Virgo, dengan pedang di tangan, berlari melewati medan perang, matanya mencari-cari tanda-tanda keberadaan Darrel. Dia tahu bahwa jika Darrel tidak segera ditemukan, situasi akan semakin memburuk. Kekuatan monster-monster yang menyerang tampaknya terus bertambah, dan Virgo mulai merasa kesuliatan."Di mana dia?" gumam Virgo dengan kesal. "Duke akan benar-benar marah jika Tuan Muda kenapa-napa..."Tepat saat Virgo merasa kelelahan mulai menguasainya, dia merasakan kehadiran yang aneh dan kuat. Aura merah yang membara mendekat dengan cepat, dan Virgo tahu itu hanya bisa berarti satu hal.Aura ini? Darrel telah kembali. Firasat Virgo mengatakan sesaat setelah merasakan aura yang tak pernah dia lupakan, sesuatu yang aneh, yang mencerminkan keunikan Darrel.Dengan satu gerakan, Darrel muncul di medan pertempuran, aura Drakonis yang membara di sekelilingnya seperti perisai tak tertembus. Semua orang—baik musuh maupun sekutu—terdiam sejenak, terpesona oleh kekuatan yang terpancar dari tubuh
Setelah beberapa saat diskusi, diputuskan bahwa Roderic akan tetap tinggal di Greycastle untuk memastikan keamanan kota dan membantu proses pemulihan. Sementara itu, Darrel, Virgo, dan pasukan pengikutnya akan kembali ke kota Morph untuk melaporkan detail kejadian ini kepada Duke Davin Van Bertrand.Saat pertemuan selesai, Darrel berdiri dan menatap Roderic. "Aku akan segera berangkat ke Morph. Duke harus tahu apa yang terjadi di sini secepat mungkin."Roderic mengangguk. "Benar. Beritahukan semuanya dengan rinci kepada ayah. Aku akan memastikan Greycastle tetap aman sampai kau kembali."Saat Darrel, Virgo, dan prajurit-prajurit mereka bersiap untuk berangkat, Darrel merasakan perasaan tak tenang dalam dirinya. Kekuatannya yang baru ditemukan mungkin telah menyelamatkan Greycastle, tetapi dia tahu bahwa ada konsekuensi yang harus dihadapi. Kekuatan Drakonis, meskipun luar biasa, tetapi resikonya terlalu besar jika digunakan berlebihan. Darrel mulai bertanya-tanya apakah dia benar-ben
"Darrel Van Bertrand," suara itu bergema dalam pikirannya, "kau telah menunjukkan bahwa kau layak mewarisi kekuatan Drakonis. Tapi perjalananmu masih panjang. Ada banyak hal yang harus kau pelajari sebelum kau bisa benar-benar menguasai kekuatanku." Darrel duduk dengan tenang, mendengarkan dengan saksama. Dia tahu bahwa suara ini berasal dari kekuatan Drakonis yang telah menjalin hubungan dan menjaga keluarga Van Bertrand berabad-abad yang lalu. Kekuatan Drakonis tidak diwariskan melalui garis darah langsung keluarga Van Bertrand, melainkan hanya mereka yang terpilih oleh Drakonis itu sendiri yang dapat memperoleh warisan dan menjadi penerusnya. Dan alasan kenapa Drakonis memilih keluarga tersebut adalah karena Van Bertrand memiliki kekuatan fisik yang setara dengan ras Naga di zaman kuno. Namun, tak semua generasi keluarga Van Bertrand memiliki hal tersebut, sehingga sulit untuk menemukan penerus warisan Drakonis. "Kali ini, aku akan mengajarkanmu teknik bertarung yang hanya
Darrel duduk di hadapan ayahnya, menatap pria yang telah mengajarkannya banyak hal selama ini. "Keluarga Van Bertrand adalah salah satu pilar kekaisaran," lanjut Duke Davin. "Kita memiliki banyak sekutu, tetapi juga banyak musuh. Orang-orang yang iri dengan kekuatan dan pengaruh kita akan selalu mencoba menjatuhkan kita. Kau harus berhati-hati dengan siapa pun yang kau temui di Akademi Ravencroft. Tidak semua orang yang tersenyum di depanmu adalah teman." Darrel mengangguk, menyadari betul makna dari kata-kata ayahnya. "Selain itu," lanjut Duke Davin memandang Darrel dengan serius, "aku tahu kau memiliki hal besar yang tersembunyi dalam dirimu. Kekuatan itu, yang ada dalam dirimu, adalah anugerah dan kehendak leluhur kita... Jaga itu dengan baik, jangan sampai kekuatan itu menjadi kutukan bagi dirimu dan orang lain. Jangan biarkan kekuatan itu menguasai dirimu. Ingat, kau yang mengendalikan kekuatan, bukan sebaliknya." Darrel sedikit tersentak, sepertinya sang Duke mengetahui w
Darrel menghela napas saat dia tiba di gerbang besar Akademi Ravencroft. Gedung akademi tampak megah dan berkilau di bawah sinar matahari, dengan menara-menara tinggi yang menjulang, menggambarkan kemegahan dan sejarah panjang yang dimilikinya. Bangunan-bangunan di sekitar akademi mencakup luas wilayah yang cukup besar, seolah menegaskan bahwa tempat ini bukan sembarang lembaga pendidikan, melainkan salah satu pusat pengembangan dan kekuatan dari seluruh kekaisaran.Di depan gerbang utama, bendera besar dengan lambang kekaisaran berkibar anggun di udara. Puluhan calon siswa berjalan di sekitar, sebagian besar tampak kagum pada kemegahan yang mereka saksikan, sementara yang lainnya tampak penuh percaya diri. Namun, Darrel tidak membiarkan dirinya terserap dalam euforia para pendatang baru. Dia tahu, akademi ini bukan sekadar tempat belajar, melainkan arena di mana kekuatan dan bakat diuji dengan keras.Setelah menanyakan beberapa petugas mengenai lokasi asramanya, Darrel segera berj
Di barisan depan, para profesor duduk di kursi khusus, mengamati para siswa baru dengan mata tajam. Para pendatang baru, seperti Darrel, berdiri berbaris dengan rapi. Ini adalah salah satu momen paling penting bagi setiap siswa yang memasuki akademi, karena hari ini akan menentukan posisi mereka sebagai siswa pendatang baru di akademi.Suasana aula yang semula ramai mulai mereda ketika seorang profesor berdiri dari kursinya. Dia adalah Profesor Jack Garland, sosok yang berwibawa dan anggun. Profesor Jack Garland, adalah salah satu guru hebat di akademi, juga merupakan seorang penyihir ternama di Akademi kekaisaran Ravencroft dan memiliki banyak prestasi tercatat yang diakui. Dengan suara berat dan karismatik, Profesor Garland mulai memberikan pengantar dan membuka upacara.“Selamat datang di Akademi Ravencroft,” ucap Profesor Garland, suaranya menggema di seluruh aula. “Kalian semua datang dari berbagai penjuru kekaisaran, membawa kebanggaan keluarga dan harapan masa depan kalian. N
Sementara itu di kerumunan para siswa, Frey Han Rollock tentu merasa sedikit terkejut. Dia benar-benar tidak menduga Darrel akan memiliki skor poin rata-rata. Padahal dia masih mengingat dengan jelas kekalahannya waktu itu. Namun, dari hal tersebut Frey diam-diam tersenyum sinis tanpa alsan yang pasti."Apakah dia sedang bermain-main? Bagaimana jika aku diam-diam ikut campur," gumam Frey sambil tersenyum dingin.Biar bagaimanapun Frey sangat senang mengetahui skor Darrel lebih rendah dari apa yang dia miliki. Ini akan menjadi kesempatan untuknya membalas setelah dipermalukan waktu itu. Diam-diam Frey tersenyum jahat....Setelah semua peserta menyelesaikan tahap pertama dan kedua, ujian terakhir dimulai: duel satu lawan satu. Ini adalah bagian yang paling dinantikan oleh semua orang—kesempatan untuk membuktikan diri dalam pertarungan nyata.Arena duel terbentang luas di depan para siswa. Setiap pasangan akan dipilih secara acak untuk bertarung, dan mereka harus menggunakan semua yang
