Langit di atas medan perang memerah, seolah darah yang tumpah di tanah juga mencemari angkasa. Pasukan Duke Van Bertrand yang awalnya mendominasi medan pertempuran kini bersiap untuk merayakan kemenangan mereka. Suara tabuhan genderang dan gemuruh pertempuran mulai mereda ketika orc terakhir di garis depan jatuh oleh pedang prajurit.Darrel berdiri di tengah medan, pedangnya berlumuran darah orc, napasnya terengah-engah. Prajurit-prajurit di sekitarnya, meskipun lelah, mulai tersenyum. "Kita menang!" teriak salah satu prajurit, diikuti sorakan dari pasukan lainnya. Darrel tidak tersenyum. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, firasat buruk yang menghantuinya sejak awal pertempuran ini.Di kejauhan, dari balik kabut yang mulai menyelimuti medan perang, terdengar suara aneh, suara yang tak menyerupai seruan orc atau makhluk lainnya. Suara itu berat dan misterius, seperti bisikan kegelapan yang merangkak dari dasar bumi.Tiba-tiba, salah satu prajurit di barisan depan berhenti bersora
Dorongan kekuatan Drakonis yang membara membuat tubuh Darrel memanas, nyaris seperti akan terbakar dari dalam. Darrel tahu bahwa kekuatan itu bisa menelannya kapan saja, tapi dia tidak punya pilihan. Setiap langkahnya di medan perang menjadi lebih berat, tetapi ketakutannya tenggelam di balik keberanian yang dibawa oleh darah naga dalam dirinya.Di depan matanya, undead orc terus membanjiri pasukan Duke. Mereka tak henti-henti, seperti gelombang kegelapan yang siap menelan apa pun yang menghalangi jalan mereka. Darrel merasakan nyala energi di tubuhnya terus meningkat, hampir tak terkendali. Pedangnya kini berkilat merah, diselimuti oleh kekuatan Drakonis yang memancar dari setiap serangan."Jangan biarkan mereka mendekat!" teriak Darrel, suaranya menggema di antara prajurit yang mulai mundur, kewalahan oleh serangan tanpa henti. Meski takut, para prajurit mendengar seruannya dan berusaha bertahan, mengacungkan senjata mereka dengan gemetar.Di tengah kekacauan itu, Virgo, salah satu
Segera setelah pasukan Duke Van Bertrand menyapu sisa orc, kemenangan akhirnya menjadi milik mereka. Orc yang tersisa, yang berusaha melarikan diri, diburu tanpa ampun hingga ke tempat persembunyian mereka di dalam hutan hitam berkabut. Hutan itu, penuh dengan bayangan misterius, menyembunyikan kengerian dan kekuatan gelap yang lebih besar. Namun, meski semua orc telah dimusnahkan, ancaman yang lebih besar masih membayangi.Di suatu tempat di balik kegelapan hutan itu, tersembunyi sosok misterius. Wajahnya tersembunyi oleh tudung jubah hitamnya, matanya berkilat dingin saat ia menyaksikan kekalahan pasukan orc. Sosok ini bukanlah orc, melainkan seorang manusia. Dialah yang menjadi dalang di balik serangan brutal ini. Namun, tidak seorang pun, termasuk Duke Van Bertrand dan pasukannya, menyadari keberadaannya. Dia tetap dalam bayang-bayang, tidak tersentuh oleh kemenangan manusia."Ini baru awal," bisiknya pelan, dengan suara yang hampir tak terdengar. Tatapannya penuh tekad, meskipun
Kemampuan Darrel untuk berkomunikasi dengan Drakonis dalam jiwanya kini telah sepenuhnya terbuka. Setiap kali dia memejamkan mata dan berkonsentrasi, dia bisa merasakan kehadiran arwah naga yang bersemayam dalam dirinya. Tidak seperti sebelumnya, saat dia hanya bisa berkomunikasi dengan entitas Drakonis itu sesaat, sekarang Darrel bisa berbicara dengan bebas kapan saja. Arwah atau jiwa Drakonis bukan lagi sekadar kekuatan asing yang membara dalam dirinya; entitas itu kini menjadi lebih nyata, lebih dekat, dan seolah-olah berfungsi sebagai mentor bagi Darrel."Sudah waktunya, Darrel," suara dalam yang berat dan kuat itu bergema dalam pikirannya suatu malam saat dia beristirahat setelah latihan. "Kau siap untuk menerima ajaran yang lebih dalam. Kekuatan Drakonis tidak hanya tentang kekuatan kasar. Ini adalah keseimbangan, kehormatan, dan kontrol. Kau akan belajar, dan aku akan membimbingmu."Darrel membuka matanya perlahan, merasakan percakapan ini lebih nyata dari sebelumnya. Kekuata
Darrel melanjutkan latihannya dengan penuh dedikasi, terbenam dalam dunia baru yang diciptakan oleh ajaran Drakonis. Dia merasakan kekuatan dan keterampilan yang berkembang dalam dirinya. Tak lama setelah itu Darrel mendapatkan panggilan dari Duke Davin dan memintanya untuk datang ke aula istana. Perubahan tak terduga datang saat seorang utusan dari Akademi Kekaisaran Ravencroft tiba di kastil mereka, membawa undangan yang sedikit mengejutkan Darrel.Duke Davin Van Bertrand, dengan tatapan serius, menerima utusan itu di ruang istana. Darrel berdiri di samping ayahnya, merasakan ketegangan di udara. Utusan itu menjelaskan kedatangannya bahwa Akademi Kekaisaran membuka pendaftaran untuk siswa baru dari kalangan bangsawan, dan Keluarga Van Bertrand diundang untuk mengirimkan perwakilan mereka.Saat Duke Davin menerima utusan tersebut, dia tahu bahwa keputusan besar harus segera diambil. Ravencroft bukan hanya sekadar akademi, tetapi juga tempat di mana para pemimpin, kesatria ataupun
"Darrel Van Bertrand," Dorian menyapa dengan nada datar. "Aku berharap ayahmu yang akan datang sendiri, mengingat pentingnya masalah ini."Darrel mengangguk, berusaha tetap sopan meskipun merasakan ketegangan di dalam ruangan. "Ayahku sedang memiliki urusan penting di kota Morph, jadi dia mengirimku sebagai perwakilan untuk menyelidiki apa yang terjadi di sini," jawab Darrel.Dorian terdiam sejenak, matanya memperhatikan Darrel dengan cermat. Dalam hatinya, Dorian kesal karena rencananya untuk bekerja sama dengan sosok misterius—di balik bayangan, tak berjalan sesuai harapan. Dia berharap bisa mengundang Duke Davin sendiri, tetapi kehadiran Darrel malah menjadi penghalang baru. Namun, Dorian berusaha menyembunyikan perasaan itu dengan senyuman tipis."Apa yang sebenarnya terjadi di sini, Tuan Viscount?" tanya Darrel, langsung pada inti permasalahan. "Aku mendengar bahwa banyak penduduk kota yang mati secara misterius. Apa yang menyebabkannya?"Dorian menarik napas panjang, berpura-pu
Malam hari berikutnya, Darrel dan Virgo memulai penyelidikan mereka secara diam-diam. Mengikuti jejak tipis Dark Magic yang hanya bisa dirasakan Darrel dengan teknik Eye of the Dragon, mereka menyusuri lorong-lorong kota Greycastle yang sepi. Semakin dekat mereka ke pinggiran kota, semakin terasa kuatnya energi gelap yang menyelimuti tempat itu. Akhirnya, mereka tiba di sebuah rumah bordil yang tampak tak mencolok dari luar."Dari sini," bisik Darrel. "Jejak Dark Magic mengarah ke dalam."Dengan penyamaran yang rapi, Darrel dan Virgo menyelinap masuk ke rumah bordil tersebut. Suasana di dalamnya penuh dengan tawa dan gemerlap malam, para pengunjung tidak menyadari bahwa di balik kegelapan malam, dua ksatria sedang mencari kebenaran. Mereka dengan hati-hati menuju ke salah satu kamar di lantai bawah. Dari balik tirai di salah satu sudut ruangan, Darrel merasakan energi kuat yang berasal dari ruang bawah tanah yang tersembunyi."Ini dia," bisik Darrel, membuka tirai tersebut dan menem
