Lila merasa, selama dua tahun pernikahan, dirinya hanya dijadikan pemuas nafsu belaka oleh Sean, yang tidak ingin memiliki anak darinya. Sementara di sisi lain, tekanan dari ibu mertua untuk segera memiliki keturunan terasa semakin mencekik. Hinaan, cacian, bahkan sebutan mandul menjadi langganan di telinganya, terasa menghancurkan mentalnya. Di antara harapan dan kenyataan yang bertolak belakang, akhirnya Lila memutuskan untuk mengakhiri semua. Lalu apa jadinya saat mereka kembali dipertemukan setelah beberapa bulan setelah perceraian, dan ternyata Lila dalam keadaan hamil? “Apa sebutan yang paling tepat untuk istri yang digauli tetapi tidak pernah ada keinginan untuk menabur benih di rahimnya? Ya, pemuas nafsu belaka jawabnya.” – Delilah Aurora Fatma “Aku melakukan semua ini, karena tidak ingin kau merasakan luka yang lebih dalam lagi.” – Sean Mahendra Wismoyojati
View MoreDi hari biasa, Bi Siti akan langsung mengarahkan Vicky untuk langsung menuju ke ruang gym, tetapi kali ini karena Lila tidak berpesan apa pun, Vicky harus menunggu di ruang tamu. Vicky langsung berdiri saat melihat Lila memasuki ruang tamu dengan Sean yang mengekor di belakangnya. Tidak bisa dipungkiri, bertemu Sean adalah niat utama Vicky mendatangi rumah tersebut, setelah mendapat informasi jika Sean tidak bekerja akhir pekan ini. “Hai Vicky!” Lila berusaha tetap ramah, meskipun kedatangan Vicky yang tiba-tiba sangat mengganggunya. “Apa ada masalah?” Sebenarnya Lila hendak duduk, tetapi tangan Sean tiba-tiba melingkar di pinggangnya seolah tidak mengizinkannya duduk. Karena Lila dan Sean yang tetap berdiri, bahkan tidak ada tanda jika dirinya akan dipersilahkan duduk, Vicky pun langsung mengungkap maksud kedatangannya. “Karena jadwal senam yang kemarin tertunda, jadi saya bermaksud untuk menggantinya hari ini,” ucap Vicky dengan seulas senyum di bibirnya. Vicky berusaha untuk
Akhirnya Sean bisa bernapas lega, semua pekerjaan dan urusan yang menumpuk berhasil diselesaikan. Sehingga di akhir pekan ini dia bisa menghabiskan waktu bersama Lila.Mereka memutuskan untuk tinggal di rumah saja, menikmati momen tenang sambil menyiapkan kamar putra pertama mereka yang sebentar lagi akan lahir.Kamar bayi mereka terlihat rapi dengan nuansa biru yang lembut. Dindingnya dihiasi mural bertema luar angkasa, gambar planet-planet yang berwarna pastel, bintang-bintang kecil yang bersinar lembut, dan sebuah roket mungil yang tampak terbang menuju galaksi jauh.Langit-langitnya dicat dengan warna biru gelap, dihiasi bintang-bintang fosfor yang akan bersinar dalam gelap, memberikan kesan magis saat malam tiba.Sean tersenyum puas saat menata tempat tidur bayi berbentuk bulat yang sudah dikelilingi oleh pelindung lembut bergambar awan. Di sudut kamar, ada rak kecil yang sudah diisi buku-buku cerita bertema angkasa, mainan edukatif, dan boneka berbentuk astronaut.“Bagaimana, ka
Hari masih pagi, tetapi energi Sean rasanya sudah hampir terkuras habis. Sean tidak bisa membiarkan sang mama berbuat semena-mena terhadap orang lain, tetapi dia pun tidak mungkin mengabaikan luka hatinya. Sebagai seorang anak, ingin rasanya Sean bisa menjadi penengah yang akan menjembatani perdamaian kedua orang tuanya. Dia ingin papa dan mamanya menikmati masa tua dengan bahagia, meski tidak harus bersama. Kesibukannya pagi ini membuat Sean terpaksa terlambat tiba di kantornya. Sean melangkah cepat melewati meja resepsionis hingga tiba di ruang sekretaris pribadinya. Sekilas dia melirik Bella yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Tanpa memperlambat langkah, Sean memberi isyarat dengan tangan dan berkata singkat, "Bella, ke ruangan saya sekarang!" Bella mendongak, matanya berbinar. Ada senyum kecil yang terlukis di wajahnya, seolah-olah perintah Sean adalah penghargaan yang menegaskan posisinya. Betapa Sean sangat membutuhkan dan bergantung kepadanya. Bella seger
