Share

5. Pelampiasan Nafsu Semata

last update Last Updated: 2024-08-21 14:07:28

Lila menggelengkan kepala, yang dia inginkan saat ini hanya kebebasan, mencari kebahagiaannya sendiri, lepas dari sangkar emas keluarga Wismoyojati. Anggap saja Lila egois, tetapi dia hanya ingin menjaga kewarasannya, baik jiwa maupun raga. Sudah cukup hinaan dari Sekar dan pengabaian dari Sean, sudah cukup selama dua tahun, tubuhnya disentuh tanpa cinta.

“Sudah banyak yang saya dapatkan dari keluarga ini, bukan hanya harta benda, tetapi juga ilmu dan kesehatan ayah saya. Saya tidak memiliki apa pun untuk memberi balasan yang sepadan, jadi saya tidak akan mempersulit keinginan mama dan Sean untuk segera memiliki penerus bagi keluarga ini.”

Sekar tersenyum lega mendengar ucapan Lila. Permintaan Lila adalah harapannya selama ini. Jika Lila tidak ingin mempersulit, Sekar akan semakin mempermudah perceraian itu terjadi. Apa pun akan dia lakukan untuk bisa segera memiliki cucu, dan perceraian Lila dengan Sean adalah langkah awal.

Saat ini di kepala Sekar sudah dipenuhi perempuan-perempuan cantik dan pintar yang akan dia seleksi untuk menjadi menantu. Dan tentu Miranda masuk dalam salah satu nominasinya.

“Baik, semua sudah jelas, Kita tinggal menjalankan bagian masing-masing. Aku pastikan sebentar lagi kau akan mendapat akta cerai yang kau inginkan.”

Ucapan Sekar adalah harapan nyata bagi Lila. Dia tahu suaminya itu sangat patuh dan penurut kepada sang mama. Lila sangat yakin langkahnya akan mudah setelah ini.

Setelah merasa urusannya dengan Sekar berakhir, Lila undur diri. Sebelum pulang dan mulai mengumpulkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk proses perceraiannya nanti, Lila mencoba menikmati sejenak kemewahan hidup sebagai menantu di keluarga Wismoyojati.

Lila duduk sendiri di restoran mewah, menikmati hidangan favoritnya. Dia meresapi setiap suapan, ini mungkin menjadi yang terakhir kali, karena setelah tidak menjadi istri Sean, dia harus berhati-hati dalam menggunakan uangnya.

Ketenangan Lila harus berakhir, kala seseorang tiba-tiba menarik kursi di hadapannya. Lila mendongak dan mendapati Ryan, berdiri dengan senyuman ramah.

“Senang bertemu dengan Anda lagi.” Terdengar begitu akrab, tanpa menunggu persetujuan, Ryan langsung duduk di hadapan Lila, seolah mereka sudah janji untuk makan siang bersama.

Lila terdiam sejenak ingin menolak kehadiran Ryan, tetapi tidak tahu cara tepat tanpa menimbulkan kesan buruk. Restoran itu cukup ramai, dan Lila tidak ingin menarik perhatian lebih banyak orang.

Saat berusaha mencari alasan mengakhiri pertemuan yang tidak diinginkan ini, tanpa sengaja Lila melihat Sean dan Bella, sekretarisnya, memasuki restoran. Keduanya berjalan berdampingan, tampak akrab dan harmonis. Lila bisa melihat senyum hangat di wajah Sean, sebuah senyum yang tidak pernah dia lihat ketika bersama dirinya.

Ryan tidak menyadari kegelisahan Lila, berbicara dengan santai menarik perhatian Lila dengan cerita-cerita ringan tentang bisnis dan kehidupan sosial mereka. Lila hanya mendengarkan setengah hati, pikirannya terfokus pada Sean dan Bella yang kini semakin mendekat ke arahnya.

“Anda baik-baik saja?” tanya Ryan, tampak khawatir dengan kebisuan Lila.

Lila tersentak dari lamunannya, mencoba tersenyum menyembunyikan perasaannya. “Ya, saya baik-baik saja,” jawab Lila dengan tergagap.

Ryan mengangguk, meskipun tidak sepenuhnya percaya, dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh.

Lila merasakan oksigen di sekitarnya semakin menipis kala Sean mendekat. Wajah suaminya terlihat tegang, dan senyum yang sebelumnya menghiasi bibirnya saat bersama Bella kini menghilang.

Mata Sean menyipit saat melihat Ryan duduk di hadapan Lila, seperti ada bara api membara di dalamnya. Lila bisa merasakan ketegangan itu, dan tahu bahwa Sean sedang berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan yang sebenarnya dia rasakan.

“Lila,” sapa Sean dengan suara yang terdengar datar, hampir dingin. Sean berhenti tepat di samping meja, menatap Lila, memperhatikan dengan saksama setiap gerak-geriknya. "Kau sepertinya menikmati makan siangmu."

“Saya hanya ingin menikmati makan siang sendiri,” jawab Lila dengan tenang, berusaha tidak terpengaruh oleh sikap Sean. Lila melirik sekilas ke arah Bella yang berdiri sedikit di belakang Sean, tampak ragu apakah harus mendekat atau tetap berada di tempatnya.

“Saya kebetulan bertemu dengan Bu Lila di sini, Sean. Saya pikir tidak ada salahnya jika kami makan siang bersama.” Akhirnya Ryan angkat bicara.

Sean mengalihkan pandangannya ke Ryan. Sekilas, Lila melihat rahang Sean mengencang.

“Tentu saja,” jawab Sean, suaranya terdengar lebih tajam. "Tapi Lila adalah istriku. Kami akan membicarakan sesuatu yang pribadi, jadi mungkin kau bisa memberikan kami sedikit privasi?"

Lila terkejut mendengar kata-kata Sean yang terdengar seperti peringatan. Ryan juga tampak terkejut, namun dia tetap tenang dan tidak ingin menimbulkan masalah.

“Tentu, aku mengerti,” ujar Ryan sambil berdiri dari kursinya. "Senang bertemu dengan Anda, Bu Lila."

Setelah Ryan pergi, Lila pun mengakhiri makan siangnya. Selera dan rasa laparnya menguap begitu saja, hidangan yang selama ini begitu nikmat di lidahnya, menjadi terasa hambar.

Sean duduk di kursi yang ditinggalkan Ryan, lalu dia menatap Bella. Seolah sudah tahu apa yang diinginkan oleh atasannya, Bella bergegas melangkah menjauh, mencari meja yang kosong.

“Jadi ini yang kamu lakukan di belakangku? Jadi benar karena dia kau ingin bercerai?”

Lila sadar Ryan bisa menjadi alasan perceraiannya dengan Sean. Tetapi akal sehat Lila mengatakan, cukup alasan dirinya yang belum bisa memberikan keturunan bagi keluarga Wismoyojati, bukan masalah perselingkuhan. Sebab hal itu akan menyakiti banyak pihak terutama kedua orang tuanya.

“Kami tidak sengaja bertemu. Kau lihat sendiri, di meja ini hanya ada satu pesanan.” Lila berusaha membela diri.

Sean mengalihkan pandangannya ke arah piring yang ada di hadapan Lila, lalu kembali menatap mata istrinya. Tatap mata yang merendahkan, dibarengi dengan senyum tipis yang terlihat mengejek.

“Tetaplah jadi Nyonya Wismoyojati, setidaknya kau masih bisa makan enak dan kenyang di restoran mewah seperti sekarang.”

Lila tersenyum masam mendengar ucapan Sean, kebebasan ditukar dengan seporsi makanan, tentu tidak sepadan. Belum sempat Lila menjawab, terdengar suara dering posel milik Sean. Setelah mengetahui siapa yang menghubunginya, Sean segera menjawab panggilan itu.

“Halo, Ma!” Sean diam sejenak mendengarkan dengan saksama. “Baik, aku akan segera ke sana.”

Segera menyimpan kembali ponselnya setelah mengakhiri pembicaraan singkat tersebut.

“Mama?” tanya Lila sekedar memastikan.

Sean bangkit dari duduknya tanpa memberi jawaban, lalu melangkah mendekati Lila. Dia sedikit membungkukkan tubuhnya

“Duduk manis di rumah dan tunggu aku pulang!” bisik Sean dengan suara yang terdengar sangat dingin dan bernada ancaman. “Kau harus memberi penjelasan tentang Ryan Mahendra kepadaku!”