Namun, masalah yang lebih besar segera datang. Monster bertanduk itu mengaum, mengeluarkan semburan lava dari mulutnya yang panas membara. Darrel dan Virgo terpaksa berlindung, berusaha menghindari gelombang panas yang bisa melelehkan kulit mereka dalam sekejap.“Kita tak bisa terus seperti ini!” seru Darrel, matanya menatap lurus ke arah monster raksasa itu. Darrel tahu bahwa jika mereka tidak menghentikan monster ini, seluruh kota Greycastle akan jatuh dalam kehancuran.Di tengah-tengah kepanikan, Darrel merasakan kekuatan Drakonis yang membara dalam dirinya, seperti api yang siap meledak kapan saja. Namun dia ragu untuk melepaskannya, mengingat apa yang terjadi pada dirinya sebelumnya. Tapi saat monster bertanduk itu mendekat, dengan guncangan setiap langkahnya yang merobek tanah, Darrel tahu dia tak punya pilihan lain.Dengan hati-hati, Darrel mulai mengerahkan kekuatan Drakonis yang ada dalam dirinya. Energi merah menyala mulai membungkus tubuhnya, membuatnya tampak seperti api y
Keesokan harinya, Darrel dan teman-temannya berada di tempat latihan sejak pagi. Semangat dan antusiasme mereka membara, meskipun waktu latihan terasa sangat melelahkan. Mereka sadar bahwa ini adalah kesempatan untuk membuktikan diri, dan setiap detik yang terbuang adalah kehilangan kesempatan untuk berkembang. Latihan fisik yang keras diiringi dengan strategi yang matang telah menjadi bagian dari rutinitas mereka. Mereka sudah hampir melupakan dunia luar, fokus pada persiapan untuk kompetisi yang semakin dekat.Namun, ketenangan mereka tak berlangsung lama. Tiba-tiba, sekelompok siswa dari kelas menengah berjalan menghampiri mereka. Mereka mengenakan seragam akademi yang rapi dan menatap tim Darrel dengan pandangan arogan. Di depan kelompok itu, seorang siswa bertubuh kekar dan tinggi berdiri dengan tangan disilangkan di dada, tersenyum mengejek."Itu Andrew Vandirc," bisik Lean pada Darrel. "Dia keponakan Instruktur Sebastian. Salah satu siswa yang paling berpengaruh di kelas men
Dengan bimbingan dari Drakonis yang mengalir dalam dirinya, Darrel mengajarkan mereka teknik-teknik dasar yang memanfaatkan kecepatan, namun dengan penekanan pada keseimbangan dan ketepatan serangan. Setiap gerakan Dims dan Lissa diarahkan untuk mengurangi gerakan yang tidak perlu, sehingga mereka bisa bergerak lebih cepat dan efisien.Dims, yang biasanya bertarung dengan penuh antusiasme tanpa memikirkan pertahanan, kini mulai memahami pentingnya menjaga jarak dan menyesuaikan langkah kakinya. Setiap serangan yang ia lakukan sekarang lebih terukur, lebih terfokus.Lissa, yang awalnya ragu dengan setiap gerakan, mulai merasakan peningkatan kepercayaan diri. Dengan sedikit dorongan dari Darrel, dia bisa merasakan bahwa setiap langkah dan ayunan pedangnya lebih presisi."Kalian luar biasa, aku hanya mengajarkan kalian sedikit, namun kalian berkembang dengan cepat." kata Darrel setelah beberapa kali latihan intens. "Teruslah berlatih, ini baru teknik dasar, tapi kalau kalian bisa menguas
