GUNUNG GULGULAN yang menjadi tempat berdirinya Kuil Mega Merah menjadi tempat kejar-kejaran antara bayang-bayang yang melesat cepat diantara lembah-lembah terjal yang ada di gunung gulgulan tersebut. Aria Amante tahu bahwa dirinya dikejar oleh mereka. Secepat mungkin ia melarikan dirinya. Tapi kecepatan itu masih kalah juga dengan kecepatan mereka. Dalam waktu singkat, Ratu Pemikat sudah berdiri menghadang langkah Aria Amante.
"Oh, bahaya! dia sudah sampai di depan sana!" gumam Aria Amante dalam ketegangannya. “Sebaiknya aku lari ke arah kiri saja!"
Wusss...!
Aria Amante berkelebat tanpa peduli lagi apakah Ratu Pemikat masih mengejarnya lagi atau sudah bosan. Yang jelas dia harus cepat selamatkan diri, karena kunci kamar itu ada di balik ikat sabuk pinggangnya.
Baru saja beberapa jarak ia menempuh pelariannya yang berbelok arah itu, tiba-tiba di depannya sudah berdiri Eyang Sambar Nyawa yang segera berseru,
“Aria, jangan takut.
“Begawan Cakra Buana” ulangnya kaget.Laki-laki muda itu hanya senyum sedikit dari balik caping bambunya. Senyum itu indah menurut mata Aria Amante yang belum rabun itu. Dan tiba-tiba dari arah depan laki-lak muda tampan itu muncul Ratu Pemikat. Ratu Pemikat tampak terkejut melihat sosok penolong Aria Amante.“Berdirilah di belakangku!" ucap sosok bercaping yang tak lain adalah Bintang mengulangi ucapannya kepada Aria Amante. Aria Amante tampak segera pergi berlindung dibelakangnya.“Siapa kau..?!" tanya Ratu Pemikat dengan senyum menggoda. Sudah menjadi watak Ratu Pemikat bila berhadapan dengan seorang laki-laki gagah dan tampan seperti itu.Belum lagi Bintang menjawab pertanyaan Ratu Pemikat. Tiba-tiba muncul Bandot Tua ke tempat itu. Bandot Tua segera pandangi sosok lelaki bercaping yang ada dihadapan Aria Amante.Seerrr...Satu sosok tua tampakkan diri, sosok yang tak lain adalah Eyang Sambar Nyawa.“
Eyang Sambar Nyawa makin tertawa geli melihat Bandot Tua bagai dipermainkan oleh dua perempuan. Tapi tawa tersebut cepat lenyap, karena mata Dewi Asmara Darah kini memandangnya dan dengan satu kali sentakan kepala mengibas, Eyang Sambar Nyawa terjungkal ke samping dan wajahnya masuk ke semak-semak.Brusss...!“Siapa yang mau tertawa lagi, hah?!" bentak Dewi Asmara Darah dengan lagak galaknya. Lalu, terdengar suara tawa yang walau tak keras namun terdengar jelas. Itulah tawa milik Bintang."Ha ha ha... Aku tertawa!"Dewi Asmara Darah cepat palingkan pandang dengan wajah tetap menampakkan kegeramannya. Tapi ia cepat berkata, “Kalau kau yang tertawa, terserah!""Hmm!” Ratu Pemikat mencibir, mencemooh sikap Dewi Asmara Darah.Bintang segera membuka caping bambunya sehingga terlihatlah raut wajah tampan itu, sementara itu terdengar Bandot Tua berseru,"Pendekar muda! Menyingkirlah kau dan jangan lindungi gadis bodoh itu!
“Lelaki tua itu juga berbahaya tuan, dia memiliki ilmu Angin Sambar Nyawa yang bisa membunuh dari kejauhan.” bisik Aria Amante lagi kepada Bintang. Kali ini Bintang hanya mengangguk.“Siapa namanya?”“Eyang Sambar Nyawa”Bintang kembali mengarahkan pandangannya kearah empat orang serakah yang ada dihadapannya, terdengar suara Bintang berkata.“Ketahuilah kalian, Pedang Merah tidak akan bisa dimiliki oleh siapa pun, selain pewarisnya!"“Siapa pewarisnya?!" tanya Bandot Tua.“Tentu saja gadis ini, murid tunggal Begawan Mega Merah!" ucap Bintang berpaling kearah Aria Amante seraya berbisik, “Aku akan memancing mereka, bersiaplah lari bersembunyi!”“Aku siap," balas Aria Amante.Bandot Tua membatin, "Mereka semua berilmu tinggi! Cukup sulit mengalahkan mereka! Sebaiknya kugunakan kidung pencabut nyawaku untuk membuat mereka pecah jant
“Aaaaow!” Dewi Asmara Darah terpekik kesakitan, satu kakinya terselip batang pohon dan menghimpitnya kuat-kuat. Sementara yang lainnya terjungkal di semak-semak atau ke mana saja. Masing- masing jarak jatuh mereka mencapai tujuh langkah dari tempat semula mereka berdiri. Sementara itu, dikedua telapak tangan Bintang masih tampak hembusan-hembusan angin yang berasal dari Ajian Badai Pusaran Angin yang baru saja Bintang Lepaskan.Bintang segera berbalik kebelakang, dan ;Wuusshhh....!!!Aria Amante bagaikan sedang bermimpi, ia tak sadar jika telah diangkat dan dibawa lari oleh Bintang menggunakan ajian gerak kilatnya yang luar biasa cepat itu. Dalam waktu singkat, mereka sudah berada didepan kuil. Bintang menurunkan Aria Amante dari atas pundaknya, Aria Amante terperangah memandang sekeliling dan berkata dengan suara gumam, “Sudah ada di sini lagi?"“Aku tidak tahu arah yang pasti kita tuju! Jika kau tahu, tunjukkan
“Kalau saja mereka tahu tempat ini, mereka tidak akan mau bertarung untuk memperebutkan Pedang Merah," ujar Bintang mendekati.“Kalau saja mereka tahu, mereka tidak sudi saling bunuh, sebab pusaka itu memang tidak ada!"“Tidak ada?!"“Guru tidak pernah punya Pedang Merah! Kamar itu bukan kamar penyimpanan pusaka, hanya sekadar kamar semedi!"“Apakah kau pernah masuk di dalamnya?""Belum. Tapi saat pintu kamar itu terbuka, aku sempat melihat isinya. Tak ada barang apa pun kecuali selembar tikar di lantai. Ruangan itu benar-benar kosong! Bersih, bahkan tanpa cahaya jika pintu tidak dibuka!"“Tapi mengapa mereka berebut untuk masuk ke kamar itu?""Mereka salah duga! Kabar tentang mendiang Guru memiliki pusaka Pedang Merah sepertinya hanya sebuah isapan jempol belaka, sekadar untuk menjaga wibawa Guru dan menakut-nakuti lawan!"“Tapi... guruku, Begawan Cakra Buana
"Ini namanya Bunga Kuncup Surgawi!"“Aku baru kali ini mendengar namanya. Cukup indah, seperti indahnya warna bunga dan bentuknya. Cantik sekali, seperti cantiknya si pemberi," ucap Bintang melegakan hati Aria Amante. Gadis itu tersenyum dengan manisnya, berkesan malu namun bahagia hatinya."Bunga Kuncup Surgawi layak dimiliki oleh seorang pria," kata Aria Amante."Mengapa begitu?""Pria yang memiliki Bunga Kuncup Surgawi membuat dirinya tak bisa disakiti oleh perempuan mana pun! Seorang perempuan tak akan tega melukai hati pria yang memiliki Bunga Kuncup Surgawi. Bawalah bunga itu untuk menjaga-jaga hatimu. Sampai seratus tahun pun bunga itu tak akan layu. Harumnya tetap akan menyebar di seluruh tubuhmu, dan tercium dari jarak tiga puluh langkah. Tapi jangan sampai bunga itu jatuh ke tanah, karena dia akan cepat layu dan tak lagi menyebarkan wewangian yang menenteramkan hati siapa pun!"“Terima kasih
"Belum tentu mereka mau melayani pertarungan denganmu kang! Mereka lebih mementingkan pedang pusaka dengan cara memporak-porandakan kuil!"“Aku bisa menggunakan kunci! Dengan menunjukkan kunci itu, mereka pasti bersedia bertarung melawanku supaya bisa dapatkan kunci kamar ruang semedi itu!""Bagaimana kalau kakang sampai... kalah?'“Kalau suratan takdirku sudah begitu, tak ada yang bisa menghindarinya!" jawab Bintang dengan tenang.Bintang kemudian mengulurkan tangannya kearah sabuk belakang pinggangnya untuk meriah kunci yang diselipkan oleh Aria Amante. Kunci itu ternyata berbentuk seperti senjata cakra kecil. Ujungnya bergerigi dan mempunyai garis siku dua buah pada batangnya. Panjangnya antara satu ukuran jari tengah, tapi lebih kecil dari ukuran jari itu sendiri. Bagian pemegangnya berbentuk gambar hati yang berlobang. Bintang mencari akar, lalu membuatnya kalung dengan bandul kunci tersebut, ia mengikatkan akar dan kunci di lehernya agak
"Biadab kau! Terimalah aji pamungkasku ini! Hiaaah!”Tangannya masih bisa menghentak ke depan, dan hembusan badai berserbuk putih itu keluar dengan deras, mengguncangkan tanah sekeliling. Badai Salju terjadi, udara dingin begitu cepat menyembur ke tubuh Bintang. Tetapi Bintang diam saja. Dipandanginya gerakan jurus 'Badai Salju'nya si Eyang Sambar Nyawa itu. Dalam waktu singkat tubuh Bintang telah menjadi putih terbungkus salju. Dan salju-salju itu sebenarnya salju beracun. Salju itu akan memakan daging dan darah korbannya hingga menjadi tulang-belulang."Bocah edan!" geram Eyang Sambar Nyawa. “Sudah dibungkus salju sebanyak itu tetap saja tak mau rubuh?! Hiaaah!”Eyang Sambar Nyawa sentakkan kedua tangan lagi dengan telapak tangan membara merah menyala. Pukulan itu melepaskan sinar merah berbentuk piringan setengah lingkaran. Sinar merah melesat ke dada Bintang.Bintang bergerak cepat,Cringg!!!Suara sep