Share

Bab 6-Pertarungan Darrel vs Frey

Matahari bersinar terang di atas menara kastil, menyisakan langit dengan awan putih dan langit biru. Di halaman luar Kastil Van Bertrand, Darrel berdiri tegap dengan tangan menggenggam gagang pedangnya. Di hadapannya, Frey Han Rollock sudah bersiap, wajahnya dipenuhi amarah dan kesombongan. Angin sore yang dingin menyapu tanah, mengangkat sedikit debu, seolah memulai sebuah pertarungan yang tak terhindarkan.

“Ini akhir dari kesabaranmu, ya?” ejek Frey dengan tawa kecil. “Kau pikir bisa menantangku? Aku akan membuatmu menyesal sudah berani melawan.”

Darrel tidak menjawab. Dia hanya menatap Frey, mencoba merasakan denyut kekuatan yang mengalir dalam tubuhnya. Warisan Drakonis terasa hidup di bawah permukaan kulitnya, seperti api yang menunggu untuk dilepaskan. Namun, Darrel tahu, meskipun dia memiliki kekuatan naga dalam dirinya, dia tidak boleh bergantung sepenuhnya pada hal itu. Kekuatan sejati datang dari keseimbangan—dan untuk saat ini, dia harus fokus pada teknik dan strategi.

Frey, dengan gerakan cepat, melangkah maju, mengayunkan pedangnya ke arah Darrel. Gerakannya lincah dan penuh pengalaman, hasil dari pelatihan bertahun-tahun. Darrel mengangkat pedangnya untuk menangkis, tapi tangannya terasa sedikit kaku. Ini adalah pertama kalinya dia benar-benar bertarung dengan seseorang, dan meskipun pelatihan dasar sudah dia lakukan, perasaan cemas mulai menyelusup.

Dentang! Pedang mereka bertabrakan dengan suara nyaring, membuat tangan Darrel bergetar karena benturan kuat. Frey tertawa keras, merasakan dominasi dalam pertarungan itu. "Kau lambat, Darrel! Apa kau serius ingin bertarung denganku? Kau akan kalah seperti biasa!"

Darrel mundur beberapa langkah, menenangkan napasnya. Frey kembali menyerang dengan ayunan cepat, pedangnya mengincar leher Darrel. Dengan susah payah, Darrel berhasil menghindar, namun langkahnya terhuyung. Gerakan Frey lebih cepat dari yang dia duga. Frey terus menekan dengan serangan demi serangan, membuat Darrel lebih banyak bertahan daripada menyerang.

“Kau hanya bisa bertahan, Darrel? Di mana keberanianmu?” Frey mengejek lagi, tidak memberi Darrel kesempatan untuk membalas.

Serangan Frey memang agresif dan terlatih, dan Darrel tahu bahwa jika dia terus bertahan seperti ini, dia akan segera kalah. Frey sudah bertahun-tahun berlatih seni berpedang, sedangkan Darrel lebih sering menyendiri, lebih nyaman di perpustakaan daripada di arena latihan.

Namun, di tengah serangan Frey yang semakin ganas, Darrel tiba-tiba merasakan sesuatu yang berubah di dalam dirinya. Peningkatan denyut kekuatan yang berasal dari warisan Drakonis mulai merasuki tubuhnya. Dalam sekejap, Darrel merasakan sesuatu yang lebih—bukan hanya kekuatan fisik, tetapi juga intuisi naluriah yang tiba-tiba muncul. Dia bisa merasakan setiap gerakan Frey, seolah-olah tubuhnya tahu ke mana serangan berikutnya akan datang bahkan sebelum Frey melakukannya.

Frey menyerang lagi, kali ini dengan tusukan lurus yang diarahkan ke jantung Darrel. Namun, Darrel dengan mudah menghindar ke samping, membuat Frey kehilangan keseimbangan. Darrel, tanpa berpikir panjang, memanfaatkan celah tersebut dan mengayunkan pedangnya ke arah sisi Frey. Pedang itu nyaris mengenai lengan Frey, namun Frey berhasil menarik diri di saat-saat terakhir.

“Kau… bagaimana bisa?” Frey terkejut, tidak menyangka Darrel yang tadinya kewalahan sekarang mulai mampu mengimbangi serangannya.

