Perselingkuhan Deno yang selama 4 tahun tertutup rapat dari Nelda, akhirnya terbongkar juga lewat ponsel asing yang terletak di bawah lemari. Begitu perih hati Nelda membaca pesan dari wanita lain, namun dia punya rencana. Apakah rencananya? Dan bagaimana dia menjalankan rencananya? Akankah Nelda suatu saat nanti menemukan kebahagiaannya? Simak di kisah berikut ini.
View More‘’Hp siapa yang berbunyi? Mas Deno? Nggak, aku hapal betul bunyi nada deringnya. Tapi hp siapa?’’
Aku yang sedang menidurkan si kecil, buru-buru mencari sumber bunyi tersebut di seluruh sudut ruangan, hingga lemari sekalipun. Namun tak kutemui. Aneh. Di mana sebenarnya ponsel itu? Suara deringnya kembali terdengar, kali ini lebih lama. Aku menunduk, mencoba melihat ke bawah lemari. Tampak kilauan cahaya di bawah lemari. Dengan susah payah aku meraih ponsel yang sulit aku gapai. Begitu ponsel asing itu berhasil kugenggam, mataku tertuju pada layar yang menyala. ‘’2 Panggilan tak terjawab dan 2 pesan dari WA? Siapa?’’ Dengan hati terus bertanya bergegas kutelusuri. ‘’Chika sayangku?’’ Membaca nama itu membuat dadaku terasa sesak, seperti ada ribuan jarum yang menusuk. Tanpa kusadari, air mataku mulai berjatuhan. ‘’A—apa Mas Deno selingkuh di belakangku? Kalo nggak, kenapa nama kontaknya Chika Sayangku? Aku harus cek pesannya,’’ bisikku pelan, air mata terus mengalir membasahi pipiku. Tanganku bergetar saat menekan ikon pesan. ‘’Mas, kapan sih mau menikahiku? Kita udah 4 tahun pacaran loh, loh.’’ Tubuhku seolah kehilangan kekuatan, aku melempar ponsel itu ke atas tempat tidur. ‘’Empat tahun kamu selingkuh Mas? Kenapa aku nggak pernah tahu, begitu licik dan pandainya kamu menutupi semuanya dari aku! Tapi, bagaimana pun menyimpan bangkai suatu saat baunya akan tercium juga.’’ Tanganku mengepal, air mata semakin deras mengalir. ‘’Kamu mau bermain denganku, Mas! Oke, aku akan ikuti permainanmu.’’ Kuseka air mata dengan kasar. ‘’Lelaki brengs*k itu nggak pantas ditangisi. Air matamu akan terbuang sia-sia saja, Nelda!’’ Aku kembali mengambil ponsel itu dengan tangan gemetar, aku memutuskan untuk menghapus pesan dan tanda panggilan dari wanita itu. Lalu, meletakkan ponselnya kembali ke tempat semula, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa. ‘’Begitu rapatnya kamu tutupi dari aku, Mas.’’ Aku kembali merebahkan tubuh ke tempat tidur, menatap langit-langit kamar. Pandanganku sesekali tertuju pada anakku yang masih terlelap, wajah polosnya membuat hatiku teriris. Aku harus tetap kuat demi anakku, meski hatiku hancur berkeping-keping. ‘’Yang bisa aku lakukan saat ini adalah berpura-pura ngga tahu perselingkuhan kamu, Mas. Sampai rencanaku berjalan dengan lancar.’’ bisik hatiku. Hatiku sungguh terasa perih sekali. Beraninya Mas Deno bermain api di belakangku apalagi sudah 4 tahun. ‘’Kamu kira aku ini wanita apaan, Mas!’’ gumamku tersenyum sinis, pintu kamar terdengar berderit. Aku berpura-pura tertidur. Itu pasti Mas Deno yang masuk kamar. Mungkin dia baru selesai mandi, karena biasanya dia berangkat ke kantor lebih pagi. ‘’Kamu masih tidur, Sayang? Nggak solat?’’ Cuih! Aku jijik mendengar kata sayang dari mulut lelaki seperti kamu Mas. Solat? Kamu berpura-pura saleh, tapi hatimu busuk. Kamu bisa berbohong padaku, tetapi tidak pada Allah. ‘’Tukang selingkuh, nyuruh aku solat. Lucu ya?’’ gumamku dalam hati. Aku menahan tawa sinis dalam hati, tetap berpura-pura terlelap. ‘’Yang, bangun dong. Udah jam berapa ini, bikini aku sarapan.’’ Dia mengguncang tubuhku pelan. ‘’Apaan sih, Mas. Aku masih ngantuk nih. Kamu bikin mi aja sana,’’ jawabku malas, pura-pura baru terbangun. Kuusap mataku pelan. ‘’Mi? Kok kamu gitu sih? Kan kamu tahu, aku nggak suka makan mi,’’ katanya mulai kesal. Aku harus lebih berhati-hati, jangan sampai dia curiga. Segera aku bangkit, mencoba untuk bersikap seperti biasanya walaupun terasa menyakitkan. ‘’Maaf deh, Sayang,’’ kataku pelan. Kata sayang yang keluar dari mulutku terasa begitu menjijikkan bagiku. ‘’Iya. Kamu kan tau kalo Mas nggak suka mi,’’ ucapnya sambil merapikan rambut di depan cermin. Aku menyunggingkan senyum kecil. ‘’Habisnya aku ngantuk banget, Mas.’’ ‘’Ya udah, aku bikini kamu sarapan deh. Tapi aku nyuci muka dulu sebentar.’’ Dia hanya mengangguk lantas tersenyum menatapku. Aku membalas senyumannya, meski di dalam hati terasa muak. ‘’Sandiwara kamu sungguh luarbiasa, Mas!’’ gumamku, aku melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah selesai, aku melangkah ke dapur. Lalu membuka kulkas. Syukurlah, masih ada ikan dan seikat sayur. Sejujurnya, aku enggan memasak untuk suami yang suka selingkuh, tapi aku tak punya pilihan lain saat ini. Aku harus tetap bersikap seperti biasa, walau rasanya begitu sakit. Aku bergegas menyiapkan semua bahan. Membersihkan ikan terlebih dahulu lantas memoles dengan bumbu-bumbu halus yaitu bawang putih, bawang merah, kunyit, dan kububuhi garam kasar sesuai selera. Lalu kurebus hingga matang. Bayangan pesan wanita itu terus menghantui pikiranku. ‘’Lelaki pembohong dan nggak tahu diri, nggak seharusnya aku pertahankan!’’ kesalku dalam hati. Aku mencoba menahan amarah. Aku tak mau gegabah dalam bertindak, demi menjalankan semua rencana besar. Aku akan berpura-pura tak tahu bahwa aku sudah mengetahui perselingkuhan Mas Deno. ** Tak berselang lama, ikanku tampak sudah matang bergegas aku menggorengnya. Beberapa menit kemudian, aku telah selesai memasak dan merapikan dapur terlebih dahulu. Tiba-tiba aku merasakan tangan Mas Deno melingkar di pinggangku. Aku berhenti sejenak, merasa jijik dengan sentuhannya. Bayangan dia bersama wanita lain membuatku mual. ‘’Mas, ngapain sih? Ini aku sedang kerja loh,’’ sungutk, berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Namun, tenaganya lebih kuat. Dia tak tahu betapa sakitnya hatiku saat ini. ‘’Mas kangen kamu. Kenapa sih? Masa suami sendiri dimarahin,’’ ucapnya manja. Cuih! Aku hampir ingin muntah mendengar kata-kata manis itu, yang mungkin juga dia ucapkan pada wanita selingkuhannya. ‘’I—iya, Mas. Kan Mas tahu, aku lagi kerja nih,’’ lirihku, berusaha tetap tenang. ‘’Mas pasti laper kan? Ya udah sarapan dulu, kan Mas mau berangkat kerja. Ntar telat loh,’’ ucapku melepaskan tangan Mas Deno dari pinggangku. Dia seperti terheran menatapku. Semoga saja dia tak curiga dengan sikapku kali ini. Tanpa mempedulikannya, aku bergegas membawa makanan ke ruang makan, lalu menatanya di meja. Seketika Mas Deno duduk di kursi memandangku aneh. ‘’Kamu kok berubah sekarang, Yang?’’ ‘’Apa sih maksudmu, Mas?’’ Aku menatapnya, berpura-pura tak mengerti. ‘’Kamu kayak berubah sekarang, Nel,’’ ulangnya kembali, kali ini lebih serius. ‘’Hah? Berubah gimana? Kamu nggak demam kan, Mas?’’ Aku bergegas menyentuh keningnya untuk memastikan. Dia malah terkekeh pelan, lalu kembali menatapku. ‘’Apaan sih kamu. Mas kan serius nanya.’’ ‘’Kamu yang apaan, Mas. Kamu bilang aku berubah dari mananya berubah coba?’’ kesalku. Tanganku sibuk menuangkan kopi hangat. Mas Deno memandangku dengan penuh tanya, tapi aku tak peduli. Saat ini aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk membalas pengkianatannya. Tanganku masih sibuk mengaduk kopi hangat untuk Mas Deno, sekilas menoleh pada lelaki yang masih berstatus sebagai suamiku itu. ‘’Mas meluk kamu aja merasa gimana gitu, aku ini suami kamu loh. Nggak biasanya kamu bersikap kayak gitu,’’ jawab Mas Deno ketus. ‘’Alahh! Gayamu, Mas. Aku jijik memeluk kamu yang bekas dipeluk wanita murahan itu!’’ bisik hatiku. ‘’Kan aku lagi sibuk kerja, Sayang. Masa sih itu aja kamu langsung ngambek. Kayak anak kecil aja,’’ ucapku pelan dan bergegas memeluknya walau terasa jijik olehku. ‘’Iya, iya. Maaf deh, Sayang,’’ sahutnya kemudian. Aku menghela napas pelan. Segitu aja ngambek. Kamu egois, Mas! Di belakang aku aja selingkuh! Jangan-jangan itu untuk menutupi aibmu aja. Dasar lelaki! ‘’Ya udah, kita sarapan dulu ya,’’ ucapku sembari melepaskan pelukan. Dia mengangguk lalu tersenyum lebar. Sejak pengkianatannya terbongkar membuat aku malas memandanginya, hatiku hancur. ‘’Mas, Mas. Kamu lihat aja, aku lebih licik dari kamu!’’ Aku membatin sembari tersenyum sinis memandanginya. Oke, aku akan melakukan sesuatu padamu, Mas! Bersambung. Bantu support karyaku dengan cara beri ulasan, vote, follow, like, dan komentar ya. Terima kasih. ❤Setelah bersalaman dengan mertua, sahabat, dan juga anakku. Saatnya kami berdua menaiki pelaminan. Lelakiku itu mengenggam erat tanganku untuk melangkah menuju pelaminan. Para tamu undangan pun langsung mengucapkan selamat dan bersalaman dengan kami berdua.‘’MaasyaaAllah. Mba Nelda? Akhirnya bertemu dengan Penulis favoritku.’’ Wanita yang kuperkirakan umurnya dua puluhan itu bergegas memelukku.‘’Alhamdulillah. Senang banget bertemu, Kakak.’’ Kami melepaskan pelukan. Matanya berbinar menatapku.‘’Semoga langgeng sampe Kakek Nenek yah, Mba.’’‘’Aamiin Ya Allah. Makasih banyak loh.’’Ternyata ada banyak pembaca yang kuundang hingga membuat kami tak bisa duduk beristirahat di kursi pelaminan karena menjabat tangan mereka satu-persatu.‘’Tapi kok Naisya belum ketemu sama aku sejak tadi?’’ Mataku sibuk mencari keberadaan si kecil.‘’Mama! Papa!’’ teriaknya yang membuat aku tertawa, anakku bergegas memelukku. Ternyata dia bersama Fani.‘’Duuh sayangnya Mama nih.’’ Aku memeluknya dengan era
Seminggu kemudian, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Semua persiapan pernikahanku Fani dan teman-temannya yang mengurus. Aku tengah duduk di depan cermin. MaasyaaAllah, aku terlihat begitu cantik dan anggun dengan polesan make up tipis dari Sang Perias.‘’Akhirnya aku melepas masa jandaku. Semoga ini adalah pernikahan terakhirku seumur hidup dan semoga Reno imam terbaik untuk aku, juga jadi Papa sambung buat anakku.’’ Aku tersenyum memandangi bayangan wajahku di pantulan cermin.Ini adalah pernikahanku yang kedua kalinya. Sebelumnya tak pernah terniat di hatiku untuk menikah lagi, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, apalah daya. Allah berkehendak lain. Lelaki itu selingkuh selama empat tahun lamanya. Menyisakan trauma dan luka yang mendalam. Hingga akhirnya datang seseorang yang dengan pelan-pelan bisa mengobati rasa luka dan traumaku. Dialah yang akan jadi calon imamku. Harapanku semoga ini adalah pernikahan terakhir dalam hidupku.‘’Cie-cie ada yang senyam-senyum
