Leonard, merasa kesal dengan semua rencananya, yang ingin memisahkan Andien dan Fabio selalu gagal. Hingga akhirnya, Leonard pun mengambil langkah. Dengan membayar seseorang, untuk membakar gudang penyimpanan senjata milik Fabio dan saudaranya.
Rencana Leonar, berhasil. Fabio pun, terpaksa meninggalkan Andien. Samuel telah tiba lebih dahulu di sana. Ia menyambut Fabio dengan wajah sedikit murung.
"Apa yang terjadi?" tanya Fabio.
"Seperti yang kau lihat." jawab Samuel, mengangkat tangannya dan menunjukkan keadaan gudang mereka.
"Bagaimana bisa, bukannya gudang ini di jaga dengan ketat?" lanjut Fabio.
"Memang, tapi orang itu begitu lihai, mengelabui penjaga. Ia juga terlihat cekatan dalam melakukan tugasnya," ucap Samuel.
"Melakukan tugasnya?"
"Ya, sepertinya, dia hanya suruhan seseorang," lanjut Samuel.
Fabio memicingkan matanya, menatap ke arah Samuel. Pemuda itu hanya menganggukkan kepalanya.
"Leonard?" tebak Fabio.
"Bisa jadi," sahut Samuel.
Fabio tertegun.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Samuel.
Fabio tidak menjawab, ia terlihat larut dalam kebisuannya.
"Aku akan ke markasnya dan meratakannya dengan tanah," putus Samuel.
"Tunggu, Sam," tahan Fabio.
"Ada apa?" tanya Samuel heran.
"Kita tidak bisa sembarangan menyerang markasnya. Kau ingat, ini negeranya. Ia bebas melakukan apa saja disini." jawab Fabio sembari menunjukkan telunjuknya ke bawah.
"Disini, dia rajanya," sambung Fabio.
Samuel menganggukkan kepalanya. Ia mengerti apa yang dimaksud oleh saudaranya.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" ucap Samuel."Kita ikuti permainannya, kita buat seolah-olah, kejadian ini bukanlah masalah besar untuk kita," terang Fabio.
"Maksudmu?"
Fabio mengangkat kedua alisnya dan menganggukkan kepalanya, sembari tersenyum licik. Samuel pun mengerti apa yang di maksud saudaranya. Ia juga ikut tersenyum.
"Minggu depan, ada undangan pesta pernikahan salah satu rekan kita. Aku yakin, pemuda bodoh itu juga akan hadir. Aku juga yakin, dia akan menghampiri kita dan menyapa," sambung Fabio."Kau benar, aku akan memukulnya telak kali ini," sahut Samuel.
Keduanya pun tertawa lepas.
****
Andien masih menunggu kabar dari Fabio. Sejak ia menerima telepon malam itu, sampai saat ini. Fabio belum juga memberinya kabar. Andien cemas, ia takut terjadi sesuatu pada pemuda itu.
"Kamu dimana, kenapa tidak memberiku kabar," gumam Andien.
Libur kuliah, yang biasanya disambut dengan semangat oleh Andien. Kini, terasa tidak menyenangkan. Kini, ia hanya sendiri di rumah besar bersama pelayan. Andien menarik nafas dan mengembuskannya kasar. Saat ia larut dalam lamunannya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan dering ponselnya. Ia tersenyum senang saat ia mendengar deringan dari ponselnya
Ia buru-buru menyambar ponselnya dan berharap itu panggilan dari Fabio. Senyum Andien pudar, saat ia membawa nama pemanggil di layar ponselnya.
"Hallo," ucap Andien."Hai, apa yang sedang kau lakukan?" sapa Leo.
"Aku sedang berada di kamar," sahut Andien.
"Kau tidak keluar?" tanya Leo.
"Tidak, aku hanya sendiri di rumah," jawab Andien.
"Dimana kekasihmu? Apa dia tidak menemanimu?" ucap Leo dengan nada setengah mengejek.
"Tidak, dia sedang tidak ada," jawab Andien.
"Oh ya?" sahut Leo tergelak.
"Jangan mengejakku, katakan apa yang kau inginkan?" kesal Andien.