Sean bergegas melangkah meninggalkan Lila sendiri. Bella yang sedari tadi duduk terpisah segera bangkit dan mengikuti langkah Sean.

Lila hanya bisa menatap punggung Sean yang semakin menjauh. Berharap pertemuan Sean dan Sekar akan memberikan kabar bahagia untuknya.

***

Sean tiba di apartemennya dengan langkah cepat dan hati yang dipenuhi amarah. Memasuki apartemen, Sean langsung mencari Lila. Di sudut ruangan, ia melihat Lila duduk di sofa, tangannya masih menggenggam sebuah amplop, hasil pemeriksaan kandungan yang tadi diserahkan kepada Sekar.

“Lila,” panggil Sean dengan nada dingin.

Lila menoleh, matanya membesar saat melihat Sean yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi penuh amarah. “Sean …”

“Kau benar-benar sudah lancang,” sergah Sean, suaranya penuh dengan kemarahan yang telah dipendam terlalu lama. “Aku sudah memberimu peringatan untuk tidak melibatkan mama dalam masalah rumah tangga kita. Tapi mengapa kau melanggarnya? Kau pikir dengan menyerahkan hasil pemeriksaan itu, semuanya akan berakhir begitu saja?”

Lila terdiam, bibirnya bergetar. “Aku hanya ingin kita bercerai, Sean. Aku ingin kita berdua bisa menemukan kebahagiaan kita masing-masing.”

“Kebahagiaan?” Sean tertawa mengejek, matanya menyipit. “Kebahagiaan siapa yang kau maksud? Dirimu? Ryan? Atau kau ingin menguji kesabaranku?”

“Bukan itu maksudku, Sean …” Lila mencoba menjelaskan, tapi Sean tidak memberinya kesempatan.

“Kau pikir dengan menyerahkan hasil pemeriksaan itu kepada mama, kau bisa mempengaruhinya? Kau pikir dengan menunjukkan bahwa kau mandul, aku akan langsung menceraikanmu?”

Lila terdiam dengan air mata mengalir pelan. Sorot mata tajam dan suara yang keras dari Sean berhasil menciutkan nyalinya.

“Tidak Lila, tidak akan pernah. Bahkan jika kau benar-benar mandul, itu adalah keuntungan bagiku.”

Lila menggelengkan kepala, tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi suaminya. “Aku hanya ingin kita berpisah dengan baik-baik. Aku sudah lelah menjalani semua ini. Aku yakin kau pun merasakan hal yang sama.”

“Lelah?” Sean mendekat, menatap Lila tajam. “Kau tidak tahu apa-apa tentang lelah. Kau tidak tahu apa-apa tentang penderitaan. Kau hidup dalam kemewahan karena aku, Lila. Dan sekarang kau ingin membuang semua itu begitu saja? Demi apa?”

“Demi kebebasanku, Sean,” jawab Lila dengan suara gemetar namun penuh ketegasan. “Demi kesempatan untuk hidup tanpa tekanan, setiap saat selalu ditanya kapan hamil? Sedangkan aku tahu itu tidak mungkin terjadi, karena kamu tidak menginginkannya. Kamu hanya menganggapku sebagai pelampiasan nafsu semata.”

“Jangan munafik seolah kau tidak menikmati kebersamaan kita,” ucap Sean dengan tatap mata merendahkan. “Kau lupa saat bergerak liar di atas, atau saat kau mengelinjang, mendesah, memekik penuh kenikmatan.”

Malu? Ya, kalimat yang terlontar dari bibir Sean membuat Lila semakin terhina. Menyesali setiap desah yang keluar dari mulutnya, menyesali tubuhnya yang selalu memberi reaksi balik setiap sentuhan yang diberikan oleh Sean.

Sean melangkah mendekat dengan sorot mata yang sulit Lila artikan. Rasa takut menyusupi hati membuat Lila bergerak mundur, hingga akhirnya dia tersudut membentur dinding. Dengan mudah Sean sudah mengungkung tubuh Lila dengan kedua tangannya

“Atau jangan-jangan kau mencari pria yang lebih perkasa daripada aku?” bisik Sean lirih, dengan bibir menyentuh telinga Lila.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Wartini
ibunya Sean ini memang nggak jelas dia yg menjodohkan dia juga yg menghinakan kasian Lila...semoga sama Ryan saja
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Sean suami kejam dan egois
goodnovel comment avatar
Neta Neta
cerita sangat best
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    6. Amarah dan Gairah

    Lila merasakan napas panas Sean yang mengalir di telinganya, membuat tubuhnya semakin tegang. Posisinya yang terjepit di antara dinding dan tubuh Sean membuatnya merasa tidak berdaya. Segala ketakutan dan kekhawatiran yang selama ini ia coba pendam kini muncul ke permukaan.Di tengah segala kepedihan dan rasa terhina, ada dorongan kuat dalam hatinya untuk melawan. Ini bukan hanya tentang keinginan untuk bebas, tapi tentang menjaga sisa-sisa harga dirinya yang hampir terkikis habis oleh pernikahan yang hambar dan tidak memiliki masa depan.“Aku tidak mencari pria lain, Sean,” jawab Lila dengan suara yang hampir tidak terdengar, tetapi ada ketegasan di balik kata-katanya. “Aku hanya ingin keluar dari hubungan yang sudah tidak sehat ini. Kita berdua tahu bahwa ini tidak bisa dilanjutkan. Kau tidak mencintaiku, dan aku membebaskanmu mencari cinta dan kebahagiaan dengan wanita lain.”Sean menyipitkan matanya, tatapan mata yang merendahkan Lila, mencoba mencari celah untuk menyerang. “Kau t

    Last Updated : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    7. Luka Fisik dan Psikis

    Puncak kenikmatan itu tidak berlangsung lama, suara desah yang sempat terdengar di telinga Sean kini berubah menjadi isak tangis yang memilukan hati. Sean baru menyadari jika dirinya baru saja melakukan sebuah kesalahan besar. Amarah dan gairah yang menjadi satu membuatnya lupa dengan kebiasaannya selama ini.Sean duduk di sudut sofa dengan penampilan yang berantakan sambil mengatur napasnya. Dia yang belum sempat merapikan diri hanya menutupi tubuh bagian bawahnya dengan kemeja. Sekejab matanya menangkap gerakan Lila yang melangkah tertatih menuju kamar. Suara pintu tertutup yang diikuti tangis menyayat hati membuat Sean semakin bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.Setelah berhasil menenangkan diri, Sean berdiri hendak menuju ke kamar Lila dan meminta maaf. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat surat keterangan medis milik Lila di atas meja. Sean memunggut surat itu dan bergegas membukanya.“Sialan!” gumam Sean, melampiaskan rasa kesalnya.Dengan penuh amarah Sean langsung mer

    Last Updated : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    8. Sebuah Rencana

    Sekar tiba di apartemen putranya dengan perasaan campur aduk. Lila menghubunginya meminta tolong sambil menangis hingga. Firasatnya mengatakan ada sesuatu hal genting sedang terjadi.Benar saja, saat membuka pintu apartemen, Sekar langsung disambut oleh pemandangan yang memprihatinkan. Lila duduk di sofa dengan wajah pucat, bekas lebam menghiasi wajahnya, membuat Sekar tercekat."Lila, apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Sekar dengan suara pelan tapi penuh emosi. “Apa Sean yang melakukan ini semua?”Lila mengangguk lemah. "Ya Ma. Sean yang melakukannya." Lila menunduk menyeka air matanya.Sekar terdiam, hatinya bergetar. Ia tidak bisa langsung percaya bahwa putranya, yang selalu dia banggakan, bisa memperlakukan istrinya seperti ini. Tapi apartemen mereka memiliki sistem keamanan yang sangat ketat. Tak mungkin ada orang lain yang masuk tanpa izin Sean."Apa maksudmu, Lila?" Sekar bertanya, setengah berharap ada penjelasan lain yang masuk akal.Lila menghela napas

    Last Updated : 2024-09-18
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    9. Sekar Berusahan Meyakinkan Sean

    Waktu tidak bisa mengikis amarah di hati Sean. Mengawali hari dengan buruk membuat Sean tidak bisa bekerja dengan baik. Kepalanya masih dipenuhi dengan peristiwa tadi malam, sehingga tidak bisa maksimal dalam bekerja.Sean tidak pernah menduga istrinya yang selama ini selalu patuh dan penurut tiba-tiba meminta cerai darinya. Dan itu terjadi setelah pertemuan Lila dengan pria lain. Hingga dia sampai melakukan sesuatu yang diluar batas. Meskipun tumbuh dalam didikan yang keras, tetapi Sean tidak pernah diajarkan untuk ringan tangan terhadap perempuan.Apakah ini semua karena cemburu? Hati Sean menyangkalnya. Tetapi sebagai seorang pria, Sean merasa harga dirinya diinjak-injak saat Lila dengan begitu enteng meminta cerai, seolah dirinya adalah pria yang tidak berguna.Keinginan pulang lebih awal agar bisa melihat keadaan Lila tampaknya harus tertunda sementara waktu. Sekar memintanya untuk datang, ada urusan penting katanya.“Apa yang ingin mama bicarakan?” tanya Sean tanpa basa-basi, se

    Last Updated : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    10. Menempuh Jalan Lain

    Setelah berbicara panjang dengan sang mama, kini Sean menuju ke rumah sakit tempat Lila di rawat. Berulang kali Sean memukul kemudi untuk meluapkan rasa kesal di hatinya. Pikiran tentang Lila memenuhi kepalanya, membuat jantungnya berdetak kencang. Setiap meter yang dilalui terasa seperti beban yang semakin berat di dadanya."Aku harus menyelesaikan ini," gumamnya, berulang kali. Kecepatan mobilnya bertambah, seolah waktu tak memberinya pilihan untuk menunggu lebih lama.Setibanya di rumah sakit, Sean bergegas menuju ke ruang perawatan Lila sesuai yang diiformasikan oleh Sekar. Kepala Sean terasa penuh oleh berbagai beban, mulai dari ancaman perceraian hingga ancaman skandal yang bisa menghancurkan reputasinya. Tetapi, di balik semua itu, ada satu hal yang tetap menjadi prioritas di benaknya, Lila. Sean bertekad untuk berbicara dengan istrinya, mencari solusi atas kekacauan ini. Sean tidak ingin pernikahan mereka berakhir dengan cara seperti ini.Namun, kala Sean tiba di depan ruang p

    Last Updated : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    11. Dukungan untuk Sean

    Sean duduk di ruang tamu rumah sederhana itu, tangannya berkeringat meski udara dingin terasa di kulitnya. Di depannya, Waluya Sidig dan Inayah, kedua orang tua Lila, menatapnya dengan raut wajah yang berbeda. Waluya terlihat tenang, berusaha memahami situasi, sementara Inayah tampak marah dan bingung, seperti tidak percaya apa yang baru saja didengarnya dari menantunya.“Saya sadar kalau saya salah,” ulang Sean dengan suara bergetar, mencoba menahan emosi yang terus bergejolak di dalam dirinya. “Tapi saya melakukan itu karena marah. Lila berkali-kali meminta cerai tanpa alasan yang jelas, dan saya hanya ingin mempertahankan pernikahan kami.”Inayah mengerutkan dahi, matanya menyorot penuh kekecewaan. "Apa lagi yang diinginkan anak itu? Apakah semua yang dia dapatkan masih kurang? Sampai-sampai minta cerai.” Suara Inayah terdengar meninggi penuh emosi.Sean melihat kesempatan ini. Dia tahu bahwa Inayah sangat menghargai status dan kekayaan yang datang dengan pernikahan putrinya. Kehid

    Last Updated : 2024-09-19
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    12. Luka yang Ditaburi Garam

    Lila menunduk, berusaha menahan air mata yang mendesak keluar. Hatinya sakit bukan hanya karena luka-luka di wajah dan sekujur tubuhnya, tetapi juga karena kata-kata ibunya yang seolah-olah menyudutkannya. Luka fisik yang dia derita terasa sepele dibandingkan dengan luka emosional yang ditimbulkan oleh sikap ibunya. Inayah, yang seharusnya menjadi pelindung dan tempat curahan hatinya, justru menambah beban di pundaknya.“Punya suami yang tampan dan banyak harta, harusnya membuatmu bersyukur,” ulang Inayah, tanpa sedikit pun nada simpati. “Bukan malah membuat gara-gara seperti ini.”Lila tak kuasa menjawab. Bagaimana bisa dia mengungkapkan betapa hancurnya hatinya ketika orang yang dia harap dapat mendukungnya justru lebih peduli pada harta dan status sosdial? Inayah tak melihat luka-luka di wajahnya sebagai bukti penderitaan, melainkan sebagai tanda ketidakpatuhannya sebagai seorang istri.Waluya, yang berdiri di samping Inayah, hanya bisa menggeleng lemah. Dia mencoba menenangkan ist

    Last Updated : 2024-09-20
  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    13. Hati Seorang Ayah

    Pagi itu, sinar matahari lembut masuk melalui jendela rumah sakit. Mengingat jika ada obat yang harus rutin diminum oleh suaminya, Inayah berpamitan untuk mencari sarapan, agar suaminya bisa segera meminum obat tersebut."Ibu keluar sebentar ya, cari sarapan. Kasihan bapakmu kalau sampai telat minum obat," ucap Inayah sambil bergegas meninggalkan ruang perawatan Lila.Kesunyian menyelimuti ruangan sesaat setelah pintu tertutup. Lila tetap diam, menatap jendela tanpa benar-benar melihat. Waluya duduk di sampingnya, menarik napas dalam-dalam, mencoba menyusun kata-kata. Hatinya begitu terluka kala harus melihat putrinya terbaring dalam kondisi seperti itu. Luka-luka di wajah Lila seperti menamparnya, menyisakan perasaan bersalah yang menggerogoti hatinya.“Lila …” suara Waluya pelan, penuh kebingungan. “Apa yang sebenarnya terjadi?”Lila menoleh pelan, mata mereka bertemu sejenak sebelum akhirnya Lila kembali mengalihkan tatap matanya menuju ke sembarang arah, asal tidak menatap mata sa

    Last Updated : 2024-09-20

Latest chapter

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    220. Diusir

    Di hari biasa, Bi Siti akan langsung mengarahkan Vicky untuk langsung menuju ke ruang gym, tetapi kali ini karena Lila tidak berpesan apa pun, Vicky harus menunggu di ruang tamu. Vicky langsung berdiri saat melihat Lila memasuki ruang tamu dengan Sean yang mengekor di belakangnya. Tidak bisa dipungkiri, bertemu Sean adalah niat utama Vicky mendatangi rumah tersebut, setelah mendapat informasi jika Sean tidak bekerja akhir pekan ini. “Hai Vicky!” Lila berusaha tetap ramah, meskipun kedatangan Vicky yang tiba-tiba sangat mengganggunya. “Apa ada masalah?” Sebenarnya Lila hendak duduk, tetapi tangan Sean tiba-tiba melingkar di pinggangnya seolah tidak mengizinkannya duduk. Karena Lila dan Sean yang tetap berdiri, bahkan tidak ada tanda jika dirinya akan dipersilahkan duduk, Vicky pun langsung mengungkap maksud kedatangannya. “Karena jadwal senam yang kemarin tertunda, jadi saya bermaksud untuk menggantinya hari ini,” ucap Vicky dengan seulas senyum di bibirnya. Vicky berusaha untuk

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    219. Rasa Iri Lila

    Akhirnya Sean bisa bernapas lega, semua pekerjaan dan urusan yang menumpuk berhasil diselesaikan. Sehingga di akhir pekan ini dia bisa menghabiskan waktu bersama Lila.Mereka memutuskan untuk tinggal di rumah saja, menikmati momen tenang sambil menyiapkan kamar putra pertama mereka yang sebentar lagi akan lahir.Kamar bayi mereka terlihat rapi dengan nuansa biru yang lembut. Dindingnya dihiasi mural bertema luar angkasa, gambar planet-planet yang berwarna pastel, bintang-bintang kecil yang bersinar lembut, dan sebuah roket mungil yang tampak terbang menuju galaksi jauh.Langit-langitnya dicat dengan warna biru gelap, dihiasi bintang-bintang fosfor yang akan bersinar dalam gelap, memberikan kesan magis saat malam tiba.Sean tersenyum puas saat menata tempat tidur bayi berbentuk bulat yang sudah dikelilingi oleh pelindung lembut bergambar awan. Di sudut kamar, ada rak kecil yang sudah diisi buku-buku cerita bertema angkasa, mainan edukatif, dan boneka berbentuk astronaut.“Bagaimana, ka

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    218. Dendam Membakar Hati

    Hari masih pagi, tetapi energi Sean rasanya sudah hampir terkuras habis. Sean tidak bisa membiarkan sang mama berbuat semena-mena terhadap orang lain, tetapi dia pun tidak mungkin mengabaikan luka hatinya. Sebagai seorang anak, ingin rasanya Sean bisa menjadi penengah yang akan menjembatani perdamaian kedua orang tuanya. Dia ingin papa dan mamanya menikmati masa tua dengan bahagia, meski tidak harus bersama. Kesibukannya pagi ini membuat Sean terpaksa terlambat tiba di kantornya. Sean melangkah cepat melewati meja resepsionis hingga tiba di ruang sekretaris pribadinya. Sekilas dia melirik Bella yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Tanpa memperlambat langkah, Sean memberi isyarat dengan tangan dan berkata singkat, "Bella, ke ruangan saya sekarang!" Bella mendongak, matanya berbinar. Ada senyum kecil yang terlukis di wajahnya, seolah-olah perintah Sean adalah penghargaan yang menegaskan posisinya. Betapa Sean sangat membutuhkan dan bergantung kepadanya. Bella seger

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    217. Yang Terlewatkan

    Sekar menatap Sean dengan sorot mata yang penuh luka dan kemarahan. Wajahnya yang cantik kini memucat, garis-garis usia tampak jelas ketika dia mencoba menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Amarah yang selama ini dia pendam, akhirnya meledak juga. “Mama sudah banyak mengalah. Mama tidak memenjarakan papamu dan gundiknya. Mama tetap membiarkan papamu hidup sejahtera dari perusahaan yang modalnya dari uang mama. Kurang mengalah apa lagi, Sean?” Suara Sekar bergetar, tidak bisa menutupi rasa sakit yang mengendap bertahun-tahun di dalam dirinya. Sepertinya Sekar sudah tidak bisa menahan lagi amarah yang sudah lama dia pendam selama ini. Tidak mudah baginya untuk melupakan perselingkuhan yang telah dilakukan oleh suami yang sangat dia cintai. Dari bukan siapa-siapa, dia angkat derajatnya, tetapi setelah di atas, Andika justru meninggalkannya demi perempuan lain. “Papamu sudah merampas semua milik mama,” tambahnya dengan suara parau, mencoba menekan emosi. Sean menarik napas panj

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    216. Sebuah Tantangan

    Sean menatap Rangga dengan sorot mata tegas, namun tetap hangat. Di antara mereka, udara terasa berat oleh kebimbangan yang tergambar jelas di wajah Rangga. Sean menghela napas dalam-dalam. “Kamu fokus saja pada kesehatanmu. Masalah biaya pernikahan biar aku yang urus,” ucap Sean terdengar penuh ketulusan Rangga menggeleng pelan, wajahnya dipenuhi rasa bersalah. “Tapi itu banyak banget, Mas. Belum lagi biaya ….” Sean tersenyum tipis, mencoba meredakan keresahan adiknya. “Selamat mewujudkan pernikahan impian untuk Nadya. Urusan ini biar jadi tanggung jawabku.” Tetapi, Rangga berusaha bertahan dengan keputusannya. “Aku bisa mencicil. Potong saja gajiku setiap bulan sampai lunas. Aku sudah menerima banyak dari Ibu dan Mas Sean. Untuk hal-hal yang sangat mendesak aku bisa terima, tapi untuk pesta pernikahan … sepertinya terlalu berlebihan.” Sean terdiam sejenak, pikirannya melayang pada sang mama, yang selalu menggunakan uang sebagai alat untuk mendapatkan kendali. Kala itu Sekar me

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    215. Calon Suami Idaman

    Sean melangkah masuk ke kamar rawat Rangga dengan langkah ringan. Di tangan kirinya, ia membawa sekantong buah segar yang sempat dia beli di perjalanan. Wajah Sean memancarkan kelegaan ketika melihat Rangga duduk santai di atas ranjang, tersenyum menyambut kedatangannya. “Bagaimana keadaanmu, Ngga?” tanya Sean sambil meletakkan buah di meja samping ranjang. “Sudah jauh lebih baik, Mas. Dokter bilang kalau semuanya berjalan lancar, beberapa hari lagi aku sudah boleh pulang,” jawab Rangga dengan senyum kecil. Sean menghela napas panjang, matanya sedikit menatap langit-langit seakan mengucap syukur dalam hati. “Syukurlah. Sudah diperiksa semua? Aku khawatir kalau harus ada komplikasi lain.” Rangga mengangguk pelan. “Semua sudah diperiksa, dan terkendali. Organ-organ dalam semua bagus, termasuk organ reproduksi.” Sean tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. “Itu yang paling penting,” ucap Sean dengan nada bercanda. Sean menarik kursi lalu duduk di samping brankar Rangga. Merek

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    214. Persaingan Sengit

    Di sebuah kafe remang yang penuh atmosfer santai, Bella duduk bersama Vicky. Di meja kecil mereka, hidangan telah terhidang, tapi hanya sedikit yang disentuh. Vicky menyeruput kopinya perlahan, pandangannya tertuju pada Bella yang terlihat begitu bersemangat bercerita tentang masa lalunya.“Awal aku kerja di perusahaan itu, aku sebenarnya sekretarisnya Bu Sekar,” ujar Bella sambil menatap Vicky dengan mata berbinar. Senyumnya lebar, seakan sedang menghidupkan kembali kenangan yang manis.“Bu Sekar itu keras, tapi dia pemimpin yang baik. Dia sering memuji kerja kerasku. Bahkan, pernah suatu kali dia bilang, ‘Bella, kalau kamu jadi menantuku, aku pasti sangat beruntung.’”Vicky tersenyum kecil, tertarik mendengar cerita itu. "Serius dia ngomong kaya gitu?"Bella mengangguk. "Iya. Waktu itu Sean masih kuliah di luar negeri. Setelah dia lulus dan Bu Sekar memutuskan mundur, Sean langung menggantikan posisi mamanya. Dan dia tetap mempertahankan aku sebagai sekretarisnya."Bella terdiam sej

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    213. Suami yang Tidak Peka

    “Sean, apakah kau masih ingat kejadian saat kita makan siang di kantormu, beberapa hari yang lalu?”Sean tersenyum tipis menatap istrinya. “Kau lebih suka makan siangnya atau sesudahnya?” tanya Sean dengan nada menggoda karena mengira Lila ingin mengulang kembali pergulatan panas siang itu.Tetapi Lila tidak membalas senyum Sean, bahkan tatap matanya tetap serius langsung tertuju ke arah Sean.Senyum Sean perlahan memudar. Dia tahu bahwa istrinya tidak sedang bercanda. Nada suara Lila, tatapan matanya yang serius, menandakan bahwa apa pun yang akan dibicarakannya ini bukan hal sepele.“Bukan itu, Sean. Aku merasa ada yang aneh dengan minuman yang aku minum waktu itu.”“Baik, lalu ….” Sean masih ingat saat pertama meminumnya Lila mengatakan ada yang aneh dengan jus miliknya.Lila menghela napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosinya agar bisa berbicara dengan tenang hingga mudah dimengerti oleh Sean.“Setelah makan siang aku merasakan tubuhku memberi reaksi yang berbeda. Aku begitu ing

  • Kembalilah Nyonya! Tuan Presdir Sangat Menyesal    212. Adu Domba

    Lila duduk di sofa ruang keluarga, laptop terbuka di depannya. Jari-jarinya mengetik naskah untuk konten berikutnya, tapi pikirannya tidak sepenuhnya fokus. Setiap beberapa menit, dia menoleh ke arah pintu, berharap melihat kemunculan suaminya.Dia menghela napas, mencoba kembali fokus pada pekerjaannya. Namun, bayangan foto-foto Sean dengan Miranda terus mengganggu pikirannya.“Kalau sedang dibutuhkan malah pulang telat," gumamnya pada diri sendiri, mencoba meredakan kegelisahan. Tapi semakin dia berpikir, semakin hatinya terasa berat.Lampu di ruang keluarga menyala temaram, menciptakan suasana yang tenang. Namun, ketenangan itu tidak terasa di hati Lila. Dia menatap layar laptopnya, tapi pikirannya melayang ke berbagai kemungkinan yang membuat dadanya terasa semakin sesak.Suara detik jam dinding terasa semakin jelas di telinganya. Lila menoleh lagi ke arah pintu. Tidak ada tanda-tanda Sean pulang. Dia memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri."Aku h

DMCA.com Protection Status