Awan sedang menyelidiki peristiwa alam yang terjadi di Bukit Tiga. Sebuah bukit di pinggir kota. Beberapa hari di sana terdeteksi pergerakaan aneh. Alam seolah sedang berbicara. Puncaknya adalah saat hujan deras turun disertai samabaran petir dan gelegar guntur yang saling bersautan di Bukit Tiga. Awan ke sana sendirian. Dia mengabaikan semua peringatan dari petugas yang berjaga di sekitar bukit. Awan terus melangkah dan menyaksikan betapa alam sedang marah. Pepohonan terbakar. Hujan tak mampu memadamkan. Petir seakan menari. Guntur seakan bernyanyi. Awan tak mengerti dengan situasi yang dihadapinya. Tak mengetahui bahwa itu akan menjadi titik balik kehidupannya. Terlempar ke sebuah dunia yang asing. Yang membuatnya menjadi target perburuan. Lalu apakah Awan akan menyadari siapa dia sebenarnya? Dan kenapa dia bisa melupakan hal terpenting dalam situasi ini?
Lihat lebih banyakPatik, Awan dan Radika berjalan ke arah Kesultanan. Dayu mereka tinggalkan di rumahnya karena nanti pada saatnya akan pergi lagi bersama Awan.Begitu memasuki kota raja, prajurit yang mengenal Radika memberikan penghormatan. Radika hanya mengangguk. Dia belum begitu siap dengan perubahan kedudukan yang akan terjadi pada dirinya sebentar lagi. Bisakah dia?“Pangeran,” sapa prajurit di pintu gerbang Kesultanan.“Aku ingin bertemu dengan Ki Sadewa, katakan padanya untuk menemuiku di pendapa,” kata Radika membuat salah satu dari prajurit itu segera undur diri untuk menyampaikan pesan itu.Radika mengajak Awan dan Patik ke pendapa.“Silakan duduk Kangmas dan Paman Patik, kita menunggu Ki Sadewa,” kata Radika seraya duduk bersama mereka di bawah.Seorang emban datang untuk menanyakan apa yang harus dia suguhkan.“Wah, wah, akhirnya kamu menginjakkan kakimu lagi ke sini,” kata Ki
Resi Sangkala dan Santo sudah berjalan jauh keluar dari hutan dan mulai memasuki daerah yang padat penduduk. Mereka harus berhenti sejenak karena tak ingin menimbulkan kecurigaan. Seharusnya pasukan yang di panggil Ratno bisa mendapati mereka di area ini kalau tidak ada hambatan.Benar dugaan mereka. Dari arah berlawanan sepasukan prajurit datang. Ratno terlihat berada di depan mereka.“Maaf Resi, kami harus menyiapkan Kesultanan dan juga mewartakan kemangkatan Sultan Adiraja sepanjang jalan,” kata Ratno begitu mereka bertemu.“Tak apa. Kami juga baru saja sampai di sini,” kata Resi Sangkala.Setelah merasa cukup beristirahat mereka bergegas untuk kembali ke Kesultanan segera.Beberapa orang mengambil alih tandu yang berisi jenazah Sultan Adiraja. Mereka berjalan beriringan. Sepanjang jalan pedukuhan sudah banyak rakyat yang memberi penghormatan terakhir kepada Sultan mereka. Walaupun banyak kejadian yang tidak
“Awan, kamu urus Dayu, aku akan mengurus Radika. Pastikan peluru itu keluar. Aku hanya mempunyai pinset dan pisau kecil ini, buat luka baru jika tak memungkinkan,” perintah Resi Sangkala sangat jelas.“Apakah kamu punya obat bius Guru?” tanya Awan berharap ada obat bius untuk menghalau rasa sakit yang mungkin timbul.“Sayangnya tak ada. Suruh saja mereka menggigit kain yang kita gulung untuk menahan gemeretak gigi karena kesakitan,” usul Resi Sangkala.Ratno dan Patik tanggap segera mengambil kain di lemari yang di sudut dan mengangsurkan ke Radika dan Dayu yang terlihat menahan sakit dan semakin lemah.“Dayu, dengarkan aku. Dengarkan baik-baik, aku tidak akan membiarkanmu mati. Akan kulakukan semampuku untuk menolongmu. Bekerja samalah denganku,” kata Awan seraya mengangsurkan kain itu ke mulut Dayu.Dengan anggukan lemah Dayu membuka mulutnya dan menggigit kain itu. Awan membalik posis