Serangan itu mengenai pinggang kiri Sanz dengan akurat, membuatnya terpental jauh ke sisi arena. Tubuh Sanz menghantam dinding arena dengan keras, membuat retakan kecil di tembok. Suasana arena mendadak sunyi. Para penonton terkejut melihat pemandangan itu, terutama karena Darrel yang sejak awal tampak defensif, tiba-tiba mengalahkan Sanz dalam satu pukulan.Sanz terkapar di tanah, tak mampu bergerak. Darrel, yang masih berdiri dengan tenang di tengah arena, tak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Profesor Jack akhirnya menghampiri Sanz, memeriksa kondisinya sebelum mengumumkan hasil duel. "Pemenangnya, Darrel Van Bertrand!"Sorakan dan bisikan segera memenuhi arena. Tak ada yang menyangka bahwa Darrel, yang mencetak skor rata-rata dalam dua tahap ujian sebelumnya, bisa mengalahkan Sanz dengan begitu mudah. "Apa yang terjadi?""Tak mungkin? Bukannya dia memiliki skor poin rata-rata di tahap ujian pertama dan kedua, Mengapa Sanz kalah dari orang itu dengan skor keterampilan yang jauh
Cilera berdiri terpaku, tangan yang memegang busur gemetar hebat. Air matanya tak lagi dapat ditahan, mengalir deras melewati pipinya. la memandangi Darrel yang masih tertusuk oleh tulang tajam, tubuhnya lemas tak bergerak. Sejenak, bayangan masa lalu mereka melintas di benaknya-senyuman hangat Darrel, keberanian yang ia tunjukkan, dan janji untuk melindungi dunia. Suara Luciferos yang penuh ejekan terus menggema di telinganya, tetapi tidak ada yang mampu menenangkan ketakutan dalam hatinya. Ia meremas busurnya dengan kedua tangan, tetapi lututnya melemas, seolah kekuatan untuk berdiri pun menghilang.“Darrel…” lirihnya, air mata mengalir semakin deras. “Kau… ini semua salahku. Aku harusnya tak membiarkanmu pergi sendiri.”Di sampingnya, Vindel mengeratkan genggamannya pada pedang yang ia pegang. Rahangnya mengatup kuat, menahan gejolak emosi yang meluap-luap dalam dirinya. Darrel, ia tahu bahwa pemuda itu adalah sosok yang lebih dari sekadar sekutu ia adalah harapan yang mampu me
Darrel berdiri dengan napas memburu, tubuhnya penuh luka. Setiap gerakan terasa seperti menahan beban gunung, tetapi matanya masih bersinar tajam dengan tekad yang tidak tergoyahkan. Di hadapannya, ketiga jenderal iblis—Mordor dengan kapak raksasanya, Kroel dengan tombak tajam mematikannya, dan Isengard dengan pedang-pedang melengkung yang berkilauan oleh energi merah darah—melangkah maju, aura mematikan mereka semakin menekan atmosfer.“Aku sudah cukup bersenang-senang,” Isengard berkata dingin sambil menyeringai. “Saatnya kau mati, manusia kecil.”Darrel memejamkan mata, berusaha mengabaikan rasa sakit yang melanda seluruh tubuhnya. Dalam pikirannya, bayangan naga emas raksasa, Drakonis, muncul, memandangnya dengan mata yang penuh kebijaksanaan dan wibawa."Drakonis, aku butuh kekuatanmu.""Tubuhmu tidak cukup kuat untuk menanggung semuanya, nak," balas suara berat Drakonis. "Jika aku memberimu lebih, kau mungkin tidak akan bertahan.""Aku tidak peduli! Bahkan jika nyawaku harus me
Bab 93 – Tekanan Tiga JenderalKapak besar Jendral iblis Mordor mengayun dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Udara di sekitarnya berdesing tajam, menyiratkan kekuatan destruktif yang dapat menghancurkan gunung dalam sekali tebasan. Namun, Darrel dengan refleks luar biasa menghindar, tubuhnya bergerak cepat meninggalkan bayangan hitam.Mata keemasan Darrel bersinar tajam, memindai tiga jenderal iblis yang mengepungnya. Mordor berdiri dengan kapak raksasanya, sosok merah darah itu adalah simbol kekuatan mentah. Di sisi lain, Isengard yang lebih ramping namun menyeramkan dengan dua pedang melengkung di tangannya, menebarkan aura haus darah. Terakhir adalah Kroel, tubuhnya dilapisi armor hitam pekat yang membuatnya tampak seperti benteng hidup, dengan tombak panjang berujung runcing yang sesekali menyala dengan energi gelap."Kau manusia keras kepala!" raung Mordor, taring tajamnya tampak saat ia membuka mulutnya lebar. "Menghindar terus? Apa itu cara para kalian manusia bertarung?
Medan perang semakin kacau setelah kemunculan Demon Lord Luciferos. Kabut hitam pekat yang menyelimuti wilayah Redthorn kini meluas, menyebar perlahan ke seluruh penjuru medan tempur, menyebarkan aroma busuk yang membuat siapa pun merasa mual.Di tengah suasana mencekam itu, barisan pasukan iblis terus muncul dari dalam hutan. Mereka berbaris dengan rapi, dipimpin oleh para jenderal iblis yang memiliki tampilan ganas dan mengintimidasi. Salah satu jenderal, sosok tinggi besar dengan kulit merah pekat dan pedang raksasa di punggungnya, tertawa keras."Haha! Lihat wajah ketakutan mereka! Pasukan elf sudah kehilangan nyali!" teriaknya, suaranya menggema di antara gemuruh langkah pasukan.Para prajurit elf semakin tertekan. Banyak di antara mereka yang jatuh berlutut, kehilangan semangat bertempur. Beberapa bahkan mulai menangis, membayangkan kematian yang tak terelakkan.Namun, dari kejauhan, terdengar suara terompet perang. Derap langkah ribuan pasukan bergema, menggetarkan tanah. Dari
Di medan perang yang porak-poranda, kekuatan luar biasa terpancar dari tubuh Darrel yang kini bertransformasi menjadi sesuatu yang hampir tak bisa dikenali. Sisik-sisik hitam keemasan membalut tubuhnya, membentuk armor kokoh yang memancarkan aura mengancam. Kedua tangannya berubah menjadi cakar tajam, seperti lengan seekor naga, sementara matanya bersinar keemasan, memancarkan tatapan dingin yang menusuk jiwa siapa pun yang melihatnya.Barrak tertegun, masih memegangi luka di perutnya yang tidak kunjung sembuh. Darah hitam pekat mengalir deras, namun luka itu bukan yang membuatnya gentar. Kekuatan yang terpancar dari Darrel memunculkan kenangan yang sudah lama terkubur dalam benaknya—bayangan sosok raksasa bermata emas, dengan suara yang menggema seperti guntur di atas langit yang kosong."Iblis. Beraninya makhluk menjijikkan seperti kalian menginjakkan kaki di duniaku."Suara berat nan agung itu terngiang kembali di kepala Barrak, membuat tubuhnya bergetar. Ia memandang Darrel den
Medan perang adalah neraka. Jeritan prajurit dan raungan iblis terus menggema, sementara darah mengalir seperti sungai di atas tanah, menghiasi tanah tandus itu, sementara tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan, menjadi saksi bisu betapa brutalnya pertarungan yang berlangsung.Di tengah kekacauan, Jenderal Leonor berdiri dengan pedang yang meneteskan darah. Napasnya memburu, tapi matanya tetap memancarkan determinasi. Armor peraknya berkilauan, memantulkan sinar matahari yang memudar di balik awan gelap. Ia baru saja berhasil menumbangkan golem iblis raksasa dengan bantuan para penyihir elf dan Darrel. Namun, senyum kepuasan tak sempat menghiasi wajahnya."Sial! Mereka tidak kenal lelah!" seru Leonor seraya menebaskan pedangnya ke arah iblis yang mendekat. "Seolah mereka tak peduli dengan nyawa mereka sendiri!"Seorang penyihir elf, Mariel, mengangguk dengan wajah pucat. "Pasukan iblis ini seperti dipacu oleh sesuatu yang lebih besar, Jenderal. Ada kekuatan yang tidak biasa mempenga
"Sial! Bedebah itu berhasil kabur," gerutu Delphira dengan napas terengah-engah, memandangi sosok berjubah hitam yang berlari menghilang ke kedalaman hutan lebat.Angin malam menyapu wajahnya yang sedikit di aliri keringat. Matanya menyipit, mencoba menembus gelapnya hutan, memastikan lawannya benar-benar pergi. Tubuhnya terasa agak letih, tenaga dalamnya terkuras setelah bertarung melawan sosok misterius itu. Ia menoleh ke arah luka kecil di lengannya, darah masih menetes perlahan."Kalau dia benar-benar bertarung sampai mati, aku mungkin harus siap kehilangan satu lemgan atau luka besar," gumamnya seraya mengusap keringat di dahinya. Meski berhasil memaksa lawannya mundur, ia tahu bahwa pertempuran tadi hampir berakhir buruk baginya.Delphira menarik napas panjang, mengatur dirinya sebelum melangkah mundur menuju tepi jurang. Dengan gerakan lincah, ia melompat ke udara. Seketika seekor elang raksasa dengan bulu keemasan menyambarnya, membawa tubuhnya melesat tinggi ke langit....S
Medan perang itu bergetar hebat saat golem raksasa hendak mengangkat tangannya yang besar dan dipenuhi bebatuan keras, mencoba menghantam barisan prajurit elf yang ketakutan. Sebuah dentuman keras terdengar, seakan seluruh tanah itu akan terbelah. Namun, saat tangan golem yang besar hendak mendaratkan pukulan, tiba-tiba tangan itu terpotong menjadi dua bagian."Sssrreeettttt!"Sebuah suara tajam terdengar, dan gumpalan batu besar yang mengelilingi lengan golem terjatuh berantakan ke tanah, menciptakan percikan batu yang menyebar di sekitar medan perang.Para prajurit elf dan penyihir yang sebelumnya tampak terkejut dan takut, kini terdiam, kebingungan dan tak percaya. "Apa yang terjadi? Tangan golem itu... terputus?!" teriak salah satu prajurit dengan nada penuh keheranan.Di tengah kebingungannya, mereka melihat seorang pemuda muncul entah dari mana, melompat tinggi di udara, langsung menerjang golem itu dengan keberanian yang luar biasa. Pedangnya yang terhunus bersinar dingin, mem
Hamparan tanah tandus di hutan Redthorn kini berubah menjadi medan perang yang mencekam. Tanah retak, langit kelabu, dan udara berat oleh aroma busuk iblis yang bercampur dengan debu. Kabut hitam pekat mengambang, seolah menjadi tirai yang menutupi kekacauan di tempat itu.Di kejauhan, pasukan Kerajaan Moondale yang baru tiba melangkah dengan megah. Pancaran cahaya perak dari armor mereka memantulkan sinar matahari yang samar, menciptakan kilauan di tengah kegelapan. Bendera kerajaan berkibar di tengah angin, simbol dari sebuah pohon raksasa yang persis mencerminkan Tree Of Wisdom, mengingatkan setiap prajurit pada tekad dan harapan untuk bangkit meskipun menghadapi kehancuran.Seorang prajurit elf muda, wajahnya penuh luka dan darah, mendekati Jenderal Leonor. "Jenderal, pasukan utama telah tiba," katanya dengan nada lega, tetapi suaranya gemetar oleh kelelahan.Jenderal Leonor, pria paruh baya dengan wajah tegas dan sorot mata tajam, memandangnya sekilas. "Bagaimana situasi di si