"Jangan marah, aku pernah bilang padamu. Untuk meninggalkannya dan beralih padaku," ucap Leo.
Andien hanya tersenyum dan menganggap semua ucapan Leo, hanya candaan baginya.
"Sudahlah, jika tidak ada sesuatu yang penting, aku akan menutup telponnya," ucap Andien."Aku hanya ingin berpamitan padamu," sahut Leo.
"Kamu mau ke mana?" tanya Andien.
"Aku akan menjenguk saudaraku, di luar kota," jawab Leo.
"Oh, kapan kau akan pergi?" tanya Andien lagi.
"Mungkin, sore ini," sahut Leo.
"Baiklah, hati-hati," ucap Andien.
"Aku mau, kau merindukanku," goda Leo.
"Aku akan merindukan semua rayuanmu," kekeh Andien.
"Aku berharap, saat aku pulang nanti, kau akan menerima semua cinta dariku," ucap Leo dengan nada lirih dan penuh harap.
Andien hanya terdiam, mendengar pernyataan dari Leo.
"Andien, kau masih di sana?" celetuk Leo.
"Ah, ya!" seru Andien, yang buyar dari lamunannya.
"Apa kau melamun, karena memikirkan ucapanku?" lanjut Leo.
"Tidak," jawab Andien.
"Aku masih mengharap, kau mau memikirkan apa yang aku katakan, tempo hari," ucap Leo.
"Maafkan aku," putus Andien.
"Tidak apa-apa, tapi aku akan tetap menunggu. Aku yakin, akan ada keajaiban." Leo menutup teleponnya.
Andien masih larut dalam pikirannya pada Fabio. Dia tidak terlalu ambip pusing dengan apa yang dikatakan Leo. Yang penting saat ini, bagi Andien adalah kabar dari Fabio.
****
Fabio dan Samuel berada di sebuah gedung, untuk menghadiri sebuah undangan dari salah seorang rekan mereka. Suasana tampak meriah dengan berbagai hiburan. Keduanya terlihat asyik berbincang dengan sesama relasinya. Hingga seseorang, yang di tunggu-tunggu keduanya hadir. Leonard datang bersama asisten dan beberapa pengawalnya. Samuel memberi kode pada Fabio. Ia hanya menjawab dengan anggukan kepala.
Samuel mendekati Fabio dan ikut dalam obrolan. Benar dugaan keduanya, Leonard langsung mendekati keduanya, setelah menyapa tuan rumah.
"Selamat malam," sapa Leonard.
"Malam," jawab Fabio dan Samuel.
"Apa kabar, Tuan Fabio?"
"Baik," jawab Fabio singkat disertai senyuman.
"Kalau anda, Tuan Samuel?" Leonard menatap ke arah Samuel.
"Belum pernah sebaik ini," ucap Samuel.
"Oh ya, maaf sebelumnya. Aku dengar, gudang penyimpanan kalian terbakar?" tanya Leonard.
"Ya, kau benar," sahut Samuel santai.
"Bagimana bisa terjadi?" lanjutnya.
"Siapa yang bilang?" kata Samuel.
Leonard melihat ke arah Samuel.
"Aku melihar beritanya," sahut Leonard.
"Dimana?" lanjut Samuel.
"Berita sebesar ini, tentu saja akan menarik perhatian para jurnalis kan?" jawab Leonar.
"Oh ya, tapi aku tidak pernah melihat atau membaca beritanya," sambung Samuel.
"Benarkah?" tanya Leonard terkejut.
"Ya, aku juga sempat mendengar berita itu, dan aku lun segera mencaritahu. Makanya, aku mengajak Fabio datang kemari," jawab Samuel.
Leonard sempat terdiam.
"Sebenarnya, aku dan Fabio, tidak terlalu tertarik dengan semua ini," lanjut Sam.
"Kenapa?" tanya Leonard menatap Samuel dalam.
"Kami tidak mengurus urusan sepeleh semacam ini," jawab Samuel tersenyum.
