Andien terdiam saat ia tahu, jika yang ada di hadapannya saat ini bukannya LUcas, meainkan Fabio. Fabio berjalan mendekatinya, kemudian duduk di sampingnya.
"Ada apa Dany?" Fabio menyebut Andien dengan nama panggilan sayangnya. Mereka berenam memiliki nama panggillan yang diperuntukan untuk mereka. Fabio akan di panggil Fabby, Samuel menjadi Sammy, Lucas menjadi Lucky, Christian menjadi Christy, serta Andrew menjadi Andry, dan Andien sendiri menjadi Danny. Nama itu mereka sematkan, agar semua orang tahu kalau mereka bersaudara, hanya dengan mendengar nama mereka.Nama itu dipilih oleh Antonio sendiri, untuk mereka. Antonio sangat menyayangi mereka semua, tidak ada jarak antara mereka. Begitu pula dengan Andien dengan kelima saudara angkatnya. Kelima nya sangat menyayangi Andien, mereka telah berjanji akan menjaga dan melindungi Andien, itu akan mereka lakukan sebagai bentuk tanggung jawab dan membalas kebaikan Antonio. Jika bukan karenanya, mungkin saat ini, mereka masih berada di jalan dengan menjadi berandalan.
"Mau apa kamu kesini Fabby?" tanya Andien.
"Aku hanya ingin menemuimu, sudah lama kan kita tidak bicara dan mengobrol berdua," jawab Fabio.
Andien hanya mengerucutkan bibirnya, ulah Andin sontak membuat Fabio tersenyu. Andien terguguh saat melihat senyum di bibir Fabio. Pemuda yang lima tahun lebih tua darinya itu, terlihat semakin tampan saat ia tersenyum. Tanpa Andien sadari, ia pun menarik senyumnya. Namun, saat ia tersadar, kembali ia mengubah ekspresinya seperti semula.
"Aku tidak mau pulang ke asrama," celetuk Andien. Ia tahu jika saat ini, keempat saudaranya meminta Fabio membujuk Andien agar mau kembali ke asrama.
"Kenapa?" tanya Fabio.
"Aku masih ingin disini, aku masih merasakan kehadiran ayah disini," Andien tertunduk sedih.
Fabio menarik nafasnya, dadanya tiba-tiba sesak saat Andien menyebut nama ayahnya. Ada rasa bersalah di hati kecil Fabio. Ia teringat kembali kejadian dimana, ia terpaksa meninggalkan orang yang paling berjasa dalam hidupnya.
"Aku ingin tetap disini, Fabby," pinta Andien.
"Siapa yang akan menemanimu disini? Kami semua akan sibuk dengan perusahaan dan kami juga jarang sekali pulang kerumah. Kamu akan kesepian disini, lagi pula hanya sekolahmu akan selesai dalam waktu enam bulan lagi. Setelahnya, kamu akan keluar dari asrama dan melanjutkan pendidikan sesuai permintaan mendiang ayah," jelas Fabio panjang lebar.
Andie terdiam mendengar penjelasan Fabio, ia tertunduk sedih. Fabio mengusap bulir bening yang mengalir di pipi Andien.
"Ayah pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan, jika masih ada saat ini," ucap Fabio sembari menangkup wajah Andien. Andien tidak bisa lagi menahannya, tangisnya pecah saat itu juga. Fabio menariknya ke dalam pelukan dan berusaha menenangkannya. Samuel dan yang lainnya masuk saat mendengar Andien menangis.Mereka bingung dan saling bertanya satu sama lain, tentang apa yang terjadi. Mereka pun mendekat, saat Fabio memberi mereka kode bahwa semuanya baik-baik saja. Mereka pun terlihat lega.
"Lihatlah, mereka semua datang untuk mengejekmu," canda Fabio.Mata Andien melotot ke arah keempat saudaranya yang lain.
"Jangan mengejekku dan mengatakan jika aku cengeng," seru Andien membela diri."Lalu kalau bukan cengeng, apa lagi sebutan untuk seseorang yang hobi menangis?" goda Andrew.
"Aku tidak menangis, aku hanya terharu," kilah Andien.
Semuanya tercengang mendengar jawaban Andien.
"Terharu kenapa?" tanya mereka serentak.
