‘’Semoga hari ini semua rencanaku berjalan dengan lancar.’’Aku tersenyum sinis, kupandangi benda melingkar di tanganku, masih menunjukkan pukul 10.00. Kembali fokus menyetir sesekali melirik ke lelaki pengkhianat di sampingku. Dia lebih banyak diam sedari tadi, mungkin khawatir jika aku mengetahui semua pengkhianatannya padaku. Aku bukan istri bodoh! Dan aku bukan wanita untuk dikhianati.‘’Nel, kita ke mana sih? Kita pulang aja yuk!Naisya pasti nyariin,’’ lirih Mas Deno, aku menoleh sejenak dan menatap kedua mata elangnya. Tampak ada sesuatu yang tengah disembunyikannya di sana. ‘’Aku yakin ini tentang pengkhianatannya, dia takut akan terbongkar atau—’’‘’Entahlah!’’ batinku.‘’Kok kamu cemas begitu, Mas? Lucu deh, kamu kira aku akan bawa kamu ke penjara gitu?’’ Aku terkekeh memandangi ekspresi wajah Mas Deno. ‘’Bu—bukan begitu, Nel,’’ kilahnya terbata. Aku kembali menoleh.’’Lalu?’’‘’Kasihan Naisya kalo kita tinggal lama.’’ Dia bicara denganku tapi pandangannya ke depan. Ahh! D
‘’Nel! Cukup, Nel!’’ bentak Mas Deno dengan suara menggelegar dan berusaha merebut benda pipih yang tengah kugenggam.Akhirnya aku terpaksa mengakhiri live di instagram karena dia terus saja berusaha merebut benda pipih dari tanganku, aku takut nanti malah terbentur ke lantai apalagi perjuanganku untuk mendapatkan benda pipih ini sangat susah, dulu ketika aku masih gadis bekerja siang dan malam. Ya, sekarang yang penting followersku sudah tahu kalau lelaki yang selama ini dipuja olehnya adalah lelaki yang hobi main gila dengan wanita murahan. Aku bergegas memasukkan kembali ke saku-saku.‘’Apa kata kamu, cukup? Kamu yang cukup, Mas!’’ jawabku tak kalah lebih emosi lagi.‘’Tega kamu selama ini sama aku! Apa kurangnya aku? Apa yang nggak kuberi ke kamu, semuanya aku berikan! Aku temeni kamu dari nol, Papaku memberikan pekerjaan untuk kamu dan udah kaya raya kamu malah main dengan wanita murahan ini. Kamu bener-bener keterlaluan, Mas!’’ Kuluapkan semua amarahku, aku keluarkan apa yang
Entah kenapa aku sekarang sangat mencemaskan Nelda.‘’Mas, ada apa sih? Kok kamu kelihatan murung begitu?’’ Chika, selingkuhanku bergegas menghampiri dan dia menghenyakkan bokongnya di sampingku.‘’Kamu kepikiran Nelda yang udah mempermalukan kita itu? Mikir dong, Mas! Seharusnya kamu lebih bisa melupakannya!’’ kesal Chika seketika.Ya, beberapa hari nan lalu aku diviralkan oleh istriku sendiri di sosmednya, dia yang kukira tak tahu apa-apa ternyata begitu licik juga. Entah dari mana dapat ide semenarik dan selicik itu untuk mempermalukan aku di depan camera. Aku tak menyangka seorang Nelda akan melakukan hal yang di luar perkiraanku. Aku juga tak mengira jika perselingkuhanku terungkap secepat itu.‘’Atau kamu mau nggak kita bales aja tuh semua perlakuan si sok alim, gimana?’’ usul Chika dengan tersenyum sinis. Dalam hati aku membenarkan ucapan Chika. Tetapi hati kecilku memberontak, entah kenapa. Apa rasa cinta itu masih ada untuk istriku? Jika masih ada, mengapa aku lebih nyaman de
