia berusaha untuk tidak terlihat sedih dan kecewa.Fabio telah tiba di depan altar, ia menyerahkan tangan Andien pada Leo yang telah menunggunya dengan senyum bahagia di wajahnya. Andien menyambut uluran tangan Leo dan berjalan maju. Fabio berjalan mundur dan duduk di samping Samuel.Samuel memegang pundak Fabio, untuk menghiburnya. Setelah keduanya mengucapkan sumpah janji pernikahan. Pendeta pun menyatakan keduanya sebagai suami istri. Fabio memalingkan wajahnya, tatkala Leo mencium Andien.Pesta pun segera di mulai, semua larut dalam suasana pesta. Andien dan Leo terlihat sangat bahagia. Fabio meneguk habis minuman di tangannya. Andien menatap Fabio dari kejauhan pun, perlahan mendekatinya."Mau berdansa?" tawar Andien mengulurkan tangannya.Fabio tersenyum dan menyambut uluran tangan Andien. Keduanya pun berdan
Di villa Leo, semua orang sedang sibuk mempersiapkan pesta pernikahan Leo dan Andien. Andien telah berusaha untuk menolak. Tapi, keegoisan Nyonya Dience mengalahkan semuanya. Andien tidam bisa melawan. Ia hanya bisa menuruti kemauan Mamanya.Kebahagian terpancar jelas di wajah Leo, senyum selalu terkembang di wajahnya. Saking bahagianya, ia lupa dengan tujuan utamanya. Hingga sang asisten yang mengingatkannya, tujuannya.Sedangkan di kediamannya, Fabio masih uring-uringan. Sampai saat ini, ia masih belum bisa menemukan di mana tempat persembunyian Leo. Mereka telah mengerahkan seluruh anal buahnya, tapi tidak ada satupun yang berhasip menemukannya. Fabio hmapir fruztasi. Di tengah keputus asaannya. Akhirnya ia mendapat kabar, kalau salah satu anak buahnya melapor. Jika, ia berhasil membuntuti salah satu anak buah Leo dan mengikutinya hingga ke markasnya.Mereka pun segera bergerak kelokasi yang telah di katakan anak buahnya. Fabio dan yang lainnya, tiba di
Fabio memegangi pipinya. Bekas tamparan tangan Dience masih bisa ia rasakan, bahkan rasa kebencian Dience padanya juga masih sama seperti saat pertama kali Fabio bertemu dengannya."Kau tidak apa-apa, kan Fab?" tanya Andrew."Jangan hiraukan aku! Sekarang fikirkan, bagaimana nasib Sweety?" sahut Fabio."Fabio benar, kita harus memikirkan cara untuk membawa Sweety kembali ke rumah ini," sela Samuel."Jadi, apa langkah kita selanjutnya?" tanya Christian."Kita datangi kediaman nyonya Dience dan kita jemput Sweety dari sana," sahut Fabio."Tapi Fab, kau tau sendiri wanita itu tidak menyukai kita. Terutama kau," ucap Lucas."Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Fabio."Kau tetap disini, biarkan aku dan si kembar yang menjemput Sweety," ucap Lucas."Baiklah, terserah padamu." Fabio beranjak dan masuk ke kamarnya.****Sementara apartemen Dience, wanita itu sedang berusaha untuk membujuk Andien agar mau meni
Fabio meninggalkan kamar Andien dengan perasaan marah. Ia benar-benar kesal mendengar ucapan dari Dience. Jika, Dience bukanlah orang yang melahirkan Andien. Mungkin, saat itu juga Fabio akan memberinya pelajaran.Dience tidak hanya menghina dirinya, tapi juga saudaranya yang lain. Memang semua yang dikatakan Dience adalah benar. Tapi, setidaknya Dience seharusnya berterima kasih pada mereka berlima yang telah menjaga putri dan semua milik mendiang mantan suaminya.Tidak pernah terlintas sedikitpun di benak Fabio dan saudaranya untuk berbuat curang, karena ingin menguasai semuanya. Fabio juga tahu, sejak dirinya menginjakkan kaki di rumah ini. Dience adalah orang yang secara terang-terangan menolak kehadiran Fabio.Fabio juga mengingat bagaimana, Dience menggunakan segala cara untuk mengusir Fabio dari rumah itu. Kepercayaan yang dimiliki Antonio pada Fabio, yang membuatnya bertahan dan menjadi orang kepercayaa hingga kini."Aku akan buktikan padany