Darrel merasakan napasnya semakin stabil. Dia tidak lagi gugup. Di dalam dirinya, ingatan Drakonis memberikan pengetahuan yang lebih dari sekadar teknik bertarung. Dia sekarang bisa melihat pertarungan ini seperti naga yang pernah bertempur di langit, melihat kelemahan lawan dan membaca setiap gerakan. Darrel akhirnya mulai menyerang balik, serangannya tajam dan tepat.

Kini giliran Frey yang tertekan. Setiap kali dia mencoba menyerang, Darrel sudah lebih dulu mengantisipasi gerakannya. Setiap ayunan pedang Frey berakhir dengan tangkisan atau hindaran dari Darrel, dan serangan balasan Darrel semakin sulit ditahan.

Keringat mulai mengalir di wajah Frey. Wajah yang tadinya penuh dengan kesombongan kini berubah menjadi cemas. "Apa yang terjadi padamu, Darrel? Kau... kau bukan seperti yang kukenal!" teriak Frey panik.

Darrel tidak menjawab. Dia hanya terus menekan, ayunan pedangnya semakin cepat dan kuat. Setiap kali pedang mereka berbenturan, Frey semakin kehilangan keseimbangannya. Sekarang, Darrel berada dalam kendali penuh. Serangannya tidak hanya didasarkan pada keterampilan, tetapi juga pemahaman yang dalam tentang seni pertempuran yang entah bagaimana tertanam dalam pikirannya—warisan dari Drakonis.

Frey, yang biasanya begitu percaya diri, kini mulai mundur. Langkah-langkahnya semakin kacau, dan dalam satu serangan balasan cepat dari Darrel, pedang Frey terlempar dari tangannya. Pedang itu jatuh ke tanah dengan suara dentingan, meninggalkan Frey tak berdaya di hadapan Darrel.

Darrel menghentikan serangannya, menatap Frey yang sekarang tampak ketakutan. Dia bisa merasakan kekuatan besar yang mengalir dalam dirinya, namun dia juga merasakan dorongan kuat untuk tidak menggunakan kekuatan itu secara berlebihan. Ada bagian dari dirinya—bagian yang lebih manusiawi—yang masih mencoba untuk mengendalikan amarah dan kekuatan naga yang bersemayam dalam dirinya.

“Aku tidak ingin membunuhmu, Frey,” ucap Darrel dengan tenang, meski ada kekuatan besar di balik suaranya. “Pertarungan ini selesai.”

Frey terdiam, napasnya terengah-engah. Wajahnya memucat, terkejut dan terhina sekaligus. Dia tidak bisa percaya bahwa Darrel, yang dulu sering dia rendahkan, kini telah mengalahkannya dengan mudah.

“Kau… kau akan membayarnya,” gumam Frey penuh kebencian, meskipun tubuhnya gemetar.

Darrel menurunkan pedangnya dan melangkah mundur. Dia bisa melihat bahwa Frey belum sepenuhnya mengerti apa yang baru saja terjadi, tapi itu bukan urusannya lagi. Darrel telah membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa dia lebih dari sekadar pewaris darah naga. Dia adalah seorang pejuang, dan dengan atau tanpa kekuatan Drakonis, dia tidak lagi lemah.

Frey, yang merasa terhina dan dikalahkan, meraih pedangnya yang jatuh dan berdiri dengan susah payah. "Ini belum berakhir, Darrel," ucapnya sebelum berlari meninggalkan arena dengan wajah merah padam.

Di samping, para penonton bersorak dengan penuh kejutan, mereka masih tak menyangka Darrel menjadi kuat seperti itu. Mampu mengalahkan anak jenius dari keluarga Han Rollock adalah suatu keajaiban. Terutama Darrel yang sedari dulu dianggap paling lemah di antara generasinya, namun sekarang pandangan setiap orang di tempat itu mulai berubah.

Orang-orang dari istana Van Bertrand bersorak gembira sekaligus bangga dengan Darrel, akhirnya seseorang mampu menundukkan bajingan sombong seperti Frey. Hanya mereka yang merupakan prajurit bawahan Frey yang terlihat muram tak senang.

Darrel hanya menghela napas. Meski pertarungan itu telah dimenangkannya, ia tahu bahwa konflik dengan Frey belum sepenuhnya berakhir. Frey akan kembali—dan mungkin membawa lebih banyak ancaman di masa depan. Namun, untuk pertama kalinya, Darrel merasa siap. Siap menghadapi tantangan yang lebih besar, dan siap menghadapi kekuatan yang terus tumbuh di dalam dirinya.

Pertarungan ini hanya permulaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status