Sekar menatap Sean dengan sorot mata yang penuh luka dan kemarahan. Wajahnya yang cantik kini memucat, garis-garis usia tampak jelas ketika dia mencoba menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Amarah yang selama ini dia pendam, akhirnya meledak juga. “Mama sudah banyak mengalah. Mama tidak memenjarakan papamu dan gundiknya. Mama tetap membiarkan papamu hidup sejahtera dari perusahaan yang modalnya dari uang mama. Kurang mengalah apa lagi, Sean?” Suara Sekar bergetar, tidak bisa menutupi rasa sakit yang mengendap bertahun-tahun di dalam dirinya. Sepertinya Sekar sudah tidak bisa menahan lagi amarah yang sudah lama dia pendam selama ini. Tidak mudah baginya untuk melupakan perselingkuhan yang telah dilakukan oleh suami yang sangat dia cintai. Dari bukan siapa-siapa, dia angkat derajatnya, tetapi setelah di atas, Andika justru meninggalkannya demi perempuan lain. “Papamu sudah merampas semua milik mama,” tambahnya dengan suara parau, mencoba menekan emosi. Sean menarik napas panj
Sean menatap Rangga dengan sorot mata tegas, namun tetap hangat. Di antara mereka, udara terasa berat oleh kebimbangan yang tergambar jelas di wajah Rangga. Sean menghela napas dalam-dalam. “Kamu fokus saja pada kesehatanmu. Masalah biaya pernikahan biar aku yang urus,” ucap Sean terdengar penuh ketulusan Rangga menggeleng pelan, wajahnya dipenuhi rasa bersalah. “Tapi itu banyak banget, Mas. Belum lagi biaya ….” Sean tersenyum tipis, mencoba meredakan keresahan adiknya. “Selamat mewujudkan pernikahan impian untuk Nadya. Urusan ini biar jadi tanggung jawabku.” Tetapi, Rangga berusaha bertahan dengan keputusannya. “Aku bisa mencicil. Potong saja gajiku setiap bulan sampai lunas. Aku sudah menerima banyak dari Ibu dan Mas Sean. Untuk hal-hal yang sangat mendesak aku bisa terima, tapi untuk pesta pernikahan … sepertinya terlalu berlebihan.” Sean terdiam sejenak, pikirannya melayang pada sang mama, yang selalu menggunakan uang sebagai alat untuk mendapatkan kendali. Kala itu Sekar me
Sean melangkah masuk ke kamar rawat Rangga dengan langkah ringan. Di tangan kirinya, ia membawa sekantong buah segar yang sempat dia beli di perjalanan. Wajah Sean memancarkan kelegaan ketika melihat Rangga duduk santai di atas ranjang, tersenyum menyambut kedatangannya. “Bagaimana keadaanmu, Ngga?” tanya Sean sambil meletakkan buah di meja samping ranjang. “Sudah jauh lebih baik, Mas. Dokter bilang kalau semuanya berjalan lancar, beberapa hari lagi aku sudah boleh pulang,” jawab Rangga dengan senyum kecil. Sean menghela napas panjang, matanya sedikit menatap langit-langit seakan mengucap syukur dalam hati. “Syukurlah. Sudah diperiksa semua? Aku khawatir kalau harus ada komplikasi lain.” Rangga mengangguk pelan. “Semua sudah diperiksa, dan terkendali. Organ-organ dalam semua bagus, termasuk organ reproduksi.” Sean tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. “Itu yang paling penting,” ucap Sean dengan nada bercanda. Sean menarik kursi lalu duduk di samping brankar Rangga. Merek