‘’Happy birth day, Om Reno.’’ Kali ini Naisya yang mengucapkan.‘’Makasih, Dik. Sayangnya Om Reno nih.’’ Tangannya mengelus kepala Naisya.‘’Ini kadonya dari aku, Om.’’ Anakku bergegas menyodorkan kado yang membuat para tamu undangan tersenyum.‘’Wah, ini Adik yang membungkus kadonya? Bagus banget. Makasih ya.’’ Lelaki itu langsung mengambil kado dari tangan Naisya lalu memandangi kado yang bersampul panda itu.‘’Bibi yang menyiapkan, Om. Dan uang untuk membeli kadonya minta ke Mama,’’ katanya dengan polos, berhasil membuat para tamu tertawa.Begitu juga dengan Reno dan orangtuanya. Aku memberi kode agar si Bibi memberikan kado yang tengah dipegangnya sedari tadi. Bibi langsung memberikannya padaku.‘’Dan ini dari aku ya, Ren. Jangan dilihat dari harganya. Tapi lihatlah siapa yang memberikannya.’’ Senyumannya mengembang lalu bergegas mengambil kado yang kusodorkan.‘’Makasi ya,’’ kata lelaki itu dengan suara lembut. Entah kenapa hatiku jadi tersentuh.***Tak ada acara hembus lilin. H
Setahun kemudian..Hari ini adalah ulang tahun Reno, lelaki yang selama ini kukira tidak baik. Lelaki yang selama ini aku ragukan ketulusan hatinya. Ternyata dia memang lelaki yang baik dan peduli padaku, terutama pada Naisya. Dia banyak sekali berkorban untukku dan juga anakku. Akibat kepeduliannya itu membuat sikap dinginku lenyap, apalagi Naisya sangat senang bermain dengan lelaki itu. Hingga sosok almarhum Papanya bisa digantikan oleh Reno. ‘’Udah setahun lebih tanpa kehadiran Mas Deno di sisiku dan juga Naisya. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Mas. Dan diampuni segala dosa-dosamu,’’ lirihku sambil mematut diri di cermin.Ya, sudah setahun lebih lamanya aku menjanda. Sedangkan sahabatku Fani sudah menikah duluan dengan Fahmi, lelaki pilihan Mamanya. Yang ternyata dia adalah lelaki baik.Seiring berjalannya waktu rasa luka masa lalu itu dengan pelan mulai sembuh, disembuhkan oleh lelaki baik yang bernama Reno. Malaikat yang dititipkan Allah untukku.‘’Ma, yuk kita jalan sekaran
Dua hari kemudian..Anak semata wayangku sudah bisa dibawa pulang, Alhamdulillah panasnya sudah turun. Ya, walaupun dia sering memanggil nama Papanya. Terutama di saat tengah tertidur pulas. Sesuai prediksi Dokter Nira, anakku itu kemungkinan tengah merindu berat pada Papanya. Ditambah dia kekurangan istirahat, dia sering begadang karena tak bisa tidur beberapa hari kemarin.Aku pun sudah mencoba menghubungi nomor kontak Mas Deno, tapi nihil. Lelaki itu malah mereject telepon dariku, bahkan sudah berulangkali aku hubungi namun sekali pun tak diangkatnya. Apa dia tak kepikiran Naisya di sana? Apa dia tak mengalami hal yang sama seperti Naisya yang tengah rindu berat padanya? Atau karena dia sedang asyik bersama si pelakor itu? Jadi lupa sama anaknya? Aku menghela napas lega. Biarkan saja lelaki itu, toh dia tak kan mau peduli pada anakku. Biarkan saja aku yang membesarkan dan mendidik Naisya.****Hari ini aku bersyukur sekali, karena anakku bisa dibawa pulang. Aku mengusap kepala putr
Tanpa berkata apapun aku bergegas berpindah posisi duduk. Aku memeluk putriku di kursi belakang. Sedangkan lelaki yang bernama Reno itu langsung melajukan si roda empat. Ya, kali ini aku tak boleh egois. Yang paling penting sekarang Naisya tiba di rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter. Aku terus saja mengecup kening putriku yang tengah dalam pangkuan. Kubelai rambutnya.‘’Sayang, Adik pasti kuat. Yang sabar ya, Nak. Sebentar lagi kita pasti akan sampe di rumah sakit,’’ kataku lirih.Kuraba kepalanya, membuat aku semakin cemas. Panas anakku malah semakin naik.‘’Ya Allah! Kuatkan anakku. Sembuhkan dia.’’‘’Nel, kamu yang tenang ya. Banyakin berdo’a,’’ kata lelaki yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik ke belakang lewat kaca spion.Entah kenapa kali ini membuat hatiku lebih tenang. Ada apa denganku?Tak berselang lama mobilku sudah tiba di depan rumah sakit. Lelaki itu bergegas turun. Aku yang akan membuka pintu mobil membuat tanganku terhenti. Karena lelaki itu sud
‘’Astaghfirullah! Dik, kok kamu panas banget, Nak.’’ Aku mengusap kepala Naisya. Membuat aku terkesiap dan panik dibuatnya. ‘’Bibi!’’ ‘’Bi! Cepat ke sini!’’ ‘’Iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu terperanjat memandangi aku. ‘’Naisya, Bi. Kepalanya panas banget.’’ ‘’Tenang ya, Bu. Biar Bibi coba kompres dulu.’’ Aku sungguh tak tenang dibuatnya. Bagaimana tidak, tubuhnya begitu panas. ‘’Pa—Pa.’’ Membuat mataku membulat. Papa? Matanya masih terpejam namun dia memanggil mas Deno. Anakku ketika demam tak pernah memanggil papanya. Apa dia begitu rindu pada mas Deno? Ya Allah. Aku harus bagaimana? ‘’Bu, biar Bibi yang mengompres,’’ kata wanita separuh baya itu yang tengah melangkah memasuki kamar dengan tergopoh-gopoh sambil membawa baskom dan handuk kecil. Di saat anakku demam panas seperti ini bayangan wajah Mas Deno pun hadir di benakku. Ada apa ini? Bisa-bisanya aku teringat sama lelaki itu di saat genting seperti ini. ‘’Nggak, Nel. Kamu harus fokus ke anakmu. Nggak usa
‘’Hei, loh bisa diem nggak?’’ Tangan lelaki itu menamparku dengan spontan. Membuat aku meringis kesakitan. Andaikan saja aku punya tenaga dan tanganku tak diikat, mungkin aku akan membalas semuanya. ‘’Jangan dihabisin tenaga kalian. Tutup saja mulutnya,’’ titah wanita licik itu yang membuat mataku melotot.‘’Baik, Bu.’’ Dia bergegas melakban mulutku membuat aku sulit untuk bicara.‘’Dasar brengsek! Awas aja kalian semua. Aku bakal balas lebih kejam dari ini,’’ ancamku dalam hati. Lelaki yang tengah menyetir itu tersenyum puas menatapku, begitupun dengan lelaki yang duduk di sebelahku. Awas saja kalian! Akan kubalas semua perlakuan kejam ini.‘Aku mau dibawa ke mana sebenarnya?Tiada putusnya mataku memandangi di sekeliling jalan ini lewat kaca jendela. Begitu sepi, hanya satu atau dua saja kendaraan yang lewat. Aku semakin cemas dibuatnya. Mau apa mereka? Apa mereka punya rencana lebih jahat lagi padaku? Chika, kamu di mana Sayang. Andaikan saja kamu tahu apa yang dilakukan oleh Mam
POV Deno‘’Untuk apa kalian memberiku makan? Lebih baik bunuh saja akuu!’’ teriakku lantang.Sudah seminggu aku disekap di sini. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi kuhadapi, hingga membuat wajahku babak belur seperti ini. Mukaku begitu terasa sakit. Kukira mertuaku itu akan membawaku pergi ke luar kota, namun tak sesuai ekspektasi. Sungguh dia pandai sekali bersandiwara membuat aku percaya.Ternyata aku dibawa ke rumah kosong yang sudah tua. Masih teringat olehku ketika aku berada di mobil, asistennya membekap mulutku hingga membuat aku pingsan. Aku yakin ada resep yang ditaburkannya pada sapu tangan itu. Tak berselang lama tiba-tiba aku sudah sadar dengan keadaan air yang membasahi muka dan seluruh tubuhku. Aku yakin wanita licik itu yang menyiramkannya. Kenapa aku jadi bodoh seperti ini. Sialan!‘’Awas aja kalo aku bisa keluar dari sini. Aku akan balas semuanya,’’ geramku dalam hati yang memandangi kedua lelaki bertubuh kekar itu.‘’Ngapain loh melototin kita kayak gitu? Mau kabur,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments