Malam mulai menyelimuti langit ketika Darrel Van Bertrand duduk sendirian di dalam tenda komandonya.
Pertempuran melawan gerombolan orc telah berlalu, namun pikirannya masih dipenuhi dengan kekuatan baru yang dia rasakan. Sword Aura yang ia bangkitkan selama pertempuran adalah tanda dari sesuatu yang lebih besar dan lebih dalam, sesuatu yang tampaknya mengikatnya pada takdir yang tak terelakkan. Di tengah keheningan malam, Darrel memejamkan mata, mencoba memahami lebih lanjut kekuatan yang mengalir dalam dirinya. Saat dia menarik napas dalam-dalam, tiba-tiba rasa dingin yang aneh melingkupi tubuhnya. Udara di sekitar tenda terasa berubah, dan Darrel membuka matanya dengan waspada. Dalam sekejap, cahaya biru kehijauan mulai berpendar dari tubuhnya, membentuk lingkaran yang semakin lama semakin intens. Darrel tersentak, mencoba mengendalikan kekuatan itu, namun aliran energi itu tidak bisa dihentikan. Al hasil membawa kesadaranya ke dalam ruang lingkup kegelapan. "Kau akhirnya siap, Darrel Van Bertrand..." Suara itu datang dari dalam dirinya, dalam nada yang dalam dan kuno, penuh kekuatan dan otoritas. Darrel mengangkat kepalanya, berusaha mencari asal suara itu, namun yang dia lihat hanyalah siluet samar berwarna biru kehijauan yang melayang di depannya. Sosok itu mulai mengambil bentuk yang lebih jelas—sosok seekor naga raksasa dengan sisik berkilauan, mata kuning terang yang menembus setiap inci jiwa Darrel. "Aku adalah Drakonis, warisan yang telah kau bawa sejak kelahiranmu." Darrel menatap sosok naga tersebut dengan mulut terbuka, jantungnya berdetak keras. Dia tahu tentang Drakonis dari buku kuno yang dia baca dan Elara, tetapi tidak pernah membayangkan bahwa naga itu akan muncul secara fisik, meskipun dalam bentuk arwah. “Apa... Apa ini?” Darrel berbisik, merasa tubuhnya semakin lemah di hadapan kekuatan yang begitu dahsyat. "Ini adalah kebangkitan kesadaranku dalam dirimu," jawab Drakonis. "Ketika kau membangkitkan Sword Aura dalam pertempuran melawan orc, kau juga memicu kebangkitan kekuatanku yang tertidur dalam darahmu. Kekuatan yang kau miliki lebih dari sekadar kemampuan manusia biasa. Kau adalah pewaris darah Drakonis, Darrel. Warisan yang harus kau jaga dan kembangkan." Darrel mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang terjadi. Dia tahu ada sesuatu yang berbeda tentang dirinya sejak Elara membangkitkan ingatan tentang Drakonis, tapi ini... ini melampaui apa yang dia bayangkan. “Apa maksudmu dengan warisan Drakonis?” Darrel bertanya, nadanya bingung. Drakonis mendekat, tubuhnya yang besar dan menakutkan terasa nyata meskipun dalam bentuk arwah. "Kekuatanku, darahku, semuanya mengalir dalam dirimu. Aku telah menjadi bagian dari garis keturunanmu sejak generasi leluhurmu yang pertama. Darah Van Bertrand bercampur dengan darah naga, dan itulah yang membuatmu berbeda dari yang lain. Kau tidak hanya seorang swordsman atau bangsawan biasa. Kau adalah penjaga kekuatan kuno yang bisa mengguncang dunia ini." Darrel terdiam, perasaan terkejut dan gentar merayap di dalam dirinya. Kekuatan yang diwariskan kepadanya ini begitu luar biasa, tapi juga sangat berbahaya. Jika dunia mengetahui bahwa dia adalah pewaris kekuatan naga yang begitu dahsyat, hal itu bisa membawa bencana, baik bagi dirinya maupun keluarganya. Drakonis melanjutkan, suaranya penuh dengan kebijaksanaan dan peringatan. "Namun, ingatlah, Darrel. Warisan ini harus kau jaga sebagai rahasia. Dunia ini tidak siap untuk menerima kembalinya kekuatan naga. Mereka akan takut, mereka akan berusaha menghancurkanmu jika mereka tahu apa yang sebenarnya kau miliki. Hanya sedikit orang yang bisa kau percayai. Bahkan keluargamu sendiri mungkin tidak akan memahami apa yang ada dalam dirimu." Kata-kata itu menghantam Darrel seperti pukulan keras. Keluarganya, Duke Davin Van Bertrand, saudara-saudaranya, bahkan orang-orang yang ia sayangi—tidak ada jaminan bahwa mereka akan mengerti atau mendukungnya jika mereka tahu tentang kekuatan Drakonis dalam dirinya. Rahasia ini begitu berat, dan Darrel sadar bahwa ini bukan hanya tentang kekuatan, tapi juga tentang takdir yang akan ia jalani sendirian. "Aku akan membimbingmu," lanjut Drakonis, nadanya kini lebih lembut, seolah mencoba menenangkan kegelisahan Darrel. "Dalam setiap langkahmu, aku akan menjadi cahaya di jalan yang gelap. Kekuatan ini akan tumbuh bersamamu, tapi kau harus hati-hati. Tidak semua orang bisa dipercaya. Hanya sedikit yang bisa menjadi sekutumu dalam perjalanan ini." Darrel menunduk, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu. Beban rahasia ini terasa luar biasa besar, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa mundur sekarang. Warisan ini telah menjadi bagian dari dirinya, dan dia harus menjalaninya dengan segala risikonya. “Apa yang harus kulakukan selanjutnya?” Darrel bertanya pelan, suara gemetar tapi penuh tekad. Drakonis tersenyum samar, dan sinar di sekitar tubuhnya mulai berpendar lebih lembut. "Kendalikan kekuatanmu. Pelajari Sword Aura dengan baik, karena itu adalah pintu gerbang untuk kekuatan yang lebih besar. Tapi yang paling penting, kau harus waspada. Musuh-musuhku di masa lalu mungkin masih hidup di zaman ini, dan mereka tidak akan ragu untuk menghancurkan pewaris terakhir kekuatanku." Darrel mengangguk. Dia kini paham bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Kekuatan yang dia miliki bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk menjaga keseimbangan kekuatan yang telah tertidur selama berabad-abad. "Ingatlah ini, Darrel," kata Drakonis, suaranya kini kembali penuh dengan kekuatan. "Kau bukan hanya Darrel Van Bertrand, putra ketiga Duke Davin Van Bertrand. Kau adalah pewaris kekuatan Drakonis, sang Raja Naga yang pernah menguasai dunia ini. Dan suatu hari nanti, kau akan menjadi lebih dari yang bisa kau bayangkan." Dengan kata-kata itu, sosok Drakonis perlahan memudar, kembali ke ketiadaan. Namun, aura kekuatannya tetap terasa di sekeliling Darrel, mengalir melalui darahnya. Dia tahu, ini baru awal dari perjalanan panjangnya. Kekuatan ini tidak hanya akan membuatnya lebih kuat, tapi juga membawanya ke dalam konflik yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Darrel memejamkan mata lagi, merasakan aliran kekuatan Drakonis yang menggetarkan. Dalam keheningan malam itu, dia bersumpah untuk menjaga rahasia ini, dan untuk memanfaatkan kekuatan yang diberikan kepadanya dengan bijaksana. Karena dia tahu, masa depan dunia ini mungkin bergantung pada bagaimana dia menjalani takdirnya sebagai pewaris Drakonis. Akhirnya kekuatan baru yang lebih besar bangkit dalam dirinya, tak hanya Sword Aura, Darrel bahkan dapat memanifestasikan energinya menjadi lebih padat. Seakan telah melewati banyak hal dalam hidupnya, Darrel seketika menjadi seorang yang benar-benar berbeda. "Sword Expert... Mungkin lebih,"Dalam kegelapan malam, langit membentang luas di atas pegunungan Tethra, diterangi hanya oleh cahaya bintang-bintang. Di bawah langit yang tenang itu, kerajaan Drakonik berjaga dalam keheningan. Di tengah pusat kerajaan, berdiri sebuah kastil megah yang dipahat dari batu hitam, tempat Raja Naga, Drakonis, memerintah dengan bijaksana. Sebagai penguasa naga terakhir, ia memiliki kekuatan besar yang tak tertandingi di dunia manusia. Drakonis telah menjaga keseimbangan antara manusia dan makhluk magis selama berabad-abad. Namun, di malam itu, ketenangan hanya menjadi ilusi tipis. Sesuatu yang gelap, berbahaya, dan tidak terlihat sedang bersembunyi di balik tembok kastil. Jenderal Arkanis, salah satu panglima perang terpercaya Raja Naga, berjalan cepat melewati koridor batu yang dingin, matanya penuh tekad dan niat busuk. Dalam diam, ia menggenggam erat sebuah permata hitam, artefak kuno yang selama ini tersembunyi dari pandangan Drakonis. Raja Naga duduk di singgasananya, tubuhnya yang
Kerajaan Morph terletak di lembah hijau yang dikelilingi oleh pegunungan megah, tempat angin dingin selalu menyapu desa-desa kecil yang tersebar di sekitarnya. Di atas bukit tertinggi berdiri Kastil Bertrand, rumah bagi salah satu keluarga bangsawan terkuat di seluruh kerajaan. Keluarga Van Bertrand telah memerintah tanah ini selama beberapa generasi dengan kekuasaan dan kehormatan. Duke Davin Van Bertrand, penguasa saat ini, dikenal sebagai seorang pemimpin tegas dan adil, dengan dua putra yang cerdas dan seorang anak ketiga yang berbeda dari mereka semua. Darrel Van Bertrand, putra ketiga Duke, sedang berdiri di tepi balkon kamarnya, menatap ke cakrawala di kejauhan. Usianya baru menginjak lima belas tahun, namun beban kehidupan bangsawan sudah mulai terasa. Angin yang menerpa wajahnya membawa bau pinus dari hutan yang membentang jauh di luar kastil. Matanya yang biru cerah memandangi lembah di bawahnya dengan perasaan campur aduk—di sanalah kebebasan terletak, di balik hutan
Langit di atas Kastil Bertrand mulai gelap ketika Darrel Van Bertrand terbenam dalam buku kuno yang baru saja ditemukannya. Di balik halaman demi halaman yang dipenuhi dengan tulisan kuno dan simbol-simbol yang memusingkan, Darrel merasa seolah-olah dirinya ditarik ke dalam kisah yang berbeda—lebih tua dan lebih besar dari sekadar catatan sejarah manusia. Kisah tentang Drakonis, Sang Raja Naga, yang telah lama dilupakan oleh dunia manusia, kini tampak lebih nyata daripada apa pun yang pernah ia pelajari. Saat Darrel terus membaca, rasa dingin yang aneh menjalar melalui tubuhnya. Tulisan-tulisan dalam buku mulai terasa bukan hanya sebagai cerita belaka, tetapi sebuah panggilan, bisikan dari masa lalu yang mencoba mencapai pikirannya. “Drakonis,” Darrel berbisik, namanya terasa asing di lidah, namun penuh makna. Di saat yang sama, seseorang bergerak di balik bayang-bayang perpustakaan. Elara, sang pelayan yang telah melayani keluarga Van Bertrand selama bertahun-tahun, perlahan mende
Perpustakaan kastil yang gelap dan penuh debu terasa semakin sunyi setelah kekuatan yang dipanggil oleh Elara mulai surut. Getaran-getaran magis yang sebelumnya menyelimuti ruangan perlahan memudar, meninggalkan Darrel sendirian di lantai batu dingin. Tubuhnya gemetar hebat, jiwanya seakan terkoyak oleh kekuatan luar biasa yang baru saja terbangun di dalam dirinya.Di sudut ruangan, Elara berdiri diam, tatapannya penuh dengan kepuasan yang tenang. Wajahnya yang biasanya lembut dan ramah kini tampak jauh lebih dingin, seolah-olah ada jarak yang tak terlihat antara dirinya dan dunia di sekelilingnya. Dia tahu tugasnya hampir selesai. Kekuatan yang telah disimpan di dalam tubuh Darrel selama bertahun-tahun telah dibangkitkan, dan sekarang, waktunya telah tiba baginya untuk kembali.“Elara…” Darrel berbisik, suaranya penuh kebingungan dan kelelahan. Ia berusaha bangkit, namun tubuhnya terasa begitu berat. “Apa yang kau lakukan padaku? Siapa kau… sebenarnya?”Elara memandangnya dengan seny
Suasana kastil Van Bertrand yang tenang terganggu oleh derap kuda yang mendekat. Darrel, yang masih tertegun dalam pikirannya sendiri, segera tersadar ketika ia mendengar suara pelayan mengumumkan kedatangan tamu yang Darrel tak duga-duga."Yang Mulia Frey Han Rollock telah tiba!" seru pelayan itu dengan nada hormat, meski Darrel tahu betul bagaimana Frey tidak pernah menghormati siapa pun kecuali dirinya sendiri.Jantung Darrel berdegup kencang mendengar nama itu. Frey Han Rollock. Nama yang selalu membawa kenangan buruk bagi Darrel, sejak masa kecil mereka. Sebagai putra ketiga dari Duke Han Rollock, Frey telah menjadi momok bagi Darrel, memanfaatkan setiap kesempatan untuk merendahkan, mengejek, dan bahkan memukulinya ketika tidak ada yang melihat.Darrel menghela napas dalam, mencoba menenangkan diri. Dalam sekejap, pikiran tentang kekuatan Drakonis yang baru bangkit di dalam dirinya mulai mengusik. Seharusnya, dengan kekuatan itu, ia tidak lagi takut pada Frey, bukan? Namun, ada
Matahari bersinar terang di atas menara kastil, menyisakan langit dengan awan putih dan langit biru. Di halaman luar Kastil Van Bertrand, Darrel berdiri tegap dengan tangan menggenggam gagang pedangnya. Di hadapannya, Frey Han Rollock sudah bersiap, wajahnya dipenuhi amarah dan kesombongan. Angin sore yang dingin menyapu tanah, mengangkat sedikit debu, seolah memulai sebuah pertarungan yang tak terhindarkan.“Ini akhir dari kesabaranmu, ya?” ejek Frey dengan tawa kecil. “Kau pikir bisa menantangku? Aku akan membuatmu menyesal sudah berani melawan.”Darrel tidak menjawab. Dia hanya menatap Frey, mencoba merasakan denyut kekuatan yang mengalir dalam tubuhnya. Warisan Drakonis terasa hidup di bawah permukaan kulitnya, seperti api yang menunggu untuk dilepaskan. Namun, Darrel tahu, meskipun dia memiliki kekuatan naga dalam dirinya, dia tidak boleh bergantung sepenuhnya pada hal itu. Kekuatan sejati datang dari keseimbangan—dan untuk saat ini, dia harus fokus pada teknik dan strategi.Frey
Malam sudah larut ketika Darrel dipanggil ke ruang kerja ayahnya, Duke Davin Van Bertrand. Kastil yang biasanya dipenuhi aktivitas, kini sunyi. Hanya suara langkah-langkah sepatu Darrel yang terdengar menggema di sepanjang lorong istana, memantul di dinding tebal yang dingin. Di dadanya, Darrel merasakan kecemasan bercampur dengan sesuatu yang baru—sebuah rasa bangga akan kemampuannya dalam mengalahkan Frey. Namun, di balik itu semua, dia tahu ayahnya pasti sudah mendengar tentang duel tersebut, dan hal itu membuatnya sedikit khawatir.Pintu kayu besar yang menuju ke ruang kerja sang Duke terbuka dengan derit pelan. Darrel melangkah masuk, menemukan ayahnya duduk di belakang meja besar yang dipenuhi dokumen, lilin-lilin menerangi wajah tegas Duke Davin yang sudah berumur. Mata birunya yang dingin menatap lurus ke arah Darrel, penuh dengan kebijaksanaan dan kekuatan.“Darrel,” suara Duke Davin terdengar rendah namun penuh wibawa. “Kau tahu mengapa aku memanggilmu, bukan?”Darrel menun
Pagi itu, fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika Darrel Van Bertrand dan pasukan elitnya berangkat menuju perbatasan timur. Di depan, Darrel menunggangi kudanya, dengan jubah keluarga Van Bertrand berkibar tertiup angin. Di sisinya, seorang kesatria berwajah tenang dengan tatapan tajam, Virgo Bastarian, mengiringinya. Virgo adalah seorang Sword Master, dikenal karena kehebatannya di medan perang dan kemampuannya yang luar biasa dalam seni berpedang. Kehadirannya memberikan sedikit rasa aman bagi Darrel, meski jantungnya masih berdebar kencang.Pasukan yang ia pimpin berjumlah seratus orang—prajurit elit yang terlatih dalam pertempuran, para pejuang terbaik yang dimiliki oleh keluarga Van Bertrand. Namun, meski memiliki kekuatan besar di bawah komandonya, Darrel tak bisa menghilangkan rasa gugup yang merayap dalam hatinya.Ini adalah pertama kalinya dia memimpin pasukan ke medan perang, dan ancaman yang dihadapi bukanlah musuh biasa. Orc dikenal brutal dan kejam, apalagi dalam jum