"Tidak penting?" Leonard menautkan kedua alisnya heran. Bagaimana tidak, masalah kebakaran gudang penyimpanan senjata, yang merupakan salah satu bisnis besar peninggalan mendiang Antonio. Bagi mereka tidak penting. Kalau ini menimpa klan yang lain, mungkin mereka tidak akan mau menunjukkan wajah mereka ke khalayak ramai. Tapi, kedua saudara yang tidak sedarah ini, malah bisa bersikap santai dan sempat menghadiri acara seperti ini.
Samuel melirik ke arah Fabio dan menganggukkan kepalanya. Umpan mereka berhasil, Leonar mulai masuk ke perangkap mereka.
"Oh ya, Leo," ucap Samuel sengaja menyebut Leonard dengan Leo. Leo sempat terkejut mendengar ucapan Sam.
"Maksudku, Tuan Leonard," ucap Samuel tertawa ringan.
"Ada apa?" tanya Leonard.
"Bagaimana bisnimu, akhir-akhir ini?" lanjut Sam.
"Berjalan lancar seperti biasanya," jawab Leo.
"Oh ya, aku dengar kemarin salah satu kapal yang membawa semua barang-barangmu tenggelam kan?" tanya Sam.
Leo terdiam, bagaimana mereka bisa tahu. Sedangkan semua berita itu, telah di redam Leo dengan rapat. Leo dan asisten beserta anak buahnya, segera menutupi semua itu dengan berita yang lain.
"Ada apa, Tuan? Mengapa anda terdiam, apa ini menjadi beban pikiran anda selama ini?" tanya Samuel.
Secepat kilat Leo telah merubah ekspresi wajahnya, yang semula tegang, kini terlihat santai.
"Tidak, aku hanya berpikir bagaimana kalian tau?" jawab Leo."Seperti anda yang mengetahui semua tentang kami. Begitu juga sebaliknya, kami juga tau semua tentang anda," jawab Samuel tersenyum.
Sekali lagi Leo terdiam, ia kalah telak. Ia tidak tahu lagi harus berkata apa. Semua yang akan ia katakan pada kedua musuhnya ini. Berbalik kepadanya.
"Sudahlah, Sam. Jangan bahas masalah ini lagi. Lihat wajah rekan kita, ia terlihat sedih dan murung," ucap Fabio.
Leo tercegat mendengar ucapan Fabio.
"Baiklah, aku tidak akan biacara lagi." sahut Sam sambil mengangkat kedua tangannya.
"Baiklah, Tuan, sebaiknya kami permisi." lanjut Fabio meninggalkan Leo sendiri yang masih berdiri mematung, sembari menahan kesalnya.
Asistennya segera mendekati Leo, setelah Fabio dan Sam pergi.
"Tuan, anda tidak apa-apa?" tanya sang asisten.
"Siapkan mobil, aku mau pulang," ucap Leo.
Sang asisten segera menjalankan perintah majikannya. Leo mengepal tangannya, wajahnya memerah menahan amarah, keringat dingin membanjiri seluruh tubuhnya. Saat ini, jiwa pembunuh Leo sedang berkobr, ia segera meninggalkan tempat pesta dan kembali ke rumahnya.
Disana, ia melampiaskan kekesalan dan amarahnya dengan menghabisi lima orang anak buahnya. Setelah selesai membunuh. Barulah, ia terlihat tenang. Meskipun gurat kekesalan masih terlihat di wajahnya.
bersambung.
Fabio telah kembali, ada rasa lega di hati Andien saat melihat kedatangannya. Namun, Andien berpura-pura marah padanya, sebab ia tidak memberi kabar pada Andien. Fabio berusaha membujuk Andien dengan berbagai cara. Hingga akhirnya, Fabio memutuskan untuk mengajak kekasihnya untuk liburan berdua. Andien pun menyambutnya dengan gembira. Keduanya memutuskan untuk berangkat lusa.Keduanya telah bersiap untuk berangkat liburan, dengan menggunakan jet pribadi milik keluarganya. Fabio membawa Andien ke negara tempat asalnya. Fabio ingin memperkenalkan Andien pada keluarganya.FlasbackFabio adalah sulung dari lima bersaudara. Ibunya seorang buruh cuci dari rumah ke rumah, sedangkan Ayahnya seorang buruh pabrik yang gemar mabuk, berjudi dan main perempuan. Fabio juga tinggal di pamukiman padat penduduk, yang mayoritas di huni oleh para wanita penjaja cinta dan penjahat.Fabio tumbuh menjadi sosok tulang yang mandiri. Ia terpaksa putus sekolah, di karenakan, ia harus mem
Leonard berang, saat ia tahu, jika Fabio membawa Andien berlibur. Hingga saat ini, rencananya untuk memisahkan keduanya selalu saja gagal. Fabio dan Andien semakin tambah mesra, setelah terjadi kesalah pahaman diantara mereka. Itu membuat Leonard tidak habis pikir, bagaimana cara keduanya menjalaninya. Namun, Leonard tidak akan mudah menyerah dengan begitu saja. Ia akan mencari cara lain, yang akan bisa langsung membuat keduanya langsung terpisah.Leonard pun, kembali menjalani kehidupannya seperti semula. Ia kembali menjadi dirinya lagi, hingga Andien kembali.****Fabio dan Andien tiba di sebuah kota kecil, mobil yang membawa mereka memasuki sebuah pemukiman sempit yang padat penduduk. Saat mereka turun dari mobil dan melanjutkan perjalanan mereka dengan berjalan kaki. Sebab, jalan menuju ke arah rumah orang tua Fabio, tidak bisa di masuki kendaraan."Ini tempat apa?" tanya Andien mengenggam tangan Fabio erat.Fabio tersenyum. "Nanti juga kau aka
Fabio terbangun dan perlahan beranjak dari peraduannya. Ia mengangkat pelan, tangan sang kekasih yang memeluk perut ratanya. Fabio menatap sejenak, wajah polos Andien saat gadis itu masih pulas di alam mimpinya. Fabio kembali, mengingat kejadian kemarin malam, dimana, keduanya menghabiskan malam yang panas dengan penuh gairah.Fabio membelai rambut Andien dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajah cantiknya. Mengecup puncak kepalanya. Saat ia hendak beranjak, tidak sengaja matanya melihat bercak darah di sprei. Fabio tersenyum, kemudian kembali berbaring di sisi Andien, seraya berkata."Aku berjanji, aku akan selalu ada dan akan selalu menjagamu. Aku tidak akan pernah pergi darimu, hingga nyawa terpisah dari jasadku." Fabio kembali mengecup puncak kepala Andien. Ia pun kemudian turun dari ranjang dengan hati-hati. Tapi, sebelumnya, ia merapikan selimut yang menutupi tubuh polos Andien.Fabio keluar dari kamarnya dan bertemu dengan keluarganya, yang sedang
"Kalian akan keluar?" tanya Emma."Ya, Mama. Kami akan ke pantai hari ini," jawab Fabio."Ayo, sarapan dulu, Nona," lanjut Emma mempersilahkan Andien untuk duduk.Andien mengangguk dan duduk, setelah Fabio menarikkan kursi untuknya. Mereka menikmati sarapan dengan hangat, layaknya sebuah keluarga. Canda tawa menyertai obrolan kecil mereka."Baiklah, kami pamit dulu," ucap Fabio."Hati-hati, apa kalian akan pulang untuk makan siang?" tanya Emma."Mungkin tidak, Mama. Kami akan menginap beberapa hari disana," jawab Fabio."Baiklah," sahut Emma tersenyum."Semua yang kau kau perlukan, sudah lengkap, Nona?" tanya Emma pada Andien.Andien mengangguk dabln tersenyum. Kemudian melirik ke arah Fabio dan menatapnya."Mama, mulai sekarang, Andien meminta kalian untuk berhenti memanggilnya dengan sebutan Nona," ucap Fabio."Lalu kami harus memanggilnya apa?" tanya Emma."Cukup panggil Andien, Nyonya," jawab Andien.E
Fabio dan Andien masih berada di negara S, di kediaman keluarga Fabio. Saat ini, Fabio sedang sibuk dan terlihat terburu-buru. Ia akan menghadiri rapat di luar kota. Andien membantunya menyiapkan semua berkas yang ia perlukan."Sudah selesai, Sayang?" tanya Fabio mendekati Andien."Sudah," jawab Andien.Fabio tersenyum dan memeluk Andien."Terima kasih, Sweety," bisik Fabio.Andien tersenyum dan membalas pelukannya."Sama-sama. Cepat bersiap, nanti kau akan terlambat," seru Andien.Keduanya beriringan keluar dari kamar dan menyapa kedua orang tua. Selesai sarapan, Fabio segera berangkat dan meninggalkan Andien bersama kedua orang tuanya. Tapi, hari ini, Andien beruntung. Sebab, Betty datang mengunjunginya.Andien pun menghabiskan waktu seharian bersama Betty dan Charlote putrinya.****Di rumah sakit, Siera kembali menemui Megan dan mengatakan jika ia belum bisa mengumpulkan uang, untuk biaya operasi dan pengobatan Mamanya. Si
Fabio membuka matanya, kepalanya masih terasa pening. Akibat hentaman benda tumpul. Samar pandangannya, mengitari tempatnya berada saat ini. Fabio melihat beberapa orang berpakaian hitam duduk mengitarinya. Fabio menggerakkan sedikit tubuhnya yang terikat di kursi."Siapa kalian?" tanya Fabio."Kau tidak perlu tau siapa kami, yang pastinya kami harus menjalankan perintah boss kami. Untuk membuatmu tersingkir," jawab salah satu dari mereka yang berbadan besar.Fabio pun teringat akan Siera. Di mana dia, saat terakhir kali, gadis itu bersamanya. Membantu mencari Andien."Dimana Siera?" tanya Fabio lagi."Maksudmu, gadis itu?" tunjuk yang lain.Mata Fabio menangkap sosok Siera yang pingsan di ranjang, dalam keadaan terikat."Apa yang kalian lakukan padanya?" seru Fabio."Kami hanya bermain-main dengannya sebentar," jawab mereka tertawa.Fabio berusaha keras untuk melepaskan diri. Sampai akhirnya, ia berhasil melepaskan diri. Ia menghajar mer
Beberapa bulan telah berlalu, Andien dan Fabio merencanakan untuk segera menikah. Berita itu pun tersiar ke seluruh penjuru negeri. Keduanya sedang membuat persiapan. Fabio juga menjemput kedua orang tua dan adik-adiknya. Andien sendiri, sibuk mempersiapkan semuanya di bantu dengan keempat saudaranya yang lain. Sam, Lucas, Andrew, dan Christian juga di minta oleh Andien untuk segera pulang.Mereka tidak bissa menolak keinginan seorang Andien, yang seperti perintah ratu bagi mereka."Aku tidak menyangka, akhirnya mereka berdua bisa bersama," celetuk Lucas."Tidak usah di tebak lagi, aku sudah mengira sedari awal keduanya memang saling menyimpan rasa suka. Hanya saja, mereka malu untuk mengakuinya," timpal Andrew."Aku rasa yang paling banyak tau, rahasaia keduanya hanya, Sam. Dia yang selalu ada di samping mereka, terutama Fabio. Iya kan, Sam?" ucap Christian."Aku tidak ikutan urusan mereka," sahut Sam cepat."Kami tidak percaya," sambung ke t
Beberapa waktu berlalu, hari pernikahan Fabio dan Andien semakin dekat. Semua persiapan hampir selesai, keduanya sibuk mencoba gaun pengantin. Keempat saudaranya bertugas menyebar undangan."Bagaimana?" tanya Andien saat mencoba salah satu gaun."Cantik. Tapi, aku lebih suka yang ini." tunjuk Fabio pada satu gaun yang telihat indah dan elegan."Baiklah, aku akan coba pakai yang itu," ucap Andien.Andien pun kembali masuk dan mencoba gaun yang di pilih oleh Fabio. Setelah beberapa waktu berlalu, Andien pun keluar."Bagaimana?" tanya Andien lagi."Sempurna!" puji Fabio."Benarkah?"Fabio berdiri dan menghampiri Andien."Kamu terlihat semakin cantik, apa lagi, saat nanti aku melepasnya dan kamu mengerang di bawahku. Kamu akan terlihat semakin cantik dan sexy," bisik Fabio sembari mengecup pundak Andien."Aku akan ambil yang ini," ucap Andien, kemudian berlari masuk.Fabio tersenyum puas, setelah menggoda kekasihnya. S