Share

3. Ceraikan Aku!

Penulis: Henny Djayadi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-21 14:03:14

Lila membiarkan dingin menyelimuti tubuhnya. Malam yang semakin larut membuatnya kesulitan mendapatkan taksi. Ingin rasanya memesan satu kamar di hotel ini untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya, tetapi mengingat ada Sean dan Miranda di kamar yang lain membuat Lila ingin sesegera mungkin meninggalkan hotel bintang lima tersebut.

“Sendiri?” Suara bariton yang tak dikenal itu membuyarkan lamunan Lila.

Lila segera menyeka air matanya, berusaha menyembunyikan kesedihan dari orang yang tidak dia kenal. Ia berbalik dan melihat seorang pria tampan dengan sorot mata tajam namun ramah.

“Butuh tumpangan ... Nyonya Wismoyojati?” tanyanya sambil tersenyum.

“Tidak, terima kasih.” Degup jantungnya semakin kencang. Bukan karena terpesona dengan pria tampan di hadapannya, tetapi ada ketakutan tersendiri saat bertemu dengan orang asing pada saat malam merayap berganti hari.

“Mau saya temani sampai mendapatkan taksi?” Pria itu menawarkan lagi, nada suaranya tulus dan tenang.

“Tidak perlu,” tolak Lila dengan halus, berusaha tegar meskipun hatinya bergetar.

“Baiklah kalau begitu, saya tidak bisa memaksa. Ini kartu nama saya, Anda bisa menghubungi saya, kapan pun Anda butuh.” Pria itu mengeluarkan sebuah kartu nama dari saku jasnya dan menyerahkannya kepada Lila.

Ragu-ragu Lila menerima kartu nama tersebut, matanya bertemu dengan tatapan pria itu sejenak. Ada sesuatu yang meyakinkan dalam sorot matanya, tapi Lila tetap waspada.

“Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Wismoyojati,” ucapnya dengan senyum tipis yang menawan.

Pria itu segera melangkah meninggalkan Lila. Setelah pria itu benar-benar lenyap dari pandangannya, Lila baru membaca kartu nama yang berada di tangannya. Nama yang tertera di sana, Ryan Aditya Mahendra, tidak dikenalnya, tapi dari posisi dan nama perusahaan miliknya, Lila tahu pria itu adalah pesaing bisnis dari keluarga Wismoyojati.

Lila merasa semakin bingung dan putus asa. Ia menghela napas panjang, berharap ada keajaiban yang datang malam ini. Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah dia bisa terus bertahan dalam pernikahan yng menurutnya tidak memiliki masa depan.

Tiba-tiba, Lila mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Dia menoleh lalu tersenyum tipis penuh kegetiran menertawakan dirinya sendiri yang sempat berharap Sean akan mendatanginya. Mungkin saat ini suaminya itu sedang berbagi peluh dengan Miranda.

“Bu Lila!” panggil Ranga, orang kepercayaan Sean. Dia berjalan cepat ke arah Lila, ekspresinya serius tetapi sedikit lega saat bertemu Lila. “Saya diutus untuk mengantar Anda pulang,” ucap Rangga dengan sopan, membungkuk sedikit.

Lila mengangguk lemah, merasakan sedikit kelegaan meskipun hatinya masih kecewa. “Terima kasih, Pak Rangga. Mari kita pergi sekarang.”

Rangga membuka pintu mobil dan membantu Lila masuk. Sepanjang perjalanan, Lila duduk diam, memandang keluar jendela, pikirannya melayang-layang memikirkan kejadian malam ini. Rangga, yang sudah lama bekerja dengan keluarga Wismoyojati, hanya melirik sekilas, mengetahui bahwa Lila butuh waktu untuk sendiri.

Mobil, sudah berhenti di depan gedung apartemen yang selama ini menjadi tempat tinggal Lila dan Sean. Rangga keluar dari mobil, membukakan pintu dan mengantar Lila sampai ke unit apartemen, memberikan dukungan dalam diam.

“Terima kasih.” Lila terlihat ingin segera mengakhiri interaksi dan secepatnya memasuki apartemen untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

“Jika Bu Lila butuh sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungi saya.” Ucap Rangga dengan tatap mata penuh kekhawatiran.

Lila terdiam sejenak, memberanikan diri menatap pria yang berdiri di hadapannya.

“Tolong katakan kepada Pak Sean, ada urusan penting yang ingin saya bicarakan dengannya, secepatnya!” Lila sudah membulatkan tekadnya, dia akan segera mengakhiri penderitaan ini.

“Baik, Bu!” Rangga pun bergegas pergi meninggalkan Lila.

***

Bertemu pagi dengan kondisi tubuh yang kurang fit, semalam Lila tidak bisa tidur dengan tenang. Bukan hanya memikirkan apa yang dilakukan Sean bersama Miranda malam ini, tetapi juga mencoba merangkai kata yang akan dia ucapkan saat bertemu dengan Sean nanti.

Lila membuka cluctch bag yang dibawa ke acara semalam. Sejak tiba di apartemen dia tidak menyentuh lagi ponselnya. Saat mengambilnya tanpa sadar kartu nama Ryan Mahendra turut tertarik keluar. Sejenak Lila menggulir layar ponselnya, setelah memastikan tidak ada pesan penting untuknya, dia kembali meletakkan ponsel di atas nakas.

Dengan secangkir teh hangat, Lila menikmati pagi yang tenang dengan duduk di balkon apartemennya. Udara pagi yang masih minim polusi membawa ketenangan sejenak, meskipun hatinya masih penuh kekacauan. Lila menatap langit, mencoba menemukan kedamaian di tengah badai perasaannya.

Terdengar suara pintu yang dibuka secara perlahan. Lila menoleh, melihat Sean berdiri di ambang pintu dengan penampilan berantakan, rambutnya kusut, dasinya longgar. Lila mendekat untuk menyambut kedatangan suaminya, tetapi semakin dekat semakin pekat aroma parfum yang begitu feminin menyelubunginya. Wajah Sean terlihat lelah, tapi ada sesuatu dalam pandangannya yang membuat Lila semakin yakin bahwa malam sebelumnya bukan sekadar pekerjaan.

"Aku mendengar dari Rangga kalau kamu ingin bicara." Sean memulai dengan nada datar dan ekspresi yang dingin, tidak mempedulikan perasaan Lila.

Lila meletakkan cangkir tehnya dengan tenang, berdiri, dan menghadapi suaminya. Kata-kata yang sebelum sudah tersusun rapi raib seketika, meninggalkan rasa gugup dan ketakutan.

Sementara itu Sean tetap menunggu sambil menatap dingin ke arah Lila. Namun karena istrinya tidak kunjung mengatakan apapun, dia kemudian membalikkan tubuh hendak pergi.

"Sean, ceraikan aku," lirih Lila, tetapi cukup jelas untuk didengar.

Kalimat Lila berhasil membuat Sean menghentikan langkah. Dia segera kembali membalikkan badan dan berhadapan dengan Lila. Melangkah berlahan dengan tatap mata tajam semakin mendekati Lila.

"Bisa diulang?" tanya Sean meski sebenarnya telah mendengar dengan jelas.

"Ceraikan aku," ucap Lila sekali lagi, suaranya semakin bergetar.

“Jika ini karena Miranda, aku tegaskan tidak ada yang terjadi antara aku dengan dia.” Sean terlihat tenang tanpa rasa bersalah.

“Keputusanku ini tidak ada hubungannya dengan Miranda.” Miranda memang bukan alasan utama, tetapi kehadirannya mampu meyakinkan hati Lila untuk mengambil keputusan penting ini.

Mata Sean menyipit, wajahnya berubah menjadi lebih keras. "Apa yang kau inginkan dari perceraian kita, Lila? Harta gono-gini?" cecar Sean dengan nada merendahkan.

Lila menggelengkan kepala, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Aku hanya ingin ...."

"Apa yang telah aku berikan selama ini masih kurang?" Sean memotong, tidak memberi kesempatan kepada Lila untuk berbicara. "Aku kira nafkah yang aku berikan sudah lebih dari cukup, bahkan aku juga menanggung kehidupan keluargamu. Masih kurang? Apa kau juga menginginkan separuh harta keluarga Wismoyojati?"

"Aku tidak sepicik itu," sanggah Lila, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku hanya menginginkan pernikahan yang normal, membentuk keluarga bersama. Ayah, ibu, dan anak-anak di dalamnya, tapi sepertinya aku tidak bisa mendapatkan itu dari pernikahan kita.”

“Jangan serakah!” ucap Sean dengan begitu entengnya. “Dari pernikahan ini, kau sudah mendapat harta, kemewahan dan juga kehormatan sebagai seorang Wismoyojati. Jika ada yang masih belum bisa kamu gapai, anggap saja itu sebagai ujian hidup.”

“Apa kau bahagia dengan pernikahan kita?”

Dengan sorot mata yang tajam Sean menatap Lila. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hingga suasana menjadi hening mencekam.

“Bahagia atau tidak bahagia, kamu sendiri yang dengan suka rela memasuki keluarga Wismoyojati. Terima konsekuensinya, kita nikmati bersama, apa pun rasanya.” Tegas dan penuh penekanan saat Sean berucap.

“Dengan perceraian kita, kau bisa bahagia dengan perempuan pilihan hatimu.”

“Aku lebih tahu apa yang aku rasakan. Jangan mengaturku!”

Sean membuang pandangannya, menunduk sambil menggelengkan kepala. Tiba-tiba tatap matanya menangkap kertas kecil yang jatuh di lantai. Segera Sean memungut dan membacanya.

“Apa karena ini kau meminta cerai?” tanya Sean dengan aura yang menyeramkan. “Jika karena orang ini kau ingin bercerai denganku, aku pastikan kau tidak akan pernah mendapatkan akta cerai dariku."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nur Elly
Sean gak ada hati
goodnovel comment avatar
Respaty legacy
Ceritanya keren, bikin penasaran pengen cepet2 baca kelanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   4. Menyerah

    “Ini bukan tentang Ryan atau pun Miranda, ini tentang kita yang memang tidak bisa hidup bersama.” Lila berusaha tetap tenang menghadapi Sean. Entah apa yang membuat suaminya menunjukkan sikap berlebihan dengan sosok Ryan Aditya Mahendra.“Berapa yang kau minta?”Lila menunduk menyeka air mata. Apa pun tentang dirinya, Sean anggap bisa dinegosiasikan dengan uang. Segala urusan bisa diselesaikan dengan uang, termasuk urusan ranjang. Serendah itu Lila di mata Sean, anak sopir taksi yang menerima lamaran Sekar untuk dirinya. Jika bukan demi harta, lalu apa lagi?“Aku tidak menginginkan apapun.” Tenggorokan Lila terasa kering, hingga dia harus menelan ludah untuk bisa melanjutkan kalimatnya. “Tak masalah, tanpa ada gono-gini, asal kita berpisah.”“Jangan pernah membicarakan tentang perceraian lagi, atau aku akan menghentikan uang untuk pengobatan ayahmu.”Ancaman yang terasa begitu mengiris hati Lila. Bukan bermaksud tidak berbakti kepada orang tua, tetapi Lila merasa sudah di ambang batas

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-21
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   5. Pelampiasan Nafsu Semata