‘’A—aku di mana?’’ Aku memegangi kepala yang begitu terasa sakit. Samarku kulihat ada seorang lelaki muda lagi tampan, siapa dia?‘’Alhamdulillah, kamu udah siuman,’’ ucap lelaki itu sambil tersenyum.‘’Aku di mana?’’ ulangku kembali. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ya Allah, di rumah sakit? Aku coba mengingat kembali, pikiranku berputar mengingat semua kejadian beberapa jam nan lalu. Aku kecelakaan? Teringat kejadian itu saja membuat kepalaku pusing.‘’Kamu di rumah sakit. Kamu tadi kecelakaan,’’ sahutnya.‘’Oh iya, kenalkan namaku Reno!’’ Dia mengulurkan tangannya dan mendekat ke arahku yang tengah terbaring lemas ditambah terpasang indah selang infus dan perban. Aku memandanginya, sekian detik kemudian.‘’Aku Nelda.’’ Aku hanya menelungkupkan tangan di dada. Membuat dia menggaruk kepalanya, lantas mengangguk tersenyum. Ya, biar bagaimana pun aku dan lelaki itu bukan mahram. Aku mencoba untuk duduk, namun begitu terasa sulit sekali. Tubuhku sangat sakit.‘’Kamu istirahat d
Aku terperanjat kaget dan dada terasa sesak.’’Ya Allah! Apa dia nggak sadar kalo dia yang memulai duluan?’’ Ah, lebih aman jikalau kumatikan saja ponsel ini. Aku bergegas menekan tombol off.‘’Bu?’’‘’Ah, iya, Sus,’’ sahutku yang menoleh, ternyata suster itu masih berdiri mematung di sana. Mungkin dia terheran dengan ekspresiku tatkala membaca pesan yang dikirimi oleh wanita murahan itu.‘’Ibu baik-baik saja?’’‘’Saya baik-baik saja kok, Sus.’’ Tanganku masih memegangi ponsel dan bergegas meletakkannya. Suster itu kedua matanya masih fokus memandangiku.‘’Alhamdulillah.’’‘’Tapi ma’af sebelumnya nih, Bu. Kalo nggak ada keperluan penting, jangan pegang handphone dulu,’’ sarannya kemudian. Dalam hati aku membenarkan saran dari suster, aku hanya mengangguk.‘’Ya udah, makanlah dulu, Bu! Nanti jika Ibu butuh apa-apa, pencet saja bel itu.’’ dia menunjuk ke dinding tampak tombol bel disediakan di sana.‘’Iya, Sus. Makasih,’’ kataku.‘’Sama-sama, kalo begitu saya tinggal dulu.’’ aku hanya m
‘’Kalo Allah berkehendak lain gimana, Ma?’’ Aku menyahut ucapan mama secepatnya.Walaupun aku begitu takut jika sampai ketahuan oleh mama masalah yang menimpa rumah tanggaku. Di sisi lain aku tak tega membohongi kedua mertuaku itu, mereka sudah baik sekali dan menganggapku sebagai anak kandungnya. Sampai kapan aku akan terus membohongi mereka? Sampai kapan aku akan menutupi ini semua?Mama terperanjat mendengar ucapanku dan langsung meletakkan bubur yang kusangka masih tersisa.Aku perlahan meraih gelas yang berisi air penuh, belum kuminum sama sekali. Kuteguk dan kembali meletakkannya, namun mama meraih dari tanganku karena beliau tahu aku kesulitan meletakkan dikarenakan tanganku masih terpasang infus serta lukanya yang belum sembuh, mama meletakkannya di nakas.‘’Kamu ngomong apa sih, Nel?’’ Beliau masih menatapku dengan tatapan heran.‘’Y-ya, maksudku kan dalam rumah tangga pasti ada masalah—’’ ucapku dengan terbata.‘’Rumah tangga kamu dan Deno, maksudnya?’’ tanya mertuaku yang b
‘’Ma—maksud kamu?’’‘’Aku udah tahu semuanya masalah rumah tangga kamu yang sedang viral itu,’’ sahutnya tanpa memandangiku. Membuat aku kaget.‘’Jadi kamu salah satu followersku?’’‘’Iya, bahkan udah lama.’’ Rasanya tak percaya, jika di hadapanku ini adalah salah satu followersku. Bagaimana aku bisa percaya lelaki berpenampilan seperti orang kantoran jadi followersku.‘’Kamu nggak percaya? Perlu bukti?’’ tanya lelaki itu yang meletakkan piring yang sudah diisinya dengan nasi Padang. Lantas merogoh saku-sakunya dan mengotak-ngatik benda pipih yang digenggamnya.‘’Nah, ini ig kamu kan?’’ Dia menyodorkan benda pipihnya.Dengan ragu aku mengambilnya. Tentu saja aku kaget memandangi photo profil instagram siapa yang muncul. Di sana, tertulis mengikuti. ‘’Bagaimana kamu masih nggak percaya?’’‘’Ya, aku percaya kok.’’ Aku mengembalikan benda pipih milik lelaki itu. Dan aku terayun dalam lamunanku.‘’Makan dulu ya. Aku udah siapin nih,’’ katanya sembari meraih piring yang berisi makanan. Ak
