Share

3. Ceraikan Aku!

Lila membiarkan dingin menyelimuti tubuhnya. Malam yang semakin larut membuatnya kesulitan mendapatkan taksi. Ingin rasanya memesan satu kamar di hotel ini untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya, tetapi mengingat ada Sean dan Miranda di kamar yang lain membuat Lila ingin sesegera mungkin meninggalkan hotel bintang lima tersebut.

“Sendiri?” Suara bariton yang tak dikenal itu membuyarkan lamunan Lila.

Lila segera menyeka air matanya, berusaha menyembunyikan kesedihan dari orang yang tidak dia kenal. Ia berbalik dan melihat seorang pria tampan dengan sorot mata tajam namun ramah.

“Butuh tumpangan ... Nyonya Wismoyojati?” tanyanya sambil tersenyum.

“Tidak, terima kasih.” Degup jantungnya semakin kencang. Bukan karena terpesona dengan pria tampan di hadapannya, tetapi ada ketakutan tersendiri saat bertemu dengan orang asing pada saat malam merayap berganti hari.

“Mau saya temani sampai mendapatkan taksi?” Pria itu menawarkan lagi, nada suaranya tulus dan tenang.

“Tidak perlu,” tolak Lila dengan halus, berusaha tegar meskipun hatinya bergetar.

“Baiklah kalau begitu, saya tidak bisa memaksa. Ini kartu nama saya, Anda bisa menghubungi saya, kapan pun Anda butuh.” Pria itu mengeluarkan sebuah kartu nama dari saku jasnya dan menyerahkannya kepada Lila.

Ragu-ragu Lila menerima kartu nama tersebut, matanya bertemu dengan tatapan pria itu sejenak. Ada sesuatu yang meyakinkan dalam sorot matanya, tapi Lila tetap waspada.

“Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Wismoyojati,” ucapnya dengan senyum tipis yang menawan.

Pria itu segera melangkah meninggalkan Lila. Setelah pria itu benar-benar lenyap dari pandangannya, Lila baru membaca kartu nama yang berada di tangannya. Nama yang tertera di sana, Ryan Aditya Mahendra, tidak dikenalnya, tapi dari posisi dan nama perusahaan miliknya, Lila tahu pria itu adalah pesaing bisnis dari keluarga Wismoyojati.

Lila merasa semakin bingung dan putus asa. Ia menghela napas panjang, berharap ada keajaiban yang datang malam ini. Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah dia bisa terus bertahan dalam pernikahan yng menurutnya tidak memiliki masa depan.

Tiba-tiba, Lila mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Dia menoleh lalu tersenyum tipis penuh kegetiran menertawakan dirinya sendiri yang sempat berharap Sean akan mendatanginya. Mungkin saat ini suaminya itu sedang berbagi peluh dengan Miranda.

“Bu Lila!” panggil Ranga, orang kepercayaan Sean. Dia berjalan cepat ke arah Lila, ekspresinya serius tetapi sedikit lega saat bertemu Lila. “Saya diutus untuk mengantar Anda pulang,” ucap Rangga dengan sopan, membungkuk sedikit.

Lila mengangguk lemah, merasakan sedikit kelegaan meskipun hatinya masih kecewa. “Terima kasih, Pak Rangga. Mari kita pergi sekarang.”

Rangga membuka pintu mobil dan membantu Lila masuk. Sepanjang perjalanan, Lila duduk diam, memandang keluar jendela, pikirannya melayang-layang memikirkan kejadian malam ini. Rangga, yang sudah lama bekerja dengan keluarga Wismoyojati, hanya melirik sekilas, mengetahui bahwa Lila butuh waktu untuk sendiri.

Mobil, sudah berhenti di depan gedung apartemen yang selama ini menjadi tempat tinggal Lila dan Sean. Rangga keluar dari mobil, membukakan pintu dan mengantar Lila sampai ke unit apartemen, memberikan dukungan dalam diam.

“Terima kasih.” Lila terlihat ingin segera mengakhiri interaksi dan secepatnya memasuki apartemen untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

“Jika Bu Lila butuh sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungi saya.” Ucap Rangga dengan tatap mata penuh kekhawatiran.

Lila terdiam sejenak, memberanikan diri menatap pria yang berdiri di hadapannya.

“Tolong katakan kepada Pak Sean, ada urusan penting yang ingin saya bicarakan dengannya, secepatnya!” Lila sudah membulatkan tekadnya, dia akan segera mengakhiri penderitaan ini.

“Baik, Bu!” Rangga pun bergegas pergi meninggalkan Lila.

***

Bertemu pagi dengan kondisi tubuh yang kurang fit, semalam Lila tidak bisa tidur dengan tenang. Bukan hanya memikirkan apa yang dilakukan Sean bersama Miranda malam ini, tetapi juga mencoba merangkai kata yang akan dia ucapkan saat bertemu dengan Sean nanti.