    Lila menggelengkan kepala, yang dia inginkan saat ini hanya kebebasan, mencari kebahagiaannya sendiri, lepas dari sangkar emas keluarga Wismoyojati. Anggap saja Lila egois, tetapi dia hanya ingin menjaga kewarasannya, baik jiwa maupun raga. Sudah cukup hinaan dari Sekar dan pengabaian dari Sean, sudah cukup selama dua tahun, tubuhnya disentuh tanpa cinta.“Sudah banyak yang saya dapatkan dari keluarga ini, bukan hanya harta benda, tetapi juga ilmu dan kesehatan ayah saya. Saya tidak memiliki apa pun untuk memberi balasan yang sepadan, jadi saya tidak akan mempersulit keinginan mama dan Sean untuk segera memiliki penerus bagi keluarga ini.”Sekar tersenyum lega mendengar ucapan Lila. Permintaan Lila adalah harapannya selama ini. Jika Lila tidak ingin mempersulit, Sekar akan semakin mempermudah perceraian itu terjadi. Apa pun akan dia lakukan untuk bisa segera memiliki cucu, dan perceraian Lila dengan Sean adalah langkah awal.Saat ini di kepala Sekar sudah dipenuhi perempuan-perempuan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-21
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   6. Amarah dan Gairah

    Lila merasakan napas panas Sean yang mengalir di telinganya, membuat tubuhnya semakin tegang. Posisinya yang terjepit di antara dinding dan tubuh Sean membuatnya merasa tidak berdaya. Segala ketakutan dan kekhawatiran yang selama ini ia coba pendam kini muncul ke permukaan.Di tengah segala kepedihan dan rasa terhina, ada dorongan kuat dalam hatinya untuk melawan. Ini bukan hanya tentang keinginan untuk bebas, tapi tentang menjaga sisa-sisa harga dirinya yang hampir terkikis habis oleh pernikahan yang hambar dan tidak memiliki masa depan.“Aku tidak mencari pria lain, Sean,” jawab Lila dengan suara yang hampir tidak terdengar, tetapi ada ketegasan di balik kata-katanya. “Aku hanya ingin keluar dari hubungan yang sudah tidak sehat ini. Kita berdua tahu bahwa ini tidak bisa dilanjutkan. Kau tidak mencintaiku, dan aku membebaskanmu mencari cinta dan kebahagiaan dengan wanita lain.”Sean menyipitkan matanya, tatapan mata yang merendahkan Lila, mencoba mencari celah untuk menyerang. “Kau t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   7. Luka Fisik dan Psikis

    Puncak kenikmatan itu tidak berlangsung lama, suara desah yang sempat terdengar di telinga Sean kini berubah menjadi isak tangis yang memilukan hati. Sean baru menyadari jika dirinya baru saja melakukan sebuah kesalahan besar. Amarah dan gairah yang menjadi satu membuatnya lupa dengan kebiasaannya selama ini.Sean duduk di sudut sofa dengan penampilan yang berantakan sambil mengatur napasnya. Dia yang belum sempat merapikan diri hanya menutupi tubuh bagian bawahnya dengan kemeja. Sekejab matanya menangkap gerakan Lila yang melangkah tertatih menuju kamar. Suara pintu tertutup yang diikuti tangis menyayat hati membuat Sean semakin bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.Setelah berhasil menenangkan diri, Sean berdiri hendak menuju ke kamar Lila dan meminta maaf. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat surat keterangan medis milik Lila di atas meja. Sean memunggut surat itu dan bergegas membukanya.“Sialan!” gumam Sean, melampiaskan rasa kesalnya.Dengan penuh amarah Sean langsung mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   8. Sebuah Rencana

    Sekar tiba di apartemen putranya dengan perasaan campur aduk. Lila menghubunginya meminta tolong sambil menangis hingga. Firasatnya mengatakan ada sesuatu hal genting sedang terjadi.Benar saja, saat membuka pintu apartemen, Sekar langsung disambut oleh pemandangan yang memprihatinkan. Lila duduk di sofa dengan wajah pucat, bekas lebam menghiasi wajahnya, membuat Sekar tercekat."Lila, apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Sekar dengan suara pelan tapi penuh emosi. “Apa Sean yang melakukan ini semua?”Lila mengangguk lemah. "Ya Ma. Sean yang melakukannya." Lila menunduk menyeka air matanya.Sekar terdiam, hatinya bergetar. Ia tidak bisa langsung percaya bahwa putranya, yang selalu dia banggakan, bisa memperlakukan istrinya seperti ini. Tapi apartemen mereka memiliki sistem keamanan yang sangat ketat. Tak mungkin ada orang lain yang masuk tanpa izin Sean."Apa maksudmu, Lila?" Sekar bertanya, setengah berharap ada penjelasan lain yang masuk akal.Lila menghela napas

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   9. Sekar Berusahan Meyakinkan Sean

    Waktu tidak bisa mengikis amarah di hati Sean. Mengawali hari dengan buruk membuat Sean tidak bisa bekerja dengan baik. Kepalanya masih dipenuhi dengan peristiwa tadi malam, sehingga tidak bisa maksimal dalam bekerja.Sean tidak pernah menduga istrinya yang selama ini selalu patuh dan penurut tiba-tiba meminta cerai darinya. Dan itu terjadi setelah pertemuan Lila dengan pria lain. Hingga dia sampai melakukan sesuatu yang diluar batas. Meskipun tumbuh dalam didikan yang keras, tetapi Sean tidak pernah diajarkan untuk ringan tangan terhadap perempuan.Apakah ini semua karena cemburu? Hati Sean menyangkalnya. Tetapi sebagai seorang pria, Sean merasa harga dirinya diinjak-injak saat Lila dengan begitu enteng meminta cerai, seolah dirinya adalah pria yang tidak berguna.Keinginan pulang lebih awal agar bisa melihat keadaan Lila tampaknya harus tertunda sementara waktu. Sekar memintanya untuk datang, ada urusan penting katanya.“Apa yang ingin mama bicarakan?” tanya Sean tanpa basa-basi, se

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   10. Menempuh Jalan Lain

    Setelah berbicara panjang dengan sang mama, kini Sean menuju ke rumah sakit tempat Lila di rawat. Berulang kali Sean memukul kemudi untuk meluapkan rasa kesal di hatinya. Pikiran tentang Lila memenuhi kepalanya, membuat jantungnya berdetak kencang. Setiap meter yang dilalui terasa seperti beban yang semakin berat di dadanya."Aku harus menyelesaikan ini," gumamnya, berulang kali. Kecepatan mobilnya bertambah, seolah waktu tak memberinya pilihan untuk menunggu lebih lama.Setibanya di rumah sakit, Sean bergegas menuju ke ruang perawatan Lila sesuai yang diiformasikan oleh Sekar. Kepala Sean terasa penuh oleh berbagai beban, mulai dari ancaman perceraian hingga ancaman skandal yang bisa menghancurkan reputasinya. Tetapi, di balik semua itu, ada satu hal yang tetap menjadi prioritas di benaknya, Lila. Sean bertekad untuk berbicara dengan istrinya, mencari solusi atas kekacauan ini. Sean tidak ingin pernikahan mereka berakhir dengan cara seperti ini.Namun, kala Sean tiba di depan ruang p

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   11. Dukungan untuk Sean

    Sean duduk di ruang tamu rumah sederhana itu, tangannya berkeringat meski udara dingin terasa di kulitnya. Di depannya, Waluya Sidig dan Inayah, kedua orang tua Lila, menatapnya dengan raut wajah yang berbeda. Waluya terlihat tenang, berusaha memahami situasi, sementara Inayah tampak marah dan bingung, seperti tidak percaya apa yang baru saja didengarnya dari menantunya.“Saya sadar kalau saya salah,” ulang Sean dengan suara bergetar, mencoba menahan emosi yang terus bergejolak di dalam dirinya. “Tapi saya melakukan itu karena marah. Lila berkali-kali meminta cerai tanpa alasan yang jelas, dan saya hanya ingin mempertahankan pernikahan kami.”Inayah mengerutkan dahi, matanya menyorot penuh kekecewaan. "Apa lagi yang diinginkan anak itu? Apakah semua yang dia dapatkan masih kurang? Sampai-sampai minta cerai.” Suara Inayah terdengar meninggi penuh emosi.Sean melihat kesempatan ini. Dia tahu bahwa Inayah sangat menghargai status dan kekayaan yang datang dengan pernikahan putrinya. Kehid

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19

Bab terbaru

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   254. Pergilah!

    “Apa maksudmu Risda? Kenapa sekarang?”Risda menghela napas panjang. “Aku tidak tahu apa yang harus aku pertahankan lagi dalam rumah tangga kita. Jika selama ini aku berusaha bertahan demi kebahagiaan Ryan, lalu apa gunanya jika ternyata Ryan tidak pernah bahagia?”Risda menyeka air mata. Dia tidak sedang menghakimi Andika, karena sadar akan kesalahan yang telah dia lakukan. Saat masih muda, Risda merasa tawaran Andika adalah sebuah keberuntungan yang akan membuatnya hidup senang tanpa bersusah payah, tetapi ternyata ada konsekuensi besar yang harus dia terima.“Bukan aku tidak bersyukur, Mas. Mungkin sudah waktunya kita mencari kebahagiaan masing-masing. Aku tahu kau sangat menderita setelah meninggalkan Bu Sekar dan Sean.”Andika terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. Ryan muncul dari kamarnya, membawa koper terakhir. “Mama benar, Pa. Sudah waktunya Mama memikirkan dirinya sendiri.”Andika memandang Ryan, lalu Risda. Hatinya bergejolak, namun ia tidak tahu apa yang harus dikatakan

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   253. Petir di Siang Bolong

    Di ruang perawatan, seorang perawat mendekati Lila dengan membawa breast pump dan perlengkapan steril lainnya."Untuk sementara pakai ini dulu ya, Bu. Nanti kalau Adik bayi keadaan sudah membaik bisa diberi ASI secara langsung,” ujar perawat itu dengan lembut. “Saya bantu cara pakainya,” sambungnya dengan ramah.Lila mengangguk pelan, meski tubuhnya masih lemah. Dengan sabar, perawat tersebut menjelaskan cara memasang breast pump dan mengatur tingkat sedotan yang nyaman."Awalnya mungkin hanya sedikit yang keluar, tetapi ini proses yang normal. Yang penting, kita rutin mencobanya agar produksi ASI bisa meningkat," ucap perawat itu sambil tersenyum.Sean duduk di samping Lila, menggenggam tangannya dengan penuh dukungan. Tatap matanya tertuju pada bagian tubuh sang istri yang selama ini menjadi candu baginya.Dan sekarang dia harus berbagi dengan putranya. Ya, untuk sementara waktu, bagian tubuh itu yang akan menjadi sumber penghidupan putranya. Demi putranya Sean harus mengalah, toh s

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   252. Janji Sean

    Sekar tersenyum lega melihat Lila yang sudah sadar, meski masih terlihat lemah. Wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tulus.Setelah dokter dan perawat yang menangani Lila keluar, Sekar segera memasuki ruangan. Dia melangkah lebih dekat, mengambil posisi di samping tempat tidur Lila, sementara Sean tetap berada di sisi lain, memegang tangan istrinya dengan erat, seolah tidak ingin melepaskannya lagi."Mama senang sekali kamu sudah sadar," ucap Sekar penuh emosi, suaranya lembut namun terdengar sedikit bergetar.Lila membalas senyum Sekar. "Terima kasih, Ma," ucapnya pelan, suaranya serak tetapi penuh kehangatan.Ini adalah pertemuan pertama Lila dengan Sekar sejak dia rujuk dengan Sean. Dan Lila bisa melihat Sekar yang tersenyum tulus kepadanya seperti saat pertama mereka bertemu, seperti saat awal pernikahannya dengan Sean."Ada beberapa hal penting yang perlu kita bicarakan, terutama mengenai ….""Mama sudah menyetujui nama yang aku berikan untuk anak kita.” Sean segera memotong kal

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   250. Keputusan Ryan

    Ryan pulang dengan langkah berat, pikirannya berkecamuk. Begitu memasuki rumah, ia langsung menuju ruang keluarga di mana Risda sedang sibuk dengan hobi barunya, merajut. Tanpa menunggu, ia duduk di hadapan sang mama."Aku sudah memutuskan, Ma," ucap Ryan lirih, suaranya terdengar penuh beban. "Aku akan meninggalkan Mahendra Securitas."Risda terkejut, tetapi ada senyum yang tertahan. Lalu dia meletakkan benang dan hookpen di meja."Kenapa, Ryan? Apa yang terjadi?" tanya Risda penuh selidik.Ryan menghela napas panjang, menundukkan kepala sejenak sebelum menjawab. "Tadi aku bertemu Sean dan mamanya. Ternyata mamanya yang menyelamatkan Lila dari penculikan. Tapi Ma ... keadaan Lila sangat buruk. Dia belum sadar sampai sekarang, dan bayinya ... bayi Sean harus dirawat di inkubator karena lahir prematur."Risda menatap putranya dengan penuh perhatian, menunggu kelanjutannya."Dalam keadaan seperti itu Sean bahkan tidak diizinkan melihat Lila dan bayinya," lanjut Ryan. "Mamanya memberi sy

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   251. Semakin Dekat

    Sean tertegun ketika mendengar suara lemah memanggil namanya."Sean..." suara itu hampir seperti bisikan, tetapi cukup jelas untuk membuatnya menegakkan kepala dengan cepat.Awalnya, ia berpikir bahwa rasa lelah dan kerinduannya membuatnya berhalusinasi. Namun, ketika ia melihat mata Lila perlahan terbuka dan jemari halusnya bergerak, menyeka air mata di pipinya, Sean tersadar bahwa ini nyata."Lila!" serunya penuh haru. Sean menunduk, menggenggam tangan istrinya lebih erat. "Kamu sadar, sayang. Syukurlah ... syukurlah kamu sadar."Lila tersenyum lemah, bibirnya bergetar seolah ingin berkata lebih banyak, tetapi ia hanya mampu mengucapkan, "Sean..." Suaranya parau, tetapi cukup untuk membuat Sean tersenyum bahagia.Sean menunduk, mencium dahi Lila dengan penuh kasih. Bibirnya berlabuh di dahi Lila, tetapi tangannya dengan cepat menekan tombol pemanggil perawat. Sambil menunggu dokter dan perawat datang Sean terus memandangi wajah Lila, berharap ini semua nyata dan tidak berakhir dalam

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   249. Keadaan Lila

    Sean melangkah memasuki ruang perawatan Lila dengan napas tertahan. Setiap langkah terasa berat, seolah setiap inci mendekat ke tempat Lila berbaring menambah beban yang menghimpit dadanya.Di hadapannya, tubuh istrinya yang dulu penuh energi kini terbaring lemah, tak berdaya. Beberapa alat bantu medis menempel di tubuh Lila, memberikan tanda-tanda kehidupan yang rapuh.Sean mendekat, tangan gemetar menyentuh ujung jari Lila yang dingin. Wajahnya pucat, seakan kehilangan cahaya yang dulu selalu membuatnya tersenyum."Maafkan aku, Lil," bisik Sean lirih, kata-kata itu terasa seperti belati yang menusuk dirinya sendiri.Dia mengingat setiap kejadian yang membawa mereka ke titik ini. Keputusannya, kelalaiannya, kesalahannya, semua berputar di kepalanya seperti film buruk yang tak kunjung usai. Pandangannya beralih ke perut Lila yang rata, tempat di mana putra mereka pernah berada. Brilian Anugrah Wismoyojati, nama yang ia berikan untuk bayi kecil yang kini juga berjuang di ruang NICU.Ai

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   248. Brilian Anugrah Wismoyojati

    “Ma, sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan masalah harta. Bagiku Lila dan putranya jauh lebih berharga dari itu semua.”“Kau mengatakan mereka lebih berharga, tapi nyatakan keselamatan mereka yang kau abaikan. Apa yang menimpa Lila dan anakmu itu semua karena kebodohanmu, dan sampai sekarang tampaknya kau belum menyadarinya.” Sekar menggelengkan kepala menunjukkan rasa kecewa yang mendalam kepada Sean. “Sampai saat ini kau masih mempertahankan pendirianmu untuk menjadi penjaga bagi tukang selingkuh itu dan anak haramnya.”“Bukan begitu, Ma. Aku hanya ingin ….”“Jika tidak seperti itu, seharusnya sejak mengetahui Lila hamil, kau sudah menandatangi surat-surat pengalihan perusahaan, dan juga kau bisa membuat Lila melakukah hal sama. Bukan malah menjauhkan dia dari aku.”Sean hanya diam, saat ini otaknya sedang dipenuhi oleh Lila dan anaknya yang sedang berjuang untuk bertahan hidup. Tetapi di sini dia justru sibuk membicarakan harta yang tidak aka nada harganya lagi jika sa

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   247. Sean yang Tak Berdaya

    Ryan duduk diam di hadapan ayahnya, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja disampaikan. Dia yang mendampingi masa-masa awal kehamilan Lila masih ingat kapan seharusnya persalinan itu terjadi.“Bukankah ini belum waktunya?” tanya Ryan mencoba memastikan.“Ya, bayi itu lahir prematur. Dan sekarang harus mendapat perawat intensif di inkubator.” Andika tidak bisa menutupi kesedihannya, meskipun kelahiran bayi itu akan membuatnya kehilangan kekayaan tetapi dia tetap menyayangi cucunya.“Apa ini ada hubungannya dengan penculikan itu? Papa tahu siapa yang melakukannya?”Andika mengangguk pelan lalu menghela napas panjang sebelum mulai berbicara. “Sekretaris Sean,” jawab Andika singkat.“Sekar berhasil melacaknya dan menyelamatkan Lila. Tapi Lila harus melahirkan sebelum waktunya, karena sekretaris Sean memberikan obat yang memacu kontraksi.”Ryan mengangguk, merasakan ketegangan menggumpal di dadanya. “Bagaimana keadaan bayinya?” tanyanya pelan.“Bayinya di NICU,” Andika menjawab, w

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   246. Suami Sampah

    Sean berdiri mematung di depan pintu ruang perawatan Lila. Dari tempatnya, dia bisa melihat penjagaan ketat yang diatur oleh Sekar. Meski tidak mencolok, keberadaan beberapa pria bertubuh kekar di sekitar area itu sudah cukup memberi peringatan bahwa Sekar tak main-main. Perempuan itu bersikeras melindungi Lila dan tidak akan membiarkan Sean mendekat begitu saja.Perasaan bersalah dan amarah bercampur dalam dada Sean. Dia tahu situasinya rumit, tapi hati kecilnya tetap berbisik bahwa sebagai suami dan ayah, dirinya punya hak.Dengan berat Sean bergerak menjauh dari pintu itu. Dia mengayunkan langkahnya menuju arah yang lain, ruang NICU. Di sana, dua anak buah Theo berjaga dengan postur kaku dan wajah tanpa ekspresi. Mereka mencoba menghalangi Sean untuk memasuki ruang tersebut.“Aku hanya ingin melihat keadaan anakku,” ucap Sean terdengar memohon.“Kami hanya menjalankan perintah, hanya Bu Sekar yang boleh melihat cucunya.” Salah satu dari anak buah Theo memberanikan diri untuk mengha

DMCA.com Protection Status