‘’Nel, kamu baik-baik saja?’’ Lelaki yang sedari tadi kutunggu akhirnya dia datang juga. Aku menyahut dengan gelengan kepala dan ada rasa lega di hatiku.‘’Ta—tapi dia selalu saja mengintipku. Aku takut kalo dia nanti macam-macam,’’ ucapku lirih.‘’Kamu tenang saja, aku akan tetap di sini untuk menjaga kamu. Oke?’’ Dia berusaha meyakinkan dan menenangkan aku.‘’Ma—maksud kamu, kamu tidur di sofa itu?’’ tanyaku terbata sembari menunjuk ke arah sofa yang berjarak dari tempat istirahatku.Spontan dia langsung mengangguk. Membuat aku terdiam. Bagaimana bisa aku beristirahat, sedangkan di ruangan ini ada lelaki lain yang bukan mahramku.‘’Bagaimana kalo aku diapa-apain sama lelaki itu? Kan kita nggak tahu siapa dia sebenarnya,’’ bisik hatiku.Aku tak bisa percaya sepenuhnya kepada lelaki itu. Kita kan tak tahu bagaimana isi pikiran orang lain, bagaimana niatnya. Makanya aku harus tetap hati-hati.‘’Ya udah, kalo gitu aku tidur di luar aja dekat pintu.’’ Membuatku mengerjap pelan.Dia berge
Setelah bersalaman dengan mertua, sahabat, dan juga anakku. Saatnya kami berdua menaiki pelaminan. Lelakiku itu mengenggam erat tanganku untuk melangkah menuju pelaminan. Para tamu undangan pun langsung mengucapkan selamat dan bersalaman dengan kami berdua.‘’MaasyaaAllah. Mba Nelda? Akhirnya bertemu dengan Penulis favoritku.’’ Wanita yang kuperkirakan umurnya dua puluhan itu bergegas memelukku.‘’Alhamdulillah. Senang banget bertemu, Kakak.’’ Kami melepaskan pelukan. Matanya berbinar menatapku.‘’Semoga langgeng sampe Kakek Nenek yah, Mba.’’‘’Aamiin Ya Allah. Makasih banyak loh.’’Ternyata ada banyak pembaca yang kuundang hingga membuat kami tak bisa duduk beristirahat di kursi pelaminan karena menjabat tangan mereka satu-persatu.‘’Tapi kok Naisya belum ketemu sama aku sejak tadi?’’ Mataku sibuk mencari keberadaan si kecil.‘’Mama! Papa!’’ teriaknya yang membuat aku tertawa, anakku bergegas memelukku. Ternyata dia bersama Fani.‘’Duuh sayangnya Mama nih.’’ Aku memeluknya dengan era
Seminggu kemudian, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Semua persiapan pernikahanku Fani dan teman-temannya yang mengurus. Aku tengah duduk di depan cermin. MaasyaaAllah, aku terlihat begitu cantik dan anggun dengan polesan make up tipis dari Sang Perias.‘’Akhirnya aku melepas masa jandaku. Semoga ini adalah pernikahan terakhirku seumur hidup dan semoga Reno imam terbaik untuk aku, juga jadi Papa sambung buat anakku.’’ Aku tersenyum memandangi bayangan wajahku di pantulan cermin.Ini adalah pernikahanku yang kedua kalinya. Sebelumnya tak pernah terniat di hatiku untuk menikah lagi, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, apalah daya. Allah berkehendak lain. Lelaki itu selingkuh selama empat tahun lamanya. Menyisakan trauma dan luka yang mendalam. Hingga akhirnya datang seseorang yang dengan pelan-pelan bisa mengobati rasa luka dan traumaku. Dialah yang akan jadi calon imamku. Harapanku semoga ini adalah pernikahan terakhir dalam hidupku.‘’Cie-cie ada yang senyam-senyum
‘’Happy birth day, Om Reno.’’ Kali ini Naisya yang mengucapkan.‘’Makasih, Dik. Sayangnya Om Reno nih.’’ Tangannya mengelus kepala Naisya.‘’Ini kadonya dari aku, Om.’’ Anakku bergegas menyodorkan kado yang membuat para tamu undangan tersenyum.‘’Wah, ini Adik yang membungkus kadonya? Bagus banget. Makasih ya.’’ Lelaki itu langsung mengambil kado dari tangan Naisya lalu memandangi kado yang bersampul panda itu.‘’Bibi yang menyiapkan, Om. Dan uang untuk membeli kadonya minta ke Mama,’’ katanya dengan polos, berhasil membuat para tamu tertawa.Begitu juga dengan Reno dan orangtuanya. Aku memberi kode agar si Bibi memberikan kado yang tengah dipegangnya sedari tadi. Bibi langsung memberikannya padaku.‘’Dan ini dari aku ya, Ren. Jangan dilihat dari harganya. Tapi lihatlah siapa yang memberikannya.’’ Senyumannya mengembang lalu bergegas mengambil kado yang kusodorkan.‘’Makasi ya,’’ kata lelaki itu dengan suara lembut. Entah kenapa hatiku jadi tersentuh.***Tak ada acara hembus lilin. H
Setahun kemudian..Hari ini adalah ulang tahun Reno, lelaki yang selama ini kukira tidak baik. Lelaki yang selama ini aku ragukan ketulusan hatinya. Ternyata dia memang lelaki yang baik dan peduli padaku, terutama pada Naisya. Dia banyak sekali berkorban untukku dan juga anakku. Akibat kepeduliannya itu membuat sikap dinginku lenyap, apalagi Naisya sangat senang bermain dengan lelaki itu. Hingga sosok almarhum Papanya bisa digantikan oleh Reno. ‘’Udah setahun lebih tanpa kehadiran Mas Deno di sisiku dan juga Naisya. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Mas. Dan diampuni segala dosa-dosamu,’’ lirihku sambil mematut diri di cermin.Ya, sudah setahun lebih lamanya aku menjanda. Sedangkan sahabatku Fani sudah menikah duluan dengan Fahmi, lelaki pilihan Mamanya. Yang ternyata dia adalah lelaki baik.Seiring berjalannya waktu rasa luka masa lalu itu dengan pelan mulai sembuh, disembuhkan oleh lelaki baik yang bernama Reno. Malaikat yang dititipkan Allah untukku.‘’Ma, yuk kita jalan sekaran
Dua hari kemudian..Anak semata wayangku sudah bisa dibawa pulang, Alhamdulillah panasnya sudah turun. Ya, walaupun dia sering memanggil nama Papanya. Terutama di saat tengah tertidur pulas. Sesuai prediksi Dokter Nira, anakku itu kemungkinan tengah merindu berat pada Papanya. Ditambah dia kekurangan istirahat, dia sering begadang karena tak bisa tidur beberapa hari kemarin.Aku pun sudah mencoba menghubungi nomor kontak Mas Deno, tapi nihil. Lelaki itu malah mereject telepon dariku, bahkan sudah berulangkali aku hubungi namun sekali pun tak diangkatnya. Apa dia tak kepikiran Naisya di sana? Apa dia tak mengalami hal yang sama seperti Naisya yang tengah rindu berat padanya? Atau karena dia sedang asyik bersama si pelakor itu? Jadi lupa sama anaknya? Aku menghela napas lega. Biarkan saja lelaki itu, toh dia tak kan mau peduli pada anakku. Biarkan saja aku yang membesarkan dan mendidik Naisya.****Hari ini aku bersyukur sekali, karena anakku bisa dibawa pulang. Aku mengusap kepala putr
Tanpa berkata apapun aku bergegas berpindah posisi duduk. Aku memeluk putriku di kursi belakang. Sedangkan lelaki yang bernama Reno itu langsung melajukan si roda empat. Ya, kali ini aku tak boleh egois. Yang paling penting sekarang Naisya tiba di rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter. Aku terus saja mengecup kening putriku yang tengah dalam pangkuan. Kubelai rambutnya.‘’Sayang, Adik pasti kuat. Yang sabar ya, Nak. Sebentar lagi kita pasti akan sampe di rumah sakit,’’ kataku lirih.Kuraba kepalanya, membuat aku semakin cemas. Panas anakku malah semakin naik.‘’Ya Allah! Kuatkan anakku. Sembuhkan dia.’’‘’Nel, kamu yang tenang ya. Banyakin berdo’a,’’ kata lelaki yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik ke belakang lewat kaca spion.Entah kenapa kali ini membuat hatiku lebih tenang. Ada apa denganku?Tak berselang lama mobilku sudah tiba di depan rumah sakit. Lelaki itu bergegas turun. Aku yang akan membuka pintu mobil membuat tanganku terhenti. Karena lelaki itu sud