"Sebab, sejak kita tumbuh dewasa, baru kali ini Fabby memelukku," ucap Andien bangga.
Semua terdiam, termasuk Fabio. Pemuda itu pun akhirnya menyadari jika saat ini, Andien masih berada dalam pelukannya.
"Bukannya kami semua tidak mau memelukmu, Dien. Tapi, ada rasa takut di hati kami," sahut Andrew."Takut? Takut apa?" tanya Andien.
"Takut, kalau-kalau Andien adik perempuan kecil kami satu-satunya ini, sudah punya pacar," lanjut Andrew.
"Pacar? Aku tidak punya pacar, oke!" seru Andien.
"Yah, mana kami tau, siapa tau kamu ada pengagum rahasia, saat melihat kami memelukmu. Bisa-bisa kami di hajar habis-habisan olehnya," sambung Samuel.
"Sudah aku katakan, aku tidak punya pacar," protes Andien. Ia pun melayangkan pandangannya ke arah Lucas. "Lucky, kamu tau semuanya tentang aku kan? Bilang pada mereka jika aku tidak punya pacar,"
"Mana aku tau, bisa saja untuk hal satu itu, kamu menyembunyikannya padaku," sahut Lucas.
Andien, kesal dengan jawaban Lucas. Biasanya, Lucas adallah orang yang selalu membelanya jika sedang di bully saudaranya yang lain. Namun, kali ini orang yang selalu membelanya balik menyerangnya.
"Lucky, kamu tidak setia kawan," seru Andien kesal.
Semua tergelak mendengar ucapan Andien.
"Sudah, aku percaya jika kamu belum punya pacar," cetus Fabio.
"Fabio, aku sayang kamu," seru Andien lantang dan mengeratkan pelukannya. "Kamu Lucky, mulai sekarang kamu jadi musuhku dan Fabby adalah temanku,"
Mereka pun kembali tergelak mendengar penuturan Andien. Fabio meminta keempat saudaranya untuk mendekat dan saling berpelukan. Kehangatan inilah yang selalu mereka rasakan jika sedang berkumpul. Mereka memang tidak sedarah, tapi kasih sayang mereka lebih dari siapapun.
Akhirnya, Andien tetap tinggal dirumah selama beberapa hari lagi. Fabio meminta Lucas untuk mengurus ijin sekoalh untuk Andien.
***
Beberapa hari kemudian, saat Lucas mengantar Andien kembali ke asramanya. Fabio kembali menjalankan bisnisnya.
"Sammy, tangani masalah disini, selama aku pergi," pesan Fabio, sebelum ia berangkat keluar negeri, untuk urusn bisnisnya."Baik, Fab. Kamu sendiri hati-hati, aku yakin, orang itu masih mengincarmu," ujar Samuel.
"Aku tau, aku berangkat dulu," Fabio pun naik ke pesawat.
Setelah pesawat yang membawa Fabio tinggal landas, Samuel pun meninggalkan bandara pribadi milik tuan Antonio dan kembali ke gudang penyimpanan.
"Bagaimana keadaaan gudang saat ini? tanya Samuel pada salah satu anak buahnya yang bertugas mengawasi gudang.
"Semuanya aman, Tuan, hanya saja ada sedikit kendala di pengiriman kita keluar negeri," sahut anak buah Samuel, yang di ketahui bernama Arthur.
"Mengapa?" tanya Sam.
"Salah satu truk di jarah oleh sekelompok orang dan orang-orang kita dihajar bahkan, ada yang sampai mati," jawab Arthur tertunduk.
Samuel geram saat mendengar laporan dari Arthur.
"Siapkan orang-orang kita, kita serang markas mereka. Kali ini, aku sendiri yang akan memimpin kalian semua," ujar Samuel sembari menyeringai iblis.Arthur pun segera mengarahkan anak buahnya untuk mempersiapkan senjata mereka dan segera berangkat, setelah mendapat arahan dari boss nya. Tiba di tempat tujuan, Arthur mengarahkan teman-temannya, untuk mengepung markas musuh. Kemudian, Arthur mengarahkan mereka untuk menyerang. Musuh yang tidak menduga akan di serang, akhirnya tidak bisa melakukan perlawanan berlebih, sebab sebelumnya, semua senjata mereka telah diamankan.
