Share

Bab 3-Manifestasi Kehendak Raja Naga

Langit di atas Kastil Bertrand mulai gelap ketika Darrel Van Bertrand terbenam dalam buku kuno yang baru saja ditemukannya. Di balik halaman demi halaman yang dipenuhi dengan tulisan kuno dan simbol-simbol yang memusingkan, Darrel merasa seolah-olah dirinya ditarik ke dalam kisah yang berbeda—lebih tua dan lebih besar dari sekadar catatan sejarah manusia. Kisah tentang Drakonis, Sang Raja Naga, yang telah lama dilupakan oleh dunia manusia, kini tampak lebih nyata daripada apa pun yang pernah ia pelajari.

Saat Darrel terus membaca, rasa dingin yang aneh menjalar melalui tubuhnya. Tulisan-tulisan dalam buku mulai terasa bukan hanya sebagai cerita belaka, tetapi sebuah panggilan, bisikan dari masa lalu yang mencoba mencapai pikirannya.

“Drakonis,” Darrel berbisik, namanya terasa asing di lidah, namun penuh makna.

Di saat yang sama, seseorang bergerak di balik bayang-bayang perpustakaan. Elara, sang pelayan yang telah melayani keluarga Van Bertrand selama bertahun-tahun, perlahan mendekat.

Namun, Elara bukan hanya sekadar pelayan. Di balik penampilannya yang tenang dan baik, tersimpan sebuah rahasia yang tidak diketahui siapa pun di kastil ini—dia adalah manifestasi kehendak Drakonis yang telah bersembunyi selama berabad-abad, menunggu waktu yang tepat untuk membangkitkan kembali warisan sang Raja Naga melalui sosok Darrel.

Elara berdiri di ambang pintu perpustakaan, memperhatikan Darrel dengan mata yang penuh perhitungan. Dari balik jubah panjangnya yang berwarna abu-abu, ia mengulurkan tangan, menyentuh udara seolah-olah memanggil kekuatan yang tak terlihat.

“Waktunya tiba,” bisik Elara pelan.

Tiba-tiba, Darrel merasa ada sesuatu yang menariknya. Matanya yang masih menelusuri tulisan di buku itu tiba-tiba berhenti pada sebuah simbol yang terasa menggetarkan—sebuah naga yang melingkar di sekitar matahari. Seiring dengan itu, rasa pusing yang mendalam melanda pikirannya. Darrel jatuh dari kursi, kepalanya berdenyut dengan hebat.

"Argh!" Darrel memegangi kepalanya, seolah-olah ada sesuatu yang mencoba menerobos masuk ke dalam kesadarannya. Gambaran-gambaran aneh melintas di benaknya: sayap raksasa membentang di atas pegunungan, kobaran api yang menghanguskan langit, dan mata besar berwarna kuning keemasan yang menatapnya dengan kebijaksanaan purba.

“Elara!” Darrel berteriak dengan suara tercekik, meskipun ia tidak tahu mengapa nama itu tiba-tiba muncul di pikirannya.

Seakan dipanggil, Elara melangkah maju dari kegelapan. Wajahnya tetap tenang, namun matanya yang dalam berkilat dengan cahaya yang tidak wajar. "Tenanglah, Tuan Darrel," katanya lembut, meski nadanya penuh dengan kekuatan yang tidak bisa ditentang. "Ini saatnya kau mengetahui kebenaran tentang dirimu sendiri."

Darrel berusaha berdiri, namun tubuhnya terasa lemah. Elara mendekat, dan dengan satu gerakan tangannya, ruangan mulai bergetar. Buku-buku di rak-rak bergemeretak seolah menanggapi kehadiran kekuatan yang telah lama tertidur.

“Apa… yang terjadi padaku?” Darrel terengah-engah, merasakan rasa panas yang aneh merayap di seluruh tubuhnya.

“Ini bukan sekadar buku biasa, Darrel. Kau bukan sekadar anak ketiga dari Duke Van Bertrand. Ada sesuatu yang lebih dalam dirimu, sesuatu yang telah menunggu selama berabad-abad untuk bangkit. Kau adalah penerus dari warisan kuno,” kata Elara, suaranya rendah dan penuh dengan makna. “Kau adalah jiwa yang dipilih oleh Drakonis.”

Kata-kata itu membuat Darrel terdiam. Drakonis? Raja Naga yang dia baca di buku kuno itu? Bagaimana mungkin ada hubungannya dengan makhluk yang sudah lama hilang dari dunia ini?

“Anda tidak memahaminya, Tuan Darrel,” lanjut Elara, melangkah mendekat. “Ketika Drakonis jatuh, kekuatannya tidak sepenuhnya lenyap. Sebagian dari jiwanya, esensi kekuatannya, bersembunyi dalam darah manusia. Dan darah itu, telah mengalir dalam keluargamu selama berabad-abad. Kau adalah kunci kebangkitan kekuatan itu. Kau adalah titisan dari Sang Raja Naga.”

Darrel menggelengkan kepala, berusaha melawan rasa pusing dan ketakutan yang menyelimuti dirinya. "Aku hanya...," katanya, suaranya bergetar. "Aku tidak bisa menjadi apa yang kau katakan. Itu hanya legenda."

Elara tersenyum tipis, dan dengan gerakan tangannya yang halus, ia merapal mantra yang tidak bisa didengar oleh telinga manusia biasa. Cahaya merah tua bersinar dari matanya, dan seketika itu juga, Darrel merasakan kekuatan asing menyeruak ke dalam pikirannya.

Ingatan-ingatan yang bukan miliknya mulai terkuak—memori pertempuran besar, suara ribuan naga yang mengaum di langit, dan di pusat semuanya, Drakonis, Sang Raja Naga, berdiri sebagai penguasa segala makhluk.

Kehadiran Drakonis memenuhi seluruh kesadarannya, seperti ombak besar yang menghantam pantai yang damai. Dalam benaknya, Darrel melihat bayangan naga raksasa, api yang membakar, dan kematian yang tak terhitung jumlahnya.

Dia merasakan kemarahan yang membara, dendam yang telah lama terpendam, dan tekad yang tak bisa dihancurkan. Ini adalah ingatan Drakonis—ingatan yang kini mulai menyatu dengan jiwanya.

"Kau adalah reinkarnasi dari Drakonis," kata Elara, nadanya lebih serius dan tajam. "Dan saatnya kau memahami takdirmu. Dunia ini membutuhkanmu, Darrel. Kekacauan telah menyebar, dan hanya dengan kebangkitanmu, keseimbangan dapat dipulihkan. Tapi kau juga memiliki musuh, mereka yang menghancurkan Drakonis di masa lalu akan mencoba menghancurkanmu juga.”

Darrel berlutut, terengah-engah, mencoba meredakan gejolak dalam dirinya. Namun, semakin ia mencoba melawan, semakin kuat kehadiran Drakonis menguasai dirinya.

“Aku… aku tidak menginginkan ini,” Darrel berbisik, suaranya dipenuhi kebingungan. “Aku tidak tahu harus berbuat apa.”

Elara menunduk, menatap Darrel dengan pandangan yang lebih lembut namun tegas. “Kau tidak perlu mengerti semuanya sekarang. Yang harus kau lakukan adalah menerima siapa dirimu. Semakin cepat kau menerima kenyataan ini, semakin kuat kau akan menjadi. Kekuatan Drakonis adalah milikmu, Darrel, dan melalui dirimu, Sang Raja Naga akan bangkit kembali.”

Darrel terdiam, jiwanya bergolak antara ketakutan dan rasa tanggung jawab yang baru. Dunia yang dia kenal mulai runtuh di hadapannya, dan di tempatnya, terbuka jalan yang penuh bahaya dan tak terduga. Namun, jauh di dalam hatinya, dia mulai merasakan sesuatu yang baru—sebuah kekuatan yang perlahan mulai tumbuh. Sebuah suara yang bukan miliknya, tetapi sekarang menjadi bagian dari dirinya, berbisik lembut di benaknya: "Bangkitlah. Kau adalah aku, dan aku adalah kau."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status