Patik yang melihat wajah kesal Sultan Adiraja hanya bisa menahan napasnya. Bila ingin membuat semua ini adil, maka harus ada perang tanding. Bukan keroyokan.“Kita akan berperang atau kamu lebih memilih perang tanding?” tawar Patik pada akhirnya.Sultan Adiraja menimbang keputusannya. Bila berperang mungkin dia akan kalah karena Ratno dan Santo belum pada tataran yang bisa disandingkan dengan musuhnya itu. Dia tidak tahu kekuatan Resi Sangkala, Patik juga pasti mempunyai kekuatan yang besar, dilihat dari sikapnya yang tenang. Awan juga terlihat tenang, dia akan menjadi lawan yang seimbang untuk Radika. Walaupun dia tak tahu gadis di samping Awan itu, akan tetapi bila dia ada di sana, kemungkinan besar gadis itu juga mempunyai kekuatan.“Biarkan anak muda yang memperlihatkan bagaimana beradu kekuatan. Aku akan mengajukan Radika untuk berperang tanding dengan Awan,” kata Sultan Adiraja pada akhirnya.Awan yang mendengar
Sapto terengah-engah saat berlari dari pekatnya hutan di malam hari. Keadaan yang mengharuskannya segera menyampaikan pesan itu membuat dia harus berkejaran dengan waktu. Tujuan berada di depan. Orang yang dia cari ternyata sudah jauh pergi dari keramaian.Bulan yang separo mengiringi langkahnya, dengan kecepatan yang di atas rata-rata Sapto seolah tak punya beban tubuh. Tenaganya hampir habis, tapi pesan ini harus tersampaikan sebelum hari berganti.Bukit kecil itu tetap dengan susah payah harus didakinya. Rumah ganjil dan segala sesuatu yang lain di sana sejenak membuat Sapto merasa di dunia lain. Benar kata orang, bahwa bukit ini adalah tempat aneh.Tergesa diketuknya pintu yang sangat ganjil baginya. Tulisan dari arang yang berisi kode-kode aneh dan pegangan pintu yang berisi angka yang sangat asing bagi Sapto.Seseorang membuka pintu. Lelaki tua yang belum terlalu tua.“Ada apa?” tanya lelaki itu.“Saya m
Dayu dengan konsentrasi penuh membuat aliran energinya menyelimuti Awan sehingga dia tak merasakan lagi serangan Patik dan Resi Sangkala. Semakin lama kekuatan Dayu semakin mantap dan berkembang.“Aku menyerah!” teriak Awan kelelahan.Kekuatannya sudah berada diambang batas. Dia merebahkan badannya dan mengangkat tangannya tanda tak kuat lagi melawanPatik dan Resi Sangkala yang juga terengah-engah akhirnya menyelesaikan latihan itu. Mereka berdua kemudian mengatur napas dan berlalu dari ruang bawah itu.“Aku akan masak untuk kalian,” kata Resi Sangkala.“Aku akan memastikan nasinya cukup untuk mengisi tenaganya lagi,” timpal Patik menggoda Awan yang hanya bisa memejamkan mata karena sudah tak sanggup berkata-kata.Dayu kemudian menghampirinya. Duduk di sampingnya dan menatap Awan lekat. Laki-laki ini bahkan tidak mengeluh untuk menerima serangan itu hanya agar dia bisa berkembang. Tanp
