Malam hari berikutnya, Darrel dan Virgo memulai penyelidikan mereka secara diam-diam. Mengikuti jejak tipis Dark Magic yang hanya bisa dirasakan Darrel dengan teknik Eye of the Dragon, mereka menyusuri lorong-lorong kota Greycastle yang sepi. Semakin dekat mereka ke pinggiran kota, semakin terasa kuatnya energi gelap yang menyelimuti tempat itu. Akhirnya, mereka tiba di sebuah rumah bordil yang tampak tak mencolok dari luar."Dari sini," bisik Darrel. "Jejak Dark Magic mengarah ke dalam."Dengan penyamaran yang rapi, Darrel dan Virgo menyelinap masuk ke rumah bordil tersebut. Suasana di dalamnya penuh dengan tawa dan gemerlap malam, para pengunjung tidak menyadari bahwa di balik kegelapan malam, dua ksatria sedang mencari kebenaran. Mereka dengan hati-hati menuju ke salah satu kamar di lantai bawah. Dari balik tirai di salah satu sudut ruangan, Darrel merasakan energi kuat yang berasal dari ruang bawah tanah yang tersembunyi."Ini dia," bisik Darrel, membuka tirai tersebut dan menem
Namun, masalah yang lebih besar segera datang. Monster bertanduk itu mengaum, mengeluarkan semburan lava dari mulutnya yang panas membara. Darrel dan Virgo terpaksa berlindung, berusaha menghindari gelombang panas yang bisa melelehkan kulit mereka dalam sekejap.“Kita tak bisa terus seperti ini!” seru Darrel, matanya menatap lurus ke arah monster raksasa itu. Darrel tahu bahwa jika mereka tidak menghentikan monster ini, seluruh kota Greycastle akan jatuh dalam kehancuran.Di tengah-tengah kepanikan, Darrel merasakan kekuatan Drakonis yang membara dalam dirinya, seperti api yang siap meledak kapan saja. Namun dia ragu untuk melepaskannya, mengingat apa yang terjadi pada dirinya sebelumnya. Tapi saat monster bertanduk itu mendekat, dengan guncangan setiap langkahnya yang merobek tanah, Darrel tahu dia tak punya pilihan lain.Dengan hati-hati, Darrel mulai mengerahkan kekuatan Drakonis yang ada dalam dirinya. Energi merah menyala mulai membungkus tubuhnya, membuatnya tampak seperti api y
Setelah pertempuran sengit melawan penyihir hitam dan monster lava, para kesatria ataupun prajurit berkumpul kembali di markas sementara mereka di Greycastle. Tetapi, meskipun mereka telah menghentikan usaha penyihir hitam dalam ritual pemanggilan yang mengancam kota, masalah belum sepenuhnya terpecahkan.Virgo dan Evan tampak mengobrol satu sama lain, mendiskusikan masalah yang belum terselesaikan sepenuhnya, mereka akhirnya mendapatkan sedikit petunjuk terkait kematian misterius para penduduk Greycastle yang sudah terjadi beberapa minggu lalu, dan bukti tertuju pada Dark Magic.Virgo duduk sambil menyeka keringat di dahinya, wajahnya penuh kelelahan namun masih bersemangat. "Kita tidak punya cukup informasi. Semua penyihir hitam itu sudah mati, tak ada satu pun yang bisa kita tangkap untuk diinterogasi."Evan Morion mengangguk pelan, pandangannya tegas saat ia merenungi apa yang baru saja terjadi. "Kalau saja kita bisa menangkap satu dari mereka hidup-hidup, mungkin kita bisa menge
