Share

Bab 5-Kunjungan Frey Han Rollock

Suasana kastil Van Bertrand yang tenang terganggu oleh derap kuda yang mendekat. Darrel, yang masih tertegun dalam pikirannya sendiri, segera tersadar ketika ia mendengar suara pelayan mengumumkan kedatangan tamu yang Darrel tak duga-duga.

"Yang Mulia Frey Han Rollock telah tiba!" seru pelayan itu dengan nada hormat, meski Darrel tahu betul bagaimana Frey tidak pernah menghormati siapa pun kecuali dirinya sendiri.

Jantung Darrel berdegup kencang mendengar nama itu. Frey Han Rollock. Nama yang selalu membawa kenangan buruk bagi Darrel, sejak masa kecil mereka. Sebagai putra ketiga dari Duke Han Rollock, Frey telah menjadi momok bagi Darrel, memanfaatkan setiap kesempatan untuk merendahkan, mengejek, dan bahkan memukulinya ketika tidak ada yang melihat.

Darrel menghela napas dalam, mencoba menenangkan diri. Dalam sekejap, pikiran tentang kekuatan Drakonis yang baru bangkit di dalam dirinya mulai mengusik. Seharusnya, dengan kekuatan itu, ia tidak lagi takut pada Frey, bukan? Namun, ada bagian dalam dirinya yang masih belum siap menghadapi pemuda kejam itu, terutama dengan semua perubahan yang baru saja dialaminya.

Tak lama kemudian, pintu ruang utama terbuka lebar, dan Frey Han Rollock memasuki ruangan dengan angkuh. Sosoknya tinggi, gagah, dengan rambut pirang yang berkilau di bawah cahaya lilin. Namun, di balik penampilannya yang tampak sempurna, ada aura kejam yang selalu mengikuti ke mana pun ia pergi. Mata biru tajam Frey segera menemukan Darrel, dan senyum jahat muncul di wajahnya.

"Darrel," katanya, mendekati dengan langkah lambat dan penuh kepastian. Suaranya mengandung ejekan yang begitu kentara. "Sudah lama sekali, ya? Aku hampir lupa bagaimana rupamu yang menyedihkan itu."

Darrel tidak merespons. Ia berdiri di tempatnya, mencoba mempertahankan ketenangan meski hatinya berdegup kencang. Frey selalu tahu bagaimana menekan perasaan orang lain dengan kata-katanya.

Frey berjalan semakin dekat, berhenti hanya beberapa langkah dari Darrel. "Kudengar, kau masih berkutat di kastil ini, seperti seekor anjing yang patuh, tak ada yang memperhatikan, dan tak ada yang peduli. Kau benar-benar menghabiskan hidupmu dengan sia-sia, Darrel. Bahkan keluarga besarmu pun tidak menganggapmu penting."

Darrel merasakan amarah mendidih di dalam dirinya, tapi dia tetap diam. Ia tidak ingin memberikan kepuasan kepada Frey dengan bereaksi terhadap provokasi itu.

Namun, Frey tidak berhenti. Dia terus mengejek, berjalan mengelilingi Darrel seperti seekor serigala yang siap menyerang mangsanya. "Kau masih sama saja, pengecut, tak berguna. Dan kau berani memanggil dirimu sebagai putra seorang Duke? Bahkan anjing jalanan punya lebih banyak kehormatan daripada dirimu."

Darrel mengepalkan tinjunya, mencoba menahan dirinya. Tetapi ada sesuatu yang berbeda kali ini—sesuatu yang jauh lebih kuat daripada sekadar amarah.

Dia bisa merasakan kekuatan Drakonis bergerak di dalam dirinya, seperti api yang merambat, membakar amarahnya. Gambaran sayap naga, kobaran api, dan raungan yang menggema di langit mulai memenuhi pikirannya.

“Kau ingin berkelahi lagi, Darrel?” ejek Frey, memukul-mukul dada Darrel dengan ujung jarinya. “Kau ingat terakhir kali kita bertemu, bagaimana aku menghajarmu habis-habisan? Kau menangis seperti bayi, seperti anjing yang diseret di jalanan.”

Kata-kata itu menghantam Darrel keras. Ingatan tentang bagaimana Frey dulu mempermalukannya di depan orang-orang mereka kembali membanjiri pikirannya. Ia merasa harga dirinya hancur berkeping-keping setiap kali ia membayangkan tawa Frey yang kejam.

"Ayo, Darrel," Frey berkata lagi, nadanya semakin mengejek. "Mari kita lihat apakah kau masih pengecut yang sama. Aku menantangmu untuk berduel! Atau apakah kau akan lari seperti biasa, bersembunyi di bawah rok ibumu?"

Kata-kata Frey menggema di benak Darrel, menggetarkan setiap serat amarah dalam dirinya. Tapi kali ini, Darrel tidak takut. Kekuatan baru yang ia rasakan sejak Drakonis bangkit di dalam dirinya mulai mengalir lebih deras, memberinya rasa percaya diri yang tidak pernah ia miliki sebelumnya.

"Aku tidak akan lari," kata Darrel, suaranya rendah tapi tegas.

Frey tersenyum, tampaknya tidak mengira bahwa Darrel akan menyahut dengan keyakinan. "Ah, akhirnya si pengecut berani bicara. Bagus sekali! Ini akan menyenangkan."

Darrel menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan kobaran api yang mendidih di dalam dirinya. Dia tahu bahwa kekuatan Drakonis tidak boleh digunakan sembarangan, terutama dalam situasi yang penuh emosi seperti ini. Tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang diciptakan oleh Frey.

Hari ini, dia akan berdiri, menghadapi musuhnya, dan menunjukkan bahwa dia bukan lagi anak kecil yang bisa dihina dan dipermalukan.

“Kau menantangku untuk duel, Frey?” tanya Darrel, matanya menatap lurus ke arah musuh lamanya itu. “Baik. Aku menerimanya.”

Mata Frey melebar sesaat, tidak menyangka bahwa Darrel akan menyetujui tantangan itu. Namun, senyum licik segera kembali menghiasi wajahnya. "Bagus. Mari kita lakukan ini dengan cepat. Aku akan menghabisimu dalam sekejap, seperti biasa."

Darrel mengangguk pelan, meskipun ada sesuatu yang berbeda kali ini. Dia tidak lagi merasa takut. Sebaliknya, ada rasa tenang yang menyelimuti dirinya, seperti angin sejuk yang datang sebelum badai besar.

Di dalam hatinya, Darrel tahu bahwa ini bukan hanya tentang membuktikan sesuatu kepada Frey. Ini adalah langkah pertamanya untuk memahami dan mengendalikan kekuatan yang ada di dalam dirinya—kekuatan yang bisa mengubah segalanya.

Sebelum duel dimulai, pelayan kastil segera dipanggil untuk menyaksikan pertempuran yang akan berlangsung di lapangan terbuka di luar kastil. Penduduk kastil dan para prajurit berkumpul, ingin melihat hasil dari pertarungan yang tak terelakkan ini.

Mereka sudah lama mendengar tentang ketegangan antara Frey dan Darrel, dan kini mereka akan melihat apakah Darrel, yang selama ini dianggap lemah, mampu berdiri tegak melawan Frey yang kejam.

Terik matahari menyinari selurih permukaan kastil, menciptakan suasana yang sempurna untuk duel yang akan segera dimulai. Di lapangan yang sunyi itu, Darrel berdiri berhadapan dengan Frey, dua pemuda dari dua keluarga bangsawan, siap bertarung demi harga diri mereka. Dan di dalam hati Darrel, api Drakonis mulai menyala, menunggu untuk dilepaskan pada waktu yang tepat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status