Share

5. Pelampiasan Nafsu Semata

Penulis: Henny Djayadi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-21 14:07:28

Lila menggelengkan kepala, yang dia inginkan saat ini hanya kebebasan, mencari kebahagiaannya sendiri, lepas dari sangkar emas keluarga Wismoyojati. Anggap saja Lila egois, tetapi dia hanya ingin menjaga kewarasannya, baik jiwa maupun raga. Sudah cukup hinaan dari Sekar dan pengabaian dari Sean, sudah cukup selama dua tahun, tubuhnya disentuh tanpa cinta.

“Sudah banyak yang saya dapatkan dari keluarga ini, bukan hanya harta benda, tetapi juga ilmu dan kesehatan ayah saya. Saya tidak memiliki apa pun untuk memberi balasan yang sepadan, jadi saya tidak akan mempersulit keinginan mama dan Sean untuk segera memiliki penerus bagi keluarga ini.”

Sekar tersenyum lega mendengar ucapan Lila. Permintaan Lila adalah harapannya selama ini. Jika Lila tidak ingin mempersulit, Sekar akan semakin mempermudah perceraian itu terjadi. Apa pun akan dia lakukan untuk bisa segera memiliki cucu, dan perceraian Lila dengan Sean adalah langkah awal.

Saat ini di kepala Sekar sudah dipenuhi perempuan-perempuan cantik dan pintar yang akan dia seleksi untuk menjadi menantu. Dan tentu Miranda masuk dalam salah satu nominasinya.

“Baik, semua sudah jelas, Kita tinggal menjalankan bagian masing-masing. Aku pastikan sebentar lagi kau akan mendapat akta cerai yang kau inginkan.”

Ucapan Sekar adalah harapan nyata bagi Lila. Dia tahu suaminya itu sangat patuh dan penurut kepada sang mama. Lila sangat yakin langkahnya akan mudah setelah ini.

Setelah merasa urusannya dengan Sekar berakhir, Lila undur diri. Sebelum pulang dan mulai mengumpulkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk proses perceraiannya nanti, Lila mencoba menikmati sejenak kemewahan hidup sebagai menantu di keluarga Wismoyojati.

Lila duduk sendiri di restoran mewah, menikmati hidangan favoritnya. Dia meresapi setiap suapan, ini mungkin menjadi yang terakhir kali, karena setelah tidak menjadi istri Sean, dia harus berhati-hati dalam menggunakan uangnya.

Ketenangan Lila harus berakhir, kala seseorang tiba-tiba menarik kursi di hadapannya. Lila mendongak dan mendapati Ryan, berdiri dengan senyuman ramah.

“Senang bertemu dengan Anda lagi.” Terdengar begitu akrab, tanpa menunggu persetujuan, Ryan langsung duduk di hadapan Lila, seolah mereka sudah janji untuk makan siang bersama.

Lila terdiam sejenak ingin menolak kehadiran Ryan, tetapi tidak tahu cara tepat tanpa menimbulkan kesan buruk. Restoran itu cukup ramai, dan Lila tidak ingin menarik perhatian lebih banyak orang.

Saat berusaha mencari alasan mengakhiri pertemuan yang tidak diinginkan ini, tanpa sengaja Lila melihat Sean dan Bella, sekretarisnya, memasuki restoran. Keduanya berjalan berdampingan, tampak akrab dan harmonis. Lila bisa melihat senyum hangat di wajah Sean, sebuah senyum yang tidak pernah dia lihat ketika bersama dirinya.

Ryan tidak menyadari kegelisahan Lila, berbicara dengan santai menarik perhatian Lila dengan cerita-cerita ringan tentang bisnis dan kehidupan sosial mereka. Lila hanya mendengarkan setengah hati, pikirannya terfokus pada Sean dan Bella yang kini semakin mendekat ke arahnya.

“Anda baik-baik saja?” tanya Ryan, tampak khawatir dengan kebisuan Lila.

Lila tersentak dari lamunannya, mencoba tersenyum menyembunyikan perasaannya. “Ya, saya baik-baik saja,” jawab Lila dengan tergagap.

Ryan mengangguk, meskipun tidak sepenuhnya percaya, dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh.

Lila merasakan oksigen di sekitarnya semakin menipis kala Sean mendekat. Wajah suaminya terlihat tegang, dan senyum yang sebelumnya menghiasi bibirnya saat bersama Bella kini menghilang.

Mata Sean menyipit saat melihat Ryan duduk di hadapan Lila, seperti ada bara api membara di dalamnya. Lila bisa merasakan ketegangan itu, dan tahu bahwa Sean sedang berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan yang sebenarnya dia rasakan.

“Lila,” sapa Sean dengan suara yang terdengar datar, hampir dingin. Sean berhenti tepat di samping meja, menatap Lila, memperhatikan dengan saksama setiap gerak-geriknya. "Kau sepertinya menikmati makan siangmu."

“Saya hanya ingin menikmati makan siang sendiri,” jawab Lila dengan tenang, berusaha tidak terpengaruh oleh sikap Sean. Lila melirik sekilas ke arah Bella yang berdiri sedikit di belakang Sean, tampak ragu apakah harus mendekat atau tetap berada di tempatnya.

“Saya kebetulan bertemu dengan Bu Lila di sini, Sean. Saya pikir tidak ada salahnya jika kami makan siang bersama.” Akhirnya Ryan angkat bicara.

Sean mengalihkan pandangannya ke Ryan. Sekilas, Lila melihat rahang Sean mengencang.

“Tentu saja,” jawab Sean, suaranya terdengar lebih tajam. "Tapi Lila adalah istriku. Kami akan membicarakan sesuatu yang pribadi, jadi mungkin kau bisa memberikan kami sedikit privasi?"

Lila terkejut mendengar kata-kata Sean yang terdengar seperti peringatan. Ryan juga tampak terkejut, namun dia tetap tenang dan tidak ingin menimbulkan masalah.

“Tentu, aku mengerti,” ujar Ryan sambil berdiri dari kursinya. "Senang bertemu dengan Anda, Bu Lila."

Setelah Ryan pergi, Lila pun mengakhiri makan siangnya. Selera dan rasa laparnya menguap begitu saja, hidangan yang selama ini begitu nikmat di lidahnya, menjadi terasa hambar.

Sean duduk di kursi yang ditinggalkan Ryan, lalu dia menatap Bella. Seolah sudah tahu apa yang diinginkan oleh atasannya, Bella bergegas melangkah menjauh, mencari meja yang kosong.

“Jadi ini yang kamu lakukan di belakangku? Jadi benar karena dia kau ingin bercerai?”

Lila sadar Ryan bisa menjadi alasan perceraiannya dengan Sean. Tetapi akal sehat Lila mengatakan, cukup alasan dirinya yang belum bisa memberikan keturunan bagi keluarga Wismoyojati, bukan masalah perselingkuhan. Sebab hal itu akan menyakiti banyak pihak terutama kedua orang tuanya.

“Kami tidak sengaja bertemu. Kau lihat sendiri, di meja ini hanya ada satu pesanan.” Lila berusaha membela diri.

Sean mengalihkan pandangannya ke arah piring yang ada di hadapan Lila, lalu kembali menatap mata istrinya. Tatap mata yang merendahkan, dibarengi dengan senyum tipis yang terlihat mengejek.

“Tetaplah jadi Nyonya Wismoyojati, setidaknya kau masih bisa makan enak dan kenyang di restoran mewah seperti sekarang.”

Lila tersenyum masam mendengar ucapan Sean, kebebasan ditukar dengan seporsi makanan, tentu tidak sepadan. Belum sempat Lila menjawab, terdengar suara dering posel milik Sean. Setelah mengetahui siapa yang menghubunginya, Sean segera menjawab panggilan itu.

“Halo, Ma!” Sean diam sejenak mendengarkan dengan saksama. “Baik, aku akan segera ke sana.”

Segera menyimpan kembali ponselnya setelah mengakhiri pembicaraan singkat tersebut.

“Mama?” tanya Lila sekedar memastikan.

Sean bangkit dari duduknya tanpa memberi jawaban, lalu melangkah mendekati Lila. Dia sedikit membungkukkan tubuhnya

“Duduk manis di rumah dan tunggu aku pulang!” bisik Sean dengan suara yang terdengar sangat dingin dan bernada ancaman. “Kau harus memberi penjelasan tentang Ryan Mahendra kepadaku!”

Sean bergegas melangkah meninggalkan Lila sendiri. Bella yang sedari tadi duduk terpisah segera bangkit dan mengikuti langkah Sean.

Lila hanya bisa menatap punggung Sean yang semakin menjauh. Berharap pertemuan Sean dan Sekar akan memberikan kabar bahagia untuknya.

***

Sean tiba di apartemennya dengan langkah cepat dan hati yang dipenuhi amarah. Memasuki apartemen, Sean langsung mencari Lila. Di sudut ruangan, ia melihat Lila duduk di sofa, tangannya masih menggenggam sebuah amplop, hasil pemeriksaan kandungan yang tadi diserahkan kepada Sekar.

“Lila,” panggil Sean dengan nada dingin.

Lila menoleh, matanya membesar saat melihat Sean yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi penuh amarah. “Sean …”

“Kau benar-benar sudah lancang,” sergah Sean, suaranya penuh dengan kemarahan yang telah dipendam terlalu lama. “Aku sudah memberimu peringatan untuk tidak melibatkan mama dalam masalah rumah tangga kita. Tapi mengapa kau melanggarnya? Kau pikir dengan menyerahkan hasil pemeriksaan itu, semuanya akan berakhir begitu saja?”

Lila terdiam, bibirnya bergetar. “Aku hanya ingin kita bercerai, Sean. Aku ingin kita berdua bisa menemukan kebahagiaan kita masing-masing.”

“Kebahagiaan?” Sean tertawa mengejek, matanya menyipit. “Kebahagiaan siapa yang kau maksud? Dirimu? Ryan? Atau kau ingin menguji kesabaranku?”

“Bukan itu maksudku, Sean …” Lila mencoba menjelaskan, tapi Sean tidak memberinya kesempatan.

“Kau pikir dengan menyerahkan hasil pemeriksaan itu kepada mama, kau bisa mempengaruhinya? Kau pikir dengan menunjukkan bahwa kau mandul, aku akan langsung menceraikanmu?”

Lila terdiam dengan air mata mengalir pelan. Sorot mata tajam dan suara yang keras dari Sean berhasil menciutkan nyalinya.

“Tidak Lila, tidak akan pernah. Bahkan jika kau benar-benar mandul, itu adalah keuntungan bagiku.”

Lila menggelengkan kepala, tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi suaminya. “Aku hanya ingin kita berpisah dengan baik-baik. Aku sudah lelah menjalani semua ini. Aku yakin kau pun merasakan hal yang sama.”

“Lelah?” Sean mendekat, menatap Lila tajam. “Kau tidak tahu apa-apa tentang lelah. Kau tidak tahu apa-apa tentang penderitaan. Kau hidup dalam kemewahan karena aku, Lila. Dan sekarang kau ingin membuang semua itu begitu saja? Demi apa?”

“Demi kebebasanku, Sean,” jawab Lila dengan suara gemetar namun penuh ketegasan. “Demi kesempatan untuk hidup tanpa tekanan, setiap saat selalu ditanya kapan hamil? Sedangkan aku tahu itu tidak mungkin terjadi, karena kamu tidak menginginkannya. Kamu hanya menganggapku sebagai pelampiasan nafsu semata.”

“Jangan munafik seolah kau tidak menikmati kebersamaan kita,” ucap Sean dengan tatap mata merendahkan. “Kau lupa saat bergerak liar di atas, atau saat kau mengelinjang, mendesah, memekik penuh kenikmatan.”

Malu? Ya, kalimat yang terlontar dari bibir Sean membuat Lila semakin terhina. Menyesali setiap desah yang keluar dari mulutnya, menyesali tubuhnya yang selalu memberi reaksi balik setiap sentuhan yang diberikan oleh Sean.

Sean melangkah mendekat dengan sorot mata yang sulit Lila artikan. Rasa takut menyusupi hati membuat Lila bergerak mundur, hingga akhirnya dia tersudut membentur dinding. Dengan mudah Sean sudah mengungkung tubuh Lila dengan kedua tangannya

“Atau jangan-jangan kau mencari pria yang lebih perkasa daripada aku?” bisik Sean lirih, dengan bibir menyentuh telinga Lila.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Wartini
ibunya Sean ini memang nggak jelas dia yg menjodohkan dia juga yg menghinakan kasian Lila...semoga sama Ryan saja
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Sean suami kejam dan egois
goodnovel comment avatar
Neta Neta
cerita sangat best
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   6. Amarah dan Gairah

    Lila merasakan napas panas Sean yang mengalir di telinganya, membuat tubuhnya semakin tegang. Posisinya yang terjepit di antara dinding dan tubuh Sean membuatnya merasa tidak berdaya. Segala ketakutan dan kekhawatiran yang selama ini ia coba pendam kini muncul ke permukaan.Di tengah segala kepedihan dan rasa terhina, ada dorongan kuat dalam hatinya untuk melawan. Ini bukan hanya tentang keinginan untuk bebas, tapi tentang menjaga sisa-sisa harga dirinya yang hampir terkikis habis oleh pernikahan yang hambar dan tidak memiliki masa depan.“Aku tidak mencari pria lain, Sean,” jawab Lila dengan suara yang hampir tidak terdengar, tetapi ada ketegasan di balik kata-katanya. “Aku hanya ingin keluar dari hubungan yang sudah tidak sehat ini. Kita berdua tahu bahwa ini tidak bisa dilanjutkan. Kau tidak mencintaiku, dan aku membebaskanmu mencari cinta dan kebahagiaan dengan wanita lain.”Sean menyipitkan matanya, tatapan mata yang merendahkan Lila, mencoba mencari celah untuk menyerang. “Kau t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   7. Luka Fisik dan Psikis

    Puncak kenikmatan itu tidak berlangsung lama, suara desah yang sempat terdengar di telinga Sean kini berubah menjadi isak tangis yang memilukan hati. Sean baru menyadari jika dirinya baru saja melakukan sebuah kesalahan besar. Amarah dan gairah yang menjadi satu membuatnya lupa dengan kebiasaannya selama ini.Sean duduk di sudut sofa dengan penampilan yang berantakan sambil mengatur napasnya. Dia yang belum sempat merapikan diri hanya menutupi tubuh bagian bawahnya dengan kemeja. Sekejab matanya menangkap gerakan Lila yang melangkah tertatih menuju kamar. Suara pintu tertutup yang diikuti tangis menyayat hati membuat Sean semakin bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.Setelah berhasil menenangkan diri, Sean berdiri hendak menuju ke kamar Lila dan meminta maaf. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat surat keterangan medis milik Lila di atas meja. Sean memunggut surat itu dan bergegas membukanya.“Sialan!” gumam Sean, melampiaskan rasa kesalnya.Dengan penuh amarah Sean langsung mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   8. Sebuah Rencana

    Sekar tiba di apartemen putranya dengan perasaan campur aduk. Lila menghubunginya meminta tolong sambil menangis hingga. Firasatnya mengatakan ada sesuatu hal genting sedang terjadi.Benar saja, saat membuka pintu apartemen, Sekar langsung disambut oleh pemandangan yang memprihatinkan. Lila duduk di sofa dengan wajah pucat, bekas lebam menghiasi wajahnya, membuat Sekar tercekat."Lila, apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Sekar dengan suara pelan tapi penuh emosi. “Apa Sean yang melakukan ini semua?”Lila mengangguk lemah. "Ya Ma. Sean yang melakukannya." Lila menunduk menyeka air matanya.Sekar terdiam, hatinya bergetar. Ia tidak bisa langsung percaya bahwa putranya, yang selalu dia banggakan, bisa memperlakukan istrinya seperti ini. Tapi apartemen mereka memiliki sistem keamanan yang sangat ketat. Tak mungkin ada orang lain yang masuk tanpa izin Sean."Apa maksudmu, Lila?" Sekar bertanya, setengah berharap ada penjelasan lain yang masuk akal.Lila menghela napas

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   9. Sekar Berusahan Meyakinkan Sean

    Waktu tidak bisa mengikis amarah di hati Sean. Mengawali hari dengan buruk membuat Sean tidak bisa bekerja dengan baik. Kepalanya masih dipenuhi dengan peristiwa tadi malam, sehingga tidak bisa maksimal dalam bekerja.Sean tidak pernah menduga istrinya yang selama ini selalu patuh dan penurut tiba-tiba meminta cerai darinya. Dan itu terjadi setelah pertemuan Lila dengan pria lain. Hingga dia sampai melakukan sesuatu yang diluar batas. Meskipun tumbuh dalam didikan yang keras, tetapi Sean tidak pernah diajarkan untuk ringan tangan terhadap perempuan.Apakah ini semua karena cemburu? Hati Sean menyangkalnya. Tetapi sebagai seorang pria, Sean merasa harga dirinya diinjak-injak saat Lila dengan begitu enteng meminta cerai, seolah dirinya adalah pria yang tidak berguna.Keinginan pulang lebih awal agar bisa melihat keadaan Lila tampaknya harus tertunda sementara waktu. Sekar memintanya untuk datang, ada urusan penting katanya.“Apa yang ingin mama bicarakan?” tanya Sean tanpa basa-basi, se

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   10. Menempuh Jalan Lain

    Setelah berbicara panjang dengan sang mama, kini Sean menuju ke rumah sakit tempat Lila di rawat. Berulang kali Sean memukul kemudi untuk meluapkan rasa kesal di hatinya. Pikiran tentang Lila memenuhi kepalanya, membuat jantungnya berdetak kencang. Setiap meter yang dilalui terasa seperti beban yang semakin berat di dadanya."Aku harus menyelesaikan ini," gumamnya, berulang kali. Kecepatan mobilnya bertambah, seolah waktu tak memberinya pilihan untuk menunggu lebih lama.Setibanya di rumah sakit, Sean bergegas menuju ke ruang perawatan Lila sesuai yang diiformasikan oleh Sekar. Kepala Sean terasa penuh oleh berbagai beban, mulai dari ancaman perceraian hingga ancaman skandal yang bisa menghancurkan reputasinya. Tetapi, di balik semua itu, ada satu hal yang tetap menjadi prioritas di benaknya, Lila. Sean bertekad untuk berbicara dengan istrinya, mencari solusi atas kekacauan ini. Sean tidak ingin pernikahan mereka berakhir dengan cara seperti ini.Namun, kala Sean tiba di depan ruang p

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   11. Dukungan untuk Sean

    Sean duduk di ruang tamu rumah sederhana itu, tangannya berkeringat meski udara dingin terasa di kulitnya. Di depannya, Waluya Sidig dan Inayah, kedua orang tua Lila, menatapnya dengan raut wajah yang berbeda. Waluya terlihat tenang, berusaha memahami situasi, sementara Inayah tampak marah dan bingung, seperti tidak percaya apa yang baru saja didengarnya dari menantunya.“Saya sadar kalau saya salah,” ulang Sean dengan suara bergetar, mencoba menahan emosi yang terus bergejolak di dalam dirinya. “Tapi saya melakukan itu karena marah. Lila berkali-kali meminta cerai tanpa alasan yang jelas, dan saya hanya ingin mempertahankan pernikahan kami.”Inayah mengerutkan dahi, matanya menyorot penuh kekecewaan. "Apa lagi yang diinginkan anak itu? Apakah semua yang dia dapatkan masih kurang? Sampai-sampai minta cerai.” Suara Inayah terdengar meninggi penuh emosi.Sean melihat kesempatan ini. Dia tahu bahwa Inayah sangat menghargai status dan kekayaan yang datang dengan pernikahan putrinya. Kehid

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   12. Luka yang Ditaburi Garam

    Lila menunduk, berusaha menahan air mata yang mendesak keluar. Hatinya sakit bukan hanya karena luka-luka di wajah dan sekujur tubuhnya, tetapi juga karena kata-kata ibunya yang seolah-olah menyudutkannya. Luka fisik yang dia derita terasa sepele dibandingkan dengan luka emosional yang ditimbulkan oleh sikap ibunya. Inayah, yang seharusnya menjadi pelindung dan tempat curahan hatinya, justru menambah beban di pundaknya.“Punya suami yang tampan dan banyak harta, harusnya membuatmu bersyukur,” ulang Inayah, tanpa sedikit pun nada simpati. “Bukan malah membuat gara-gara seperti ini.”Lila tak kuasa menjawab. Bagaimana bisa dia mengungkapkan betapa hancurnya hatinya ketika orang yang dia harap dapat mendukungnya justru lebih peduli pada harta dan status sosdial? Inayah tak melihat luka-luka di wajahnya sebagai bukti penderitaan, melainkan sebagai tanda ketidakpatuhannya sebagai seorang istri.Waluya, yang berdiri di samping Inayah, hanya bisa menggeleng lemah. Dia mencoba menenangkan ist

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   13. Hati Seorang Ayah

    Pagi itu, sinar matahari lembut masuk melalui jendela rumah sakit. Mengingat jika ada obat yang harus rutin diminum oleh suaminya, Inayah berpamitan untuk mencari sarapan, agar suaminya bisa segera meminum obat tersebut."Ibu keluar sebentar ya, cari sarapan. Kasihan bapakmu kalau sampai telat minum obat," ucap Inayah sambil bergegas meninggalkan ruang perawatan Lila.Kesunyian menyelimuti ruangan sesaat setelah pintu tertutup. Lila tetap diam, menatap jendela tanpa benar-benar melihat. Waluya duduk di sampingnya, menarik napas dalam-dalam, mencoba menyusun kata-kata. Hatinya begitu terluka kala harus melihat putrinya terbaring dalam kondisi seperti itu. Luka-luka di wajah Lila seperti menamparnya, menyisakan perasaan bersalah yang menggerogoti hatinya.“Lila …” suara Waluya pelan, penuh kebingungan. “Apa yang sebenarnya terjadi?”Lila menoleh pelan, mata mereka bertemu sejenak sebelum akhirnya Lila kembali mengalihkan tatap matanya menuju ke sembarang arah, asal tidak menatap mata sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20

Bab terbaru

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   316. Jawaban yang tak Kunjung Datang

    Setelah makan malam, mereka duduk santai di ruang keluarga. Sekar duduk di sofa dengan nyaman, sementara Lila menyandarkan kepalanya di bahu Sean yang duduk di sampingnya. Brilian sudah tertidur pulas di kamarnya, membuat malam terasa lebih tenang.Sekar menyesap teh hangatnya, lalu melirik ke arah Sean. “Sean, apartemen kamu di Regal Hight itu sampai sekarang masih kosong, ya?” tanya Sekar santai.Sean menoleh ke ibunya, lalu mengangkat bahu. “Iya, Ma. Kenapa?”Sekar menatapnya dengan tajam. “Apa rencanamu dengan apartemen itu?”Sean menghela napas, melirik sekilas ke arah Lila yang tampak mendengarkan obrolan mereka dengan tenang. “Belum ada rencana, Ma,” jawab Sean akhirnya.Sekar langsung bersuara dengan nada tegas, “Kalau begitu lebih baik disewakan saja. Daripada dibiarkan kosong, hanya menghabiskan biaya perawatan.”Sean kembali melirik Lila, kali ini lebih lama. Sebenarnya, dia punya rencana sendiri untuk apartemen itu. Sesekali, dia ingin mengajak istrinya ke sana, menghabisk

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   315. Kena Marah Semua

    Setelah kelahiran Brilian, ada rasa kurang nyaman saat mereka menikmati kebersamaan. Beberapa kali Brilian terbangun di saat yang tidak tepat, hingga membuat Sean dan Lila terpaksa menyelesaikan dengan cepat, bahkan pernah akhirnya tidak dilanjutkan.Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Sean dan Lila menikmati kesempatan yang diberikan oleh Sekar. Terasa seperti bulan madu saat menikmati kebersamaan penuh gairah tanpa ada gangguan.Tidak harus terburu-buru untuk saling memberikan kenikmatan. Bahkan Sean tidak perlu membekap mulut Lila agar suara desah dan jeritannya membangun Brilian.Setelah berburu kenikmatan bersama dalam berbagai gaya diiringi dengan erangan dan desahan, akhirnya Sean dan Lila bisa mencapai puncak bersama. Sean melabuhkan kecupan lembut di bibir Lila sebelum menjatuhkan tubuhnya tepat di samping Lila dan memeluknya dengan erat. Sementara itu Lila berusaha menormalkan kembali deru napasnya yang tidak beraturan.“Apa motif mama melakukan ini semua?” Lirih suara

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   314. Hadiah dari Sekar

    Sean mendekati mamanya dengan hati-hati. Ia tahu Sekar tidak suka ditentang, tetapi ia juga tidak bisa diam melihat istrinya terluka.Dengan nada lembut berharap tidak menyinggung perasaan sang mama, Sean melontarkan pertanyaan, “Ma, kenapa Lila menangis? Apa ada sesuatu yang terjadi?”Sekar menoleh ke arah Sean, dia terlihat santai sambil tetap bermain dengan Brilian.“Ah, cuma masalah kecil, Sean. Aku hanya bilang ingin tidur dengan Brilian malam ini. Sepertinya Lila tidak terima.”Sean menarik napas panjang, mencoba meredam emosinya. “Ma, aku tahu Mama sangat menyayangi Brili. Tapi Lila sudah seharian di kantor. Dia hanya ingin memeluk anaknya malam ini. Tidak bisakah Mama memberikan waktu untuk Lila dan Brili bersama? Besok, Mama bisa bermain sepuasnya dengan Brili saat kami bekerja.”Sekar menatap tajam ke arah Sean, matanya seolah ingin menembus akal sehat putra semata wayangnya.“Mama tidak ingin mengajakmu hitung-hitungan. Mama tidak pernah meminta imbalan untuk merawat Brili,

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   313. Memonopoli Cucu

    Inayah memijit pelipisnya dengan kesal setelah mendengar keluh kesah Delisa melalui telepon. Kata demi kata yang terlontar dari bibir putri bungsunya masih terngiang-ngiang di telinganya."Bu, Mbak Lila sekarang sombong. Dia nggak peduli lagi sama aku setelah jadi bos. Apa dia lupa kalau aku adiknya?" Nada bicara Delisa terdengar penuh keluhan, membuat hati Inayah ingin segera bertindak.Yang ada dalam benak Inayah, saudara itu harus selalu rukun dan saling menolong. Tidak ada salahnya Lila yang sudah memiliki kehidupan yang baik menolong adiknya yang sedang merintis karir.Tanpa berpikir panjang, Inayah meraih ponselnya dan bersiap menghubungi Lila. Namun, sebelum ia sempat menekan nomor, Waluya menghentikannya."Tunggu dulu, Bu. Jangan bertindak gegabah. Masalah Lila dan Lisa kali ini tentang pekerjaan, bukan urusan keluarga," ucap Waluya dengan tenang."Tapi, Pak, masa Lila begitu sama Lisa? Mereka kan saudara! Lila harusnya lebih perhatian sama adiknya," sahut Inayah dengan nada t

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   312. Sikap Lila di Hadapan Delisa

    Setelah acara pengumuman berakhir, suasana di Mahendra Securitas mulai kembali tenang. Sekar terlihat tenang tetapi penuh perhatian ketika menggendong Brilian yang tertidur pulas di pelukannya.Langkahnya mantap menuju mobil, sementara Lila berjalan di sampingnya dengan raut wajah yang terlihat berat melepas kepergian putranya. Untuk pertama kalinya dia akan terpisah dalam waktu yang lama dengan putranya.Sekar tersenyum lembut, menatap menantunya dengan penuh pengertian. “Lila, Brilian akan baik-baik saja. Aku akan merawatnya dengan baik, seperti dulu waktu merawat Sean. Kamu fokus saja pada tugasmu di sini. Percayalah, ini juga untuk kebaikan Brilian.”Meskipun hatinya masih ragu, Lila akhirnya mengangguk. Dia tahu Sekar memiliki pengalaman dan kasih sayang yang luar biasa. Saat Sekar bersiap memasuki mobil bersama Brilian, Lila dan Sean mendekat untuk memberikan kecupan perpisahan kepada putra kecil mereka.Lila mencium kening Brilian dengan lembut, air mata hampir jatuh dari sudut

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   311. Pengumuman Pemilik Baru

    Mahendra Securitas sedang dipenuhi kasak-kusuk. Di sudut-sudut kantor, pembicaraan tentang pengganti Sekar menjadi topik utama.Beberapa karyawan menduga Andika dan Ryan, dua nama lama yang pernah menjadi bagian perusahaan, akan kembali memimpin. Namun, Nadya, yang dikenal sebagai tangan kanan Sekar, menepis rumor tersebut.Dengan senyuman penuh rahasia, Nadya hanya berkata, “Tunggu saja, kalian akan tercengang.”Di salah satu ruangan, Delisa mendengar percakapan itu. Rasa ingin tahunya memuncak, dan dengan hati-hati, ia mendekati Nadya. Dalam hati Delisa merasa senang saat mendengar jika Sekar akan digantikan. Gadis mud aitu sudah merasa tidak betah dengan sikap keras Sekar kepadanya.“Kak Nadya,” katanya dengan nada penuh harap, “apa benar akan ada pemimpin baru? Siapa dia?”Nadya menatap Delisa, senyumnya penuh teka-teki. “Kamu akan tahu nanti, Delisa. Ini kejutan besar,” jawabnya singkat, meninggalkan Delisa semakin penasaran.Semua karyawan diminta berkumpul di aula perusahaan se

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   310. Aku Bukan Lelaki Seperti Itu

    Akhir pekan itu, suasana cerah menyambut kedatangan Sean dan Lila di rumah Sekar. Mobil berhenti perlahan di depan rumah dengan halaman luas yang dikelilingi pohon-pohon rindang.Sekar yang sejak tadi menunggu di teras langsung bangkit dengan senyum mengembang, begitu melihat Lila turun dari mobil sambil menggendong Brilian, cucunya yang baru berusia enam bulan.“Cucu oma sudah datang!” seru Sekar dengan penuh semangat.Lila menyerahkan Brilian pada ibu mertuanya, dan Sekar langsung memeluk bayi itu erat, mengajak bicara dengan nada lembut penuh kasih sayang.“Gantengnya oma. Sudah besar ya sekarang? Lihat, kamu makin gemuk!” ucapnya sambil mencium pipi Brilian yang montok.Meski Brilian belum mampu memberi jawaban, tetapi Sekar terus berbicara sendiri dengan penuh antusias. Sean dan Lila hanya tersenyum, mengikuti di belakangnya sambil membawa tas perlengkapan bayi.Kebahagiaan terpancar jelas di wajah mereka saat melihat Sekar begitu ceria bersama cucunya.Dan kini, mereka duduk di

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   309. Menikahlah Denganku!

    Motor Ryan berhenti perlahan di depan tempat kos Rina. Udara dingin menusuk kulit, aroma aspal basah tercium kuat. Rina turun dengan hati-hati, melepas helm yang masih melekat di kepalanya, dan menyerahkannya kembali pada Ryan.“Terima kasih,” ucap Rina pelan dan terdengar tulus.Ryan mengangguk kecil, tapi sebelum sempat menjawab, hujan tiba-tiba kembali turun dengan deras, menampar jalanan tanpa ampun.“Sh*t!” Tanpa sadar Ryan mengeluarkan umpatan kasar yang langsung membuatnya tampak sedikit kikuk.Rina cukup terkejut mendengar Ryan mengumpat. Selama bekerja bersama di Mahendra Securitas mantan atasannya itu selalu terlihat kalem dengan gaya bahasa yang santun, tetapi mungkin situasi hari ini cukup membuatnya tidak nyaman.Tetapi Rina mencoba mengabaikannya, dia segera membuka gerbang kos memberi jalan masuk untuk Ryan.“Masuk saja, berteduh dulu. Hujannya deras banget,” katanya, suaranya sedikit mengalahkan suara hujan.Ryan menatapnya ragu, tapi akhirnya memarkirkan motor di depa

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal   308. Kala Hujan

    Suara rintik hujan menenggelamkan desah dan erang di dalam kamar mewah. Di atas ranjang king size Sean dan Lila memburu kenikmatan bersama, sebelum putra mereka terbangun nanti.Setelah hampir satu jam, akhirnya keduanya terkapar setelah mencapai puncak bersama. Sean dan Lila tidak langsung tidur, tapi melanjutkan dengan berbincang ringan tentang rencana ke depan untuk rumah tangga mereka.Lila bersandar di dada Sean, tubuh polos mereka terbungkus selimut hangat. Aroma hujan yang samar tercium dari jendela yang sedikit terbuka.“Lila.” Sean memulai dengan suara pelan, nyaris berbisik, seolah takut mengganggu keheningan. “Aku tahu, mungkin kamu kadang tidak setuju dengan keinginanku supaya kamu lebih banyak di rumah, fokus sama anak-anak.”Lila mengangkat wajahnya sedikit, menatap Sean yang terlihat menerawang ke langit-langit. “Aku hanya ingin memastikan Brilian tumbuh dalam keluarga yang utuh, tidak seperti aku dulu.”Sean mengeratkan pelukannya, menghela napas panjang sebelum melanj

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status