Mencintai dengan tulus seorang Bryan, tetap tak membuat pria tampan itu melirik seorang Jolie Harper, dokter estetik cantik asal London yang banyak dikagumi oleh para kaum adam. Sayangnya meski banyak yang tergila-gila pada Jolie, tetap yang diinginkan oleh wanita cantik itu adalah Bryan McKinney. Bahkan di kala Jolie hanya dijadikan barang taruhan, tetap tak membuat cinta wanita itu pudar. Sampai suatu ketika ada benih yang berada di rahim Jolie, dan membuat keduanya menjadi terikat. Lantas bagaimana kelanjutan kisah Bryan dan Jolie? Akankah cinta Bryan akhirnya luluh pada sosok Jolie yang memberikannya ketulusan? *** Follow me on IG: abigail_kusuma95
Lihat lebih banyak“Sudah aku katakan jangan ganggu aku, Pria Sialan—” Mulut Jolie seketika tertutup rapat setelah menumpahkan segelas cocktail. Gadis cantik itu terpaku kaku pada pria tampan di sebelah yang kemejanya telah basah.
“P-Paman Bryan! M-maafkan aku!” Jolie terlonjak dari kursi—meja bartender. Spontanitas jemari Jolie membasuh kemeja basah itu tanpa berpikir tindakannya hanya sia-sia.
Jolie benar-benar tidak menyangka melakukan kesalahan fatal. Gadis cantik berambut blonde bersinar itu hanya ingin tenang menikmati segelas cocktail di lounge bar bertempat di hotel bintang lima. Akan tetapi, keinginannya itu terhalangi oleh beberapa pria yang datang mengganggu.
Mereka menggoda Jolie, jemari mereka begitu lancang ingin menyentuh lenganya. Sehingga gadis cantik itu bertekad akan menumpahkan segelas cocktail yang belum dinikmati itu kepada pria pengganggu itu. Namun ternyata dia malah menumpahkan cocktail-nya pada pria yang tak asing baginya. Pria tampan itu merupakan alasan utama Jolie berada di lounge bar itu.
Jolie menyukai pria itu sejak pertemuan pertama mereka beberapa bulan lalu. Wajahnya tampan, tubuhnya gagah. Pembawaannya tenang, walau cenderung dingin. Hal itu yang membuatnya sulit melupakan sosok pria tampan bernama Bryan—tanpa peduli sosok Bryan yang merupakan banker kaya raya di Amerika.
Jolie pernah secara terang-terangan menunjukkan perasaan sukanya terhadap Bryan. Namun, Bryan menanggapi dingin seolah tidak peka terhadap sikapnya. Pun dia juga telah berniat mengubur perasaannya setiap kali Bryan kembali ke Amerika. Akan tetapi, rasa sukanya semakin bertambah setiap kali pria tampan itu kembali ke London—dan mereka bertemu di acara keluarga, di mana Jolie memiliki hubungan akrab dengan keluarga kakak ipar Bryan.
Entah alasan apa yang membuat Bryan masih belum melirik Jolie. Padahal Jolie merupakan sosok cantik—idaman para pria. Jolie Harper memiliki postur tubuh ideal seperti seorang model. Kulit putihnya begitu menyatu dengan rambut blonde-nya yang bersinar. Dia memiliki bola mata indah, biru yang keabu-abuan.
Gadis cantik berusia 29 tahun itu juga bukan dari keluarga sembarangan. Kedua orang tuanya merupakan dokter yang cukup terkenal di London. Jolie sendiri merupakan dokter estetika yang memiliki klinik kecantikan.
Namun, kenapa Bryan itu menghampirinya? Bukankah selama ini dia diabaikan? Batin Jolie bertanya-tanya di tengah kepanikan dan jantung yang berdebar kencang.
“Aku mengganggumu sampai membuatmu marah.” Bryan segera mengekang jemari Jolie dengan cara memegang pergelangan tangan gadis cantik itu. “Aku melihatmu sendirian, jadi aku berniat ingin menyapamu,” lanjutnya menjelaskan.
Jolie menggeleng lemah. “Beberapa pria menggangguku sejak tadi. Aku pikir Paman Bryan—”
“Panggil aku dengan namaku. Aku jadi terlalu tua kau memanggilku seperti itu.” Bryan mendikte tegas, begitu tidak suka Jolie memanggilnya dengan sebutan itu.