Dayu bergabung dengan mereka.“Kekuatanmu itu bisa kamu maksimalkan, kamu hanya perlu berusaha lebih keras. Fokusmu hanya bagaimana kekuatan itu bisa kamu gunakan. Salurkan melalui udara, maka bila kamu bisa mengendalikannya, semuanya akan lebih mudah bagimu,” kata Resi Sangkala.Dayu hanya mengangguk dan menghela napasnya. Semoga dia bisa memenuhi harapan Gurunya itu. Keinginannya agar bisa menjadi berguna dan membantu Awanlah yang membuat tekatnya semakin besar.Sultan Adiraja sedang mondar-mandir di ruangannya. Memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi bila benar Awan bisa kembali dari dunia lain itu. Dia bahkan tidak tahu apa yang Awan bawa kemari, bisa saja dia membawa benda yang lebih berbahaya dari Barretanya. Mengingat Awan sangat lama di dunia itu.Pintu kamarnya diketuk, membuatnya tersentak kaget.“Siapa ?” tanya Sultan Adiraja gusar.“Hamba Ayah, Radika.” Suara berat terdeng
Dayu sangat bersemangat menjalani hari itu. Karena dia akan mempelajari hal baru dan mengembangkan yang dia punya. Dia bahkan bersemangat membantu Awan menata meja makan yang masih asing baginya itu.Patik dan Awan bergantian membersihkan diri. Patik yang juga merasa aneh dengan keadaan kamar mandi itu mencoba memahaminya. Semua kemajuan yang ada di rumah ini bahkan membuatnya takjub.“Aku akan memulai dengan melihat kemampuanmu nanti. Tapi jangan terlalu terburu-buru, kita akan memulai dengan pelan-pelan,” kata Resi Sangkala kepada Dayu.“Baik Resi,” jawab Dayu khidmat.“Panggil aku Guru, hahaha.” Resi Sangkala tertawa sendiri.“Baiklah Guru,” jawab Dayu rikuh.“Kamu harus memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar banyak,” kata Patik.Awan hanya mengangguk-angguk seraya mengunyah makanan, perutnya lapar karena harus menguras tenaga untuk latihan tadi.Se
Awan masih menggulung dirinya di dalam selimut, hawa dingin perbukitan membuatnya enggan untuk bangun. Sementara itu Patik sudah bersama Resi Sangkala di halaman rumah. Dayu sibuk mengagumi benda bulat seperti baling-baling itu.“Resi bukan berasal dari dunia ini?” tanya Patik penasaran.“Benar Ki, aku berasal dari dunia dengan jaman yang sudah maju. Itulah kenapa semua yang kamu lihat di sini berbeda dengan yang ada di dunia ini,” kata Resi Sangkala membuat Patik mengangguk.“Di sana sudah ditemukan listrik yang bisa menghidupkan lampu tanpa minyak. Atap itu, menangkap cahaya matahari untuk dijadikan energi yang bisa menghasilkan listrik itu.” Resi Sangkala menunjuk ke arah atap yang berbentuk kerucut dan mengkilap itu.“Listrik?” tanya Patik heran.“Iya semacam api yang menghasilkan panas, maka cahaya matahari yang diserap atap itu menghasilkan energi yang bernama listrik.”
Awan sedang berjalan keluar dari kantor saat hujan turun dengan deras dan petir menyambar.“Sial, aku tak membawa payung,” runtuk Awan kesal.Dengan berlari Awan mendapati mobilnya di parkiran. Tergesa dibukanya pintu mobil. Melesakkan dirinya ke balik kemudi dan mengibaskan air yang membasahi rambutnya.Petir menyambar, guntur bergelegar. Awan bergidik ngeri. Sepertinya alam sedang menumpahkan emosinya. Dengan sekali hentak diputarnya kunci membuat mesin mobil berbunyi. Jarak pandang yang menjadi terbatas membuat Awan berhati-hati mengeluarkan mobil dari area parkir.“Dengan kondisi seperti ini, akan lama mencapai Bukit Tiga,” kata Awan pada dirinya sendiri.Pergerakan aneh di Bukit Tiga dari beberapa hari yang lalu sudah membuat kantornya kewalahan un
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen