Andien terdiam saat ia tahu, jika yang ada di hadapannya saat ini bukannya LUcas, meainkan Fabio. Fabio berjalan mendekatinya, kemudian duduk di sampingnya.
"Ada apa Dany?" Fabio menyebut Andien dengan nama panggilan sayangnya. Mereka berenam memiliki nama panggillan yang diperuntukan untuk mereka. Fabio akan di panggil Fabby, Samuel menjadi Sammy, Lucas menjadi Lucky, Christian menjadi Christy, serta Andrew menjadi Andry, dan Andien sendiri menjadi Danny. Nama itu mereka sematkan, agar semua orang tahu kalau mereka bersaudara, hanya dengan mendengar nama mereka.Nama itu dipilih oleh Antonio sendiri, untuk mereka. Antonio sangat menyayangi mereka semua, tidak ada jarak antara mereka. Begitu pula dengan Andien dengan kelima saudara angkatnya. Kelima nya sangat menyayangi Andien, mereka telah berjanji akan menjaga dan melindungi Andien, itu akan mereka lakukan sebagai bentuk tanggung jawab dan membalas kebaikan Antonio. Jika bukan karenanya, mungkin saat ini, mereka masih berada di jalan dengan menjadi berandalan.
"Mau apa kamu kesini Fabby?" tanya Andien.
"Aku hanya ingin menemuimu, sudah lama kan kita tidak bicara dan mengobrol berdua," jawab Fabio.
Andien hanya mengerucutkan bibirnya, ulah Andin sontak membuat Fabio tersenyu. Andien terguguh saat melihat senyum di bibir Fabio. Pemuda yang lima tahun lebih tua darinya itu, terlihat semakin tampan saat ia tersenyum. Tanpa Andien sadari, ia pun menarik senyumnya. Namun, saat ia tersadar, kembali ia mengubah ekspresinya seperti semula.
"Aku tidak mau pulang ke asrama," celetuk Andien. Ia tahu jika saat ini, keempat saudaranya meminta Fabio membujuk Andien agar mau kembali ke asrama.
"Kenapa?" tanya Fabio.
"Aku masih ingin disini, aku masih merasakan kehadiran ayah disini," Andien tertunduk sedih.
Fabio menarik nafasnya, dadanya tiba-tiba sesak saat Andien menyebut nama ayahnya. Ada rasa bersalah di hati kecil Fabio. Ia teringat kembali kejadian dimana, ia terpaksa meninggalkan orang yang paling berjasa dalam hidupnya.
"Aku ingin tetap disini, Fabby," pinta Andien.
"Siapa yang akan menemanimu disini? Kami semua akan sibuk dengan perusahaan dan kami juga jarang sekali pulang kerumah. Kamu akan kesepian disini, lagi pula hanya sekolahmu akan selesai dalam waktu enam bulan lagi. Setelahnya, kamu akan keluar dari asrama dan melanjutkan pendidikan sesuai permintaan mendiang ayah," jelas Fabio panjang lebar.
Andie terdiam mendengar penjelasan Fabio, ia tertunduk sedih. Fabio mengusap bulir bening yang mengalir di pipi Andien.
"Ayah pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan, jika masih ada saat ini," ucap Fabio sembari menangkup wajah Andien. Andien tidak bisa lagi menahannya, tangisnya pecah saat itu juga. Fabio menariknya ke dalam pelukan dan berusaha menenangkannya. Samuel dan yang lainnya masuk saat mendengar Andien menangis.Mereka bingung dan saling bertanya satu sama lain, tentang apa yang terjadi. Mereka pun mendekat, saat Fabio memberi mereka kode bahwa semuanya baik-baik saja. Mereka pun terlihat lega.
"Lihatlah, mereka semua datang untuk mengejekmu," canda Fabio.Mata Andien melotot ke arah keempat saudaranya yang lain.
"Jangan mengejekku dan mengatakan jika aku cengeng," seru Andien membela diri."Lalu kalau bukan cengeng, apa lagi sebutan untuk seseorang yang hobi menangis?" goda Andrew.
"Aku tidak menangis, aku hanya terharu," kilah Andien.
Semuanya tercengang mendengar jawaban Andien.
"Terharu kenapa?" tanya mereka serentak.
"Sebab, sejak kita tumbuh dewasa, baru kali ini Fabby memelukku," ucap Andien bangga.
Semua terdiam, termasuk Fabio. Pemuda itu pun akhirnya menyadari jika saat ini, Andien masih berada dalam pelukannya.
"Bukannya kami semua tidak mau memelukmu, Dien. Tapi, ada rasa takut di hati kami," sahut Andrew."Takut? Takut apa?" tanya Andien.
"Takut, kalau-kalau Andien adik perempuan kecil kami satu-satunya ini, sudah punya pacar," lanjut Andrew.
"Pacar? Aku tidak punya pacar, oke!" seru Andien.
"Yah, mana kami tau, siapa tau kamu ada pengagum rahasia, saat melihat kami memelukmu. Bisa-bisa kami di hajar habis-habisan olehnya," sambung Samuel.
"Sudah aku katakan, aku tidak punya pacar," protes Andien. Ia pun melayangkan pandangannya ke arah Lucas. "Lucky, kamu tau semuanya tentang aku kan? Bilang pada mereka jika aku tidak punya pacar,"
"Mana aku tau, bisa saja untuk hal satu itu, kamu menyembunyikannya padaku," sahut Lucas.
Andien, kesal dengan jawaban Lucas. Biasanya, Lucas adallah orang yang selalu membelanya jika sedang di bully saudaranya yang lain. Namun, kali ini orang yang selalu membelanya balik menyerangnya.
"Lucky, kamu tidak setia kawan," seru Andien kesal.
Semua tergelak mendengar ucapan Andien.
"Sudah, aku percaya jika kamu belum punya pacar," cetus Fabio.
"Fabio, aku sayang kamu," seru Andien lantang dan mengeratkan pelukannya. "Kamu Lucky, mulai sekarang kamu jadi musuhku dan Fabby adalah temanku,"
Mereka pun kembali tergelak mendengar penuturan Andien. Fabio meminta keempat saudaranya untuk mendekat dan saling berpelukan. Kehangatan inilah yang selalu mereka rasakan jika sedang berkumpul. Mereka memang tidak sedarah, tapi kasih sayang mereka lebih dari siapapun.
Akhirnya, Andien tetap tinggal dirumah selama beberapa hari lagi. Fabio meminta Lucas untuk mengurus ijin sekoalh untuk Andien.
***
Beberapa hari kemudian, saat Lucas mengantar Andien kembali ke asramanya. Fabio kembali menjalankan bisnisnya.
"Sammy, tangani masalah disini, selama aku pergi," pesan Fabio, sebelum ia berangkat keluar negeri, untuk urusn bisnisnya."Baik, Fab. Kamu sendiri hati-hati, aku yakin, orang itu masih mengincarmu," ujar Samuel.
"Aku tau, aku berangkat dulu," Fabio pun naik ke pesawat.
Setelah pesawat yang membawa Fabio tinggal landas, Samuel pun meninggalkan bandara pribadi milik tuan Antonio dan kembali ke gudang penyimpanan.
"Bagaimana keadaaan gudang saat ini? tanya Samuel pada salah satu anak buahnya yang bertugas mengawasi gudang.
"Semuanya aman, Tuan, hanya saja ada sedikit kendala di pengiriman kita keluar negeri," sahut anak buah Samuel, yang di ketahui bernama Arthur.
"Mengapa?" tanya Sam.
"Salah satu truk di jarah oleh sekelompok orang dan orang-orang kita dihajar bahkan, ada yang sampai mati," jawab Arthur tertunduk.
Samuel geram saat mendengar laporan dari Arthur.
"Siapkan orang-orang kita, kita serang markas mereka. Kali ini, aku sendiri yang akan memimpin kalian semua," ujar Samuel sembari menyeringai iblis.Arthur pun segera mengarahkan anak buahnya untuk mempersiapkan senjata mereka dan segera berangkat, setelah mendapat arahan dari boss nya. Tiba di tempat tujuan, Arthur mengarahkan teman-temannya, untuk mengepung markas musuh. Kemudian, Arthur mengarahkan mereka untuk menyerang. Musuh yang tidak menduga akan di serang, akhirnya tidak bisa melakukan perlawanan berlebih, sebab sebelumnya, semua senjata mereka telah diamankan.
Kini bagian Samuel yang menyelesaikannya, tidak banyak cara yang Samuel gunakan untuk membuat musuhnya gemetar. Saat melihat kedatangannya saja, sang ketua gerombolan itu sudah ketakutan. Ketua kelompok itu mengiba pada Samuel, meminta pengampunan. Terlambat, bagi Samuel tidak ada kesempatan bagi seseorang yang saat ia ketahui merupan salah satu dari anggotanya telah berkhianat.
Dor!
Satu peluru tepat bersarang di dada sebelah kiri orang itu. Ia pun terkapar, merasa belum puas hati, Samuel kembali menembakkan sisa pelurunya ke tubuh orang tadi, hingga darah segar kembali mengalir.
"Ini, adalah pelajaran bagi siapa saja yang berkhianat. Jadikan ini sebagai pelajaran untuk kalian semua. Siapa saja, aku tidak peduli siapa dia," seru Samuel.Semuanya hening, tidak ad satupun yang berani angkat bicara. Setelah selesai, Samuel segera meninggalkan tempat itu dan memerintahkan Arthur untuk membakar gudang. Sepeninggalan Samuel, Arthur segera melaksankan tugasnya. Api menyala membumbung tinggi, mereka segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke markas mereka.
Bersambung.
"Lakukan sesuai rencana, aku mau dia memberikan proyek itu pada kita. Jika dia menolak, paksa dia, kalian tau apa yang harus kalian lakukan," ucap seseorang pada anak buahnya.Anak buahnya hanya menundukkan kepal, kemudian segera berlalu."Antonio, kau memang bukan lawan yang mudah," gumam pria muda itu, sembari menggoyang-goyangkan gelas yang berisi minuman, kemudian meneguk habis isinya."Aku mengira, balas dendamku akan berakhir, setelah membunuhmu. Aku juga tidak mengira, jika para bajingan itu begitu pintar. Mereka juga sangat patuh dan setia pada perintahmu, bahkan setelah kau tidak ada."Pemuda itu menatap lurus ke arah photo seseorang, yang menggantung di dinding dengan bingkai berukuran besar. Masih kesal dengan kegagalan anak buahnya tempo hari. Tapi, dia tidak putus asa, ia akan kembali membuat rencana untuk menggulingkan kekuasaan, yang saat ini dipimpin Fabio dan keempat saudaranya. Ia ingin sekali menguasai dan menjadi pemimpin dari semua
Andien kembali ke rumah, untuk menghabiskan waktu liburannya. Namun, kali ini, ia harus kecewa. Sebab, lagi-lagi sedang berada di luar negeri."Kalau tau begini, mendingan tetap ke asrama atau ikut liburan bersama keluarga Clara," gerutu Andien."Fab, kamu lagi apa sekarang?" gumam Andien. Saat pikiran Andien menerawang jauh, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara ponselnya. Dengan malas ia meraih dan matanya membulat saat ia melihat nama yang tertera disana."Fabio," desis Andien. Dengan sigap, ia menjawab panggilan Fabio."Hallo," ucap Andien."Kamu sudah di rumah?" terdengar suara dari seberang. Suara itu, suara yang selama ini ia rindukan."Sweety, kamu mendengarku?" lanjut Fabio."Ah, ya... Aku sudah dirumah," sahut Andien."Aku akan mengubahnya kepanggilan video," ujar Fabio. Tidak perlu waktu lama, wajah tampan Fabio terpampang jelas di layar ponsel Andien. Andien tersenyum, membalas senyuman Fabio."Apa y
Setelah kejadian di hari itu, Leo dan Andien jadi sering bertemu. Leo yang begitu penasaran dengan sosok, Andien. Berusaha mencaritahu tentang Andien dan semuanya tentang Andien. Leo, sangat menyukai Andien. Meskipun, Andien selalu menanggapinya dengan cuek dan dingin. Tapi, Leo tidak pernah putus asa, ia terus berusaha mendekati Andien dan berusaha mencuri perhatian darinya."Aku yakin, suatu saat nanti, kamu pasti akan bersikap baik padaku," gumam Leo, menatap kepergian Andien. Leo pun memutar kendaraannya dan kembali ke kediamannya.Andien sendiri sebetulnya mulai risih dengan sikap dan perilaku Leo. Pemuda itu memang tidak pernah berbuat sesuatu yang melampaui batas. Namun, sikapnya terkadang membuat Andien gerah. Ia selalu saja mengikuti ke manapun Andien pergi."Apa mau kamu?" tanya Andien kesal. Ia benar-benar dibuat kesal dengan sikap Leo."Jangan marah, aku hanya ingin berteman. Tidak masalahkan?" sahut Leo."Sudah aku katakan, aku tidak b
"Anda sudah siap, Nona?" tanya pengawalnya.Andien hanya menganggukkan kepalanya. Hari ini, ia akan kembali ke asrama, untuk menyelesaikan ujian akhirnya. Semuanya telah siap, Andien pun berpamitan pada seluruh pelayan, Andien pun meninggalkan rumah dan kembali ke asrama. Andien menatap keluar jendela mobil, hingga di persimpangan jalan. Mobil yang membawa Andien, tiba-tiba berhenti karena di hadang orang tidak di kenal.Ciiit ...."Ada apa, Mark?" tanya Andien, meringis sembari memegang dahinya."Ada yang menghadang mobil kita, Nona," jawab Mark, sopir yang selalu mengantar ke manapun Andien pergi.Mendengar itu, seketika para pengawal turun. Melihat para pengawal turun, mereka pun langsung bergegas menyerang para pengawal Andien. Perkelahian pun tidak bisa di hindari, Andien hanya diam di dalam mobil bersama Mark. Tiba-tiba, pintu mobil terbuka. Salah satu dari mereka menarik Andien keluar dan menyeretnya."Lepas, tolong," pekik Andien. Na
Hari kelulusan Andien telah tiba. Ia sempat murung dan sedih. Sebab, hanya Lucas yang bisa hadir menemaninya. Setelahnya, Andien segera mengemasi barang-barangnya dan berpamitan pada sahabatnya, Clara."Sampai ketemu lagi ya," Clara memeluk erat Andien."Kamu juga, jaga diri. Jangan larak-lirik, saat di kampus," ucap Andien."Tidak akan. Aku kan, orangnya setia, Ndien," celetuk Clara membela diri."Setia? Dari siapa, emang kamu punya pacar?" tanya Andien."Siapa lagi, kalau bukan Fabio lah," sahut Clara santai.Wajah Andien seketika berubah, ada rasa kesal dalam hatinya, ketika seorang menyebut nama pemuda itu. Tapi, justru sebaliknya, Clara tahu. Jika Andien sudah sejak lama menyukai Fabio. Clara mengetahui semua seluk beluk keluarga Andien. Sebab, papa Clara adalah salah satu orang kepercayaan ayah Andien.Clara juga tahu, Fabio juga menyukai Andien. Tapi, keduanya masih malu dan enggan untuk saling jujur. Untuk itulah, Clara selalu menggo
Samuel, murka saat menerima kabar yang terjadi pada Andien. Ia segera terbang kembali dan menemui Andien, atas perintah Fabio. Fabio sendiri belum bisa pulang, di karenakan masih harus berkeliling memimpin pertemuan di berbagai negara. Ia juga mengkhawatirkan keadaan Andien. Namun, ia sedikit lega, saat mendengar jika saat ini, Samuel telah berada di samping Andien.Samuel tiba di rumah dan langsung menemui Andien di kamarnya."Sweety, apa yang terjadi?" tanya Samuel yang memperhatikan Andien, dari atas sampai bawah. Memperhatikan setiap jengkal kulit Andien, jika ada yang terluka."Sam, tenanglah. Aku tidak apa-apa!" hibur Andien.."Tapi, bagaimana bisa insiden itu terjadi. Mengapa di menyakitimu?" Berbagai macam pertanyaan di lontarkan Samuel pada Andien. Gadis itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Duduk dan tenanglah, aku akan menceritakan semuanya padamu," ajak Andien yang membawa Samuel duduk, kemudian mulai bercerita tentang kejadian yang
"Kalian akan pergi lagi?" tanya Andien, saat melihat kelima pangeran tampannya telah bersiap."Iya, Sweety," sahut Samuel."Bukannya, kita semua akan pergi ke makam ayah hari ini?" tambah Andien."Setelah pulang dari makam ayah, kami semua akan kembali," sambung Lucas."Oh," Andien berucap lirih.Kelima pemuda tampan itu tampak saling melempar pandangan, kemudian menghentikan kegiatanya, dan saling memberi kode."Luc, kau bisa gantikn aku di pertemuan kali ini?" ucap Samuel memecah kesunyian."Maafkan aku, sepertinya ada sesuatu yang aku lupakan disini dan itu harus aku selesaikan secepatnya," jawab Lucas."Kalau kalian twins?" tanya Samuel pada si kembar Andrew dan Christian.Keduanya menggelengkan kepala, dan menjawab mereka juga masih punya urusan."Bagaimana ini, Fab?" kata Samuel bingung."Sudahlah, kita putuskan untuk selesaikan masalah disini dahulu, setelah itu baru kita semua kembali," putus Fabio.
Tok ... Tok ...Ceklek!"Fab, boleh aku masuk?" tanya Andien di balik pintu.Fabio menatap sekilas dan kembali mengarahkan matanya ke depan layar. Andien perlahan mendekati Fabio dan berdiri di depan meja kerjanya."Ada apa?" tanya Fabio tanpa mengalihkan pandangannya."Apa besok kamu sibuk?" tanya Andien."Kenapa?""Aku ingin, kamu temani aku ke makam, ayah," ucap Andien."Baiklah," sahut Fabio cuek.Andien tersenyum. "Besok, sepulangnya aku dari kampus, kita akan pergi.""Ada lagi?" tanya Fabio."Aku belum makan," rengek Andien."Makanlah," ucap Fabio."Sama kamu," sahut Andien tersenyum."Aku masih sibuk, kamu makan saja dulu," balas Fabio."Aku ingin makan seperti biasa," pinta Andien manja.Fabio menarik nafas dalam. Ia tahu apa yang di maksud dengan ucapan Andien. Ia menatap Andien, kemudian beranjak dari duduknya, kemudian merangkul Andien, dan membawanya keluar. Andien tersen