“Aku pikir kau adalah pria-pria yang ingin menggangguku, Bryan.” Jolie langsung menggigit kecil bibir bawahnya setelah berani berkomunikasi akrab.
Bryan mengulas senyuman menawan yang tertangkap manis di mata biru-keabuan milik Jolie. Tangannya yang menganggur secara mendadak terangkat dan menyentuh sisi pipi Jolie.
Jolie tak marah pada Bryan yang membelai penuh kelembutan di kulit pipinya. Sebaliknya, Jolie meraih kebahagiaan atas perasaannya yang terbalas. Meski tak mengingat jelas kemarin malam dia bermimpi apa, Jolie meyakini dia mengalami mimpi sangat indah.
“Kau sangat menarik, sampai mereka sangat terpesona padamu. Seharusnya jangan ke sini sendirian.” Suara berat Bryan berkata demikian.
Wajah cantik Jolie telah terselimuti semburat rona merah yang tidak dapat disembunyikan. Sesaat Jolie terhenyak, tapi tak lama bibirnya merah menggoda terbuka.
“Kalau begitu, apa kau mau menemaniku?” Jolie tidak peduli bagaimana nanti Bryan menolak. Baginya merupakan kesempatan langka yang mungkin tidak akan didapatkan lagi. “Aku ... aku ingin bertanggung jawab atas pakaianmu yang basah,” lanjutnya menekan.
Bryan menyeringai manis. “Aku menginap di hotel ini. Kau temani aku mengganti pakaian sebentar?”
Kelima jemari kanan Bryan langsung menenggelamkan jemari Jolie ke dalam genggamannya setelah gadis cantik itu mengangguk setuju. Dengan lembut pria tampan itu menarik Jolie beranjak dari tempat itu.
Saat memasuki ke dalam lift, Jolie diserang kegelisahan. Udara di dalam terasa panas sampai membuatnya merasa gerah. Dia merasa tak tenang saat jantungnya berdebar kencang yang membuatnya gugup. Bahkan hal itu berlanjut ketika mereka berjalan melewati lorong-lorong mewah
“Aku hanya akan mengganti pakaianku. Jadi, kau tidak perlu gugup,” ucap Bryan di depan suite room.
Sindiran Bryan begitu mengena, seolah dia memahami betul keadaan Jolie tanpa harus diberi tahu. Namun, sindiran itu menyadarkan Jolie untuk memberitahukan sesuatu yang tidak disalahpahami nantinya oleh Bryan.
“Harusnya kau sadar saat aku mengatakan aku marah diganggu oleh pria-pria di lounge bar tadi.” Jolie mulai menyuarakan isi hatinya.
“Kau mabuk? Sudah berapa gelas kau minum?” sahut Bryan dengan nada mengejek.
“Aku menyukaimu, Bryan.” Jolie bertindak nekat karena desakan frustrasi. “Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Entah kau tahu atau berpura-pura tidak tahu, aku selalu menunjukkan rasa suka ini kepadamu.”
“Jolie—”
“Aku tidak sedang mabuk. Jadi, dengarkan perkataanku ini baik-baik.” Jolie menarik napasnya sangat dalam, kemudian bibir terbuka untuk kembali bersuara. “Aku menyukaimu. Aku tidak butuh jawaban dari dirimu untuk saat ini. Aku hanya ingin tidak menyesal dan aku ingin kau tahu bahwa aku menyukaimu.”
Jolie tak lagi membuka mulut setelah berani menyatakan perasaannya. Dia bersikeras untuk tenang demi menunjukkan keseriusan atas perasaannya. Tanpa diperhatikan secara jelas oleh Jolie, saat itu Bryan telah berhasil membuka pintu suite room. Satu kakinya telah samar-samar menahan pintu agar tidak tertutup.
“Aku juga tidak ingin menyesal, Jolie.”
Jolie tak diberi kesempatan menanyakan maksud ucapan Bryan. Dia ditarik ke dalam suite. Gadis cantik itu didorong ke dinding dengan tekanan Bryan yang tak bisa Jolie lawan.
Matanya melirik ke arah pintu yang ditutup kasar. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama oleh Bryan yang mengangkat dagunya, memberi tekanan di sana sampai membuat bibir Jolie terbuka. Tampak mata indah Jolie berbinar panik ketika bibir Bryan menelan bibir atasnya.
Jolie terdiam, sibuk menyadarkan diri atas kehangatan bibir Bryan yang begitu nyata. Jantungnya semakin berdebar kencang ketika lidah Bryan menerobos masuk ke dalam mulut Jolie, mengajari lidahnya kepada ciuman menakjubkan.
Alis Jolie berkerut, berkedut dan wajahnya bergetar. Kehangatan bibir Bryan telah berpindah ke tempat lain. Bibir Bryan yang basah dan agresif telah nyaman menjelajahi leher Jolie. Lidahnya menjulur tanpa malu, kemudian tanpa ragu Bryan mengisap di sana sampai meninggalkan bekas merah.
“Ahh ... Bryan.” Jolie gemetar menarik napas. “Itu sangat menyakitkan,” lanjutnya mengadu.
Bryan terpaku di leher Jolie yang begitu candu dinikmati sendiri. Wajah tampannya terangkat menatap Jolie yang memerah—kalah dalam permainan agresifnya.
“Aku hanya menggigit sedikit.” Bibir Bryan bergesekan di bibir Jolie yang ranum.
“Tapi itu sangat menyakitkan. Aku belum pernah seperti ini,” jawab Jolie pelan.
Bryan terdiam sejenak dalam pikirannya. Pria tampan itu meraup tubuh Jolie ke dalam gendongan tanpa meminta izin, dan hal itu menimbulkan tanya di hati Jolie.
Bryan membawa Jolie ke dalam kamar tidur yang ada di suite room itu. Apakah pria itu akan melakukan hal-hal lain lebih dari ciuman yang sebelumnya? Apa diamnya Bryan karena kecewa pada Jolie yang mengaku jujur?
Jolie tak mampu menanyai sampai tubuhnya dibaringkan ke ranjang tidur. Dia hanya terdiam menatap Bryan melepaskan kemeja yang dibuat basah, hanya membisu melihat Bryan yang bertelanjang dada—sedang memposisikan menindih nyaman di atas tubuhnya.
Jolie memejamkan mata saat Bryan mencium memar di lehernya. Gadis cantik itu menggeliat dibuat Bryan yang semakin ke bawah menikmati kulit manisnya.
“Bryan!” Jolie terpaksa menangkap wajah Bryan, dia mengangkat wajah tampan itu kemudian didikte untuk menatap ke wajahnya. “Apa yang akan kita lakukan?”
Bryan tersenyum manis. “Melakukan hal-hal intim oleh dua orang yang saling menyukai.”
“M-maksudmu?” Jolie terbata di bawah tindihan Bryan.
Sejujurnya Bryan ingin sekali mengabaikan dan melanjutkan keinginannya. Dia juga merasa bingung pada pikirannya yang kacau malam itu. Akan tetapi dia memilih bersabar menghadapi Jolie yang dinilai berpura-pura manis.
“Aku menyukaimu dan kau menyukaiku. Aku hanya ingin merayakan perasaan kita lebih cara yang lebih intim. Malam ini aku tidak ingin menyesal, Jolie.” Bryan mengerahkan sisa kesabaran yang dimiliki.
“Kau mungkin menilai aku naif, tapi ini pertama kali aku melakukan hal seperti ini.”
“Aku akan pelan-pelan melakukannya.”
Bryan berpura-pura memercayai pengakuan Jolie. Dia melanjutkan keinginannya melumpuhkan Jolie ke dalam permainan gairah. Pria tampan itu menilai Jolie serupa dengan perempuan yang pernah ditiduri olehnya. Selalu bersikap manis dan malu-malu, seolah-olah itu adalah pengalaman pertama.
Sayangnya, pendapat itu dipatahkan ketika Bryan berhasil merenggut hal paling berharga di diri Jolie. Dia terkesiap melihat darah segar mengalir dari sana dan menodai seprai putih yang mengalasi.
Bukannya berhenti, Bryan melanjutkan kenikmatan yang membuai seluruh pikiran. Darah segar dan keindahan Jolie yang mengerang manis malah membangkitkan gairah Bryan untuk bertindak sedikit liar.
Pria tampan itu tidak sedang mabuk, tapi pikirannya tenggelam dalam alkohol yang kehilangan fungsi. Tidak peduli bagaimana kacaunya Jolie menyelami pengalaman pertamanya, Bryan memilih bergoyang guna mencapai klimaks-klimaks yang lainnya. Malam itu penuh kekacauan yang manis—yang tidak boleh disia-siakan.
***
Suara percakapan seseorang membangunkan Jolie dari tidurnya yang cukup nyenyak. Matanya yang indah telah terbuka, disambut cahaya matahari yang masuk dari tirai jendela. Rasa sakit, lelah dan perih yang tak terampuni menghalangi Jolie untuk terbangun. Butuh beberapa saat Jolie menstabilkan tubuh hingga duduk di atas ranjang. Di saat itu pula Jolie disajikan pemandangan kacau dari pakaian-pakaian yang berantakan. Kemarin malam bukan mimpi. Semua itu terjadi nyata sampai membekas sempurna di memori ingatan dan tubuhnya.
Tapi, ke mana perginya pria yang mengajak Jolie kelelahan sampai dini hari?
Saat memutuskan beranjak turun dari ranjang, Jolie dipukul rasa sakit yang luar biasa. Hanya saja, dia berusaha meredam rasa sakit itu karena dorongan rasa penasaran. Kemeja hitam milik Bryan di lantai menjadi pilihannya untuk menyelimuti tubuhnya yang bertelanjang. Kakinya tak menggunakan alas sedang mengendap di atas lantai, berusaha tak menimbulkan suara ketika ingin mendekati pintu yang terbuka kecil.
Pria yang dicari-cari sedang melakukan panggilan telepon di ruangan tamu suite room itu. Berbanding terbalik dengan Jolie, Bryan sudah berpakaian rapi dan tampak segar.
“Aku berhasil menidurinya. Jadi, jangan lupakan hadiah taruhan kemarin malam.”
Jolie terdiam, sementara sesaat napas berhenti akibat terkejut menguping pembicaraan Bryan.
“Sudah aku katakan, aku tidak akan bernasib seperti kalian. Aku pasti berhasil memenangkan taruhan karena aku adalah Bryan!”
Mata biru—keabuan milik Jolie sudah tergenangi oleh air mata. Tetesannya mulai menggantung di bulu mata yang panjang dan lentik. Sementara itu Jolie sedang berusaha mengatur napas yang sesak karena diserang fakta mengejutkan.
“T-taruhan? Bryan mendekatiku karena sebuah taruhan?” Jolie bergumam rendah dengan napas terputus-putus.
Jolie merebahkan tubuhnya setelah beberapa waktu lalu berendam dengan air hangat beraroma essence menenangkan. Kedua tangannya terentang, sementara matanya menatap kosong langit-langit kamar yang di dominasi warna putih.Sama seperti sebelumnya, pikiran Jolie masih dipenuhi oleh perkataan Jayden. Matanya sengaja terpejam ketika pikiran itu mengusik. Dia bisa saja dengan mudah menolak perkataan Jayden. Tetapi Jolie tak sampai hati memecahkan secercah harapan yang terukir pada putranya.“Mana mungkin aku ikut dengan anak-anak menemui dia. Sementara dia tidak ada niat bertatap muka denganku,” keluhnya yang kemudian mengembuskan napas kasar.“Lebih baik aku menanyakan jadwalnya dengan Pete agar anak-anak tidak kecewa nantinya. Dia kan orang yang sibuk,” lanjutnya yang kemudian bangkit dari posisinya.Ketika duduk di tepian ranjang, Jolie tak menunda keinginan mengambil handphone di meja nakas. Dia sudah yakin ingin menghubungi Pete. Namun tiba-tiba saja ada keraguan merangsek ke jiwa Jol
“Dena punya kekasih? Dari mana kau mengetahui kabar itu?” tanya Jolie tanpa sengaja karena penasaran.“Berita itu muncul sudah beberapa bulan lalu. Nona Dena digosipkan menjalin hubungan asmara dengan seorang pria dari kalangan pebisnis.”Mungkin karena belakangan Jolie terlalu fokus pada anak-anak serta pekerjaannya, ditambah Dena tak pernah lagi mengusik kehidupannya membuat Jolie tak pernah lagi peduli pada hal apa pun yang bersangkutan dengan Dena.Namun entah mengapa pernyataan Stephanie memantik rasa penasaran Jolie. Apalagi Dena memiliki kekasih dari kalangan pebisnis semakin mendesak Jolie untuk tidak menunda bertanya.“Dari kalangan pebisnis? Apa kekasihnya cukup terkenal?”Lebih tepatnya, apa Jolie mengenal pria yang menjadi kekasih Dena? Tanpa munafik pada diri sendiri Jolie menebak, apa pria itu masih pria yang sama?Di depan Stephanie, Jolie yang berusaha menekan eskpresi tenang seolah hanya sekadar bertanya. Dia tidak ingin mengumbar bagaimana penasarannya diri terhadap
“Aku tidak bisa menemani anak-anak.” Jolie berusaha tenang mengucapkan penolakan itu seolah merasa orang tuanya tahu alasannya.“Kenapa?” Darrol tenang menyahuti.“Aku pikir Daddy sudah tahu jawabannya tanpa harus aku beritahu.” Jolie mengembuskan napas lemah sembari berusaha menekan emosinya.Dahi Darrol berkerut yang jelas tampak berpikir. “Aku benar-benar tidak tahu.”Jolie kembali mengembuskan napas yang seperti lama tertahan dari dalam, kemudian bibirnya terbuka mengeluarkan suara. “Daddy sudah pasti tahu atau mungkin Daddy pura-pura tidak tahu! Bryan selalu menghindar dariku sejak operasi itu dilakukan. Dia tidak pernah menghubungiku setiap kali ingin bertemu dengan anak-anak. Dia hanya menghubungi Daddy! Bahkan aku hanya bisa berkomunikasi dengan seorang profesional yang ditunjuk untuk membahas perkembangan perusahaanku yang dia bantu. Jadi, aku tidak bisa bertemu dengan seseorang yang tidak mau bertemu denganku.”Penjelasan panjang yang penuh tekanan Jolie ucapkan ditanggapi k
Satu tahun sudah berlalu setelah bantahan keluar dari mulut Bryan. Beberapa kesepakatan juga telah diputuskan dengan hasil tidak merugikan pihak mana pun. Bryan dengan tegas membantah tuduhan Jolie yang tak berdasar. Dia hanya meminta agar dirinya bisa mudah bertemu dengan anak-anak mereka.Selain itu, Bryan tak ingin Jolie menolak segala bentuk tanggung jawab dalam bentuk financial yang semestinya dilakukan sejak dulu. Ya, Jolie mengabulkan, karena memikirkan anak-anaknya yang begitu menginginkan sosok Bryan.Anehnya, Bryan berusaha tak berhadapan dengan Jolie setiap kali datang menemui anak-anaknya. Mereka tak pernah bertemu setelah operasi itu berhasil dilakukan. Komunikasi dan pertemuan langsung diantara mereka putus total.Bryan hanya ingin tidak menunjukkan batang hidungnya ke hadapan Jolie, sesuai dengan perkataan Jolie sewaktu berdebat terakhir kali.Bryan kembali aktif beraktivitas di New York selalu berkomunikasi dengan Darrol. Dia akan menghubungi Darrol untuk mengantongi i
Langkah Dena semakin cepat berlari menuju mobilnya yang terparkir di basement rumah sakit. Wanita itu terburu-buru membuka pintu, pun terburu-buru pula masuk ke dalam mobilnya. Sikap waspadanya masih belum memudar sedikit pun, masih saja memindai awas pada keadaan sekitar. Walaupun dia sudah tenggelam di dalam mobilnya.Emosi Dena masih terguncang setelah berhasil kabur. Wanita itu hampir saja tertangkap basah menguping di kamar itu oleh salah satu bodyguard Bryan yang diduga baru kembali dari toilet. Sungguh! Dena tak menyangka keputusannya datang memata-matai ke kamar Zoey malah membuahkan hasil yang baru.Saat baru saja selesai memarkirkan mobilnya, Dena tak sengaja melihat keberadaan Pete yang juga baru keluar dari mobil. Wanita itu penasaran kemudian memutuskan mengikuti Daniel. Awalnya Dena mengira Pete akan mengunjungi kamar Zoey, tapi dugaan itu dipatahkan ketika lift yang dinaiki Pete tidak menuju lantai di mana kamar Zoey berada. Melainkan ke satu lantai lebih atas. Sehingga
~ Beberapa hari kemudian ~Di walk in closet, Jolie terlihat memasukkan beberapa setelan pakaian ke dalam travel bag. Wanita itu juga tak lupa memasukkan beberapa keperluan lainnya ke dalam tas itu. Sama seperti beberapa hari sebelumnya, Jolie selalu menyiapkan keperluannya setiap kali menginap di rumah sakit guna menemani Zoey. Wanita itu memilih lebih banyak mengisi waktu bersama anak-anaknya. Pada pagi sampai sore hari Jolie akan mengisi waktu bersama Jayden. Saat malam mulai menyapa, Jolie akan menemani Zoey sampai pagi hari kembali menyapa.Hal itu Jolie lakukan demi menghindar dari orang-orang, termasuk Andreas yang kerap datang ke rumah dan menghubungi. Jolie enggan memberikan pernyataan apa pun setelah pernikahan itu batal. Terkecuali pada Bryan. Sejujurnya Jolie ingin menemui Bryan setelah mendengar perihal pendonoran itu tetap akan dilakukan. Wanita itu ingin menanyakan alasan atas keputusan Bryan. Sebab, Jolie takut Bryan memiliki niat lain setelah menolong Zoey.Apa setela
Dari balik jendela kamar tamu, sepasang mata biru keabu-abuan mengintip kepergian Bryan yang masuk ke dalam mobil. Tatapannya semakin kosong seperti enggan menyiratkan seberkas perasaan apa pun.“Paman Bryan sudah pergi. Aku sudah mengatakan kau tidak ke sini.”Glenn menghela napas agak kasar setelah mengadu. Pria itu menghampiri Rebecca—istrinya yang duduk di sofa panjang. Setelahnya Glenn mengikuti tatapan Rebecca yang tak teralihkan dari Jolie—yang berdiri di depan jendela kamar.“Kau masih mau belum cerita apa yang sebenarnya terjadi?” Glenn bersuara dengan nada lemah, namun menuntut Jolie segera memberi penjelasan. “Aku sudah menuruti keinginanmu merahasiakan keberadaanmu dari siapa pun, termasuk Paman Bryan. Jadi, cepat jelaskan kepada kami. Jangan buat kami bingung, Jolie.”Sorot mata Jolie gemetar bersamaan dengan mobil Bryan yang sepenuhnya meninggalkan halaman kediaman mewah itu. Dia menghela napas panjang yang kemudian berbalik dan menatap Glenn beserta Rebecca secara berga
Andreas terjungkal ketika belum sempurna membuka pintu. Dia terjatuh menyakitkan ke lantai, kemudian kerah bajunya ditarik kasar oleh kedua tangan dari seseorang yang di depannya.“Semua ini kau yang melakukannya ‘kan, Andreas?”Mengabaikan rasa sakit yang menyerang, perhatian Andreas tertarik penuh pada suara menggeram di depan wajah. Matanya memantulkan sorot yang merendahkan pada seseorang yang memperlakukannya begitu kasar. Sementara itu bibirnya membentuk seringai yang mengejek kental.“Kau puas berhasil melakukannya?” dia—Bryan menuduh kejam tanpa sebab sembari mengencangkan cengkramannya di keras baju Andreas.Andreas terkekeh di tengah menahan rasa sakit sekitar leher. “Kau suka kejutan dariku? Hadiah yang bagus menjelang hari pernikahanmu, bukan?”“Sialan kau, Andreas—”“Kau lebih sialan, Bryan!”Andreas mendorong Bryan setelah menyela. Tekanan dari kedua tangannya yang memberontak itu berhasil membuat Bryan terjatuh. Dia berdiri tegak di depan Bryan. Pupil matanya membesar c
Jolie masih bergeming pada posisi duduknya. Dia tidak peduli pada sekitar, termasuk pada pengacara yang sudah pergi meninggalkannya bersama Bryan. Wanita itu masih berusaha mengusir sesak yang menyiksa di dada. Berusaha keras bernapas normal sembari mencabut duri-duri pengkhianatan yang ribuan menusuk-nusuk hati. Termasuk menghentikan airmata yang keluar tanpa mau berhenti.Apa Jolie terlalu naif pada cinta, sehingga berkali-kali perasaannya dipermainkan? Atau mungkin caranya menciptakan bunga mekar di hati terlalu sulit sampai menyakitkan? Seharusnya Jolie tidak terbuai pada kenyamanan dan manisnya sikap yang Bryan berikan. Karena sebuah rasa bersalah dari seorang pria akan cepat memudar ketika sudah mendapatkan kata maaf dari seorang wanita. Pria akan dengan mudah melakukan hal serupa karena telah menemukan celah menarik simpati wanita.Bryan membuktikan pemikiran tersebut. Dia berulang kali mematahkan hati Jolie sampai menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan. Perasaan Bryan juga s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen