Share

Bab 2. Dipaksa Menerima

Handphone yang menempel di sisi kiri telinga berakhir dijauhkan setelah menyudahi pembicaraan. Saat itu telah terukir senyuman malu yang tertahan di bibir yang terkulum, sedangkan pikirannya masih tergenangi kenangan panas beberapa jam lalu. Kemarin malam, Bryan benar-benar kehilangan prinisip tentang wanita. Pria tampan berusia 39 tahun itu kehilangan akal dalam kenikmatan erotis yang membuatnya ketagihan.

Bryan terkekeh lemah mengingat dirinya mengaku suka pada Jolie. Dia mengejek diri sendiri yang bisa bersikap meyakinkan, padahal penuh kepalsuan. Bagi seorang Bryan McKinney, wanita hanya sebuah permainan dan kesenangan. Menurutnya hal yang biasa pria dan wanita melakukan percintaan seperti kemarin, tanpa perlu memiliki rasa apalagi menjalin sebuah hubungan.

Wanita penuh kepalsuan, tidak ada sebuah ketulusan yang melekat pada wanita. Pendapat itu didukung kuat pada setiap wanita-wanita yang berlomba-lomba merangkak ke ranjang tidur Bryan. Sehingga Bryan percaya diri ikut memainkan taruhan dengan teman-temannya di lounge bar kemarin malam.

Anehnya, Bryan merasakan hal berbeda pada Jolie. Selain perawan pertama yang dinikmati, pesona Jolie yang mengerang begitu manis. Gairah Bryan terbakar melihat lemahnya Jolie di bawah tindihannya. Ada sensasi aneh yang Bryan rasakan. Bryan benar-benar dalam kegilaan nyata yang menghasutnya sulit melepaskan Jolie dari pelukannya.

Mungkin Jolie perawan pertama yang dinikmati, sehingga Bryan merasakan kesan berbeda.

Dua paper bag beserta satu bungkusan putih Bryan raih dari atas meja. Banker kaya raya itu berjalan menuju kamar tidur dan berniat memberikan paper bag beserta bungkusan putih kepada Jolie.

Bryan terkejut mendapati Jolie sedang membelakangi sudah mengenakan pakaian. Pria tampan itu menutupi keterkejutan itu dengan berjalan tenang menghampiri Jolie.

“Apa yang kau lakukan?” Bryan menarik tangan Jolie. Mata keabu-abuannya tak berkedip melihat Jolie yang sudah menangis. “Apa yang terjadi padamu, Jolie? Kenapa kau menangis?”

Jolie hanya bisa bereaksi gemetar. Perasaannya begitu muak pada Bryan yang masih saja bersikap manis.

“Apa kemarin begitu sakit? Sampai kau menangis seperti ini—”

“Bagaimana perasaanmu setelah memenangkan taruhan itu?” Jolie menyela dengan suara serak yang gemetar.

Bryan tak berkedip memperhatikan Jolie. “Kau tahu?”

“Aku mendengar pembicaraanmu barusan.” Jolie mengakui.

Bryan bersikap tenang seolah tidak melakukan kesalahan. Caranya melepaskan tangan Jolie begitu santai, kemudian berpaling membelakangi Jolie untuk duduk ke sebuah tepian ranjang tidur begitu tanpa beban.

“Kau mau mengetahui semuanya? Atau garis besarnya saja?”

Perasaan Jolie semakin tak keruan melihat ketenangan sikap Bryan. Jolie—sampai tidak mampu berkata-kata, seolah lewat wajahnya yang memucat sudah menegaskan Bryan harus menjelaskan keseluruhan.

“Sepertinya kau sangat ingin tahu.” Bryan berbasa-basi sejenak. “Pria-pria yang datang mengganggumu adalah teman-temanku. Kami datang sebelum kau datang dan duduk di meja bartender. Mereka menyukaimu yang cantik, karena kau menolak, mereka memainkan sebuah taruhan. Siapa yang berhasil mengajakmu tidur, dia akan memenangkan taruhan.”

“Aku datang ke sana hanya berniat memenuhi undangan reuni lalu minum beberapa gelas, tapi mereka memaksaku untuk ikut dalam taruhan,” lanjutnya menyakiti.

Jolie mengatur napasnya di tengah-tengah air mata yang tak mau berhenti. “Kemarin malam ... kau membohongiku?”

“Kau terlalu naif, Jolie.”

Napas Jolie tercekat, pikirannya juga kehilangan akal. Tubuhnya yang masih merasakan sakit tiba-tiba saja tersiksa lemas.

Semua itu tidak nyata, ‘kan? Jolie tidak mungkin menyukai pria yang salah, apalagi sampai salah menilai.

Jolie meyakini bahwa Bryan merupakan pria baik-baik. Bryan bukanlah sosok sembarangan. Selain sikap dan pembawaannya yang tenang, dia juga merupakan paman dari sahabat sekaligus orang yang dikenal dengan baik.

Tapi apa benar Jolie yang terlalu mudah percaya? Atau Bryan yang terlalu pintar menipu?

“Aku menyukaimu, Bryan!”

“Aku tahu. Sikapmu sama dengan wanita-wanita yang datang di kehidupanku.” Bryan masih tak merasa bersalah.

“Kau berbohong ‘kan, Bryan?” Jolie berusaha meyakini.

“Apa aku terlihat berbohong?”

“Kemarin kau mengatakan bahwa kau menyukaiku, Bryan!”

Bryan menghela napas kasar, kemudian beranjak dari duduk dan berdiri di depan Jolie yang menangis. “Siapa yang tidak suka pada gadis cantik sepertimu?! Apa aku salah menyukai gadis cantik?”

“K-kita ... k-kemarin kita ... kita melakukan hubungan yang dilakukan—”

Bryan tertawa, bahkan belum sempurna Jolie menyelesaikan perkataannya. Tawanya itu begitu mengejek pernyataan Jolie. Secara sadar merendah dan menghina perasaaan Jolie yang susah payah diungkapkan.

“Pria biasa melakukan hal seperti itu dengan gadis yang bukan kekasihnya,” ucap Bryan dengan sadar mematahkan perasaan Jolie. “Kau saja yang salah karena terlalu mudah percaya, tapi aku mengakui bahwa kau benar-benar sempurna, Jolie.”

Jolie dipaksa mengakui bahwa perasaannya salah. Lebih tepatnya dia menaruh perasaan pada pria yang salah. Yang seharusnya Jolie tak nilai dari wajah tampannya yang mengagumkan, kepribadiannya yang tenang dan latar belakang hubungan keluarga yang baik.

Jolie telah dibodohi. Dia ditipu secara mentah-mentah dan dicurangi secara tak adil. Tidak peduli bagaimana tulusnya Jolie memberikan hal berharga, Bryan masih setia bersikap tenang tanpa berdosa.

“Apa kau bukan sekali melakukan ini?” suara Jolie masih gemetaran, dia masih menangis tanpa dibuat-buat.

“Kau sudah dewasa, ‘kan? Hal seperti kemarin sudah biasa dilakukan oleh orang dewasa.”

Jolie terpaku, hatinya hancur. Dia benar-benar terjerumus ke dalam jurang yang mengacaukan kehidupannya.

“Aku telah menyiapkan pakaian untukmu.” Bryan mengabaikan, melemparkan pandangan mata ke arah paper bag di atas ranjang. “Kau bisa mengganti pakaianmu dengan pakaian itu. Setelah sarapan, sopir akan mengantarmu pulang.”

“Apa kau merasa tidak bersalah, Bryan?” Jolie masih bersikeras menyadarkan.

“Biasa saja, Jolie! Memangnya apa yang salah?” Bryan terheran-heran menatap Jolie, matanya sampai memicing tajam mendikte Jolie. “Kita melakukannya tanpa paksaan. Kau bersedia melakukannya—”

“Itu karena aku percaya padamu, Bryan! Karena aku percaya pada pria yang aku sukai!”

“Dan aku juga menyukaimu! Puas?!”

“Suka yang aku rasakan berbeda denganmu, Bryan!” Jolie sedikit membentak, telunjuknya sampai menunjuk-nunjuk ke wajah Bryan karena dorongan kesal. “Aku menyukaimu bukan karena fisik atau apa pun itu! Aku menyukaimu karena kepribadianmu, karena kau baik.”

“You’re so full of shit, Jolie!” Bryan tak mau kalah membentak. Suaranya yang memberat semakin mencekam oleh gerahamnya yang menggemeretak kasar. “Bersikaplah dewasa dan jangan kekanak-kanakan. Kita melakukan hal biasa dilakukan oleh orang dewasa.”

Bryan menenangkan emosinya dengan cara beranjak dari hadapan Jolie. Pria tampan itu mengambil bungkusan putih di dekat paper bag, setelahnya kembali menghampiri Jolie.

“Kau harus meminum ini agar sesuatu hal tidak merusak segala urusan kita.” Bryan meletakkan bungkusan putih itu ke tangan Jolie.

Belum sempat Jolie memeriksa isi di dalam bungkusan putih itu, Bryan sudah memberikan penjelasan yang paling menyakiti perasaan Jolie.

“Kau tidak boleh hamil. Kau juga tidak boleh memberi tahu hal ini kepada siapa pun, termasuk keluarga kita. Aku tidak mau segala urusanku dirusak oleh hal-hal tidak penting seperti ini,” dikte Bryan penuh penekanan tak terbantahkan.

Mata Jolie berlinang air mata mendengar kalimat menyakitkan yang lolos di bibir Bryan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status