Lila membuka cluctch bag yang dibawa ke acara semalam. Sejak tiba di apartemen dia tidak menyentuh lagi ponselnya. Saat mengambilnya tanpa sadar kartu nama Ryan Mahendra turut tertarik keluar. Sejenak Lila menggulir layar ponselnya, setelah memastikan tidak ada pesan penting untuknya, dia kembali meletakkan ponsel di atas nakas.

Dengan secangkir teh hangat, Lila menikmati pagi yang tenang dengan duduk di balkon apartemennya. Udara pagi yang masih minim polusi membawa ketenangan sejenak, meskipun hatinya masih penuh kekacauan. Lila menatap langit, mencoba menemukan kedamaian di tengah badai perasaannya.

Terdengar suara pintu yang dibuka secara perlahan. Lila menoleh, melihat Sean berdiri di ambang pintu dengan penampilan berantakan, rambutnya kusut, dasinya longgar. Lila mendekat untuk menyambut kedatangan suaminya, tetapi semakin dekat semakin pekat aroma parfum yang begitu feminin menyelubunginya. Wajah Sean terlihat lelah, tapi ada sesuatu dalam pandangannya yang membuat Lila semakin yakin bahwa malam sebelumnya bukan sekadar pekerjaan.

"Aku mendengar dari Rangga kalau kamu ingin bicara." Sean memulai dengan nada datar dan ekspresi yang dingin, tidak mempedulikan perasaan Lila.

Lila meletakkan cangkir tehnya dengan tenang, berdiri, dan menghadapi suaminya. Kata-kata yang sebelum sudah tersusun rapi raib seketika, meninggalkan rasa gugup dan ketakutan.

Sementara itu Sean tetap menunggu sambil menatap dingin ke arah Lila. Namun karena istrinya tidak kunjung mengatakan apapun, dia kemudian membalikkan tubuh hendak pergi.

"Sean, ceraikan aku," lirih Lila, tetapi cukup jelas untuk didengar.

Kalimat Lila berhasil membuat Sean menghentikan langkah. Dia segera kembali membalikkan badan dan berhadapan dengan Lila. Melangkah berlahan dengan tatap mata tajam semakin mendekati Lila.

"Bisa diulang?" tanya Sean meski sebenarnya telah mendengar dengan jelas.

"Ceraikan aku," ucap Lila sekali lagi, suaranya semakin bergetar.

“Jika ini karena Miranda, aku tegaskan tidak ada yang terjadi antara aku dengan dia.” Sean terlihat tenang tanpa rasa bersalah.

“Keputusanku ini tidak ada hubungannya dengan Miranda.” Miranda memang bukan alasan utama, tetapi kehadirannya mampu meyakinkan hati Lila untuk mengambil keputusan penting ini.

Mata Sean menyipit, wajahnya berubah menjadi lebih keras. "Apa yang kau inginkan dari perceraian kita, Lila? Harta gono-gini?" cecar Sean dengan nada merendahkan.

Lila menggelengkan kepala, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Aku hanya ingin ...."

"Apa yang telah aku berikan selama ini masih kurang?" Sean memotong, tidak memberi kesempatan kepada Lila untuk berbicara. "Aku kira nafkah yang aku berikan sudah lebih dari cukup, bahkan aku juga menanggung kehidupan keluargamu. Masih kurang? Apa kau juga menginginkan separuh harta keluarga Wismoyojati?"

"Aku tidak sepicik itu," sanggah Lila, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku hanya menginginkan pernikahan yang normal, membentuk keluarga bersama. Ayah, ibu, dan anak-anak di dalamnya, tapi sepertinya aku tidak bisa mendapatkan itu dari pernikahan kita.”

“Jangan serakah!” ucap Sean dengan begitu entengnya. “Dari pernikahan ini, kau sudah mendapat harta, kemewahan dan juga kehormatan sebagai seorang Wismoyojati. Jika ada yang masih belum bisa kamu gapai, anggap saja itu sebagai ujian hidup.”

“Apa kau bahagia dengan pernikahan kita?”

Dengan sorot mata yang tajam Sean menatap Lila. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hingga suasana menjadi hening mencekam.

“Bahagia atau tidak bahagia, kamu sendiri yang dengan suka rela memasuki keluarga Wismoyojati. Terima konsekuensinya, kita nikmati bersama, apa pun rasanya.” Tegas dan penuh penekanan saat Sean berucap.

“Dengan perceraian kita, kau bisa bahagia dengan perempuan pilihan hatimu.”

“Aku lebih tahu apa yang aku rasakan. Jangan mengaturku!”

Sean membuang pandangannya, menunduk sambil menggelengkan kepala. Tiba-tiba tatap matanya menangkap kertas kecil yang jatuh di lantai. Segera Sean memungut dan membacanya.

“Apa karena ini kau meminta cerai?” tanya Sean dengan aura yang menyeramkan. “Jika karena orang ini kau ingin bercerai denganku, aku pastikan kau tidak akan pernah mendapatkan akta cerai dariku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status