‘’Astaghfirullah! Dik, kok kamu panas banget, Nak.’’ Aku mengusap kepala Naisya. Membuat aku terkesiap dan panik dibuatnya. ‘’Bibi!’’ ‘’Bi! Cepat ke sini!’’ ‘’Iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu terperanjat memandangi aku. ‘’Naisya, Bi. Kepalanya panas banget.’’ ‘’Tenang ya, Bu. Biar Bibi coba kompres dulu.’’ Aku sungguh tak tenang dibuatnya. Bagaimana tidak, tubuhnya begitu panas. ‘’Pa—Pa.’’ Membuat mataku membulat. Papa? Matanya masih terpejam namun dia memanggil mas Deno. Anakku ketika demam tak pernah memanggil papanya. Apa dia begitu rindu pada mas Deno? Ya Allah. Aku harus bagaimana? ‘’Bu, biar Bibi yang mengompres,’’ kata wanita separuh baya itu yang tengah melangkah memasuki kamar dengan tergopoh-gopoh sambil membawa baskom dan handuk kecil. Di saat anakku demam panas seperti ini bayangan wajah Mas Deno pun hadir di benakku. Ada apa ini? Bisa-bisanya aku teringat sama lelaki itu di saat genting seperti ini. ‘’Nggak, Nel. Kamu harus fokus ke anakmu. Nggak usa
‘’Hei, loh bisa diem nggak?’’ Tangan lelaki itu menamparku dengan spontan. Membuat aku meringis kesakitan. Andaikan saja aku punya tenaga dan tanganku tak diikat, mungkin aku akan membalas semuanya. ‘’Jangan dihabisin tenaga kalian. Tutup saja mulutnya,’’ titah wanita licik itu yang membuat mataku melotot.‘’Baik, Bu.’’ Dia bergegas melakban mulutku membuat aku sulit untuk bicara.‘’Dasar brengsek! Awas aja kalian semua. Aku bakal balas lebih kejam dari ini,’’ ancamku dalam hati. Lelaki yang tengah menyetir itu tersenyum puas menatapku, begitupun dengan lelaki yang duduk di sebelahku. Awas saja kalian! Akan kubalas semua perlakuan kejam ini.‘Aku mau dibawa ke mana sebenarnya?Tiada putusnya mataku memandangi di sekeliling jalan ini lewat kaca jendela. Begitu sepi, hanya satu atau dua saja kendaraan yang lewat. Aku semakin cemas dibuatnya. Mau apa mereka? Apa mereka punya rencana lebih jahat lagi padaku? Chika, kamu di mana Sayang. Andaikan saja kamu tahu apa yang dilakukan oleh Mam
POV Deno‘’Untuk apa kalian memberiku makan? Lebih baik bunuh saja akuu!’’ teriakku lantang.Sudah seminggu aku disekap di sini. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi kuhadapi, hingga membuat wajahku babak belur seperti ini. Mukaku begitu terasa sakit. Kukira mertuaku itu akan membawaku pergi ke luar kota, namun tak sesuai ekspektasi. Sungguh dia pandai sekali bersandiwara membuat aku percaya.Ternyata aku dibawa ke rumah kosong yang sudah tua. Masih teringat olehku ketika aku berada di mobil, asistennya membekap mulutku hingga membuat aku pingsan. Aku yakin ada resep yang ditaburkannya pada sapu tangan itu. Tak berselang lama tiba-tiba aku sudah sadar dengan keadaan air yang membasahi muka dan seluruh tubuhku. Aku yakin wanita licik itu yang menyiramkannya. Kenapa aku jadi bodoh seperti ini. Sialan!‘’Awas aja kalo aku bisa keluar dari sini. Aku akan balas semuanya,’’ geramku dalam hati yang memandangi kedua lelaki bertubuh kekar itu.‘’Ngapain loh melototin kita kayak gitu? Mau kabur,