Di sebuah kafe remang yang penuh atmosfer santai, Bella duduk bersama Vicky. Di meja kecil mereka, hidangan telah terhidang, tapi hanya sedikit yang disentuh. Vicky menyeruput kopinya perlahan, pandangannya tertuju pada Bella yang terlihat begitu bersemangat bercerita tentang masa lalunya.“Awal aku kerja di perusahaan itu, aku sebenarnya sekretarisnya Bu Sekar,” ujar Bella sambil menatap Vicky dengan mata berbinar. Senyumnya lebar, seakan sedang menghidupkan kembali kenangan yang manis.“Bu Sekar itu keras, tapi dia pemimpin yang baik. Dia sering memuji kerja kerasku. Bahkan, pernah suatu kali dia bilang, ‘Bella, kalau kamu jadi menantuku, aku pasti sangat beruntung.’”Vicky tersenyum kecil, tertarik mendengar cerita itu. "Serius dia ngomong kaya gitu?"Bella mengangguk. "Iya. Waktu itu Sean masih kuliah di luar negeri. Setelah dia lulus dan Bu Sekar memutuskan mundur, Sean langung menggantikan posisi mamanya. Dan dia tetap mempertahankan aku sebagai sekretarisnya."Bella terdiam sej
“Sean, apakah kau masih ingat kejadian saat kita makan siang di kantormu, beberapa hari yang lalu?”Sean tersenyum tipis menatap istrinya. “Kau lebih suka makan siangnya atau sesudahnya?” tanya Sean dengan nada menggoda karena mengira Lila ingin mengulang kembali pergulatan panas siang itu.Tetapi Lila tidak membalas senyum Sean, bahkan tatap matanya tetap serius langsung tertuju ke arah Sean.Senyum Sean perlahan memudar. Dia tahu bahwa istrinya tidak sedang bercanda. Nada suara Lila, tatapan matanya yang serius, menandakan bahwa apa pun yang akan dibicarakannya ini bukan hal sepele.“Bukan itu, Sean. Aku merasa ada yang aneh dengan minuman yang aku minum waktu itu.”“Baik, lalu ….” Sean masih ingat saat pertama meminumnya Lila mengatakan ada yang aneh dengan jus miliknya.Lila menghela napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosinya agar bisa berbicara dengan tenang hingga mudah dimengerti oleh Sean.“Setelah makan siang aku merasakan tubuhku memberi reaksi yang berbeda. Aku begitu ing
Lila duduk di sofa ruang keluarga, laptop terbuka di depannya. Jari-jarinya mengetik naskah untuk konten berikutnya, tapi pikirannya tidak sepenuhnya fokus. Setiap beberapa menit, dia menoleh ke arah pintu, berharap melihat kemunculan suaminya.Dia menghela napas, mencoba kembali fokus pada pekerjaannya. Namun, bayangan foto-foto Sean dengan Miranda terus mengganggu pikirannya.“Kalau sedang dibutuhkan malah pulang telat," gumamnya pada diri sendiri, mencoba meredakan kegelisahan. Tapi semakin dia berpikir, semakin hatinya terasa berat.Lampu di ruang keluarga menyala temaram, menciptakan suasana yang tenang. Namun, ketenangan itu tidak terasa di hati Lila. Dia menatap layar laptopnya, tapi pikirannya melayang ke berbagai kemungkinan yang membuat dadanya terasa semakin sesak.Suara detik jam dinding terasa semakin jelas di telinganya. Lila menoleh lagi ke arah pintu. Tidak ada tanda-tanda Sean pulang. Dia memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri."Aku h
“Kau tahu, kecerdasan itu diturunkan dari ibunya?” Lila mengangguk mengiyakan ucapan Sekar, ibu mertuanya. “Itu sebabnya mama memilihmu untuk menjadi istri Sean, untuk melahirkan keturunan-keturunan yang cerdas bagi keluarga Wismoyojati.” Dahulu Lila adalah salah satu mahasiswa pintar yang mendapatkan beasiswa dari perusahaan Wismoyojati. Saat magang di perusahaan itu, Lila menunjukkan kinerja yang sangat baik, hingga membuat Sekar begitu tertarik kepada dirinya. Bahkan untuk bisa mendapatkan dirinya saat itu, Sekar membanjiri keluarga Lila dengan begitu banyak hadiah, agar Lila bersedia menikah dengan Sean, putra tunggalnya. “Tapi setelah mama pikir-pikir, setelah dua tahun pernikahan kalian, apa gunanya memiliki menantu yang cerdas kalau ternyata mandul?” Lila menunduk menyembunyikan kegetiran hatinya. Setelah dilambungkan setinggi langit, lalu dijatuhkan hingga hancur berantakan. “Sean adalah pewaris tunggal di keluarga Wismoyojati, apa jadinya jika dia tidak memiliki ke...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments