Seburuk inilah komunikasi antara Lila dan dan Sean. Sampai Sean lupa memberi tahu tentang pengumuman brand ambassador produk baru perusahaan mereka. Hati Lila merasa tercubit, keberadaanya sama sekali tidak dianggap, bahkan untuk acara sebesar ini dirinya tidak dilibatkan sama sekali. Jangankan dilibatkan, diberi tahu pun secara mendadak.
Lila membuka lemari pakaiannya, tampak kebingungan karena tidak ada satu pun pakaian yang sesuai dengan dress code dalam undangan yang baru saja Sean kirim memalui aplikasi perpesanan. Satu jam lagi acara dimulai, sudah tidak ada waktu untuk ke butik atau memesan secara online. Lila harus bisa memaksimalkan pakaian yang ada. Seperti apa yang sudah Lila duga, penampilannya akan menjadi pusat perhatian. Bukan karena penampilannya yang penuh pesona, tetapi karena dia mengenakan pakaian yang sudah pernah dia gunakan di acara sebelumnya. "Lihat, bukankah itu gaun yang sama dengan yang dia pakai di acara amal bulan lalu?" bisik seorang perempuan kepada temannya, diikuti oleh tawa kecil. “Biasa, orang dari kalangan bawah. Dulu buat makan saja susah, apalagi buat beli baju,” celetuk perempuan yang lainnya, diikuti suara gelak tawa yang sangat merendahkan. “Jadi sekarang, dia punya baju bagus langsung buat andalan. Dipakai di semua acara.” Lila, yang mendengar bisikan-bisikan tersebut, berusaha tenang. Dia menyadari bahwa di dunia yang penuh dengan kemewahan kehidupan kalangan atas, pakaian yang dikenakan adalah sebuah prestise tersendiri. “Dengar-dengar katanya dia mandul.” Terdengar suara lain menimpali, menambah sesak rasa hati Lila. Ingin rasanya mengabaikan suara-suara sumbang itu, tetapi telinganya sudah terlanjur mendengar, dan hatinya terasa tersayat dan berdarah. “Untuk acara perusahaan sepenting ini, bisa-bisanya kamu datang terlambat.” Sekar langsung menyambut kedatangan Lila dengan cibiran. Sekar mengernyitkan dahinya menatap Lila dengan saksama, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lalu dia mendengus kesal melihat penampilan menantunya. Lila tetap cantik, elegan dan berkelas seperti biasanya. satu kesalahannya, dia mengenakan pakaian yang sudah pernah digunakan. “Jangan seperti orang susah! Apa kau tidak punya uang untuk membeli baju baru? Apa uang yang diberikan Sean kepadamu masih kurang?” cecar Sekar dengan suara lirih tetapi penuh penekanan. Dia sadar saat ini mereka sedang menjadi sorotan. “Maaf.” Satu kata lolos dari bibir Lila. Tidak ada pembelaan, bahkan untuk menyalahkan Sean yang memberi tahu secara mendadak pun hanya akan membuat Lila semakin tersudut. “Lady Di dan Kate Middleton sebenarnya pernah menggunakan pakaian yang sama dalam acara yang berbeda, tapi mereka pinter dalam mix and match. Nggak seperti kamu, plek ketiplek jadi kaya pakai pakaian usang. Nggak malu sama IPK?” Lila hanya mendesah pasrah membiarkan ibu mertuanya mengeluarkan segala kata hinaan untuk dirinya. Membantah hanya akan memperparah masalah. Awalnya Lila menganggap salah kostum adalah sebuah kesalahan kecil, tetapi ternyata hal itu membuka lebar pintu hinaan untuk dirinya. Hingga tiba saat acara puncak, dengan gagah dan penuh kharisma Sean naik ke panggung dan memulai pidatonya. Di sana, Sean menjadi pribadi berbeda dengan yang Lila kenal setiap hari, penuh kehangatan dan ramah dengan orang-orang di sekitarnya. “Para hadirin yang terhormat, dengan bangga saya memperkenalkan brand ambassador baru kami, Miranda Manuella,” ucap Sean dengan suara penuh antusiasme. “Sebagai artis berbakat dan penuh talenta, Miranda telah menunjukkan dedikasi dan profesionalisme yang luar biasa di setiap karyanya. Kami yakin, dengan kehadiran Miranda, produk terbaru kami akan semakin dikenal dan dicintai oleh masyarakat luas.” Tepuk tangan riuh mengiringi langkah Miranda saat ia naik ke panggung, senyum cerahnya menyapa seluruh hadirin dengan pesona yang tak terbantahkan. Gemuruh tepuk tangan bersahutan dengan puja-puji untuk Miranda. Pesona ragawi yang sangat memukau, adalah pilihan tepat untuk mempromosikan produk baru perusahaan Wismoyojati. “Kau tahu siapa dia?” tanya Sekar di tengah keriuhan, reflek Lila mengangguk karena Miranda adalah artis yang sedang naik daun. “Miranda Manuella, dia cantik, pinter juga. Lulusan luar negeri, IPK-nya pun nggak kalah sama kamu, summa cumlaude.” Tidak henti Sekar memuji brand ambassador baru perusahaannya. “Ayahnya seorang pengusaha sukses, memiliki perusahaan tambang di beberapa daerah. Selevel dengan keluarga Wismoyojati. Lihatlah perawakannya, dia terlihat begitu subur dan sepertinya tidak mandul. Berbeda dengan anak sopir taksi. Mungkin karena kurang gizi dan stunting, jadinya mandul.” Ternyata hinaan untuk hari ini belum berakhir. Sekar masih memiliki segudang kosakata untuk menghancurkan mental Lila. Dan tampaknya berhasil, menyinggung pekerjaan orang tuanya, adalah penghinaan terdalam yang harus Lila telan. Lila sadar, dahulu dia hanya gadis miskin yang dipungut dan dilambungkan oleh Sekar, dan dia harus bersiap jika sewaktu-waktu dihempaskan begitu saja. Acara malam ini berlangsung dengan sukses. Lila ikut bahagia, melihat rasa bangga dan kelegaan di wajah Sean saat para tamu undangan tampak puas dan antusias dengan produk barunya. Satu per satu tamu mulai pergi termasuk Sekar, tetapi Sean masih berdiri di panggung, berbincang dengan beberapa kolega dan Miranda. Niat hati menghampiri Sean untuk mengajak pulang bersama, tetapi Lila justru disuguhi pemandangan yang menyesakkan dada. Lila yakin ini bukan lagi bagian dari profesionalitas, saat Sean dan Miranda berbincang sambil bercanda dengan romantisnya. Lengan Sean melingkar di pinggang ramping Miranda, saat berbicara dia mendekat dan menempelkan bibirnya di telinga Miranda membisikkan sesuatu. Miranda tertawa lebar sambil mendongakkan kepala, hingga bibir Sean menyentuh leher jenjang artis cantik itu. “Private party?” Suara Miranda merdu mendayu, terdengar manja dan menggoda. “Sepertinya sangat menyenangkan.” Sean hanya mengangguk sambil tersenyum tipis kepada Miranda. Marah? Cemburu? Lila merasa tidak berhak saat menyaksikan kedekatan Sean dan Miranda yang begitu intim. Seakan-akan mereka berdua adalah pasangan yang sesungguhnya, bukan Lila dan Sean. Sean tertawa, suaranya yang berat terdengar akrab dan nyaman. Sebagai seorang istri, Lila tidak pernah merasakan keakraban seperti itu. Sean selalu serius, dingin, dan menjaga jarak. Tetapi bersama Miranda, Sean berubah menjadi sosok yang hangat dan begitu romantis. Lila menghentikan langkahnya. Napasnya terhela panjang dan terasa sesak. Hingga memunculkan praduga, mungkin ini penyebab Sean selalu bersikap dingin dan tidak ingin memiliki anak darinya. Sean sudah memiliki cinta yang lain, dan dia tidak ingin mengkhianati hatinya. Dengan tatap mata nanar, Lila menyaksikan Sean dan Miranda yang semakin menjauh. Pintu lift terbuka, lalu keduanya memasuki dengan langkah seirama dan tangan saling bertautan. Sean dan Miranda membalikkan tubuh hingga menatap pintu lift yang perlahan mulai menutup. Tanpa sengaja tatap mata Lila dan Sean saling beradu. Tidak ada rasa bersalah, Sean justru semakin mengencangkan lengannya yang membelit erat pinggang Miranda. Sebelum pintu tertutup sempurna, dengan senyum lebar Miranda bersandar manja di bahu Sean. Lila terpaku di posisinya berdiri. Setelah berjuang tetap tegar dengan segala hinaan dari Sekar, Lila menutup hari ini dengan tetesan air mata. Pemandangan yang menghancurkan hatinya, kehangatan yang ditunjukkan Sean kepada Miranda adalah sesuatu yang sangat dia rindukan. Namun, Sean memberikan kepada perempuan lain. “Mungkin sudah waktunya untuk mengakhiri semua,” ucap Lila pada dirinya sendiri.Lila membiarkan dingin menyelimuti tubuhnya. Malam yang semakin larut membuatnya kesulitan mendapatkan taksi. Ingin rasanya memesan satu kamar di hotel ini untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya, tetapi mengingat ada Sean dan Miranda di kamar yang lain membuat Lila ingin sesegera mungkin meninggalkan hotel bintang lima tersebut.“Sendiri?” Suara bariton yang tak dikenal itu membuyarkan lamunan Lila.Lila segera menyeka air matanya, berusaha menyembunyikan kesedihan dari orang yang tidak dia kenal. Ia berbalik dan melihat seorang pria tampan dengan sorot mata tajam namun ramah.“Butuh tumpangan ... Nyonya Wismoyojati?” tanyanya sambil tersenyum.“Tidak, terima kasih.” Degup jantungnya semakin kencang. Bukan karena terpesona dengan pria tampan di hadapannya, tetapi ada ketakutan tersendiri saat bertemu dengan orang asing pada saat malam merayap berganti hari.“Mau saya temani sampai mendapatkan taksi?” Pria itu menawarkan lagi, nada suaranya tulus dan tenang.“Tidak perlu,” tolak Lila
“Ini bukan tentang Ryan atau pun Miranda, ini tentang kita yang memang tidak bisa hidup bersama.” Lila berusaha tetap tenang menghadapi Sean. Entah apa yang membuat suaminya menunjukkan sikap berlebihan dengan sosok Ryan Aditya Mahendra.“Berapa yang kau minta?”Lila menunduk menyeka air mata. Apa pun tentang dirinya, Sean anggap bisa dinegosiasikan dengan uang. Segala urusan bisa diselesaikan dengan uang, termasuk urusan ranjang. Serendah itu Lila di mata Sean, anak sopir taksi yang menerima lamaran Sekar untuk dirinya. Jika bukan demi harta, lalu apa lagi?“Aku tidak menginginkan apapun.” Tenggorokan Lila terasa kering, hingga dia harus menelan ludah untuk bisa melanjutkan kalimatnya. “Tak masalah, tanpa ada gono-gini, asal kita berpisah.”“Jangan pernah membicarakan tentang perceraian lagi, atau aku akan menghentikan uang untuk pengobatan ayahmu.”Ancaman yang terasa begitu mengiris hati Lila. Bukan bermaksud tidak berbakti kepada orang tua, tetapi Lila merasa sudah di ambang batas
Lila menggelengkan kepala, yang dia inginkan saat ini hanya kebebasan, mencari kebahagiaannya sendiri, lepas dari sangkar emas keluarga Wismoyojati. Anggap saja Lila egois, tetapi dia hanya ingin menjaga kewarasannya, baik jiwa maupun raga. Sudah cukup hinaan dari Sekar dan pengabaian dari Sean, sudah cukup selama dua tahun, tubuhnya disentuh tanpa cinta.“Sudah banyak yang saya dapatkan dari keluarga ini, bukan hanya harta benda, tetapi juga ilmu dan kesehatan ayah saya. Saya tidak memiliki apa pun untuk memberi balasan yang sepadan, jadi saya tidak akan mempersulit keinginan mama dan Sean untuk segera memiliki penerus bagi keluarga ini.”Sekar tersenyum lega mendengar ucapan Lila. Permintaan Lila adalah harapannya selama ini. Jika Lila tidak ingin mempersulit, Sekar akan semakin mempermudah perceraian itu terjadi. Apa pun akan dia lakukan untuk bisa segera memiliki cucu, dan perceraian Lila dengan Sean adalah langkah awal.Saat ini di kepala Sekar sudah dipenuhi perempuan-perempuan
Lila merasakan napas panas Sean yang mengalir di telinganya, membuat tubuhnya semakin tegang. Posisinya yang terjepit di antara dinding dan tubuh Sean membuatnya merasa tidak berdaya. Segala ketakutan dan kekhawatiran yang selama ini ia coba pendam kini muncul ke permukaan.Di tengah segala kepedihan dan rasa terhina, ada dorongan kuat dalam hatinya untuk melawan. Ini bukan hanya tentang keinginan untuk bebas, tapi tentang menjaga sisa-sisa harga dirinya yang hampir terkikis habis oleh pernikahan yang hambar dan tidak memiliki masa depan.“Aku tidak mencari pria lain, Sean,” jawab Lila dengan suara yang hampir tidak terdengar, tetapi ada ketegasan di balik kata-katanya. “Aku hanya ingin keluar dari hubungan yang sudah tidak sehat ini. Kita berdua tahu bahwa ini tidak bisa dilanjutkan. Kau tidak mencintaiku, dan aku membebaskanmu mencari cinta dan kebahagiaan dengan wanita lain.”Sean menyipitkan matanya, tatapan mata yang merendahkan Lila, mencoba mencari celah untuk menyerang. “Kau t
Puncak kenikmatan itu tidak berlangsung lama, suara desah yang sempat terdengar di telinga Sean kini berubah menjadi isak tangis yang memilukan hati. Sean baru menyadari jika dirinya baru saja melakukan sebuah kesalahan besar. Amarah dan gairah yang menjadi satu membuatnya lupa dengan kebiasaannya selama ini.Sean duduk di sudut sofa dengan penampilan yang berantakan sambil mengatur napasnya. Dia yang belum sempat merapikan diri hanya menutupi tubuh bagian bawahnya dengan kemeja. Sekejab matanya menangkap gerakan Lila yang melangkah tertatih menuju kamar. Suara pintu tertutup yang diikuti tangis menyayat hati membuat Sean semakin bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.Setelah berhasil menenangkan diri, Sean berdiri hendak menuju ke kamar Lila dan meminta maaf. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat surat keterangan medis milik Lila di atas meja. Sean memunggut surat itu dan bergegas membukanya.“Sialan!” gumam Sean, melampiaskan rasa kesalnya.Dengan penuh amarah Sean langsung mer
Sekar tiba di apartemen putranya dengan perasaan campur aduk. Lila menghubunginya meminta tolong sambil menangis hingga. Firasatnya mengatakan ada sesuatu hal genting sedang terjadi.Benar saja, saat membuka pintu apartemen, Sekar langsung disambut oleh pemandangan yang memprihatinkan. Lila duduk di sofa dengan wajah pucat, bekas lebam menghiasi wajahnya, membuat Sekar tercekat."Lila, apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Sekar dengan suara pelan tapi penuh emosi. “Apa Sean yang melakukan ini semua?”Lila mengangguk lemah. "Ya Ma. Sean yang melakukannya." Lila menunduk menyeka air matanya.Sekar terdiam, hatinya bergetar. Ia tidak bisa langsung percaya bahwa putranya, yang selalu dia banggakan, bisa memperlakukan istrinya seperti ini. Tapi apartemen mereka memiliki sistem keamanan yang sangat ketat. Tak mungkin ada orang lain yang masuk tanpa izin Sean."Apa maksudmu, Lila?" Sekar bertanya, setengah berharap ada penjelasan lain yang masuk akal.Lila menghela napas
Waktu tidak bisa mengikis amarah di hati Sean. Mengawali hari dengan buruk membuat Sean tidak bisa bekerja dengan baik. Kepalanya masih dipenuhi dengan peristiwa tadi malam, sehingga tidak bisa maksimal dalam bekerja.Sean tidak pernah menduga istrinya yang selama ini selalu patuh dan penurut tiba-tiba meminta cerai darinya. Dan itu terjadi setelah pertemuan Lila dengan pria lain. Hingga dia sampai melakukan sesuatu yang diluar batas. Meskipun tumbuh dalam didikan yang keras, tetapi Sean tidak pernah diajarkan untuk ringan tangan terhadap perempuan.Apakah ini semua karena cemburu? Hati Sean menyangkalnya. Tetapi sebagai seorang pria, Sean merasa harga dirinya diinjak-injak saat Lila dengan begitu enteng meminta cerai, seolah dirinya adalah pria yang tidak berguna.Keinginan pulang lebih awal agar bisa melihat keadaan Lila tampaknya harus tertunda sementara waktu. Sekar memintanya untuk datang, ada urusan penting katanya.“Apa yang ingin mama bicarakan?” tanya Sean tanpa basa-basi, se
Setelah berbicara panjang dengan sang mama, kini Sean menuju ke rumah sakit tempat Lila di rawat. Berulang kali Sean memukul kemudi untuk meluapkan rasa kesal di hatinya. Pikiran tentang Lila memenuhi kepalanya, membuat jantungnya berdetak kencang. Setiap meter yang dilalui terasa seperti beban yang semakin berat di dadanya."Aku harus menyelesaikan ini," gumamnya, berulang kali. Kecepatan mobilnya bertambah, seolah waktu tak memberinya pilihan untuk menunggu lebih lama.Setibanya di rumah sakit, Sean bergegas menuju ke ruang perawatan Lila sesuai yang diiformasikan oleh Sekar. Kepala Sean terasa penuh oleh berbagai beban, mulai dari ancaman perceraian hingga ancaman skandal yang bisa menghancurkan reputasinya. Tetapi, di balik semua itu, ada satu hal yang tetap menjadi prioritas di benaknya, Lila. Sean bertekad untuk berbicara dengan istrinya, mencari solusi atas kekacauan ini. Sean tidak ingin pernikahan mereka berakhir dengan cara seperti ini.Namun, kala Sean tiba di depan ruang p
449Sekar tidak pernah membayangkan akan membuat keputusan sebesar ini. Setelah pengkhianatan Andika, yang terbersit dibenaknya hanya membesarkan Sean, menikahkan putra semata wayangnya, lalu mengisi masa tua dengan momong cucu-cucunya.Tapi kini, pada saat menantunya akan melahirkan untuk kedua kalinya, justru pikirannya disibukkan dengan pernikahan.Sekar menatap bunga-bunga di taman yang tersorot matahari pagi, kicauan burung yang diiringi suara air gemericik air terjun buatan membuat suasana alami yang menenangkan.Mata Sekar menangkap bayangan Sean yang melangkah mendekatinya. Dia tahu putranya itu pasti akan membicarakan tentang Prabu Yudistira.“Pagi, Ma!” sapa Sean dengan lembut, lalu duduk di samping sang mama.Sekar mengangkat cangkir tehnya, meniup uap yang masih mengepul sebelum menyeruputnya perlahan untuk menutupi rasa gugup yang mendera. Matanya tetap tertuju pada Sean, tapi ia tidak segera menjawab.Sean menunggu, membaca ekspresi mamanya yang tenang, tapi sorot matany
Sean berdiri terdiam di dekat jendela kamarnya, tatap matanya menerawang jauh ke luar. Cahaya matahari senja memantulkan warna keemasan di wajahnya, tetapi pikirannya tetap kelam.Lila mengeratkan pelukannya dari belakang, merasakan ketegangan di tubuh suaminya."Susah sekali peluk kamu," gumam Lila dengan nada manja, mencoba mencairkan suasana.Sean tersentak kecil, lalu tanpa berkata-kata, ia berbalik. Wajahnya masih muram, tetapi senyum lembut muncul saat matanya bertemu dengan Lila. Ia merengkuh istrinya ke dalam pelukan erat, mencium pucuk kepala dengan penuh kasih sambil mengusap lembut perut yang sempat menghalangi."Aku hanya butuh waktu," bisik Sean lirih.Lila menatapnya, tangannya naik ke wajah Sean, membelai pelan garis rahangnya. "Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi setidaknya, dengarkan dulu penjelasan Mama. Jangan langsung menutup hati."Sean menghela napas panjang. "Kamu tahu bagaimana perasaanku soal ini, kan?"Lila mengangguk. "Aku tahu. Tapi Mama pasti punya alasan.
Sekar menghela napas panjang, membiarkan tatapannya lepas dari foto pernikahan yang tadi menggiringnya ke masa lalu. Suara tawa di luar kamar membuatnya tersadar kembali ke kenyataan. Dengan perlahan wanita paruh baya itu melangkahkan kaki keluar kamarnya.Sean dan Lila baru saja memasuki rumah, tawa mereka ringan, penuh kebahagiaan. Sekar tidak bisa menahan senyum. Putranya dan menantunya baru saja melewati badai besar, dan mereka berhasil bertahan. Sekar melihat kehangatan dalam cara Sean merangkul Lila, dalam cara Lila menatap Sean dengan penuh cinta.Sekar melanjutkan langkahnya menuju ruang keluarga. Sean sudah melepas jasnya, duduk santai di sofa sementara Lila tersenyum manis duduk bersandar di dada bidang Sean, tangannya bertumpu di perut yang mulai membesar."Mama …." Lila tampak salah tingkah, saat mengetahui keberadaan ibu mertuanya. Meski mereka sudah lama menikah, tetapi Lila tidak pernah menunjukkan kemesraan berlebih di luar kamar.Mungkin efek kelelahan, Lila langsung
Masa itu, Sekar masih muda, penuh semangat dan idealisme. Dia baru saja menyelesaikan studinya dan kembali ke rumah, tetapi ayahnya, Adiraga Wismoyojati, sudah menyiapkan sebuah rencana besar untuknya.Di ruang tamu rumah mereka, Adiraga duduk dengan tenang, menyodorkan sebuah foto kepada Sekar. Foto seorang pria berseragam polisi, tampan dan gagah, dengan tatapan mata tajam penuh wibawa.“Namanya Prabu Yudistira. Perwira muda dengan masa depan cemerlang,” ucap Adiraga dengan nada penuh puja dan harapan.Sekar hanya melirik sekilas sebelum melengos. Dia bersandar di sofa, menyilangkan tangan di dada. “Aku tidak tertarik, Pa.”Adiraga menghela napas. “Sekar, kau bahkan belum mengenalnya.”“Untuk apa mengenalnya? Dia polisi. Dan aku tidak percaya polisi,” jawab Sekar tajam. Ada kebencian yang jelas di matanya, bukan pada Prabu Yudistira secara pribadi, tetapi pada profesinya.Adiraga menatap putrinya lama, lalu berkata dengan tenang, “Tidak semua polisi korup, Nak. Prabu Yudistira berbe
Di dalam mobil yang melaju mulus, Lila bersandar dengan nyaman. Senyum tipis terukir di wajahnya saat tangannya perlahan mengusap perutnya.Pikirannya masih dipenuhi dengan kata-kata Miranda. Meski dominan dengan kesedihan, tetapi ada bagian yang sampai saat ini masih membuatnya tidak percaya.Sean mengalami tremor saat mencium Miranda. Benarkah? Sulit dipercaya oleh Lila tentunya. Bagaimana tidak, selama ini Sean seperti laki-laki tidak kuat iman saat berdua dengannya. Sedikit saja pakaian Lila terbuka, membuat Sean begitu jahil ingin menyentuhnya. Dan sedikit saja Sean menyentuhnya, hasratnya harus dituntaskan.Lila mengenal Sean lebih dari siapa pun. Jika Sean masih terguncang saat itu, berarti ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar perasaan lama. Mungkin cinta yang sesungguhnya tak pernah hilang.Mobil berhenti dengan lembut di depan gedung kantor Sean. Seorang petugas keamanan segera menghampiri dan membukakan pintu untuk Lila.Lila melangkah turun dengan anggun, mengenakan ga
“Bisakah meninggalkan kami berdua?” tanya Miranda dengan tatap mata memohon kepada Chiara. Ya, Miranda ingin berbicara berdua hanya dengan Lila saja.Lila menatap Miranda dengan ekspresi penuh tanya. Udara di antara mereka terasa berat meskipun ruangan itu cukup terang. Chiara baru saja meninggalkan mereka berdua, memberikan kesempatan bagi Miranda untuk berbicara.Miranda menggigit bibirnya, menahan emosi yang seolah ingin meledak. Dia menunduk sejenak sebelum akhirnya mengangkat wajahnya, mata berkaca-kaca."Lila, aku minta maaf." Suara Miranda bergetar, tapi tetap jelas. "Aku tahu, aku tidak pantas meminta ini, tapi aku ingin kau tahu sesuatu."Lila mengangguk pelan, memberi Miranda ruang untuk melanjutkan.Setetes air mata jatuh di pipi Miranda. Dia mengusapnya cepat, lalu tersenyum kecil yang lebih terlihat seperti kepedihan."Sean beruntung memiliki istri sepertimu," ucap Miranda dengan suara yang sarat emosi. "Aku mengira bisa mendekatinya lagi ... tapi sepertinya aku salah."L
Berita tentang perselingkuhan Satrio dengan Sandrina Louisa masih panas di media, tetapi gelombang lebih besar segera menyusul. Perlahan, satu per satu borok yang selama ini tertutup rapat mulai terbongkar.Bisnis ilegal yang dijalankan Satrio akhirnya mencuat ke permukaan. Mulai dari tambang tanpa izin, pencucian uang, hingga keterlibatannya dalam jaringan suap. Media mulai menggali lebih dalam, menghubungkan setiap kepingan informasi yang tersebar.Semua hal yang berhubungan dengan Satrio, dihubungkan dengan nama besar sang ayah yang merupaka seorang jenderal polisi Bintang tiga, Gunawan Wibisono. Mau tak mau nama itu ikut terseret dalam pusaran skandal ini.Gunawan, yang selama ini dikenal sebagai sosok kuat dengan pengaruh besar dalam institusinya, kini menghadapi tekanan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Kedekatannya dengan berbagai lingkaran kekuasaan yang selama ini menjadi tamengnya perlahan runtuh di hadapan desakan publik."Gunawan Wibisono terlibat dalam perlindungan b
Podcast dengan Dennis Surahman berjalan dengan lancar. Dan hasil yang didapatkan sesuai harapan. Bukan hanya membuka mata publik, tetapi ini adalah serangan balik yang sangat efektif. Seperti dua gol Marselino Ferdinand ke gawang Arab Saudi dalam pertandingan Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia Round 2.Belum reda pembicaraan di media tentang podcast Dennis Surahman, publik kembali dikejutkan oleh kabar penggerebekan Satrio Wibisono dan Sandrina Louisa langsung meledak di berbagai media. Berita itu memenuhi laman utama portal berita online, trending di media sosial, dan menjadi perbincangan hangat di berbagai forum."Pengusaha Muda Satrio Gunawan Digerebek Bersama Artis Cantik Sandrina Louisa di Hotel Bintang Lima!""Istri Teraniaya, Suami Tertangkap Bersama Wanita Lain, Karma yang Datang Cepat!""Selingkuh dan Skandal: Kehidupan Ganda Satrio Wibisono Terbongkar!"Judul-judul berita itu terpampang di mana-mana, lengkap dengan foto Satrio yang digiring keluar dari kamar hotel dalam keada
Bagi Sekar, Miranda bukan sosok batu dalam hidupnya. Miranda adalah perempuan yang hampir menikah dengan Sean saat putranya itu menduda setelah perceraiannya dengan Lila.Setelah Sean rujuk dengan Lila, hubungan dengan Keluarga Miranda putus begitu saja. Tampaknya mereka kecewa dengan keputusan sepihak Sean yang memutuskan hubungan saat pertunangan sudah di depan mata.Tidak lama kemudian, Miranda menikah dengan Satrio Wibisono, anak seorang jenderal polisi. Dan saat itu berita itu sempat heboh dan menyudutkan Lila. Tetapi mereka mengabaikan berita tersebut, sesuatu yang tidak harus ditanggapi. Toh akhirnya mereka memiliki kehidupan masing-masing.Sebagai wanita yang berkarir di bidang investasi dan finansial, meskipun kadang masih membuat konten edukasi tentang perencanaan keuangan, tetapi pamor Lila tidak semoncer Miranda yang merupakan seorang model. Kehidupan pribadi Miranda tidak jarang dipertontonkan sebagai salah satu cara branding agar karirnya tidak meredup, setelah sebagian