‘’Nel, kamu harus jujur sama aku. Di mana sih kamu pesen makanan tadi sore?’’ tanya Mas Deno mukanya tampak memerah. Aku tak menggubris pertanyaannya karena saking asyik bermain bersama Naisya, putriku.
‘’Nel! Kok kamu nggak dengerin, Mas!’’ Seru Mas Deno, suaranya mulai terdengar kesal. Aku menoleh sejenak.‘’Apaan sih, Mas? Orang lagi sibuk main dengan Naisya juga!’’ sahutku ketus. Tanganku sibuk menyusun mainan Naisya agar terlihat menarik dipandangi oleh Naisya. ‘’Apa salahnya sih menjawab pertanyaan doang,’’ sungut lelaki yang masih berstatus sebagai suamiku itu.‘’Kamu aneh-aneh aja sih, Mas. Ya, di warung nasilah aku beli. Masa di toko emas,’’ sahutku seketika.‘’Iya. Di warung nasi, oke. Nama warungnya apa? Kamu sih, tinggal bilang aja kok repot amat,’’ rutuk Papa Naisya seperti kucing yang tengah terjepit, membuatku hampir saja tertawa lepas mendengar rutukannya. Tapi aku mencoba menahan tawa semampuku.‘’Bukan aku yang beli. Temenku itu yang mesan kemaren.’’ ‘’Hah? Apa? Temen kamu?’’ Dia terperanjat kaget dan matanya melotot. ‘’Iya, temenku. Kenapa sih, Mas?’’‘’Jangan-jangan kamu dekat dengan temenku lagi. Ayoo ngaku!’’ serangku seketika.‘’Rasain tuh kamu, Mas!’’ batinku sembari terkekeh.‘’A—aku kenal dengan temenmu? E—enggaklah, emang siapa sih nama temenmu itu?’’ Wajah Mas Deno begitu kaget dan seperti tengah menyembunyikan sesuatu dariku. Bagaimana kalau aku buat dia lebih kaget lagi. Dia pasti tak akan mau mengakui pengkhianatannya kok. ‘’Ahh! Aku nggak mau gegabah. Mainnya tuh pelan-pelan aja.’’‘’Elsa, nama temenku. Mas kenal Elsa?’’‘’E—enggak,’’ sahutnya cepat, secepatnya dia menggeleng dan memalingkan muka. Entah apa yang tengah ada di pikiran lelaki pengkhianat itu.‘’Kamu nggak boleh lagi mesen menu yang begituan!’’ ketusnya kemudian.‘’Lah, kok begitu? Masakannya enak banget loh, Mas. Kok kamu aja yang nggak suka. Aneh deh!’’ ‘’Atau lidahmu tebal kali ya? Ngga tahu mana rasa yang enak,’’ tambahku yang sedang menahan tawa.Hahah! Aku yakin semua menu itu tak asing lagi bagi rasa lidah dan pemandangannya. Secara kan si pelakor itu setiap hari membawa Mas Deno makan di luar. Masih saja dia berusaha membohongiku. Membohongi untuk kesekian kalinya. Aku ini bukan wanita bodoh dan wanita yang bisa kamu khianati terus-menerus. Aku bukan Nelda yang kamu kenal dulu lagi, Mas.‘’Pokoknya aku nggak suka menu itu! Kamu yang suka, aku nggak suka. Jangan kamu ulangi lagi mesen menu itu!’’ ketus Mas Deno. Sangat kelihatan urat lehernya saking menahan amarah padaku dan melangkah seketika ke luar dari kamar, pintu dibantingnya dengan keras.‘’Astaghfirullah! Dari sana aja udah kelihatan aneh sikapmu, Mas,’’ lirihku pelan dan mengelus punggung Naisya, dia tampak kaget dengan bunyi banting pintu barusan. ‘’Minum dulu, Sayang!’’ Aku menyuguhkan botol yang berisi air minum kepada putriku dan dia meraihnya lantas meneguk hingga tandas. Aku tersenyum menatapinya.‘’Anak satu-satunya Mama nih.’’ Aku meraih kembali botol yang kosong lantas mengecup keningnya, dia tampak tersenyum memandangiku. ‘’Karena kamu Mama jadi sekuat ini, Nak,’’ gumamku seketika. Ya, karena Naisya aku bisa sekuat ini. Sebenarnya hatiku begitu rapuh, hatiku teriris setelah mengetahui pengkhianatan suamiku kepadaku. Laki-laki yang selama ini kupercaya sepenuhnya, ternyata seperti itu kelakuannya. Seharusnya aku menyisakan sedikit ketidakpercayaan dan rasa was-wasku terhadap suamiku. Semuanya telah kuberikan pada Mas Deno dan aku menemaninya sedari nol, sebelum dia naik jabatan. Bahkan sebelum dia mendapat kerja yang layak.Ternyata setelah dia naik jabatan, kelakuannya pun meningkat dan dengan beraninya dia bermain dengan wanita lain di belakangku, bahkan sudah 4 tahun lamanya dan tak pernah terbongkar, baru sekaranglah semuanya terbongkar. Terdengar olehku langkah kaki menuju kamar. Aku yakin itu adalah langkah kaki si lelaki pengkhianat itu. Nah, benar kan apa yang kupikirkan. Dia bergegas memasuki kamar dan meraih kunci mobil yang tergantung di lemari. ‘’Ke mana dia malam begini?’’ Mataku terus saja sedikit meliriknya.‘’Nel, aku mau pergi dulu. Temenku ngajak nongkrong di luar,’’ pamit suamiku. Kukira dia tak kan meminta izin sama sekali kepadaku. ‘’Oke, Mas. Tapi jangan pulang larut malam,’’ sahutku dan kembali fokus bermain bersama Naisya. Dia tak menjawab malah bergegas melangkah ke luar dari kamar. ‘’Apa bener kamu cuma nongkrong dengan temenmu saja, Mas? Atau nongkrong dengan selingkuhanmu itu?’’ gumamku tersenyum sinis. Aku tahu apa yang harus kulakukan untuk membuktikan dia nongkrong dengan teman kantornya atau dia nongkrong dengan selingkuhannya itu. Aku bergegas meraih benda pipih.Berdering?‘’Assalamua’alaikum, Nel! Tumben kamu nelpon malem begini.’’‘’Wa’alaikumussalam. Mas Deno di tempat kamu nggak, Ndra?’’ Andra adalah teman dekatnya Mas Deno, sekaligus teman kantornya.‘’Enggak tuh, emangnya Deno belum pulang?’’‘’Atau kamu ngajak Mas Deno nongkrong malem ini?’’ tanyaku yang tak menjawab pertanyaannya.‘’Enggaklah, aku aja lagi di rumah mertuaku nih.’’Allah! Lalu dengan siapa Mas Deno nongkrong? Aku semakin merasa curiga. ‘’Ya udah, makasih banyak ya, Ndra. Jangan bilang ke Mas Deno kalo aku nyariin dia.’’ Aku segara memutuskan sambungan telepon. Aduuh! Siapa lagi yang akan aku hubungi untuk mencari kebenaran ini. Apakah dia memang benaran nongkrong dengan temannya atau tidak.Andi? Ya, Andi juga teman dekatnya Mas Deno, sekaligus teman kantornya. Kucoba menghubungi nomor Andi.‘’Assalamua’alaikum. Ada apa, Nel?’’‘’Wa’alaikumussalam, Ndi. Kamu sama Mas Deno nggak? Atau janjian nongkrong dengan dia malem ini gitu?’’‘’Enggak, Nel. Kebetulan aku lagi main sama anakku nih. Nggak bisa keluar. Emang si Deno nggak di rumah?’’Jleb! Aku semakin curiga dan yakin kalau suamiku nongkrongnya sama si pelakor itu. ‘’Ya udah, makasih banyak ya, Ndi? Jangan bilang kalo aku nyariin Mas Deno.’’ Aku segera memutuskan telepon dan menghela napas kasar. Kupandangi Naisya mulai menguap. Segera kubereskan mainan yang tergeletak di depannya, lantas membaringkan Naisya di sebelahku dan menepuk pelan pantatnya. Tak lama kemudian dia pun terlelap. Hatiku sungguh tak tenang malam ini. Bagaimana kalau aku tanya saja sekalian kepada wanita itu? Apa aku akan kuat jika terbukti suamiku nongkrong dengan selingkuhannya? Ya, aku pasti kuat untuk mencari kebenaran ini. Bergegas kuraih kartu baru di bawah kasur. Lalu segera mengganti kartu ponselku dengan kartu rahasia, kartu khusus menghubungi si pelakor. ‘’Selamat malam, Mba! Mba, aku mau nanya nih. Mas Deno sama Mba sekarang nggak? Aku cuman mau memastikan aja.’’Aku memberanikan diri mengirimi pesan ke pelakor itu. Tampak centang dua, tetapi belum berwarna biru. Itu pertanda belum direadnya. Aku sungguh mencemaskan suamiku.P sedang mengetik? Hatiku semakin tak tenang saat ini. Entah kenapa dadaku terasa sesak ketika dia sedang mengetikan pesan.‘’Selamat malam! Iya, Mel. Masmu lagi sama aku nih. Dia manja banget tahu nggak, nggak bisa jauh dari aku.’’Jleb! Lemas lunglai tubuhku ini seakan-akan tulang belulangku lepas begitu saja. Air mataku berhasil lolos, dadaku terasa sesak membunjah menahan rasa sakit dan ubun-ubunku terasa memanas.‘’Ya Allah! Ternyata benar dugaanku. Sudah kesekian kalinya aku dibohongi. Bodoh banget aku jadi wanita.’’ Aku menyeka air mata dengan kasar. Kubiarkan benda pipih itu tergeletak di ranjang. ‘’Emang kenapa, Mel? Istrinya nyariin Mas Deno ya? Bilang aja nggak tahu atau kamu bilang sama aku juga nggak apa-apa kali ya. Supaya dia sadar, kalo dia nggak menarik lagi di mata Mas Deno.’’Allah! Kuatkan aku. Jangan biarkan aku jadi wanita yang tak berdaya dan mudah rapuh. Air mata terus saja membasahi pipiku dan dadaku terasa kian sesak.‘’Nggak, Mba. Aku penasaran aja. Udah dulu ya. Jangan dibilangin kalo aku sedang nyariin Mas Deno.’’ Tanganku bergetar hebat mengetik pesan balasannya. Segera kukirimkan dan bergegas mengganti kartuku dengan kartu lama kembali.‘’Apa kurangnya aku coba?’’ ucapku lirih di sela isakan tangisku.Air mata tak dapat lagi kubendung. Hatiku ini terasa ditusuk ribuan belati berkali-kali. Sebenarnya aku tak patut menangisi lelaki pengkhianat seperti dia, tetapi hatiku begitu teriris dengan semua pengkhianatan yang dilakukannya terhadapku, yang tak kusangka sedikit pun dia akan mengkhianatiku. Ternyata aku salah selama ini. Lelaki yang bersikap manis dan romantis belum tentu tak berkhianat di belakang kita. Terkadang itu hanya sebagai untuk menutupi kesalahan dan pengkhianatannya saja agar tak kita ketahui.Aku sungguh tak habis pikir. Kenapa hatinya semudah itu berpindah kepada wanita lain, kenapa hatinya bisa berpaling? Apakah kekuranganku selama ini? Bahkan sebelum aku mengetahui semua kebusukannya, seleranya selalu aku buatkan dan apa pun kesukaannya selalu kusediakan. Aku pun selalu berdandan, menantinya pulang bekerja dari kantor dengan berdandan cantik dan menyambutnya. Terus di mana kurangnya aku? Aku benar-benar tak habis pikir. Secantik apakah si pelakor itu? Sampai suamiku tergila-gila dan berpaling dariku. Kepalaku makin berdenyut rasanya dan pikiran begitu kalud. Suara di luar sana membuyarkan lamunanku.‘’Bu, Ibu nggak makan malem? Udah Bibi siapkan nih.’’ ‘’Astaghfirullah! Ternyata aku belum makan sama sekali. Baru tadi sore makan dengan menu pesanan si Pelakor itu.’’ Aku menghembuskan napas pelan dan mengusap air mata. ‘’Eh, iya, Bi. Aku lagi nggak ada selera,’’ sahutku seadanya. Ya, memang itu yang kurasakan saat ini. Selera makanku kandas begitu saja. ‘’Ibu sakit? Bibi bawa ke rumah sakit, ya?’’ ‘’Nggak, Bi.’’ Aku menggeleng cepat.‘’Bibi masuk ya?’’ Bibi Sum bergegas memasuki kamarku yang tak dikunci.‘’Kenapa mata Ibu sembab?’’ Bibi Sum tampak terperanjat kaget memandangi kedua netraku. Aku menunduk seketika.‘’Nggak ada, Bi.’’‘’Jangan bohongi Bibi. Ceritalah, Bu.’’ Bibi Sum mendekatiku.Membuat dadaku terasa membuncah. Ingin rasanya menceritakan semua yang tengah kurasakan pada Bibi agar pikiranku sedikit tenang dan beban pikiranku lebih ringan. Ingin rasanya memeluk wanita yang selama ini aku anggap sebagai ganti orang tuaku, hanya dia kini yang aku punya.‘’Ba—Bapak selingkuh, Bi.’’ Akhirnya ucapanku keluar juga. Sontak membuat Bibi Sum kaget dan membekap mulutnya seketika. ‘’A—apa? Ibu beneran?’’ Matanya melotot. Aku hanya mampu menganggukkan kepala. Tangisanku tak dapat dibendung lagi. Langsung kupeluk Bibi Sum dengan erat dan mengeluarkan rasa sakit hatiku semuanya dengan menangis histeris. ‘’Ya Allah, menangislah, Bu. Biar hati Ibu plong. Bibi merasakan apa yang Ibu rasakan. Bibi yakin Ibu pasti kuat,’’ lirihnya mengelus punggungku. ‘’Nggak habis pikir dengan Bapak, kok teganya menduakan Ibu. Apa kurangnya Ibu coba? Cantik, sholehah, baik, pinter masak, punya Naisya, dan selalu memanjakan selera Bapak. Lah, apalagi coba?’’ ‘’Itulah, Bi. Aku juga nggak habis pikir. Apa yang membuat Bapak bermain di belakangku.’’ Aku melepas pelukan pelan lantas menatap Bibi Sum yang syok sedari tadi wajahnya dengan semua pengakuanku. ‘’Tapi, Bibi harus janji ya? Menutupi semua ini, jangan sampe tahu Bapak kalo aku udah mengetahui semua tentang perselingkuhannya yang selama 4 tahun itu.’’ Aku memegang jemari Bibi Sum sembari menghapus air mataku. Sontak kembali membuat mata Bibi sempurna membulat.‘’4 Tahun?’’ ulangnya kembali dengan mata melotot saking kagetnya. Aku kembali membalas dengan anggukan. Kembali aku seka air mata yang selalu menetes.‘’Ya Allah, jadi sudah 4 tahun Bapak berselingkuh baru sekarang Ibu tahu?’’ Aku pun kembali mengangguk. ‘’Bibi nggak tahu harus bilang apa. Tapi Bibi yakin, Ibu pasti kuat dan jangan paksakan diri kalo Ibu memang nggak bisa bersama Bapak. Jangan lupa selalu berdo’a sama Allah ya, Bu? Minta yang terbaik kepada-Nya. Ini demi Naisya, Ibu harus kuat.’’ Bibi Sum meraih jemariku dan memberikan kekuatan untukku. Aku menghela napas kasar.‘’InsyaaAllah, Bi. Do’akan aku selalu ya, supaya tetap kuat. Makasih banyak Bibi udah mendengarkan semua curhatanku,’’ ucapku dengan suara parau. ‘’Bibi akan selalu bantu dengan do’a dan selalu support Ibu. Pokoknya apapun yang ingin Ibu ceritain, ceritain aja ke Bibi ya? Jangan sungkan.’’ Aku hanya menyahut dengan anggukan.‘’Ya udah, Ibu istirahatlah! Selagi Naisya tertidur pulas.’’ Bibi Sum menepuk pundakku pelan dan memberikan senyum penyemangat. Aku mengangguk. Bibi Sum pun bergegas melangkah ke luar dari kamarku. Teringat kembali olehku Mas Deno. Membuat aku kembali terisak.‘’Ngapain aja kamu sama selingkuhanmu itu, Mas. Jam segini masih belum pulang.’’BersambungSayup-sayup terdengar bunyi mesin mobil di luar sana. Itu pasti Mas Deno. Kucoba mengusap mata yang terasa perih dan tak kunjung bisa dibuka. Mataku tertuju ke benda yang melingkar di dinding. Sontak membuatku terperanjat kaget.‘’Pukul 01.00? Ya Allah! Apa aku salah lihat kali, ya?’’ Aku terus saja mengusap bola mataku tak henti-hentinya. Tetapi tetap saja angka 01.00 yang terlihat olehku. ‘’Allah! Ternyata udah larut malam. Aku tertidur setelah curhat ke Bibi, saking lelahnya pikiranku ini,’’ gumamku dalam hati.Langkah kaki terdengar lirih olehku menuju kamar. Aku yakin itu adalah si lelaki pengkhianat. Aku bergegas berpura-pura tertidur lelap dan membelakangi punggungku ke arah pintu. Kupasang pendengaranku dengan sebaik mungkin. Langkah kakinya semakin terdengar dekat dan pintu pun sedikit berderit. Hidungku seakan-akan mencium seperti bau minyak wangi seorang wanita. Ya Allah! Apa itu minyak wangi si pelakor yang lengket baunya di pakaian suamiku? Hatiku sungguh terasa ditusuk
Sepertinya Mas Deno masih kecewa padaku, tampak dari raut wajahnya. Ya, pasti dia kecewa karena aku menolak untuk hamil lagi. Lelaki seperi Mas Deno cukup satu anak saja. Dan aku tak kan mau untuk hamil lagi, sekali pun dia memaksaku. Aku menatapnya dengan tersenyum tipis sedari tadi melihatnya mengaduk-aduk nasi di piringnya itu hanya sesekali disuap oleh Mas Deno, entah apa yang tengah terpikirkan di benaknya itu.‘’Lah, Mas kamu nggak suka masakan aku?’’ tanyaku berpura-pura.Ya, tadi akhirnya aku memutuskan untuk memasak walau aku sempat merasa malas untuk memasakkan seleranya, tetapi aku harus berpura-pura bersikap layaknya seperti biasa, yang tak mengetahui perselingkuhannya. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan.’’Bukan. Aku nggak ada selera aja,’’ sahut suamiku lemah.‘’Dasar kamu, Mas! Aku tahu kamu pasti kepikiran ucapanku tadi pagi yang menolak untuk hamil lagi. Iya kan? Lelaki kayak kamu itu nggak bisa punya anak banyak!’’ batinku sembari menyuap nasi ke mul
‘’Aku heran deh, Nel. Tumben kamu kayak gini,’’ cecar Mas Deno sambil menyunggingkan bibirnya kala berada di mobil. Aku yang masih fokus menyetir menoleh sejenak lantas tersenyum tipis.‘’Heran kenapa? Wajarlah aku kayak gini ke suamiku sendiri. Ada-ada aja kamu, Mas,’’ sahutku sembari menggelengkan kepala lalu fokus kembali menyetir.‘’Aku tuh pengen suami aku kayak lelaki lain penampilannya,’’ imbuhku meliriknya sejenak lalu kembali fokus menyetir.Semoga dia tak begitu curiga dengan sikapku agar semua rencanaku berjalan dengan lancar. Kini aku lebih banyak diam dan fokus menyetir, jadi kami tak begitu banyak mengobrol. Hanya sesekali saja. Entah kenapa selalu saja isi pesan dari si pelakor itu menari-nari di benakku, membuat hatiku teriris dan rasa benci hadir pada si lelaki yang duduk di sampingku ini. Tak berselang lama, aku telah tiba di depan Transmart. Bergegas memarkirkan mobilku. ‘’Yuk, Mas!’’ ajakku kepada lelaki yang masih bergeming sedari tadi. ‘’Ah, iya, Nel.’’ Aku dan
‘’Semoga hari ini semua rencanaku berjalan dengan lancar.’’Aku tersenyum sinis, kupandangi benda melingkar di tanganku, masih menunjukkan pukul 10.00. Kembali fokus menyetir sesekali melirik ke lelaki pengkhianat di sampingku. Dia lebih banyak diam sedari tadi, mungkin khawatir jika aku mengetahui semua pengkhianatannya padaku. Aku bukan istri bodoh! Dan aku bukan wanita untuk dikhianati.‘’Nel, kita ke mana sih? Kita pulang aja yuk!Naisya pasti nyariin,’’ lirih Mas Deno, aku menoleh sejenak dan menatap kedua mata elangnya. Tampak ada sesuatu yang tengah disembunyikannya di sana. ‘’Aku yakin ini tentang pengkhianatannya, dia takut akan terbongkar atau—’’‘’Entahlah!’’ batinku.‘’Kok kamu cemas begitu, Mas? Lucu deh, kamu kira aku akan bawa kamu ke penjara gitu?’’ Aku terkekeh memandangi ekspresi wajah Mas Deno. ‘’Bu—bukan begitu, Nel,’’ kilahnya terbata. Aku kembali menoleh.’’Lalu?’’‘’Kasihan Naisya kalo kita tinggal lama.’’ Dia bicara denganku tapi pandangannya ke depan. Ahh! D
‘’Nel! Cukup, Nel!’’ bentak Mas Deno dengan suara menggelegar dan berusaha merebut benda pipih yang tengah kugenggam.Akhirnya aku terpaksa mengakhiri live di instagram karena dia terus saja berusaha merebut benda pipih dari tanganku, aku takut nanti malah terbentur ke lantai apalagi perjuanganku untuk mendapatkan benda pipih ini sangat susah, dulu ketika aku masih gadis bekerja siang dan malam. Ya, sekarang yang penting followersku sudah tahu kalau lelaki yang selama ini dipuja olehnya adalah lelaki yang hobi main gila dengan wanita murahan. Aku bergegas memasukkan kembali ke saku-saku.‘’Apa kata kamu, cukup? Kamu yang cukup, Mas!’’ jawabku tak kalah lebih emosi lagi.‘’Tega kamu selama ini sama aku! Apa kurangnya aku? Apa yang nggak kuberi ke kamu, semuanya aku berikan! Aku temeni kamu dari nol, Papaku memberikan pekerjaan untuk kamu dan udah kaya raya kamu malah main dengan wanita murahan ini. Kamu bener-bener keterlaluan, Mas!’’ Kuluapkan semua amarahku, aku keluarkan apa yang
Entah kenapa aku sekarang sangat mencemaskan Nelda.‘’Mas, ada apa sih? Kok kamu kelihatan murung begitu?’’ Chika, selingkuhanku bergegas menghampiri dan dia menghenyakkan bokongnya di sampingku.‘’Kamu kepikiran Nelda yang udah mempermalukan kita itu? Mikir dong, Mas! Seharusnya kamu lebih bisa melupakannya!’’ kesal Chika seketika.Ya, beberapa hari nan lalu aku diviralkan oleh istriku sendiri di sosmednya, dia yang kukira tak tahu apa-apa ternyata begitu licik juga. Entah dari mana dapat ide semenarik dan selicik itu untuk mempermalukan aku di depan camera. Aku tak menyangka seorang Nelda akan melakukan hal yang di luar perkiraanku. Aku juga tak mengira jika perselingkuhanku terungkap secepat itu.‘’Atau kamu mau nggak kita bales aja tuh semua perlakuan si sok alim, gimana?’’ usul Chika dengan tersenyum sinis. Dalam hati aku membenarkan ucapan Chika. Tetapi hati kecilku memberontak, entah kenapa. Apa rasa cinta itu masih ada untuk istriku? Jika masih ada, mengapa aku lebih nyaman de
‘’A—aku di mana?’’ Aku memegangi kepala yang begitu terasa sakit. Samarku kulihat ada seorang lelaki muda lagi tampan, siapa dia?‘’Alhamdulillah, kamu udah siuman,’’ ucap lelaki itu sambil tersenyum.‘’Aku di mana?’’ ulangku kembali. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ya Allah, di rumah sakit? Aku coba mengingat kembali, pikiranku berputar mengingat semua kejadian beberapa jam nan lalu. Aku kecelakaan? Teringat kejadian itu saja membuat kepalaku pusing.‘’Kamu di rumah sakit. Kamu tadi kecelakaan,’’ sahutnya.‘’Oh iya, kenalkan namaku Reno!’’ Dia mengulurkan tangannya dan mendekat ke arahku yang tengah terbaring lemas ditambah terpasang indah selang infus dan perban. Aku memandanginya, sekian detik kemudian.‘’Aku Nelda.’’ Aku hanya menelungkupkan tangan di dada. Membuat dia menggaruk kepalanya, lantas mengangguk tersenyum. Ya, biar bagaimana pun aku dan lelaki itu bukan mahram. Aku mencoba untuk duduk, namun begitu terasa sulit sekali. Tubuhku sangat sakit.‘’Kamu istirahat d
Aku terperanjat kaget dan dada terasa sesak.’’Ya Allah! Apa dia nggak sadar kalo dia yang memulai duluan?’’ Ah, lebih aman jikalau kumatikan saja ponsel ini. Aku bergegas menekan tombol off.‘’Bu?’’‘’Ah, iya, Sus,’’ sahutku yang menoleh, ternyata suster itu masih berdiri mematung di sana. Mungkin dia terheran dengan ekspresiku tatkala membaca pesan yang dikirimi oleh wanita murahan itu.‘’Ibu baik-baik saja?’’‘’Saya baik-baik saja kok, Sus.’’ Tanganku masih memegangi ponsel dan bergegas meletakkannya. Suster itu kedua matanya masih fokus memandangiku.‘’Alhamdulillah.’’‘’Tapi ma’af sebelumnya nih, Bu. Kalo nggak ada keperluan penting, jangan pegang handphone dulu,’’ sarannya kemudian. Dalam hati aku membenarkan saran dari suster, aku hanya mengangguk.‘’Ya udah, makanlah dulu, Bu! Nanti jika Ibu butuh apa-apa, pencet saja bel itu.’’ dia menunjuk ke dinding tampak tombol bel disediakan di sana.‘’Iya, Sus. Makasih,’’ kataku.‘’Sama-sama, kalo begitu saya tinggal dulu.’’ aku hanya m
Setelah bersalaman dengan mertua, sahabat, dan juga anakku. Saatnya kami berdua menaiki pelaminan. Lelakiku itu mengenggam erat tanganku untuk melangkah menuju pelaminan. Para tamu undangan pun langsung mengucapkan selamat dan bersalaman dengan kami berdua.‘’MaasyaaAllah. Mba Nelda? Akhirnya bertemu dengan Penulis favoritku.’’ Wanita yang kuperkirakan umurnya dua puluhan itu bergegas memelukku.‘’Alhamdulillah. Senang banget bertemu, Kakak.’’ Kami melepaskan pelukan. Matanya berbinar menatapku.‘’Semoga langgeng sampe Kakek Nenek yah, Mba.’’‘’Aamiin Ya Allah. Makasih banyak loh.’’Ternyata ada banyak pembaca yang kuundang hingga membuat kami tak bisa duduk beristirahat di kursi pelaminan karena menjabat tangan mereka satu-persatu.‘’Tapi kok Naisya belum ketemu sama aku sejak tadi?’’ Mataku sibuk mencari keberadaan si kecil.‘’Mama! Papa!’’ teriaknya yang membuat aku tertawa, anakku bergegas memelukku. Ternyata dia bersama Fani.‘’Duuh sayangnya Mama nih.’’ Aku memeluknya dengan era
Seminggu kemudian, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Semua persiapan pernikahanku Fani dan teman-temannya yang mengurus. Aku tengah duduk di depan cermin. MaasyaaAllah, aku terlihat begitu cantik dan anggun dengan polesan make up tipis dari Sang Perias.‘’Akhirnya aku melepas masa jandaku. Semoga ini adalah pernikahan terakhirku seumur hidup dan semoga Reno imam terbaik untuk aku, juga jadi Papa sambung buat anakku.’’ Aku tersenyum memandangi bayangan wajahku di pantulan cermin.Ini adalah pernikahanku yang kedua kalinya. Sebelumnya tak pernah terniat di hatiku untuk menikah lagi, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, apalah daya. Allah berkehendak lain. Lelaki itu selingkuh selama empat tahun lamanya. Menyisakan trauma dan luka yang mendalam. Hingga akhirnya datang seseorang yang dengan pelan-pelan bisa mengobati rasa luka dan traumaku. Dialah yang akan jadi calon imamku. Harapanku semoga ini adalah pernikahan terakhir dalam hidupku.‘’Cie-cie ada yang senyam-senyum
‘’Happy birth day, Om Reno.’’ Kali ini Naisya yang mengucapkan.‘’Makasih, Dik. Sayangnya Om Reno nih.’’ Tangannya mengelus kepala Naisya.‘’Ini kadonya dari aku, Om.’’ Anakku bergegas menyodorkan kado yang membuat para tamu undangan tersenyum.‘’Wah, ini Adik yang membungkus kadonya? Bagus banget. Makasih ya.’’ Lelaki itu langsung mengambil kado dari tangan Naisya lalu memandangi kado yang bersampul panda itu.‘’Bibi yang menyiapkan, Om. Dan uang untuk membeli kadonya minta ke Mama,’’ katanya dengan polos, berhasil membuat para tamu tertawa.Begitu juga dengan Reno dan orangtuanya. Aku memberi kode agar si Bibi memberikan kado yang tengah dipegangnya sedari tadi. Bibi langsung memberikannya padaku.‘’Dan ini dari aku ya, Ren. Jangan dilihat dari harganya. Tapi lihatlah siapa yang memberikannya.’’ Senyumannya mengembang lalu bergegas mengambil kado yang kusodorkan.‘’Makasi ya,’’ kata lelaki itu dengan suara lembut. Entah kenapa hatiku jadi tersentuh.***Tak ada acara hembus lilin. H
Setahun kemudian..Hari ini adalah ulang tahun Reno, lelaki yang selama ini kukira tidak baik. Lelaki yang selama ini aku ragukan ketulusan hatinya. Ternyata dia memang lelaki yang baik dan peduli padaku, terutama pada Naisya. Dia banyak sekali berkorban untukku dan juga anakku. Akibat kepeduliannya itu membuat sikap dinginku lenyap, apalagi Naisya sangat senang bermain dengan lelaki itu. Hingga sosok almarhum Papanya bisa digantikan oleh Reno. ‘’Udah setahun lebih tanpa kehadiran Mas Deno di sisiku dan juga Naisya. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Mas. Dan diampuni segala dosa-dosamu,’’ lirihku sambil mematut diri di cermin.Ya, sudah setahun lebih lamanya aku menjanda. Sedangkan sahabatku Fani sudah menikah duluan dengan Fahmi, lelaki pilihan Mamanya. Yang ternyata dia adalah lelaki baik.Seiring berjalannya waktu rasa luka masa lalu itu dengan pelan mulai sembuh, disembuhkan oleh lelaki baik yang bernama Reno. Malaikat yang dititipkan Allah untukku.‘’Ma, yuk kita jalan sekaran
Dua hari kemudian..Anak semata wayangku sudah bisa dibawa pulang, Alhamdulillah panasnya sudah turun. Ya, walaupun dia sering memanggil nama Papanya. Terutama di saat tengah tertidur pulas. Sesuai prediksi Dokter Nira, anakku itu kemungkinan tengah merindu berat pada Papanya. Ditambah dia kekurangan istirahat, dia sering begadang karena tak bisa tidur beberapa hari kemarin.Aku pun sudah mencoba menghubungi nomor kontak Mas Deno, tapi nihil. Lelaki itu malah mereject telepon dariku, bahkan sudah berulangkali aku hubungi namun sekali pun tak diangkatnya. Apa dia tak kepikiran Naisya di sana? Apa dia tak mengalami hal yang sama seperti Naisya yang tengah rindu berat padanya? Atau karena dia sedang asyik bersama si pelakor itu? Jadi lupa sama anaknya? Aku menghela napas lega. Biarkan saja lelaki itu, toh dia tak kan mau peduli pada anakku. Biarkan saja aku yang membesarkan dan mendidik Naisya.****Hari ini aku bersyukur sekali, karena anakku bisa dibawa pulang. Aku mengusap kepala putr
Tanpa berkata apapun aku bergegas berpindah posisi duduk. Aku memeluk putriku di kursi belakang. Sedangkan lelaki yang bernama Reno itu langsung melajukan si roda empat. Ya, kali ini aku tak boleh egois. Yang paling penting sekarang Naisya tiba di rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter. Aku terus saja mengecup kening putriku yang tengah dalam pangkuan. Kubelai rambutnya.‘’Sayang, Adik pasti kuat. Yang sabar ya, Nak. Sebentar lagi kita pasti akan sampe di rumah sakit,’’ kataku lirih.Kuraba kepalanya, membuat aku semakin cemas. Panas anakku malah semakin naik.‘’Ya Allah! Kuatkan anakku. Sembuhkan dia.’’‘’Nel, kamu yang tenang ya. Banyakin berdo’a,’’ kata lelaki yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik ke belakang lewat kaca spion.Entah kenapa kali ini membuat hatiku lebih tenang. Ada apa denganku?Tak berselang lama mobilku sudah tiba di depan rumah sakit. Lelaki itu bergegas turun. Aku yang akan membuka pintu mobil membuat tanganku terhenti. Karena lelaki itu sud
‘’Astaghfirullah! Dik, kok kamu panas banget, Nak.’’ Aku mengusap kepala Naisya. Membuat aku terkesiap dan panik dibuatnya. ‘’Bibi!’’ ‘’Bi! Cepat ke sini!’’ ‘’Iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu terperanjat memandangi aku. ‘’Naisya, Bi. Kepalanya panas banget.’’ ‘’Tenang ya, Bu. Biar Bibi coba kompres dulu.’’ Aku sungguh tak tenang dibuatnya. Bagaimana tidak, tubuhnya begitu panas. ‘’Pa—Pa.’’ Membuat mataku membulat. Papa? Matanya masih terpejam namun dia memanggil mas Deno. Anakku ketika demam tak pernah memanggil papanya. Apa dia begitu rindu pada mas Deno? Ya Allah. Aku harus bagaimana? ‘’Bu, biar Bibi yang mengompres,’’ kata wanita separuh baya itu yang tengah melangkah memasuki kamar dengan tergopoh-gopoh sambil membawa baskom dan handuk kecil. Di saat anakku demam panas seperti ini bayangan wajah Mas Deno pun hadir di benakku. Ada apa ini? Bisa-bisanya aku teringat sama lelaki itu di saat genting seperti ini. ‘’Nggak, Nel. Kamu harus fokus ke anakmu. Nggak usa
‘’Hei, loh bisa diem nggak?’’ Tangan lelaki itu menamparku dengan spontan. Membuat aku meringis kesakitan. Andaikan saja aku punya tenaga dan tanganku tak diikat, mungkin aku akan membalas semuanya. ‘’Jangan dihabisin tenaga kalian. Tutup saja mulutnya,’’ titah wanita licik itu yang membuat mataku melotot.‘’Baik, Bu.’’ Dia bergegas melakban mulutku membuat aku sulit untuk bicara.‘’Dasar brengsek! Awas aja kalian semua. Aku bakal balas lebih kejam dari ini,’’ ancamku dalam hati. Lelaki yang tengah menyetir itu tersenyum puas menatapku, begitupun dengan lelaki yang duduk di sebelahku. Awas saja kalian! Akan kubalas semua perlakuan kejam ini.‘Aku mau dibawa ke mana sebenarnya?Tiada putusnya mataku memandangi di sekeliling jalan ini lewat kaca jendela. Begitu sepi, hanya satu atau dua saja kendaraan yang lewat. Aku semakin cemas dibuatnya. Mau apa mereka? Apa mereka punya rencana lebih jahat lagi padaku? Chika, kamu di mana Sayang. Andaikan saja kamu tahu apa yang dilakukan oleh Mam
POV Deno‘’Untuk apa kalian memberiku makan? Lebih baik bunuh saja akuu!’’ teriakku lantang.Sudah seminggu aku disekap di sini. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi kuhadapi, hingga membuat wajahku babak belur seperti ini. Mukaku begitu terasa sakit. Kukira mertuaku itu akan membawaku pergi ke luar kota, namun tak sesuai ekspektasi. Sungguh dia pandai sekali bersandiwara membuat aku percaya.Ternyata aku dibawa ke rumah kosong yang sudah tua. Masih teringat olehku ketika aku berada di mobil, asistennya membekap mulutku hingga membuat aku pingsan. Aku yakin ada resep yang ditaburkannya pada sapu tangan itu. Tak berselang lama tiba-tiba aku sudah sadar dengan keadaan air yang membasahi muka dan seluruh tubuhku. Aku yakin wanita licik itu yang menyiramkannya. Kenapa aku jadi bodoh seperti ini. Sialan!‘’Awas aja kalo aku bisa keluar dari sini. Aku akan balas semuanya,’’ geramku dalam hati yang memandangi kedua lelaki bertubuh kekar itu.‘’Ngapain loh melototin kita kayak gitu? Mau kabur,