Kini bagian Samuel yang menyelesaikannya, tidak banyak cara yang Samuel gunakan untuk membuat musuhnya gemetar. Saat melihat kedatangannya saja, sang ketua gerombolan itu sudah ketakutan. Ketua kelompok itu mengiba pada Samuel, meminta pengampunan. Terlambat, bagi Samuel tidak ada kesempatan bagi seseorang yang saat ia ketahui merupan salah satu dari anggotanya telah berkhianat.
Dor!
Satu peluru tepat bersarang di dada sebelah kiri orang itu. Ia pun terkapar, merasa belum puas hati, Samuel kembali menembakkan sisa pelurunya ke tubuh orang tadi, hingga darah segar kembali mengalir.
"Ini, adalah pelajaran bagi siapa saja yang berkhianat. Jadikan ini sebagai pelajaran untuk kalian semua. Siapa saja, aku tidak peduli siapa dia," seru Samuel.Semuanya hening, tidak ad satupun yang berani angkat bicara. Setelah selesai, Samuel segera meninggalkan tempat itu dan memerintahkan Arthur untuk membakar gudang. Sepeninggalan Samuel, Arthur segera melaksankan tugasnya. Api menyala membumbung tinggi, mereka segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke markas mereka.
Bersambung.
"Lakukan sesuai rencana, aku mau dia memberikan proyek itu pada kita. Jika dia menolak, paksa dia, kalian tau apa yang harus kalian lakukan," ucap seseorang pada anak buahnya.Anak buahnya hanya menundukkan kepal, kemudian segera berlalu."Antonio, kau memang bukan lawan yang mudah," gumam pria muda itu, sembari menggoyang-goyangkan gelas yang berisi minuman, kemudian meneguk habis isinya."Aku mengira, balas dendamku akan berakhir, setelah membunuhmu. Aku juga tidak mengira, jika para bajingan itu begitu pintar. Mereka juga sangat patuh dan setia pada perintahmu, bahkan setelah kau tidak ada."Pemuda itu menatap lurus ke arah photo seseorang, yang menggantung di dinding dengan bingkai berukuran besar. Masih kesal dengan kegagalan anak buahnya tempo hari. Tapi, dia tidak putus asa, ia akan kembali membuat rencana untuk menggulingkan kekuasaan, yang saat ini dipimpin Fabio dan keempat saudaranya. Ia ingin sekali menguasai dan menjadi pemimpin dari semua
Andien kembali ke rumah, untuk menghabiskan waktu liburannya. Namun, kali ini, ia harus kecewa. Sebab, lagi-lagi sedang berada di luar negeri."Kalau tau begini, mendingan tetap ke asrama atau ikut liburan bersama keluarga Clara," gerutu Andien."Fab, kamu lagi apa sekarang?" gumam Andien. Saat pikiran Andien menerawang jauh, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara ponselnya. Dengan malas ia meraih dan matanya membulat saat ia melihat nama yang tertera disana."Fabio," desis Andien. Dengan sigap, ia menjawab panggilan Fabio."Hallo," ucap Andien."Kamu sudah di rumah?" terdengar suara dari seberang. Suara itu, suara yang selama ini ia rindukan."Sweety, kamu mendengarku?" lanjut Fabio."Ah, ya... Aku sudah dirumah," sahut Andien."Aku akan mengubahnya kepanggilan video," ujar Fabio. Tidak perlu waktu lama, wajah tampan Fabio terpampang jelas di layar ponsel Andien. Andien tersenyum, membalas senyuman Fabio."Apa y
Setelah kejadian di hari itu, Leo dan Andien jadi sering bertemu. Leo yang begitu penasaran dengan sosok, Andien. Berusaha mencaritahu tentang Andien dan semuanya tentang Andien. Leo, sangat menyukai Andien. Meskipun, Andien selalu menanggapinya dengan cuek dan dingin. Tapi, Leo tidak pernah putus asa, ia terus berusaha mendekati Andien dan berusaha mencuri perhatian darinya."Aku yakin, suatu saat nanti, kamu pasti akan bersikap baik padaku," gumam Leo, menatap kepergian Andien. Leo pun memutar kendaraannya dan kembali ke kediamannya.Andien sendiri sebetulnya mulai risih dengan sikap dan perilaku Leo. Pemuda itu memang tidak pernah berbuat sesuatu yang melampaui batas. Namun, sikapnya terkadang membuat Andien gerah. Ia selalu saja mengikuti ke manapun Andien pergi."Apa mau kamu?" tanya Andien kesal. Ia benar-benar dibuat kesal dengan sikap Leo."Jangan marah, aku hanya ingin berteman. Tidak masalahkan?" sahut Leo."Sudah aku katakan, aku tidak b
"Anda sudah siap, Nona?" tanya pengawalnya.Andien hanya menganggukkan kepalanya. Hari ini, ia akan kembali ke asrama, untuk menyelesaikan ujian akhirnya. Semuanya telah siap, Andien pun berpamitan pada seluruh pelayan, Andien pun meninggalkan rumah dan kembali ke asrama. Andien menatap keluar jendela mobil, hingga di persimpangan jalan. Mobil yang membawa Andien, tiba-tiba berhenti karena di hadang orang tidak di kenal.Ciiit ...."Ada apa, Mark?" tanya Andien, meringis sembari memegang dahinya."Ada yang menghadang mobil kita, Nona," jawab Mark, sopir yang selalu mengantar ke manapun Andien pergi.Mendengar itu, seketika para pengawal turun. Melihat para pengawal turun, mereka pun langsung bergegas menyerang para pengawal Andien. Perkelahian pun tidak bisa di hindari, Andien hanya diam di dalam mobil bersama Mark. Tiba-tiba, pintu mobil terbuka. Salah satu dari mereka menarik Andien keluar dan menyeretnya."Lepas, tolong," pekik Andien. Na
Hari kelulusan Andien telah tiba. Ia sempat murung dan sedih. Sebab, hanya Lucas yang bisa hadir menemaninya. Setelahnya, Andien segera mengemasi barang-barangnya dan berpamitan pada sahabatnya, Clara."Sampai ketemu lagi ya," Clara memeluk erat Andien."Kamu juga, jaga diri. Jangan larak-lirik, saat di kampus," ucap Andien."Tidak akan. Aku kan, orangnya setia, Ndien," celetuk Clara membela diri."Setia? Dari siapa, emang kamu punya pacar?" tanya Andien."Siapa lagi, kalau bukan Fabio lah," sahut Clara santai.Wajah Andien seketika berubah, ada rasa kesal dalam hatinya, ketika seorang menyebut nama pemuda itu. Tapi, justru sebaliknya, Clara tahu. Jika Andien sudah sejak lama menyukai Fabio. Clara mengetahui semua seluk beluk keluarga Andien. Sebab, papa Clara adalah salah satu orang kepercayaan ayah Andien.Clara juga tahu, Fabio juga menyukai Andien. Tapi, keduanya masih malu dan enggan untuk saling jujur. Untuk itulah, Clara selalu menggo
Samuel, murka saat menerima kabar yang terjadi pada Andien. Ia segera terbang kembali dan menemui Andien, atas perintah Fabio. Fabio sendiri belum bisa pulang, di karenakan masih harus berkeliling memimpin pertemuan di berbagai negara. Ia juga mengkhawatirkan keadaan Andien. Namun, ia sedikit lega, saat mendengar jika saat ini, Samuel telah berada di samping Andien.Samuel tiba di rumah dan langsung menemui Andien di kamarnya."Sweety, apa yang terjadi?" tanya Samuel yang memperhatikan Andien, dari atas sampai bawah. Memperhatikan setiap jengkal kulit Andien, jika ada yang terluka."Sam, tenanglah. Aku tidak apa-apa!" hibur Andien.."Tapi, bagaimana bisa insiden itu terjadi. Mengapa di menyakitimu?" Berbagai macam pertanyaan di lontarkan Samuel pada Andien. Gadis itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Duduk dan tenanglah, aku akan menceritakan semuanya padamu," ajak Andien yang membawa Samuel duduk, kemudian mulai bercerita tentang kejadian yang
"Kalian akan pergi lagi?" tanya Andien, saat melihat kelima pangeran tampannya telah bersiap."Iya, Sweety," sahut Samuel."Bukannya, kita semua akan pergi ke makam ayah hari ini?" tambah Andien."Setelah pulang dari makam ayah, kami semua akan kembali," sambung Lucas."Oh," Andien berucap lirih.Kelima pemuda tampan itu tampak saling melempar pandangan, kemudian menghentikan kegiatanya, dan saling memberi kode."Luc, kau bisa gantikn aku di pertemuan kali ini?" ucap Samuel memecah kesunyian."Maafkan aku, sepertinya ada sesuatu yang aku lupakan disini dan itu harus aku selesaikan secepatnya," jawab Lucas."Kalau kalian twins?" tanya Samuel pada si kembar Andrew dan Christian.Keduanya menggelengkan kepala, dan menjawab mereka juga masih punya urusan."Bagaimana ini, Fab?" kata Samuel bingung."Sudahlah, kita putuskan untuk selesaikan masalah disini dahulu, setelah itu baru kita semua kembali," putus Fabio.
Tok ... Tok ...Ceklek!"Fab, boleh aku masuk?" tanya Andien di balik pintu.Fabio menatap sekilas dan kembali mengarahkan matanya ke depan layar. Andien perlahan mendekati Fabio dan berdiri di depan meja kerjanya."Ada apa?" tanya Fabio tanpa mengalihkan pandangannya."Apa besok kamu sibuk?" tanya Andien."Kenapa?""Aku ingin, kamu temani aku ke makam, ayah," ucap Andien."Baiklah," sahut Fabio cuek.Andien tersenyum. "Besok, sepulangnya aku dari kampus, kita akan pergi.""Ada lagi?" tanya Fabio."Aku belum makan," rengek Andien."Makanlah," ucap Fabio."Sama kamu," sahut Andien tersenyum."Aku masih sibuk, kamu makan saja dulu," balas Fabio."Aku ingin makan seperti biasa," pinta Andien manja.Fabio menarik nafas dalam. Ia tahu apa yang di maksud dengan ucapan Andien. Ia menatap Andien, kemudian beranjak dari duduknya, kemudian merangkul Andien, dan membawanya keluar. Andien tersen
"Fab... ada yang mencuri barang-barang kita," lapor Samuel."Bagaimana bisa?" tanya Fabio heran.Samuel pun menjelaskan dengan detail dan langsung di mengerti oleh Fabio."Cari cara, agar semua barang kita bisa kembali. Kalau perlu balik keadaan," kata Fabio geram, saat mendengar kalau Leo menjadi dalangnya.Samuel segera memerintahkan anak buahnya untuk menjalankan tugas dari Fabio.Sementara itu, Lucas baru saja pulang dari kediaman Zarina. Fabio tersenyum menyambut kedatangannya."Hai, Luc!" sapa Fabio.Lucas tersenyum dan menghempaskan dirinya di sofa."Ada apa?" tanya Fabio."Tidak. Aku hanya sedikit lelah," jawab Lucas."Apa kau bertengkar dengan Zarina?" tanya Fabio lagi.Lucas mengangguk. "Dia marah padaku.""Marah? Kenapa?" Fabio kembali bertanya."Aku ingin resepsi pernikahan kami, diadakan semeriah mungkin. Aku ingin memberikam kenangan yang indah untuk dia kenang seumur hidupnya," ucap
Leo marah besar, pasalnya berkas yang diberikan Mark padanya, tidak berguna. Ternya Fabio, telah mengubah isi berkas itu. Leo dipermalukan oleh Fabio di depan banyak orang. Leo telah yakin, ia bisa menang dari Fabio. Ternyata, ia mempermalukan dirinya sendiri.Leo pun berjalan menuju kamar Andien. Saat ia masuk, Andien sedang tertidur pulas setelah menangis. Leo tersenyum dan segera mendekati Andien. Mata Leo melirik ke arah gelas yang berisi air, di atas nakas. Leo pun meraih gelas dan menyiramkan isi gelas itu ke wajah Andien.Andien terbangun, saat air menimpa wajahnya."Kau kira bisa tidur lelap, sementara aku harus menanggung malu karena ulah pengawalmu?" kata Leo dengan mata berkilat.Andien masih terpaku, menatap Leo."Bangun dan lakukan tugasmu sebagai istri."Leo menarik piyama tidur Andien, hingga terkoyak."Apa yang kau lakukan?" tanya Andien, sambil berusaha untuk menutupi bagian tubuhnya."Kau mau tau? Akan aku beri
Lucas kembali ke rumah. Ia mendapati Mark sedang bersama Fabio. Lucas duduk dan ikut mengobrol bersama mereka."Luc, dari mana saja kau?" tanya Fabio."Aku baru saja dari mansion Leo, menemui Andien," jawab Lucas.Fabio berhenti sejenak dan meletakkan berkas di tangannya."Apa kau bertemu dengannya?" tanya Fabio lagi.Lucas menggeleng pelan. "Tapi, aku tanpa sengaja bertemu seseorang di sana," kata Lucas sembari melirik ke arah Mark.Mark pun jadi salah tingkah. Meskipun begitu, ia masih bersikap tenang. Sebab, Lucas segera mengalihkan pembicaraan."Baiklah, Luc. Kau bisa bawa ini dan siapkan untuk meeting kita," kata Fabio sambil memberikan sebuah map berwarna kuning.Lucas tersenyum menerima map dari Fabio. "Maafkan aku, Fab. Sepertinya, aku tidak bisa hari ini," ucap Lucas.Fabio mengernyitkan dahinya. "Mengapa? Apa ada satu hal yang penting?" tanya Fabio."Kalau kau tanya soal itu, tentu saja ada.""Benarka
"Apa dia sudah makan?" tanya Leo, pada pelayan yang mengurus Andien."Belum, Tuan. Nyonya menolak untuk makan," jawabnya sembari menunduk.Leo mendengus kesal. "Biarkan saja, aku ingin melihat sampai dimana dia bertahan?"Pelayan itu menganggukkan kepalanya."Tetap beri dia makan, aku tidak mau kalau dia sampai mati kelaparan. Aku masih ingin menyiksanya secara perlahan," lanjut Leo. Pelanyan itu pun meninggalkan Leo dan kembali ke dapur."Apa langkah kita selanjutnya, Tuan?" tanya sang asisten."Kembali ke rencana semula," jawab Leo."Bagaimana, kalau suatu saat kelima pengawal itu tau kalau kita menyekap nyonya Andien?" tanya sang asisten."Mereka tidak akan tau. Sebab, mereka tidak akan pernah bertemu," sahut Leo. Asisten itu tampak menganggukkan kepalanya. Leo pun berdiri dan meninggalkan asistennya. Ia naik ke atas, masuk ke kamarnya untuk melihat keadaan Andien.Di kamarnya, Andien hanya duduk di ranjang sembari me
"Apa kau masih marah padaku?" tanya Andien.Leo memejamkan matanya, sembari mengepalkan tangannya. Ia masih marah dengan kejadian kemarin. Ia berniat menikahi Andien, untuk mendapatkan keuntungan dan balas dendam pada garis keturunan Antonio.Leo hanya ingin mendapatkan apa yang ia inginkan. Setelahnya, ia akan menyiksa Andien dan menjadikannya tahanan untuk menekan Fabio dan saudara-saudaranya. Tapi, sekarang apa? Ia hanya mendapat barang sisa yang telah terpakai oleh musuhnya. Kini, semuanya sia-sia. Rencana yang telah di susun Leo dengan matang, harus hancur setelah ia mendapatkannya."Lee, aku minta maaf. Aku tau, aku bersalah padamu. Tidak seharusnya, aku merahasiakan ini padamu," sesal Andien."Jika, aku memaafkanmu. Apa kau bersedia ikut bersamaku, kemanapun aku pergi dan melupakan semua masa lalumu bersama Fabio?" potong Leo.Andien terdiam mendengarkan ucapan Leo."Jika kau memaafkan aku, aku berjanji. Aku akan menjadi istri yang te
Fabio melangkah, mengiri langkah Andien. Ia berdiri di samping Andien dan membawanya ke altar. Fabio menahan semua rasa di dadanya, ia berusaha untuk tidak terlihat sedih dan kecewa.Fabio telah tiba di depan altar, ia menyerahkan tangan Andien pada Leo yang telah menunggunya dengan senyum bahagia di wajahnya. Andien menyambut uluran tangan Leo dan berjalan maju. Fabio berjalan mundur dan duduk di samping Samuel.Samuel memegang pundak Fabio, untuk menghiburnya. Setelah keduanya mengucapkan sumpah janji pernikahan. Pendeta pun menyatakan keduanya sebagai suami istri. Fabio memalingkan wajahnya, tatkala Leo mencium Andien.Pesta pun segera di mulai, semua larut dalam suasana pesta. Andien dan Leo terlihat sangat bahagia. Fabio meneguk habis minuman di tangannya. Andien menatap Fabio dari kejauhan pun, perlahan mendekatinya."Mau berdansa?" tawar Andien mengulurkan tangannya.Fabio tersenyum dan menyambut uluran tangan Andien. Keduanya pun berdan
Di villa Leo, semua orang sedang sibuk mempersiapkan pesta pernikahan Leo dan Andien. Andien telah berusaha untuk menolak. Tapi, keegoisan Nyonya Dience mengalahkan semuanya. Andien tidam bisa melawan. Ia hanya bisa menuruti kemauan Mamanya.Kebahagian terpancar jelas di wajah Leo, senyum selalu terkembang di wajahnya. Saking bahagianya, ia lupa dengan tujuan utamanya. Hingga sang asisten yang mengingatkannya, tujuannya.Sedangkan di kediamannya, Fabio masih uring-uringan. Sampai saat ini, ia masih belum bisa menemukan di mana tempat persembunyian Leo. Mereka telah mengerahkan seluruh anal buahnya, tapi tidak ada satupun yang berhasip menemukannya. Fabio hmapir fruztasi. Di tengah keputus asaannya. Akhirnya ia mendapat kabar, kalau salah satu anak buahnya melapor. Jika, ia berhasil membuntuti salah satu anak buah Leo dan mengikutinya hingga ke markasnya.Mereka pun segera bergerak kelokasi yang telah di katakan anak buahnya. Fabio dan yang lainnya, tiba di
Fabio memegangi pipinya. Bekas tamparan tangan Dience masih bisa ia rasakan, bahkan rasa kebencian Dience padanya juga masih sama seperti saat pertama kali Fabio bertemu dengannya."Kau tidak apa-apa, kan Fab?" tanya Andrew."Jangan hiraukan aku! Sekarang fikirkan, bagaimana nasib Sweety?" sahut Fabio."Fabio benar, kita harus memikirkan cara untuk membawa Sweety kembali ke rumah ini," sela Samuel."Jadi, apa langkah kita selanjutnya?" tanya Christian."Kita datangi kediaman nyonya Dience dan kita jemput Sweety dari sana," sahut Fabio."Tapi Fab, kau tau sendiri wanita itu tidak menyukai kita. Terutama kau," ucap Lucas."Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Fabio."Kau tetap disini, biarkan aku dan si kembar yang menjemput Sweety," ucap Lucas."Baiklah, terserah padamu." Fabio beranjak dan masuk ke kamarnya.****Sementara apartemen Dience, wanita itu sedang berusaha untuk membujuk Andien agar mau meni
Fabio meninggalkan kamar Andien dengan perasaan marah. Ia benar-benar kesal mendengar ucapan dari Dience. Jika, Dience bukanlah orang yang melahirkan Andien. Mungkin, saat itu juga Fabio akan memberinya pelajaran.Dience tidak hanya menghina dirinya, tapi juga saudaranya yang lain. Memang semua yang dikatakan Dience adalah benar. Tapi, setidaknya Dience seharusnya berterima kasih pada mereka berlima yang telah menjaga putri dan semua milik mendiang mantan suaminya.Tidak pernah terlintas sedikitpun di benak Fabio dan saudaranya untuk berbuat curang, karena ingin menguasai semuanya. Fabio juga tahu, sejak dirinya menginjakkan kaki di rumah ini. Dience adalah orang yang secara terang-terangan menolak kehadiran Fabio.Fabio juga mengingat bagaimana, Dience menggunakan segala cara untuk mengusir Fabio dari rumah itu. Kepercayaan yang dimiliki Antonio pada Fabio, yang membuatnya bertahan dan menjadi orang kepercayaa hingga kini."Aku akan buktikan padany