Jolie menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dari mobil yang dinaiki. Matanya terpejam, benar-benar melepaskan segala lelah yang diperoleh seharian itu. Seolah-olah dalam seharian itu Jolie tak memiliki waktu untuk sekadar bersantai singkat. Jika diilustrasikan, dia bagaikan robot yang bergerak aktif tanpa henti.
Selama enam tahun belakangan itu Jolie sengaja bekerja aktif. Selain klinik kecantikan yang memiliki kemajuan pesat, dia melebarkan sayap bisnisnya dengan mengeluarkan produk perawatan kulit wajah, tubuh beserta make-up.
Menggunakan merk dagang Doctor Jolie, dokter estetika itu mampu bersaing dengan merk dagang yang lainnya. Produk yang dijual mencakup segala usia dan kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bahkan setiap Jolie mengeluarkan produk baru, tidak sampai satu hari produknya habis terjual.
Namanya semakin terkenal, sehingga hampir setiap hari Jolie banyak menerima tawaran mengisi sebuah talkshow on air ataupun off air. Kesibukan Jolie semakin bertambah ketika orang tuanya menyerahkan bisnis mereka kepada Jolie.
Namun, jangan pernah menilai Jolie melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Jolie selalu memaksa meluangkan waktu untuk si kembar Zoey Harper dan Jayden Harper. Setelah menyelesaikan pekerjaan Jolie selalu pulang ke rumah. Jolie jarang mencari ketenangan ataupun hiburan bagi diri yang sudah lelah bekerja. Meluangkan waktu dengan anak-anaknya adalah cara terampuh yang bisa menghilangkan lelah.
Seperti malam itu, Jolie baru saja mendarat di London setelah siang tadi memiliki pekerjaan di Swedia. Dia langsung bertolak pulang ke rumah karena sudah merindukan kedua buah hatinya.
“Kita sudah sampai, Nyonya Jolie.” Stephanie Florian—personal asistant yang duduk di kursi penumpang berhati-hati mengusik Jolie.
Jolie menghela napas setelah membuka mata. “Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini, Stephanie. Selamat beristirahat.”
Jolie mengambil tas beserta paper bag di sebelahnya ketika bergegas keluar dari mobil. Namun, keinginannya tertunda ketika mengingat sesuatu.
“Aku lupa memberitahukan padamu, besok siang aku akan lunch dengan temanku. Jadi, aku minta kosongkan jadwalku sampai jam dua siang. Aku juga minta tolong follow up perihal tanah yang baru dibeli kemarin. Ada beberapa dokumen susulan yang belum diberikan, sejak kemarin penjualnya tidak bisa aku hubungi. Bulan depan pabrik baru kita sudah harus dikerjakan, jadi kita tidak bisa menunggu terus,” titah Jolie.
“Baik! Akan saya lakukan. Selamat beristirahat, Nyonya,” jawab Stephanie patuh.
Jolie keluar dari mobil dengan sikap ramah pada Stephanie beserta sopir. Wanita itu melangkah tak sabar ingin segera masuk ke dalam rumah. Jolie disambut oleh Arne Baotes—pengasuh anak-anaknya.
“Selamat datang, Mom.” Seruan manis di depan anak tangga menarik perhatian Jolie. Perempuan cantik itu melayangkan tatapannya, sementara matanya telah teduh menatap putra tampannya.
“Jayden?! Kenapa belum tidur?” Jolie berjalan menghampiri anak laki-laki berambut hitam itu. Dia berjongkok di hadapan Jayden agar memudahkan mencium pipi putranya.
“Bibi Arne mengatakan jika Mommy akan pulang jam sembilan malam. Aku sengaja menunggu Mommy pulang.” Jayden mengulurkan tangannya ke wajah Jolie, jemarinya menebarkan kehangatan lewat belaian lemah. “Mommy sudah makan? Apa pekerjaan Mommy berjalan lancar?”
Ah, manisnya Jayden. Jolie tak butuh pasangan untuk mendapatkan sikap manis serupa. Lewat Jayden, Jolie bisa mendapatkan perhatian dan kehangatan yang mengobati diri dari rasa lelah.
Jayden belum genap berusia enam tahun, tetapi dia memiliki pemikiran paling dewasa dibandingkan kembarannya. Selain itu, Jayden juga mewarisi wajah tampan dari ayah biologisnya. Jayden seperti replika Bryan dalam versi kecil.
Meski setiap kali melihat Jayden mengingatkan Jolie pada sosok Bryan, Jolie tak merasa sakit hati. Hal itu karena Jayden adalah putranya yang manis—yang selalu memahami Jolie.
“Mommy sudah makan, semua pekerjaan hari berjalan sangat baik berkat doa dari anak Mommy.” Bibirnya yang menyimpulkan senyuman manis kembali mendarat lembut di pipi Jayden, kemudian Jolie menyerahkan salah satu paper bag kepada Jayden. “Mommy bawa oleh-oleh untukmu. Itu adalah cookies yang dibuat langsung dari chef-nya.”
“Terima kasih, Mom. Tapi aku akan memakannya besok.”
“Kau tidak ingin mencicipinya sekarang?”
“Aku sudah menyikat gigiku. Lagi pula ini sudah malam, sangat tidak baik bagi tubuhku mengonsumsi makanan manis pada malam hari.”
Oke! Jolie melupakan sikap kritik Jayden. Selain mewarisi wajah tampan ayah biologisnya, mulut tajam Bryan juga menurun pada diri Jayden.
Jolie meringis senyuman kecut yang dipaksa, kemudian teringat ingin menceritakan sesuatan demi mengalihkan pembicaraan. “Di mana Zoey? Apa Zoey sudah tidur?”
“Nona Zoey ada di kamarnya, Nyonya,” Arne menyambut penuh kesopanan.
Jolie beranjak dari posisi berjongkok di depan putranya. Sorot matanya menyempit, sangat fokus memahami ekspresi gugup Arne yang mencurigakan.
“Apa ada sesuatu yang terjadi saat aku tidak ada di rumah?” Jolie tanpa ragu bertanya.
“Nona Zoey kembali demam, tapi, Nona Zoey tidak mau meminum obat penurunan panas,” jelas Arne.
“Kenapa tidak memberitahuku? Sejak kapan dia mengalami demam?” Suara dan wajah Jolie sudah dipenuhi emosi, karena dorongan kesal yang bercampur cemas itu juga Jolie langsung beranjak pergi menuju kamar Zoey.
Tindakannya itu cukup wajar dilakukan, mengingat beberapa bulan belakangan itu kembaran Jayden sering kali mengalami demam. Kesehatan Zoey juga sering kali menurun, padahal Jolie selalu memperhatikan kesehatan anaknya.
Bersama Arne, Jayden juga mengikuti langkah Jolie yang tergesa-gesa. Anak laki-laki sempat melirik Arne yang cemas dan takut. Sehingga dia berencana memberikan pembelaan pada pengasuhnya itu.
“Demam Zoey baru saja, Mom. Bibi Arne sudah berusaha ingin memberi tahu Mommy, tapi handphone Mommy tidak aktif.”
Benar, handphone Jolie dalam keadaan tidak aktif. Bahkan sampai sekarang Jolie belum mengaktifkan handphone-nya, itu karena Jolie terburu-buru ingin sampai rumah kemudian melepaskan rindu pada anak-anaknya.
Emosi Jolie meredup ketika mereka tiba di kamar Zoey. Lewat lirikan mata yang singkat Jolie melayangkan permintaan maaf pada Arne yang berada di belakang Jayden.
Pintu kamar yang tertutup rapat diterobos oleh Jolie tanpa meminta izin terlebih dahulu. Jolie sesaat terdiam memindai keadaan kamar Zoey yang cukup berantakan.
Di ranjang tidur Zoey, selimut merah muda terlipat tak rapi—seperti baru digunakan. Di meja belajar Zoey terdapat kotak P3K yang terbuka—lengkap dengan gunting kecil di sebelahnya.
Hal yang menarik perhatian Jolie adalah lembaran-lembaran tissue yang ternodai warna merah telah berantakan di lantai. Bukan hanya itu saja, di lantai kamar itu juga terdapat noda setitik merah yang diduga darah—mengarah ke kamar mandi.
Zoey tidak ada di kamar tidurnya.
Suara kran air yang menyala di kamar mandi mengundang perhatian Jolie. Sudah pasti Zoey ada di sana, sehingga Jolie terdorong cepat untuk memastikannya. Dugaan Jolie itu menjurus pada kebenaran. Jolie merasa kesal ketika mendapati pintu kamar mandi itu terkunci.
“Zoey?! Sweetheart?! Kau ada di dalam?” suaranya melantun lembut meski diserang cemas. “Zoey?! Ini, Mommy! Apa yang sedang kau lakukan di dalam? Kenapa kau mengunci pintunya? Kenapa kau tidak menyahut, Sweetheart?” cecar Jolie semakin panik mengetuk-ngetuk pintu.
Prank! Suara nyaring dari pecahan kaca yang terjatuh menginterupsi kepanikan Jolie.
Jolie terdiam merasakan kecemasan yang menyiksa jiwa, sampai-sampai napasnya tertahan karena diserang ketakutan. “Z-Zoey ... Zoey? Apa yang terjadi padamu, Zoey?”
