Aku terperanjat kaget dan dada terasa sesak.’’Ya Allah! Apa dia nggak sadar kalo dia yang memulai duluan?’’ Ah, lebih aman jikalau kumatikan saja ponsel ini. Aku bergegas menekan tombol off.‘’Bu?’’‘’Ah, iya, Sus,’’ sahutku yang menoleh, ternyata suster itu masih berdiri mematung di sana. Mungkin dia terheran dengan ekspresiku tatkala membaca pesan yang dikirimi oleh wanita murahan itu.‘’Ibu baik-baik saja?’’‘’Saya baik-baik saja kok, Sus.’’ Tanganku masih memegangi ponsel dan bergegas meletakkannya. Suster itu kedua matanya masih fokus memandangiku.‘’Alhamdulillah.’’‘’Tapi ma’af sebelumnya nih, Bu. Kalo nggak ada keperluan penting, jangan pegang handphone dulu,’’ sarannya kemudian. Dalam hati aku membenarkan saran dari suster, aku hanya mengangguk.‘’Ya udah, makanlah dulu, Bu! Nanti jika Ibu butuh apa-apa, pencet saja bel itu.’’ dia menunjuk ke dinding tampak tombol bel disediakan di sana.‘’Iya, Sus. Makasih,’’ kataku.‘’Sama-sama, kalo begitu saya tinggal dulu.’’ aku hanya m
‘’Kalo Allah berkehendak lain gimana, Ma?’’ Aku menyahut ucapan mama secepatnya.Walaupun aku begitu takut jika sampai ketahuan oleh mama masalah yang menimpa rumah tanggaku. Di sisi lain aku tak tega membohongi kedua mertuaku itu, mereka sudah baik sekali dan menganggapku sebagai anak kandungnya. Sampai kapan aku akan terus membohongi mereka? Sampai kapan aku akan menutupi ini semua?Mama terperanjat mendengar ucapanku dan langsung meletakkan bubur yang kusangka masih tersisa.Aku perlahan meraih gelas yang berisi air penuh, belum kuminum sama sekali. Kuteguk dan kembali meletakkannya, namun mama meraih dari tanganku karena beliau tahu aku kesulitan meletakkan dikarenakan tanganku masih terpasang infus serta lukanya yang belum sembuh, mama meletakkannya di nakas.‘’Kamu ngomong apa sih, Nel?’’ Beliau masih menatapku dengan tatapan heran.‘’Y-ya, maksudku kan dalam rumah tangga pasti ada masalah—’’ ucapku dengan terbata.‘’Rumah tangga kamu dan Deno, maksudnya?’’ tanya mertuaku yang b
‘’Ma—maksud kamu?’’‘’Aku udah tahu semuanya masalah rumah tangga kamu yang sedang viral itu,’’ sahutnya tanpa memandangiku. Membuat aku kaget.‘’Jadi kamu salah satu followersku?’’‘’Iya, bahkan udah lama.’’ Rasanya tak percaya, jika di hadapanku ini adalah salah satu followersku. Bagaimana aku bisa percaya lelaki berpenampilan seperti orang kantoran jadi followersku.‘’Kamu nggak percaya? Perlu bukti?’’ tanya lelaki itu yang meletakkan piring yang sudah diisinya dengan nasi Padang. Lantas merogoh saku-sakunya dan mengotak-ngatik benda pipih yang digenggamnya.‘’Nah, ini ig kamu kan?’’ Dia menyodorkan benda pipihnya.Dengan ragu aku mengambilnya. Tentu saja aku kaget memandangi photo profil instagram siapa yang muncul. Di sana, tertulis mengikuti. ‘’Bagaimana kamu masih nggak percaya?’’‘’Ya, aku percaya kok.’’ Aku mengembalikan benda pipih milik lelaki itu. Dan aku terayun dalam lamunanku.‘’Makan dulu ya. Aku udah siapin nih,’’ katanya sembari meraih piring yang berisi makanan. Ak
‘’Nel, kamu baik-baik saja?’’ Lelaki yang sedari tadi kutunggu akhirnya dia datang juga. Aku menyahut dengan gelengan kepala dan ada rasa lega di hatiku.‘’Ta—tapi dia selalu saja mengintipku. Aku takut kalo dia nanti macam-macam,’’ ucapku lirih.‘’Kamu tenang saja, aku akan tetap di sini untuk menjaga kamu. Oke?’’ Dia berusaha meyakinkan dan menenangkan aku.‘’Ma—maksud kamu, kamu tidur di sofa itu?’’ tanyaku terbata sembari menunjuk ke arah sofa yang berjarak dari tempat istirahatku.Spontan dia langsung mengangguk. Membuat aku terdiam. Bagaimana bisa aku beristirahat, sedangkan di ruangan ini ada lelaki lain yang bukan mahramku.‘’Bagaimana kalo aku diapa-apain sama lelaki itu? Kan kita nggak tahu siapa dia sebenarnya,’’ bisik hatiku.Aku tak bisa percaya sepenuhnya kepada lelaki itu. Kita kan tak tahu bagaimana isi pikiran orang lain, bagaimana niatnya. Makanya aku harus tetap hati-hati.‘’Ya udah, kalo gitu aku tidur di luar aja dekat pintu.’’ Membuatku mengerjap pelan.Dia berge
‘’Jangan berteriak kalo kamu nggak mau mati!’’ Lelaki itu berpakaian serba hitam dan menutupi kepalanya, hanya mata saja yang kelihatan dan dia menodongkan pisau tajam kepadaku. Membuatku begitu takut dan dadaku terasa sesak. Ya Allah, apa yang harus kulakukan?‘’A—apa mau kamu?’’ kataku dengan terbata, menahan rasa takut yang hadir dan keringat dingin membasahi mukaku. Orang itu terus saja mendekat ke arahku. Hingga aku pun tak ingat apa-apa lagi.‘’A—aku di mana?’’ Kuedarkan pandangan ke sekelilingku.Tempat apa ini? Ruangan yang hanya memiliki cahaya remang-remang dan dipenuhi dengan karton saja. Jadi lelaki asing itu membawaku ke sini. Apa mau lelaki itu? Dan siapa dia?‘’Aduhh!’’ Rupanya tanganku yang berdarah.Kuyakin lelaki itu tadi menarik infus dengan paksa di tanganku hingga menimbulkan luka. Aku meringis kesakitan sembari masih memandangi luka di tanganku, darahnya bertetesan hingga jatuh ke karton yang tergeletak di tembok. Dengan tubuh yang masih terasa lemas, aku bangki
‘’Bukannya suamiku udah aku serahkan sama kamu, Chika!’’ ulangku kembali dengan ketus. Dia menatapku begitu sangat tajam dan terus saja mendekat ke arahku yang tengah berbaring. Aku takut jika wanita murahan ini melakukan sesuatu padaku. Apalagi aku dalam keadaan seperti ini. ‘’Ma—mau apa lagi kamu?’’ Dia malah diam membisu tetapi matanya menatapku lebih tajam, seperti singa yang akan menerkam mangsanya. Ya Allah! Tolong lindungi aku dari orang yang berniat jahat padaku.‘’CHIKAA!!!’’‘’Astaghfirullah! Ya Allah. Ternyata aku cuman mimpi.’’ Aku terbangun dengan keringat dingin yang bercucuran dan aku mengela napas lega. Ya, untung saja hanya mimpi.Bagaimana kalau mimpiku jadi kenyataan? Apalagi seorang Chika, si pelakor yang bisa saja melakukan apa pun itu demi mendapatkan apa yang dia mau. Ahh! Bukankah lelaki pengkhianat itu sudah akuserahkan sepenuhnya pada si wanita murahan itu. Bukannya itu yang dia mau? Lalu kenapa lagi dia menerorku dengan mengirimi pesan yang berupa ancaman p
‘’Ngapaian aku harus pindah ruangan, Ren?’’ ucapku dengan terheran, menatap lelaki yang baru saja dua hari ini aku kenal dia. Dia masuk dengan terburu-buru, tanpa mengucapkan salam dan tanpa menghubungiku. Itu membuatku terheran dengan tingkah lakunya.‘’Ada Deno dia mau ke sini. Dan barusan aku ngelihat dia sedang menanyakan ruangan kamu,’’ sahutnya dengan wajah cemas.‘’Yuk, kamu harus pindah ruangan dan aku udah ngasih tahu Dokter Irma, dia udah setuju.’’‘’Nggak, Ren. Aku nggak akan pindah,’’ kataku dengan kesal.Sedangkan bibi Sum masih memeluk anakku sambil menatap heran ke arahku. Mau ngapain lagi si lelaki itu ke sini? Bukannya aku sudah memberikannya kebebasan. Bukannya aku sudah memberikannya pada si wanita murahan itu?‘’Bi, tolong ya. Bawa Naisya pulang dulu. Aku nggak mau anakku ketemu Papanya sekarang,’’ titahku pada wanita yang setia menemaniku selama ini. Dia tampak mengangguk dan dengan pelan merubah posisi putriku.‘’Uang masih ada kan, Bi? Pake maxim online aja ya.
‘’Mas! Kamu nggak ke kantor hari ini?’’ kataku sembari menggunjangkan tubuh atletisnya itu.Sudah jam 07.00, namun dia tak kunjung bangun. Tak biasanya dia susah untuk dibanguni. Setelah keselingkuhannya terungkap, dia pun menginap di rumahku karena tak ada lagi tempat untuk menginap. Jika ke rumah orang tuanya tak mungkin, yang ada dia dicurigai dan dimarahi sama mereka. Apalagi mama dan papanya itu begitu sangat menyayangi si sok alim.Aku heran kok bisa-bisanya itu orang disayang sama mertuanya, padahal pandai berhias pun tidak. Sedangkan mas Deno sudah mengatakan padaku kalau dia sudah bosan dengan calon mantan istrinya itu.‘’Nanti aku susul aja deh ya. Aku masih ngantuk,’’ katanya yang menggeliat dan kembali menarik selimutnya.‘’Lah, Mas hari ini kan kita ada meeting dengan clien perusahaannya Pak Dayat. Kamu atasan loh,’’ ketusku yang bergegas menarik kembali selimutnya. Namun, dia tetap berusaha menarik kembali selimut tebal itu.‘’Apaan sih, Chik. Aku masih ngantuk loh, apal