Di tempat yang jauh dari kota Greycastle, tersembunyi di antara puncak-puncak gunung berbatu yang menjulang, berdiri sebuah kastil megah namun mencekam. Kastil itu terbungkus dalam kabut gelap dan penuh dengan aura hitam yang memancar dari setiap sudutnya. Energi hitam yang bengis mengalir seperti arus, seolah-olah kehidupan di tempat itu tidak lagi mengikuti hukum alam biasa. Langit di atasnya dipenuhi awan kelam, sementara tanah di sekitarnya tampak mati dan tandus.Di dalam kastil tersebut, di sebuah aula besar dengan langit-langit tinggi yang dikelilingi oleh pilar-pilar raksasa, seorang sosok siluet hitam duduk di atas singgasana. Sosok itu tampak angkuh, duduk dengan tangan terlipat di dada, mengenakan mahkota hitam yang memancarkan kekuatan kelam. Seperti seorang raja kegelapan, ia menguasai setiap jengkal ruang di sekitarnya dengan kehadirannya yang mengerikan. Wajahnya tersembunyi dalam bayangan, tetapi mata merahnya berkilat tajam, memperhatikan sosok lain yang berlutut
Beberapa hari kemudian, Darrel Van Bertrand akhirnya terbangun dari tidurnya yang panjang. Namun, kesadarannya belum sepenuhnya kembali. Kepalanya terasa berat, dan pandangannya kabur saat mencoba fokus pada sekelilingnya. Tubuhnya terasa kaku, dan seiring dengan semakin jelasnya kesadarannya, Darrel menyadari bahwa dia tidak sedang berada di kamar istananya di Kastil Geryfon.Dia mencoba bergerak, namun seketika tersadar bahwa tubuhnya terikat. Kedua tangannya dipaksa bersatu di belakang punggungnya dengan tali yang kuat. Kakinya juga diikat erat ke kursi kayu tempat ia duduk. Ruangan yang gelap dan dingin di sekitarnya berbau lembab, seperti ruang bawah tanah yang lama tak terpakai."Di mana aku?" gumam Darrel dengan suara serak. Kepalanya masih berdenyut, membuatnya sulit berpikir jernih.Saat itulah, suara tawa pelan namun penuh kebencian bergema di ruangan itu. Darrel mencoba melihat ke arah sumber suara, dan meski ruangan itu remang-remang, dia dapat melihat dua sosok yang berd
Di ruang bawah tanah yang pengap dan lembap, Darrel Van Bertrand berdiri tegap, kekuatan Drakonis yang membara memancar dari tubuhnya. Aura merah pekat berputar-putar di sekelilingnya, seolah-olah energi naga purba telah bangkit dalam dirinya. Tubuhnya terasa ringan, dan kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya mengalir di setiap inci ototnya. Sisik merah keemasan yang samar muncul di sekitar pergelangan tangannya, mempertegas transformasi kekuatannya menjadi sesuatu yang lebih besar dan lebih mengerikan, menyerupai lengan naga.Dorian Greyfon, yang biasanya penuh dengan rasa percaya diri dan keangkuhan, kini mundur perlahan dengan mata yang membelalak. Wajahnya yang pucat semakin memucat saat dia menyaksikan perubahan yang terjadi pada Darrel. Gelombang intimidasi yang memancar dari aura merah itu terasa begitu menekan hingga membuatnya sulit bernapas."Apa... apa itu sebenarnya?" gumam Dorian, suaranya terdengar serak dan dipenuhi rasa takut.Di sebelahnya, sosok bertudung
Virgo, dengan pedang di tangan, berlari melewati medan perang, matanya mencari-cari tanda-tanda keberadaan Darrel. Dia tahu bahwa jika Darrel tidak segera ditemukan, situasi akan semakin memburuk. Kekuatan monster-monster yang menyerang tampaknya terus bertambah, dan Virgo mulai merasa kesuliatan."Di mana dia?" gumam Virgo dengan kesal. "Duke akan benar-benar marah jika Tuan Muda kenapa-napa..."Tepat saat Virgo merasa kelelahan mulai menguasainya, dia merasakan kehadiran yang aneh dan kuat. Aura merah yang membara mendekat dengan cepat, dan Virgo tahu itu hanya bisa berarti satu hal.Aura ini? Darrel telah kembali. Firasat Virgo mengatakan sesaat setelah merasakan aura yang tak pernah dia lupakan, sesuatu yang aneh, yang mencerminkan keunikan Darrel.Dengan satu gerakan, Darrel muncul di medan pertempuran, aura Drakonis yang membara di sekelilingnya seperti perisai tak tertembus. Semua orang—baik musuh maupun sekutu—terdiam sejenak, terpesona oleh kekuatan yang terpancar dari tubuh
Setelah beberapa saat diskusi, diputuskan bahwa Roderic akan tetap tinggal di Greycastle untuk memastikan keamanan kota dan membantu proses pemulihan. Sementara itu, Darrel, Virgo, dan pasukan pengikutnya akan kembali ke kota Morph untuk melaporkan detail kejadian ini kepada Duke Davin Van Bertrand.Saat pertemuan selesai, Darrel berdiri dan menatap Roderic. "Aku akan segera berangkat ke Morph. Duke harus tahu apa yang terjadi di sini secepat mungkin."Roderic mengangguk. "Benar. Beritahukan semuanya dengan rinci kepada ayah. Aku akan memastikan Greycastle tetap aman sampai kau kembali."Saat Darrel, Virgo, dan prajurit-prajurit mereka bersiap untuk berangkat, Darrel merasakan perasaan tak tenang dalam dirinya. Kekuatannya yang baru ditemukan mungkin telah menyelamatkan Greycastle, tetapi dia tahu bahwa ada konsekuensi yang harus dihadapi. Kekuatan Drakonis, meskipun luar biasa, tetapi resikonya terlalu besar jika digunakan berlebihan. Darrel mulai bertanya-tanya apakah dia benar-ben
Bab 93 – Tekanan Tiga JenderalKapak besar Jendral iblis Mordor mengayun dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Udara di sekitarnya berdesing tajam, menyiratkan kekuatan destruktif yang dapat menghancurkan gunung dalam sekali tebasan. Namun, Darrel dengan refleks luar biasa menghindar, tubuhnya bergerak cepat meninggalkan bayangan hitam.Mata keemasan Darrel bersinar tajam, memindai tiga jenderal iblis yang mengepungnya. Mordor berdiri dengan kapak raksasanya, sosok merah darah itu adalah simbol kekuatan mentah. Di sisi lain, Isengard yang lebih ramping namun menyeramkan dengan dua pedang melengkung di tangannya, menebarkan aura haus darah. Terakhir adalah Kroel, tubuhnya dilapisi armor hitam pekat yang membuatnya tampak seperti benteng hidup, dengan tombak panjang berujung runcing yang sesekali menyala dengan energi gelap."Kau manusia keras kepala!" raung Mordor, taring tajamnya tampak saat ia membuka mulutnya lebar. "Menghindar terus? Apa itu cara para kalian manusia bertarung?
Medan perang semakin kacau setelah kemunculan Demon Lord Luciferos. Kabut hitam pekat yang menyelimuti wilayah Redthorn kini meluas, menyebar perlahan ke seluruh penjuru medan tempur, menyebarkan aroma busuk yang membuat siapa pun merasa mual.Di tengah suasana mencekam itu, barisan pasukan iblis terus muncul dari dalam hutan. Mereka berbaris dengan rapi, dipimpin oleh para jenderal iblis yang memiliki tampilan ganas dan mengintimidasi. Salah satu jenderal, sosok tinggi besar dengan kulit merah pekat dan pedang raksasa di punggungnya, tertawa keras."Haha! Lihat wajah ketakutan mereka! Pasukan elf sudah kehilangan nyali!" teriaknya, suaranya menggema di antara gemuruh langkah pasukan.Para prajurit elf semakin tertekan. Banyak di antara mereka yang jatuh berlutut, kehilangan semangat bertempur. Beberapa bahkan mulai menangis, membayangkan kematian yang tak terelakkan.Namun, dari kejauhan, terdengar suara terompet perang. Derap langkah ribuan pasukan bergema, menggetarkan tanah. Dari
Di medan perang yang porak-poranda, kekuatan luar biasa terpancar dari tubuh Darrel yang kini bertransformasi menjadi sesuatu yang hampir tak bisa dikenali. Sisik-sisik hitam keemasan membalut tubuhnya, membentuk armor kokoh yang memancarkan aura mengancam. Kedua tangannya berubah menjadi cakar tajam, seperti lengan seekor naga, sementara matanya bersinar keemasan, memancarkan tatapan dingin yang menusuk jiwa siapa pun yang melihatnya.Barrak tertegun, masih memegangi luka di perutnya yang tidak kunjung sembuh. Darah hitam pekat mengalir deras, namun luka itu bukan yang membuatnya gentar. Kekuatan yang terpancar dari Darrel memunculkan kenangan yang sudah lama terkubur dalam benaknya—bayangan sosok raksasa bermata emas, dengan suara yang menggema seperti guntur di atas langit yang kosong."Iblis. Beraninya makhluk menjijikkan seperti kalian menginjakkan kaki di duniaku."Suara berat nan agung itu terngiang kembali di kepala Barrak, membuat tubuhnya bergetar. Ia memandang Darrel den
Medan perang adalah neraka. Jeritan prajurit dan raungan iblis terus menggema, sementara darah mengalir seperti sungai di atas tanah, menghiasi tanah tandus itu, sementara tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan, menjadi saksi bisu betapa brutalnya pertarungan yang berlangsung.Di tengah kekacauan, Jenderal Leonor berdiri dengan pedang yang meneteskan darah. Napasnya memburu, tapi matanya tetap memancarkan determinasi. Armor peraknya berkilauan, memantulkan sinar matahari yang memudar di balik awan gelap. Ia baru saja berhasil menumbangkan golem iblis raksasa dengan bantuan para penyihir elf dan Darrel. Namun, senyum kepuasan tak sempat menghiasi wajahnya."Sial! Mereka tidak kenal lelah!" seru Leonor seraya menebaskan pedangnya ke arah iblis yang mendekat. "Seolah mereka tak peduli dengan nyawa mereka sendiri!"Seorang penyihir elf, Mariel, mengangguk dengan wajah pucat. "Pasukan iblis ini seperti dipacu oleh sesuatu yang lebih besar, Jenderal. Ada kekuatan yang tidak biasa mempenga
"Sial! Bedebah itu berhasil kabur," gerutu Delphira dengan napas terengah-engah, memandangi sosok berjubah hitam yang berlari menghilang ke kedalaman hutan lebat.Angin malam menyapu wajahnya yang sedikit di aliri keringat. Matanya menyipit, mencoba menembus gelapnya hutan, memastikan lawannya benar-benar pergi. Tubuhnya terasa agak letih, tenaga dalamnya terkuras setelah bertarung melawan sosok misterius itu. Ia menoleh ke arah luka kecil di lengannya, darah masih menetes perlahan."Kalau dia benar-benar bertarung sampai mati, aku mungkin harus siap kehilangan satu lemgan atau luka besar," gumamnya seraya mengusap keringat di dahinya. Meski berhasil memaksa lawannya mundur, ia tahu bahwa pertempuran tadi hampir berakhir buruk baginya.Delphira menarik napas panjang, mengatur dirinya sebelum melangkah mundur menuju tepi jurang. Dengan gerakan lincah, ia melompat ke udara. Seketika seekor elang raksasa dengan bulu keemasan menyambarnya, membawa tubuhnya melesat tinggi ke langit....S
Medan perang itu bergetar hebat saat golem raksasa hendak mengangkat tangannya yang besar dan dipenuhi bebatuan keras, mencoba menghantam barisan prajurit elf yang ketakutan. Sebuah dentuman keras terdengar, seakan seluruh tanah itu akan terbelah. Namun, saat tangan golem yang besar hendak mendaratkan pukulan, tiba-tiba tangan itu terpotong menjadi dua bagian."Sssrreeettttt!"Sebuah suara tajam terdengar, dan gumpalan batu besar yang mengelilingi lengan golem terjatuh berantakan ke tanah, menciptakan percikan batu yang menyebar di sekitar medan perang.Para prajurit elf dan penyihir yang sebelumnya tampak terkejut dan takut, kini terdiam, kebingungan dan tak percaya. "Apa yang terjadi? Tangan golem itu... terputus?!" teriak salah satu prajurit dengan nada penuh keheranan.Di tengah kebingungannya, mereka melihat seorang pemuda muncul entah dari mana, melompat tinggi di udara, langsung menerjang golem itu dengan keberanian yang luar biasa. Pedangnya yang terhunus bersinar dingin, mem
Hamparan tanah tandus di hutan Redthorn kini berubah menjadi medan perang yang mencekam. Tanah retak, langit kelabu, dan udara berat oleh aroma busuk iblis yang bercampur dengan debu. Kabut hitam pekat mengambang, seolah menjadi tirai yang menutupi kekacauan di tempat itu.Di kejauhan, pasukan Kerajaan Moondale yang baru tiba melangkah dengan megah. Pancaran cahaya perak dari armor mereka memantulkan sinar matahari yang samar, menciptakan kilauan di tengah kegelapan. Bendera kerajaan berkibar di tengah angin, simbol dari sebuah pohon raksasa yang persis mencerminkan Tree Of Wisdom, mengingatkan setiap prajurit pada tekad dan harapan untuk bangkit meskipun menghadapi kehancuran.Seorang prajurit elf muda, wajahnya penuh luka dan darah, mendekati Jenderal Leonor. "Jenderal, pasukan utama telah tiba," katanya dengan nada lega, tetapi suaranya gemetar oleh kelelahan.Jenderal Leonor, pria paruh baya dengan wajah tegas dan sorot mata tajam, memandangnya sekilas. "Bagaimana situasi di si
Butiran kerikil dan debu beterbangan dari ledakan itu, menciptakan kepulan asap pekat di atas tanah yang porak-prannda."Ugh..." Vindel terhuyung keluar dari asap, tubuhnya penuh luka dan darah mengalir deras dari bahu kirinya. Ledakan tadi memang tidak langsung membunuhnya, tetapi cukup untuk membuatnya kehilangan banyak tenaga."Oh? Keras kepala sekali kau, Nak," sosok berjubah hitam berkata dengan senyum mengejek. Matanya yang bersinar dingin menyipit, menunjukkan penghinaan yang mendalam.Vindel, meskipun terluka parah, tetap berusaha tegak. Tangannya gemetar ketika ia meraih busurnya lagi. Namun, ia tahu serangan berikutnya tidak akan memberinya kesempatan untuk bertahan. Pikiran Vindel berpacu, mencoba mencari jalan keluar.‘Aku belum boleh mati di sini,’ pikirnya. Vindel mengingat kembali tugasnya untuk menyampaikan permintaan bala bantuan ke suku pedalaman Great Forest belum selesai. Jika ia gagal, Kerajaan Moondale akan kehilangan sekutunya dalam perang melawan ras iblis.Sos
Bab 85: Bayang-Bayang di Ujung JurangDi sisi lain Negeri Elf, Vindel terus memacu rusa seukuran kuda yang ditungganginya melewati hutan yang semakin gelap. Bayang-bayang pepohonan raksasa diiringi suara lolongan serigala mengiringi setiap langkahnya. Vindel menghela napas panjang, satu tangannya menggenggam busur, sementara tangan lainnya bersiap dengan anak panah yang membidik ke arah serigala hitam."Binatang sihir ini seperti tidak ada habisnya!" gerutunya sambil memutar tubuh, memanah kawanan serigala hitam yang mengejarnya.Anak panahnya melesat, menancap di tubuh beberapa serigala. Tubuh mereka meledak menjadi debu hitam, tetapi kawanan di belakangnya tampak tidak gentar sedikit pun."Brengsek, jumlah mereka lebih banyak dari yang kuduga!" Vindel berdecak kesal. Wajahnya yang biasanya santai kini semakin serius, matanya memantulkan tekad kuat untuk bertahan hidup.Ia mengerahkan ennerginya pada anak panah yang mulai berkilau, melesat dengan kecepatan luar biasa hingga menimbu