Saat belum mendapatkan jawaban, Jolie cepat berinisiatif pergi mengambil kunci cadangan. Dia tidak bisa berdiam diri sembari memanggil-manggil Zoey. Baru beberapa langkah berjalan pergi, Jolie diinterupsi oleh suara pintu yang terbuka. Dia langsung menoleh dengan tubuh gemetaran cemas, sementara mata biru keabu-abuan miliknya telah membulat sempurna. Entah harus lega ataupun terkejut, Jolie tak bisa berkata-kata melihat keadaan Zoey yang berdiri di ambang pintu.Kembaran Jayden itu muncul dengan ekspresi bingung. Lebih tepatnya, Zoey Harper—putri sulung Jolie itu menunjukkan ekspresi tak bersalah. Berbanding jauh dari yang dikhawatirkan, Zoey seperti tidak mengalami apa pun. Wajah cantiknya sedang terselimuti masker cokelat, sementara bibirnya agak basah karena memakai pelembab bibir yang sedikit membuat pucat di kulit bibirnya.“What happend, Mom?” tanya Zoey terheran.“Apa yang kau lakukan di dalam?” Jayden bersuara tak sabar.“Hei, Jayden! Aku ini kakakmu! Sudah berulang kali aku k
Semalaman Jolie tak bisa tidur setelah mendapatkan kabar buruk. Padahal tubuhnya sudah sangat lelah, tulang-tulangnya seperti remuk dan ingin sekali beristirahat. Setiap kali matanya ingin terpejam, masalah yang menyakitkan pikiran terus berputar-putar. Rasa pusing di kepala pun semakin terasa menyakitkan dan membuat tak nyaman. Ahasil, Jolie mempercepat diri ke kantor setelah mengantar anak-anaknya ke sekolah.“Perkiraan kerugian yang kita alami adalah sekitar satu juta poundsterling.”Di ruangan kerja, mata Jolie terpejam rapat ketika mendengarkan penjelasan Stephanie. Jolie benar-benar lemas menghadapi fakta menyakitkan itu.“Legal manager juga ikut terlibat. Bahkan, beliau yang mendalangi semuanya.”Jolie menghela napas kasar. “Dia beralasan mengambil cuti panjang, tetapi dia melakukan ini semua di belakangku. Padahal aku sudah begitu baik dengannya, aku sampai menaruh kepercayaan penuh padanya yang menyangkut legalitas hukum klinik dan perusahaan.”Sangat menyakitkan dikhianati o
Bryan tidak bisa mengubur rasa penasarannya terhadap Zoey. Mata abu-abunya sampai tak lepas mengawasi gadis kecil itu, Bryan sempat beberapa kali tak fokus ketika berbicara pada kepala sekolah beserta staff sekolah yang mendampingi.Harper? Bryan bersikeras berpendapat bukan hanya keluarga wanita itu saja yang memakai nama belakang serupa. Sayangnya, semakin keras Bryan meyakinkan diri, semakin besar pula keinginannya bertanya-tanya langsung pada gadis kecil itu.Pria tampan itu meminta langsung pada kepala sekolah untuk mengatur dirinya berbicara santai dengan Zoey tanpa diganggu oleh siapa pun. Meski sempat menaruh curiga, kepala sekolah dan wali kelas akhirnya mau mengatur tempat di taman sekolah.Bryan duduk berhadapan dengan Zoey yang tak bosan tersenyum manis. Mata abu-abunya tajam memindai Zoey, benar-benar tak ingin keliru menatap gadis kecil yang tak kenal takut itu.“Siapa namamu tadi? Zoey Harper?” Bryan berbicara tenang.Zoey mengangguk. “Kenapa Tuan ingin bertemu denganku
“Nyonya Jolie?! Anda sudah datang?”Jantung Jolie hampir terlonjak kaget akibat seruan lembut yang menginterupsi. Pandangan matanya langsung berpaling, seketika menatap wali kelas putrinya.“A-ah, Miss. Y-ya?” Jolie menyahut gugup.“Sebelumnya saya minta maaf. Anda pasti sangat terkejut.”Jolie masih belum sepenuhnya fokus pada permasalah semula yang mengantarnya ke rumah sakit itu. Keberadaan Bryan di depan mata membuat Jolie tidak bisa berpikir jernih.Bagaimana bisa pria itu ada di sana? Apa yang dilakukan pria itu di sana? Bagaimana bisa Bryan menemani Zoey? Batin Jolie masih sibuk menerka-nerka, sehingga dia tidak peduli pada keadaan sekitar. Matanya masih saja tertarik menatap Bryan dengan segala ketenangannya. Seolah-olah sosok Bryan bagaikan sosok menakutkan yang tak boleh lepas dari pandangan mata, yang sewaktu-waktu bisa mengancam ketenangan yang sudah setengah mati Jolie rengkuh.“Nyonya? Anda mendengar saya?”Tak hanya dari seruan lembut, sentuhan lembut di lengan Jolie da
“Kanker darah stadium 4?”Anggukkan lemah Jolie menjawab Gina yang terduduk lemas di sebelah. Jolie tak bisa menyembunyikan kondisi Zoey. Setelah memindahkan Zoey ke rumah sakit lain, dia langsung menghubungi orang tuanya.Gina maupun Darrol berekasi sesuai prediksi. Mereka terkejut, seketika langsung datang ke rumah sakit. Gina sendiri tak menahan kesedihan ketika kedatangannya disambut putri tunggalnya. Dia memeluk Jolie, membelai-belai penuh kasih sayang pada putrinya. Gina tak menahan air mata melihat situasi rumit putrinya yang tertimpa masalah bertubi-tubi.Di depan kamar inap Zoey, Gina menghibur putrinya yang memucat dengan wajah penuh beban.“Aku memindahkan Zoey ke rumah sakit ini berkat saran dari Andreas.”“Andreas? Yang kau maksud Andreas Ramsey?” meski terkejut, Gina merasa lega. Karena seseorang yang dimaksud merupakan sosok familiar yang menekuni profesi kedokteran pada kasus penyakit Zoey.Jolie berdehem ringan. “Kami sedang lunch saat Miss-nya Zoey menghubungiku. Dia
Andreas duduk termenung di ruangannya. Dia tak fokus pada tablet PC di genggaman, di mana layarnya yang semula menyala sudah padam. Pandangan matanya lurus ke arah tablet PC, tetapi terlihat sangat kosong. Begitu menjelaskan jika pikirannya sedang tidak menyatu dalam posisi tubuh.Dokter single itu masih dihantui rasa penasaran terhadap pernyataan Bryan. Dia menyesal tidak bisa menahan Bryan yang terpaksa pergi karena urusan lain. Bahkan Andreas tidak diberi kesempatan menagih penjelasan lebih dari Bryan.Siapa wanita yang dimaksud Bryan?Jika wanita itu merupakan orang tua dari pasiennya, Andreas cukup kesulitan menebak-nebak. Bukan hanya satu atau dua orang orang tua pasiennya yang berprofesi sebagai dokter. Andreas sering menangani pasien yang berasal dari kalangan dokter.Bryan sangat pemilih. Andreas juga mengetahui Bryan selalu berhati-hati dalam setiap kenakalan yang dilakukan, sehingga tidak menimbulkan sesuatu yang menghubungkan Bryan dengan wanita-wanita itu.“Andreas?”Suar
Rasa lemas yang menyiksa tidak lagi Jolie rasakan ketika membuka mata. Sebaliknya, tubuh Jolie ter-recharge penuh sehingga tidak ada lagi rasa nyeri atau apa pun yang menyakiti seperti kemarin.Jolie merengkuh kenyamanan di atas ranjang empuk yang memanjakan. Kepalanya juga terasa ringan, seperti tidak ada beban pikiran yang menyiksa. Sayangnya, kenyamanan itu berlangsung sesaat. Suasana asing di kamar itu menyadarkan bahwa dia sedang tidak berada di kamar miliknya apalagi di rumahnya.Jolie bergerak bangkit dari tidurnya. Matanya telah awas memindai ruangan didominasi warna monokrom. Segala perabotan yang ada di sana bukanlah gaya seorang Jolie.Satu hal baru yang mengejutkan Jolie saat itu adalah pakaian yang melekat di tubuhnya. Dia tidak lagi mengenakan pakaiannya, melainkan kemeja putih milik seorang pria.Ada di mana Jolie sekarang? Apa yang terjadi kemarin? Jolie mengintip—memeriksa tubuhnya, takut terjadi hal buruk yang tidak diinginkan. Walaupun tidak tertinggal jejak erotis
Sepasang kaki yang berhasil membawa tubuh menjauh dari lantai atas berakhir berhenti di ruang makan. Ujung bibir telah tertarik, menimbulkan seringai tipis di bibir. Bryan sungguh tak menyangka berhasil meluluhkan Jolie yang keras kepala. Dia menduga tidak akan berhasil membujuk wanita yang terkenal keras kepala itu.Sungguh di luar prediksi Bryan, Jolie bisa luluh hanya karena perlakukan lembut dan pernyataan manis yang serius diucapkan. Bryan tersenyum lemah, jiwanya merasa puas mengetahui satu kelemahan Jolie. Setidaknya pernyataan yang telah diucapkan pun bukan sekadar rayuan, Bryan memang benar-benar akan memanfaatkan kondisi Jolie demi menyelesaikan permasalahannya. Pria itu akan membantu Jolie, dengan syarat Jolie dapat membantunya.Namun, di tengah-tengah kepuasan itu ada sesuatu yang mengusik. Jantung Bryan sejak tadi masih belum berdetak normal. Ritmenya masih berantakan, bahkan ada emosional asing yang membuat Bryan merutuk diri sendiri.Saat tadi memeluk Jolie, Bryan terdo