Beranda / Romansa / Lima Pengawal / Ciuman Pertama

Share

Ciuman Pertama

Tok ... Tok ...

Ceklek!

"Fab, boleh aku masuk?" tanya Andien di balik pintu.

Fabio menatap sekilas dan kembali mengarahkan matanya ke depan layar. Andien perlahan mendekati Fabio dan berdiri di depan meja kerjanya.

"Ada apa?" tanya Fabio tanpa mengalihkan pandangannya.

"Apa besok kamu sibuk?" tanya Andien.

"Kenapa?"

"Aku ingin, kamu temani aku ke makam, ayah," ucap Andien.

"Baiklah," sahut Fabio cuek.

Andien tersenyum. "Besok, sepulangnya aku dari kampus, kita akan pergi."

"Ada lagi?" tanya Fabio.

"Aku belum makan," rengek Andien.

"Makanlah," ucap Fabio.

"Sama kamu," sahut Andien tersenyum.

"Aku masih sibuk, kamu makan saja dulu," balas Fabio.

"Aku ingin makan seperti biasa," pinta Andien manja.

Fabio menarik nafas dalam. Ia tahu apa yang di maksud dengan ucapan Andien. Ia menatap Andien, kemudian beranjak dari duduknya, kemudian merangkul Andien, dan membawanya keluar. Andien tersenyum puas. Mereka pun menuju ruang makan dan makan malam bersama.

Keesokan harinya, Fabio mengantarkan Andien ke kampusnya. Sepanjang perjalanan, Fabio menatap layar yang ada di hadapannya.

"Fab, apa kamu akan lama disini?" tanya Andien memecah kesunyian.

"Mungkin," jawab Fabio singkat.

"Apa perusahaan, ayah ada masalah?" 

"Tidak!"

"Lalu?"

"Lalu? Lalu apa?" Fabio menatap Andien.

"Tidak apa-apa," jawab Andien cepat. Ia tahu, saat ini mood pemuda di hadapannya ini sedang buruk. Tiba di kampusnya, Andien segera turun, setelah Mark membukakan pintu untuknya.

"Fab, jangan lupa nanti sore," ucap Andien mengingatkan Fabio.

"Baiklah," sahut Fabio tersenyum tipis.

Andien membalas senyumnya, kemudian mobil yang membawa Fabio segera meninggalkan halaman kampus. Fabio langsung ke kantor untuk mengahadiri rapat. Samuel juga ternyata telah berada di sana.

****

Di kampusnya, Leo menghampiri Andien dan mengajaknya pergi menonton. Semula, Andien menolak, tapi lagi-lagi Leo meyakinkan Mark dan mereka pun diijinkan untuk pergi.

Dengan sepeda motornya, Leo dan Andien mengelilingi kota. Mereka mampir ke tempat-tempat yang belum pernah Andien kunjungi. 

"Aku akan ke toilet sebentar," ucap Andien meletakkan tasnya dan bergegas menuju toilet.

Sepeninggalan Andien, Leo membongkar tasnya dan mengambil ponselnya. Leo tersenyum saat melihat banyak pesan singkat dari Fabio. Ia pun segera mematikan ponsel Andien dan menghapus semua daftar panggilan. Leo tersenyum licik dan meletakkan kembali ponsel milik Andien ke dalam tasnya. Setelah dari toilet, Leo kembali mengajak Andien untuk melanjutkan perjalanan. 

*****

Sore harinya, Fabio telah menunggu Andien.

"Kau menunggu seseorang?" tanya Sam.

"Ya," jawab Fabio singkat.

"Andien?"

Fabio hanya menatap dan mengangguk.

"Kalian akan keluar?" lanjut Sam.

"Kami akan ke makam ayah," 

"Bagus, aku harap ini permulaan yang baik untuk hubungan kalian," ujar Sam.

"Aku akan mengatakannya, hari ini, di depan makam ayah," ucap Fabio matap.

"Baiklah, akua mendukung semua hal yang kau lakukan dan aku juga menunggu berita bahagia dari kalian." Sam pun meninggalkan Fabio sendiri.

Hari mulai menjelang malam, Fabio mulai khawatir sekaligus kesal. Ia pun memerintahkan Mark, untuk menjemput Andien. Ternyata, Mark telah pulang ke rumahnya, di karenakan ada masalah keluarga. Fabio mulai kesal, ia berdiri di depan jendela sambil menatap ke arah luar.

"Dia belum kembali?" tanya Sam yang tiba-tiba muncul.

Fabio hanya diam membisu. Samuel duduk dan menemaninya.

Tepat pukul tujuh malam, terdengar suara deruman sepeda motor. Samuel melirik ke arah Fabio, yang sejak tadi berdiri. Fabio segera masuk ke kamarnya. Samuel hanya mengela nafasnya dan menggelengkan kepalanya.

Andien pulang dalam keadaan senang, ia tambah gembira saat tahu, kalau Samuel juga telah kembali. Ia memeluk saudaranya dengan erat.

"Kau dari mana, Sweety?" tanya Samuel.

"Aku baru saja kembali dari menonton bioskop," jawab Andien semangat.

"Apa itu menyenangkan?" tanya Samuel lagi.

"Ya. Selain itu, aku juga keliling kota menggunakan sepeda motor. Kau tau Sam, itu pengalaman pertamaku," ungkap Andien gembira.

Samuel hanya tersenyum tipis.

"Baiklah, Sam. Aku akan ke kamarku." Andien berlari menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.

Fabio berada di kamarnya, ia menahan kesal pada sikap Andien. Ia telah mendengar cerita yang di katakan Andien dari Samuel. Fabio semakin tidak menyukai Leo.

"Aku akan menceritahu tentang pemuda itu, jika kecurigaanku benar. Aku tidak akan melepaskannya," desis Fabio.

Keesokan paginya, Fabio dan Samuel telah berada di ruang makan. Tidak lama kemudian, Andien turun dan menyapa mereka.

"Selamat pagi, Sam," sapa Andien.

"Pagi, Sweety," sahut Sam.

"Selamat pagi, Fab," lanjut Andien.

Tidak ada jawaban dari mulut Fabio, laki-laki itu hanya diam saja dan tidak menggubris apapun yang dikatakan Andien.

"Kamu ada acara nanti sore, Sweety?" tanya Sam.

"Tidak. Kenapa, Sam?" tanya Andien.

"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," jawab Sam.

"Baiklah," sahut Andien, kemudian mulai menikmati sarapannya.

"Aku duluan." Fabio mendorong kursinya dan segera berdiri. "Sam, jangan lupa pada acara nanti malam."

"Tenang saja, aku akan mengingatnya," sahut Sam.

"Pasang alarm di ponselmu, jadi saat kau lupa pada janjimu, ponselmu bisa mengingatkannya. Jangan mematikan ponselmu, aku akan menelponmu sewaktu-waktu,"

"Baik, Tuan muda," sahut Sam.

"Ingat Sam, jangan sampai membuat aku menunggu," tutup Fabio.

Andien menatap lurus ke arah Fabio. Dia sama sekali tidak menyapanya pagi ini. Andien pun bertanya-tanya, mengapa Fabio sangat cuek padanya.

"Sam, apa perusahaan ada masalah?" tanya Andien.

"Tidak," jawab Sam.

"Mengapa, aku perhatikan Fabio sering terlihat kesal, akhir-akhir ini," ungkap Andien.

"Mungkin mood nya kurang baik," timpal Sam.

"Tapi, kenapa harus kita yang menjadi sasaran kekesalannya?" keluh Andien.

"Benarkah?"

Andien menganggukkan kepalanya cepat.

"Dengar Sweety, kau tau bagaimana Fabio dari kami semua. Sebab, kau lebih dahulu mengenalnya. Jadi, aku yakin, aku lebih tau apa yang bisa membuat Fabio kesal," jelas Sam.

Andien tampak berpikir sejenak, ia mencoba mengingat apa saja yang ia lewatkan.

"Apa kau, mengingat sesuatu, Sweety?" tanya Sam.

Andien hanya menggelengakan kepalanya.

"Baiklah, aku akan membantumu," timpal Sam.

Andien menatap Sam, dan mulai mendengarkan apa yang akan ia katakan.

"Sweety, kemana saja kau kemarin?" tanya Sam.

"Aku sudah mengatakannya padamu kemarin, kan," sahut Andien.

"Ya, aku tau. Tapi, Sweety, apa kau melupakan sesuatu?" lanjut Sam.

Andien terlihat mengernyitkan keningnya.

"Kau tidak mengingatnya?" tanya Sam.

Andien menggeleng.

"Bukankah, kau punya janji pada Fabio kemarin," ucap Sam.

Andien telihat mencoba mengingat, kemudian ia pun membulatkan matanya.

"Kau sudah ingat, Sweety?" tanya Sam.

"Aku ingat, kemarin aku mengajak Fabio untuk ke makam ayah, dan ...." 

"Dan kau melupakannya, karena kau asyik pergi dengan teman priamu," timpal Sam.

Andien terdiam. "Tapi, mengapa dia tidak menelonku?"

"Dia menelponmu, bahkan dia mengirimkan pesan singkat padamu," sahut Sam.

Andien pun segera merogoh tasnya dan meraih ponselnya. Ia segera memeriksa ponselnya, yang saat itu dalam keadaan mati. Buru-buru, ia mengaktifkan kembali ponselnya. Benar saja, ternyata pulhan pesan dan panggilan tidak terjawab dari Fabio yang mengingatkannya untuk janjinya.

Andien pun merasa bersalah pada Fabio.

"Sam, saat ini, Fabio ada di mana?" tanya Andien.

"Di kantornya. Tapi, aku harap, kau jangan menganggunya dulu," ucap Sam memberi saran.

"Kenapa? Aku akan meminta maaf padanya," timpal Andien.

"Dengar Sweety, saat ini dia sedang memimpin rapat besar. Aku tidak mau jika konsentrasinya buyar, ini proyek impian ayah. Aku tidak mau jika proyek ini sampai gagal," ungkap Sam.

"Baiklah, aku mengerti. Aku akan menunggunya kembali," ucap Andien.

"Itu lebih baik," jawab Sam. 

Andien mengangguk paham.

"Butuh tumpangan?" tawar Sam.

Andien tersenyum dan beranjak dari duduknya.

****

Leo kembali mengajak Andien untuk keluar lagi sore ini. Tapi, kali ini, Andien menolaknya. Ia tidak mau mengulang kesalahan yangan sama. Leo terlihat marah dan pergi meninggalkan Andien.

Mark menjemput Andien dan mengantarkannya lengsung kerumah. Setelahnya, Mark kembali ke pos nya.

Malam hari tiba, Andien menelpon Sam dan menanyakan tentang Fabio yang belum kembali. Sam hanya meminta Andien untuk menunggunya. Sam, juga mengatakan, jika malam ini ia tidak akan pulang ke rumah. Andien hanya menghela nafas panjang.

Tepat pukul dua dini hari, Fabio baru kembali. Andien tersadar saat ia mendengar suara mobil Fabio memasuki perkarangan rumah. Andien bergegas bangun dan keluar dari kamarnya. Ia melihat Fabio baru saja mesuk ke kamarnya.

Andien berjalan menuju kamar Fabio yang tidak jauh dari kamarnya.

Ceklek!

Suasana kamar begitu gelap, hanya lampu tidur di sisi ranjang yang menyala. Terlihat Fabio sedang terbaring. Perlahan, Andien masuk dan mendekati Fabio. Aroma alkohol langsung menyeruak ke hidung Andien. Fabio pulang dalam keadaan mabuk. Andien melepas sepatu dan kaos kakinya, kemudian melonggarkan ikat pinggangnya. Andien mendekatinya dan melepas jas dan dasinya. Fabio menangkap tangan Andien, saat gadis itu ingin membuka kancing kemejanya.

Andien terkejut saat Fabio membuka matanya dan bangkit. Mata Andien membulat saat menatap mata merah Fabio. 

"Fab, aku minta maaf," ucap Andien.

Fabio masih tidak bergeming, ia masih menatap wajah Andien. Tiba-tiba Fabio menarik Andien dan menghempaskannya ke atas ranjang dan mengurungnya dalam kungkungannya.

"Fab, kau mau apa?" tanya Andien yang mulai ketakutan.

Tanpa menjawab pertanyaan yang di lontarkan Andien, Fabio langsung mengecup lembut bibir Andien. Andien yang terkejut , berusaha untuk melepaskan diri. Namun, ia akalah tenaga dengan Fabio yang masih menyerang bibirnya. Fabio membuka mulut Andien dengan lidahnya. Lidah Fabio menari indah di dalam mulut Andien, mengabsen setiap sisi mulutnya.

"Balas ciumanku, Sweety," bisik Fabio parau.

Andien tahu saat ini, Fabio dalam pengaruh alkhol. Perlahan, Andien mulai mengikuti permainan bibir Fabio. Tiba-tiba, Fabio melepas pagutannya mereka dan menatap mata Andien. Fabio tersadar dan segera melompat dan menjauh dan berdiri membelakangi Andien.

"Maafkan aku," ucap Fabio, tanpa menoleh.

Tanpa Andien sadari, buliran bening mengair di pipinya. Ia segera mengusapnya dan menetralkan hatinya.

"Aku, kesini mau minta maaf, tentang hal kemarin," ucap Andien dengan suara yang terdengar parau.

"Lupakan, aku sedang tidak ingin membahasnya," sahut Fabio.

"Aku benar-benar lupa dengan janji kita kemarin," lanjut Andien.

"Kita tidak pernah punya janji apa-apa. Kau yang memintaku menunggumu dan itu aku lakukan," jawab Fabio dingin.

"Untuk itu, aku ingin minta maaf dan aku akan menebusnya," sesal Andien.

"Tidak perlu! Aku sudah mengatakan, aku tidak akan membahasnya." 

Fabio melepas kancing kemejanya satu persatu.

"Kembalilah ke kamarmu, istirahatlah. Aku yakin, besok akan ada rencana lain yang telah kalian siapkan." tutup Fabio yang berjalan masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Andien di kamarnya.

Andien berdiri dan keluar dari kamar Fabio. Ia kembali ke kamarnya. Ia kembali mengingat ciuman yang Fabio berikan untuknya. Tanpa Andien sadari, ia memegang bibirnya. Itu adalah ciuman pertamanya, yang seharusnya ia berikan bila tiba saatnya nanti. Andien juga merasa lega, sebab yang mengambil ciuman pertamanya adalah Fabio. Pria yang selama ini ia cintai, tapi ia terlalu takut untuk mengatakannya. Andien hanya akan menunggu masa, dimana Fabio akan menyatakan cinta padanya.

bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status