Mereka berlatih setiap hari, berusaha meningkatkan kemampuan fisik, mental, dan taktik. Darrel mengatur strategi dengan hati-hati, memanfaatkan setiap keahlian yang dimiliki oleh anggota timnya."Lean, kau akan bertanggung jawab dalam bidang informasi dan strategi. Kau tahu lebih banyak tentang hutan Crofis daripada kami semua," kata Darrel saat mereka berlatih di lapangan.Lean, meskipun tidak sekuat anggota tim lainnya, memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ia adalah tipe orang yang dapat menganalisis situasi dengan cepat dan merencanakan strategi yang matang. Darrel tahu bahwa keahlian Lean sangat penting untuk kerjasama tim mereka."Aku akan melakukan yang terbaik," jawab Lean dengan serius. Ia memang tidak memiliki fisik dan keterampilan berpedang yang hebat, tapi ia bertekad untuk tidak menjadi beban bagi kelompoknya.Dims, meskipun tidak sekuat Jose, adalah seorang yang cepat dan gesit. Ia menjadi andalan dalam latihan kecepatan dan ketangkasan. "Kalau kita bisa bertahan dari b
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan atmosfer di Akademi Kekaisaran Ravencroft semakin dipenuhi ketegangan. Sejak kesepakatan berisiko yang dilakukan Darrel dengan Instruktur Sebastian, suasana kelas pemula di Akademi Ravencroft berubah drastis. Para siswa, yang sebelumnya sudah terbebani oleh tugas-tugas fisik yang berat, kini merasa lebih tertekan oleh taruhan besar yang digantungkan di atas kepala mereka. Mereka kini hidup dalam ketakutan akan hasil dari kompetisi antar kelas yang akan datang.Darrel, yang kini menjadi pusat perhatian, merasakan tatapan canggung dari rekan-rekannya. Rasa gugup yang melingkupi mereka tampak jelas. Darrel tahu bahwa keputusan yang ia buat bukan hanya memengaruhi dirinya sendiri, tetapi juga masa depan seluruh siswa kelas pemula. Sebagian besar dari mereka, meski tak berani berkata secara langsung, merasa bahwa keputusan Darrel terlalu gegabah. Mereka tidak yakin apakah bisa membantu Darrel dalam memenangkan kompetisi tersebut, terutama mengingat
Beberapa hari kemudian, suasana di Akademi Ravencroft terasa lebih tegang dari biasanya, terutama bagi kelas pemula. Darrel telah menyelesaikan rutinitas pagi dan bergegas menuju lapangan tempat latihan fisik berlangsung. Hari ini adalah kelas praktek, di mana setiap murid diharuskan menjalani latihan fisik yang cukup berat. Lapangan luas yang dipenuhi debu telah siap menyambut para siswa dengan tantangan yang tak sedikit.Darrel memandang sekeliling, melihat teman-temannya, termasuk Lean, yang berdiri dengan wajah penuh kecemasan. Mereka tahu bahwa latihan fisik di bawah pengawasan Instruktur Sebastian bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Selain latihan keras yang mereka jalani, ada satu hal lagi yang membuat mereka semakin takut: sifat kejam Sebastian.Instruktur Sebastian muncul di depan mereka dengan senyum sinisnya yang sudah dikenal oleh seluruh siswa. Dengan tangan di pinggang, ia memerintahkan murid-murid untuk mulai berlari mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh putar
Di dalam kelas, terlihat beberapa siswa yang sudah duduk. Mereka semua terlihat biasa saja, dengan aura dan postur tubuh yang tidak mencerminkan bakat khusus. Salah satu dari mereka yang tampak sedikit berbeda adalah Lean Forc, teman sekamar Darrel di asrama. Pemuda berwajah culun itu tampak aneh melihat kesana kemari sambil menulis sesuatu di buku kecilnya. “Hallo,” sapa Darrel dengan senyum ramah, "Kau di kelas ini juga ya." Lean menoleh dengan sedikit kejutan, dia hanya mengangguk pelan. "Ya, kelas paling cocok untuk orang dengan bakat rendah sepertiku. Dan apa yang kau lakukan disini?" Darrel tertawa kecil, mengabaikan kerendahan hati Lean. "Tentu saja untuk belajar, memangnya apa lagi." Lean memandang Darrel dengan mata menyipit, "Bukannya nilaimu cukup bagus di atas rata-rata, kau bahkan mampu mengalahkan pemuda berbakat seperti Sanz, lantas mengapa kamu datang ke kelas paling rendah ini? Jangan bilang kau tersesat?" ucapnya. "Mana kutahu, aku mendapatkan perintah
Serangan itu mengenai pinggang kiri Sanz dengan akurat, membuatnya terpental jauh ke sisi arena. Tubuh Sanz menghantam dinding arena dengan keras, membuat retakan kecil di tembok. Suasana arena mendadak sunyi. Para penonton terkejut melihat pemandangan itu, terutama karena Darrel yang sejak awal tampak defensif, tiba-tiba mengalahkan Sanz dalam satu pukulan.Sanz terkapar di tanah, tak mampu bergerak. Darrel, yang masih berdiri dengan tenang di tengah arena, tak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Profesor Jack akhirnya menghampiri Sanz, memeriksa kondisinya sebelum mengumumkan hasil duel. "Pemenangnya, Darrel Van Bertrand!"Sorakan dan bisikan segera memenuhi arena. Tak ada yang menyangka bahwa Darrel, yang mencetak skor rata-rata dalam dua tahap ujian sebelumnya, bisa mengalahkan Sanz dengan begitu mudah. "Apa yang terjadi?""Tak mungkin? Bukannya dia memiliki skor poin rata-rata di tahap ujian pertama dan kedua, Mengapa Sanz kalah dari orang itu dengan skor keterampilan yang jauh
Sementara itu di kerumunan para siswa, Frey Han Rollock tentu merasa sedikit terkejut. Dia benar-benar tidak menduga Darrel akan memiliki skor poin rata-rata. Padahal dia masih mengingat dengan jelas kekalahannya waktu itu. Namun, dari hal tersebut Frey diam-diam tersenyum sinis tanpa alsan yang pasti."Apakah dia sedang bermain-main? Bagaimana jika aku diam-diam ikut campur," gumam Frey sambil tersenyum dingin.Biar bagaimanapun Frey sangat senang mengetahui skor Darrel lebih rendah dari apa yang dia miliki. Ini akan menjadi kesempatan untuknya membalas setelah dipermalukan waktu itu. Diam-diam Frey tersenyum jahat....Setelah semua peserta menyelesaikan tahap pertama dan kedua, ujian terakhir dimulai: duel satu lawan satu. Ini adalah bagian yang paling dinantikan oleh semua orang—kesempatan untuk membuktikan diri dalam pertarungan nyata.Arena duel terbentang luas di depan para siswa. Setiap pasangan akan dipilih secara acak untuk bertarung, dan mereka harus menggunakan semua yang
Di barisan depan, para profesor duduk di kursi khusus, mengamati para siswa baru dengan mata tajam. Para pendatang baru, seperti Darrel, berdiri berbaris dengan rapi. Ini adalah salah satu momen paling penting bagi setiap siswa yang memasuki akademi, karena hari ini akan menentukan posisi mereka sebagai siswa pendatang baru di akademi.Suasana aula yang semula ramai mulai mereda ketika seorang profesor berdiri dari kursinya. Dia adalah Profesor Jack Garland, sosok yang berwibawa dan anggun. Profesor Jack Garland, adalah salah satu guru hebat di akademi, juga merupakan seorang penyihir ternama di Akademi kekaisaran Ravencroft dan memiliki banyak prestasi tercatat yang diakui. Dengan suara berat dan karismatik, Profesor Garland mulai memberikan pengantar dan membuka upacara.“Selamat datang di Akademi Ravencroft,” ucap Profesor Garland, suaranya menggema di seluruh aula. “Kalian semua datang dari berbagai penjuru kekaisaran, membawa kebanggaan keluarga dan harapan masa depan kalian. N