Jolie terpaku menatap Bryan. Mata indahnya tak berkedip, seperti tak ingin melewatkan ekspresi di wajah Bryan. Tanpa peduli buliran air mata mulai menggenangi, Jolie bersikeras mengabadikan ekspresi Bryan yang tenang tak bersalah.
Di dalam keheningan diri itu Jolie mencoba menggali-gali alasan dia menyukai pria yang masih menyentuh pipinya. Bahkan sampai detik itu Jolie tak memercayai diri yang salah menyukai Bryan. Lebih tepatnya Jolie mencintai Bryan hingga rasanya sangat menyakitkan.
“Apakah begitu susah buat kamu melihat aku?” suara parau Jolie yang gemetaran telah memecahkan keheningan.
Bryan tersenyum sinis. “Apa maksudmu?”
“Aku menyukaimu, Bryan,” tegas Jolie menekankan.
“Jolie ... enough!” Bryan setengah menggeram karena kesal, tangannya di pipi Jolie sampai hampir mengepal. “Aku tidak suka mengatakan hal yang sama. Tapi, melihatmu yang keras kepala ... baiklah. Aku tidak menyukaimu, Jolie Harper.”
“Aku mencintaimu, Bryan.” Jolie menjawab dengan sangat keras kepala.
“Kau ingin aku percaya? Kau pikir dengan kau mengatakan itu aku bisa luluh padamu?” Bryan mengulas tawa yang menambah penghinaan atas pernyataan Jolie. “Sebelum kau, sudah banyak mengatakan hal serupa. Persetan dengan cinta, Jolie! Tidak ada cinta di dunia ini!”
Air mata yang menggenang jatuh membasahi pipi, bersamaan dengan itu Jolie menyadari bahwa dia benar-benar salah menilai Bryan. “Aku ingin bertanya untuk yang terakhir.” Jolie berhenti sejenak demi mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan. “Jika kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan? Kalau kau sehancur aku, apakah kau tetap tidak memahami posisiku saat ini?”
Bryan masih dipenuhi perasaan tenang yang sama, tanpa ada rasa simpati seujung kuku terukir di hati melihat Jolie yang gemetaran menangis. “Aku tidak akan pernah melakukan kesalahan sebodoh itu. Aku tidak membiarkan hidupku hancur karena hal tidak penting seperti ini.”
Bryan berpaling dari Jolie tanpa peduli setajam apa mulutnya kembali melukai hati Jolie. Pria tampan itu meminta selembar cek kosong dari pria membisu sejak tadi, lalu dengan santainya Bryan kembali duduk di sofa yang tadi dia duduki.
“Aku akan memberimu uang kompensasi dari masalah ini—”
“Bryan, kau juga harus berjanji padaku.” Ketika menyela, sudah tidak lagi sosok lemah yang Jolie tunjukkan. Sebaliknya, Jolie terlihat kuat dengan tidak ada air mata yang jatuh dari mata indahnya. “Kau tidak boleh menuntut apa pun dari anak-anak yang ada di rahimku. Kau tidak berhak atas anak-anakku. Kau bukan ayah dari anak-anakku.”
Bryan terdiam mendengar ucapan lantang Jolie di balik air mata perempuan itu.
***
Setibanya di penthouse, Bryan melepaskan tiga kancing teratas kemeja dengan gerakan kasar. Pria tampan itu merasa panas, padahal suhu udara di ruangan telah diatur dingin. Kakinya melangkah cepat menuju meja bar. Gelas kristal yang diambil langsung terisi brandy kemudian ditengguk habis tanpa sisa.
“Perempuan yang keras kepala! Awas saja kalau nanti dia berubah keputusannya! Aku tidak akan mengampuninya mau dia itu berhubungan baik dengan kakak ipar!” Bryan menggerutu kesal, sampai-sampai setengah membanting gelas kristal ke atas meja. Dia merasa terhina atas sikap Jolie, sehingga dia diselimuti rasa kesal yang luar biasa.
Setelah menawarkan bantuan kurang ajarnya kepada Jolie, Bryan menawarkan hal lain yang serupa dilakukannya ketika mengusir wanita-wanita dari kehidupannya. Bryan menawarkan sejumlah uang bernilai fantastis agar Jolie sepakat mau tutup mulut.
Bryan benar-benar salah menilai Jolie. Jolie tidak sama dengan wanita-wanita mata duitan di kehidupan Bryan. Pria tampan itu dibuat kesal oleh Jolie yang merobek-robek dokumen kesepakatan itu. Awalnya, dia menilai Jolie hanyalah perempuan naif yang mudah terpengaruh oleh sikap manis dan kata-kata. Namun, Bryan tidak menyangka Jolie memiliki sisi keras kepala yang melebihi sikap Bryan sendiri.
Selain perawan pertama yang berhasil dinikmati olehnya, Jolie juga merupakan gadis pertama yang mengguncang pikiran Bryan. Percintaan malam panas itu benar-benar melekat di ingatannya. Jolie yang mengerang manis sangat sayang dilupakan. Jolie yang menggeliat erotis masih terekam sempurna di ingatan, malah hanya dengan memikirkannya sudah menstimulus gairah Bryan.
Bahkan, Bryan mengingat jelas setiap lekuk tubuh indah Jolie. Bryan sampai ketagihan, dia merasa tidak puas menikmati tubuh Jolie walau sudah berulang-ulang kali memuaskan gairah.
“Perempuan sialan!” Bryan menggumam sendiri.
“Perempuan mana yang kau maksud, Baby?” suara serak berbisik dari belakang.
Gerakan lembut dari dua tangan telah merayap ke dada Bryan. Di punggungnya, telah menempel si kembar sintal yang menggoda beserta bibir yang menebarkan ciuman-ciuman merayu.
Itu adalah wanita seksi yang diperuntukkan menemani Bryan malam itu. Namun, Bryan tak merasakan sensasi apa pun dari setiap sentuhan wanita itu. Bryan membalikkan badan. Mungkin dengan cara beradu tatap, Bryan bisa meresapi sentuhan itu dan melupakan segala kekesalan.
Kesimpulan itu dijawab berbeda. Di matanya, Bryan melihat sosok Jolie yang manis dan menggoda.
“Perempuan mana yang kau temui sebelum pulang?” Wanita itu berbisik, dia menjijit berusaha mencapai bibir Bryan.
“Aku tidak ingin melakukannya malam ini.” Bryan menolak, dia mendorong bahu wanita itu setelah sadar pikirannya yang kacau karena Jolie.
“Ada apa denganmu, Bryan? Kau memintaku datang malam ini. Aku rela terbang dari New Yok demi menemani dirimu malam ini.”
Mata abu-abu Bryan berkilatan tajam menusuk ke mata wanita itu. “Kau tuli, ya? Aku tidak ingin melakukan apa pun denganmu. Sebaiknya kau pergi dan kembali lagi ke New York malam ini juga.”
“Aku ingin menemanimu, Bryan.”
“Jika kau masih ingin hidup tenang, sebaiknya kau tidak membantahku, Dena Osborne. Kau masih peduli dengan karirmu, ‘kan?”
Bryan langsung pergi tanpa permisi setelah puas mendikte wanita seksi yang berusaha menggoda. Pria tampan itu mengunci diri di kamar tidurnya tanpa memberi kesempatan wanita seksi itu bisa masuk.
***
Butuh beberapa hari bagi Jolie menata perasaannya. Jolie semakin tak karuan mengalami pusing dan mual yang berkepanjangan. Seolah-olah dua calon anaknya sedang menghukumnya karena tak akur dengan sang ayah biologis.
Ditambah lagi kemarin Jolie didatangi Glenn yang mengetahui kehamilannya. Pria yang datang bersama istrinya itu sangat emosional, dia mendesak Jolie mau memberi tahu pria jahat yang menghancurkan Jolie. Agar dia bisa menggeret pria itu dan mendesak mau bertanggung jawab.
Keputusan Jolie tetap sama, tanpa diminta oleh Bryan atau dipaksa oleh siapa pun Jolie tidak akan memberitahukan bahwa pria itu adalah Bryan McKinney.
Pagi itu Jolie kembali absen dari rutinitas di klinik ataupun pekerjaannya. Dia datang ke rumah orang tuanya untuk memberi tahu mengenai kehamilan itu. Dia cukup beruntung. Pusing dan mual yang dialami entah mengapa bisa diajak bekerjasama. Walau tidak banyak, Jolie bisa menikmati sarapan pagi bersama orang tuanya.
“Apa kau sedang diet belakangan ini? Putriku semakin kurus.” Darrol Harper—ayahnya Jolie terang-terang memperhatikan.
“Apa aku jelek ketika semakin kurus?” Jolie bercanda menanggapi, suara terdengar manja. Hal itu biasa Jolie lakukan ketika bersama orang tuanya.
“Kau selalu cantik, Sweetheart.” Gina Harper—ibunya Jolie menyahuti manis. “Tapi ... apa kau baik-baik saja? Kau sedikt pucat? Ah, tidak! Menurutku kau sangat pucat.”
Jolie bergeming sesaat menatap orang tuanya. Dia juga memperhatikan suasana di meja makan yang mendukung keputusannya saat itu.
Setelah beberapa saat menimbang-nimban, Jolie mengambil tas miliknya yang diletakkan pada kursi di sebelahnya. Perempuan cantik itu mengambil sesuatu di dalam kemudian mengeluarkannya. Sebuah kertas berukuran segi empat Jolie letakkan tepat ke tangan Darrol yang berada di atas meja.
Tidak perlu diberitahukan pun Darrol itu kertas itu adalah lembaran print USG sebuah kehamilan. Di sana juga terdapat keterangan nama pasien dan usia janin.
Hanya saja beberapa saat Darrol merasa naif atas situasi itu. Darrol menatap bingung pada putrinya. Akan tetapi dia teralihkan pada Gina—istrinya yang menghampiri penuh kecurigaan atas sikap diamnya.
“Aku sedang hamil.” Jolie memberikan penjelasan singkat sebelum orang tuanya berbicara. “Sebulan lalu aku melakukan kesalahan fatal dengan pria yang aku kenal. Aku tidak mabuk, aku sadar melakukan hal itu dengan dia. Dia sudah mengingatkan aku untuk segera meminum obat pencegah kehamilan yang diberikannya. Tapi, aku mengabaikan karena aku terlalu kecewa padanya. Aku berpikir kehamilan ini tidak akan terjadi karena dia pasti sudah berhati-hati.”
Gina terduduk lemas di kursinya setelah mendengarkan penjelasan putri tunggalnya. Sementara matanya menatap lemah dengan buliran air mata yang menggantung.
“Jolie, kau tidak bercanda?” tanya Gina tersendat-sendat.
Jolie menggeleng lemah. “Beberapa hari lalu aku pingsan saat bertemu dengan Rebecca. Dia membawaku ke rumah sakit dan dia orang pertama yang mengetahui hal ini.”
“Kenapa kau tidak memberi tahu kami, Jolie?” Darrol merasa kecewa, tetapi suaranya sangat lembut tak melukai hati Jolie.
“Aku tidak ingin membuat Daddy dan Mommy kepikiran. Aku ingin memberitahu kalian dengan baik-baik seperti ini.” Suara Jolie terdengar parau karena air mata sudah membasahi pipi.
“Apa pria itu tentang kehamilanmu?” Gina lebih lanjut bertanya.
Jolie mengangguk. “Dia tidak mau bertanggung jawab—”
“Siapa pria yang sudah melakukan hal jahat ini padamu, Jolie?” Darrol merasa sudah kesabaran. Sehingga dia tak peduli mendesak putrinya.
Jolie yang tertunduk telah memutuskan tidak akan memberitahu. Bisa bahaya jika dia menceritakan semuanya. Hubungan orang tuanya dengan keluarga Bryan akan rusak. Orang tuanya masih membutuhkan bantuan bisnis dari kakak ipar Bryan. Yang artinya jika Jolie memberitahukan segalanya, bisnis dan pekerjaan orang tuanya bisa terkena imbas. Jolie tidak ingin menghancurkan segala kerja kerasa orang tuanya. Bagi Jolie cukup dia yang hancur sendirian.
“Daddy dan Mommy menyayangiku, ‘kan?” Jolie tersenyum manis membujuk.
Beruntungnya Gina menyadari sikap Jolie. Wanita paruh baya itu menggenggam tangan Darrol, melayangkan sebuah kode untuk tenang memahami putri mereka.
“Apa rencanamu, Jolie?” tanya Gina dengan lembut.
“Aku akan melahirkan dan merawat anak-anakku sendirian. Mereka tidak bersalah, jadi aku mohon restui keputusanku,” pinta Jolie dengan penuh ketulusan.
~ Enam tahun kemudian ~Mata abu-abu Bryan yang terlindungi kacamata melirik kehadiran seseorang. Pria itu merasa kesal karena pekerjaan yang hampir selesai dikerjakan jadi tertunda. Namun, kehadiran seseorang itu malah menyadarkan Bryan yang tenggelam dalam pekerjaan. Cahaya bohlam yang menerangi ruangan kerja itu memberi tahu Bryan bahwa malam telah menyapa.“Sekarang sudah jam sembilan malam, Tuan Bryan. Apa Anda yakin tidak mau pesankan makan malam?”Bryan menghela napas, kemudian menenangkan punggungnya yang lama menegang pada sandaran kursi yang diduduki.Saat tengkuk lehernya merasa nyaman bersandar, bola mata abu-abunya terbenam oleh kelopak mata yang terpejam. Pria tampan itu bukan berusaha merengkuh ketenangan, melainkan memikirkan hal lain yang akan dilakukannya.“Tidak perlu, aku ingin pulang,” ucap Bryan yang sudah membuka mata, tetapi tak menoleh pada seseorang yang berdiri di depan meja kerja.“Apa Anda akan pulang ke rumah atau ke tempat biasa, Tuan Bryan?”Bryan meneg
Jolie menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dari mobil yang dinaiki. Matanya terpejam, benar-benar melepaskan segala lelah yang diperoleh seharian itu. Seolah-olah dalam seharian itu Jolie tak memiliki waktu untuk sekadar bersantai singkat. Jika diilustrasikan, dia bagaikan robot yang bergerak aktif tanpa henti.Selama enam tahun belakangan itu Jolie sengaja bekerja aktif. Selain klinik kecantikan yang memiliki kemajuan pesat, dia melebarkan sayap bisnisnya dengan mengeluarkan produk perawatan kulit wajah, tubuh beserta make-up.Menggunakan merk dagang Doctor Jolie, dokter estetika itu mampu bersaing dengan merk dagang yang lainnya. Produk yang dijual mencakup segala usia dan kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bahkan setiap Jolie mengeluarkan produk baru, tidak sampai satu hari produknya habis terjual.Namanya semakin terkenal, sehingga hampir setiap hari Jolie banyak menerima tawaran mengisi sebuah talkshow on air ataupun off air. Kesibukan Jolie semakin bertambah ketika
Saat belum mendapatkan jawaban, Jolie cepat berinisiatif pergi mengambil kunci cadangan. Dia tidak bisa berdiam diri sembari memanggil-manggil Zoey. Baru beberapa langkah berjalan pergi, Jolie diinterupsi oleh suara pintu yang terbuka. Dia langsung menoleh dengan tubuh gemetaran cemas, sementara mata biru keabu-abuan miliknya telah membulat sempurna. Entah harus lega ataupun terkejut, Jolie tak bisa berkata-kata melihat keadaan Zoey yang berdiri di ambang pintu.Kembaran Jayden itu muncul dengan ekspresi bingung. Lebih tepatnya, Zoey Harper—putri sulung Jolie itu menunjukkan ekspresi tak bersalah. Berbanding jauh dari yang dikhawatirkan, Zoey seperti tidak mengalami apa pun. Wajah cantiknya sedang terselimuti masker cokelat, sementara bibirnya agak basah karena memakai pelembab bibir yang sedikit membuat pucat di kulit bibirnya.“What happend, Mom?” tanya Zoey terheran.“Apa yang kau lakukan di dalam?” Jayden bersuara tak sabar.“Hei, Jayden! Aku ini kakakmu! Sudah berulang kali aku k
Semalaman Jolie tak bisa tidur setelah mendapatkan kabar buruk. Padahal tubuhnya sudah sangat lelah, tulang-tulangnya seperti remuk dan ingin sekali beristirahat. Setiap kali matanya ingin terpejam, masalah yang menyakitkan pikiran terus berputar-putar. Rasa pusing di kepala pun semakin terasa menyakitkan dan membuat tak nyaman. Ahasil, Jolie mempercepat diri ke kantor setelah mengantar anak-anaknya ke sekolah.“Perkiraan kerugian yang kita alami adalah sekitar satu juta poundsterling.”Di ruangan kerja, mata Jolie terpejam rapat ketika mendengarkan penjelasan Stephanie. Jolie benar-benar lemas menghadapi fakta menyakitkan itu.“Legal manager juga ikut terlibat. Bahkan, beliau yang mendalangi semuanya.”Jolie menghela napas kasar. “Dia beralasan mengambil cuti panjang, tetapi dia melakukan ini semua di belakangku. Padahal aku sudah begitu baik dengannya, aku sampai menaruh kepercayaan penuh padanya yang menyangkut legalitas hukum klinik dan perusahaan.”Sangat menyakitkan dikhianati o
Bryan tidak bisa mengubur rasa penasarannya terhadap Zoey. Mata abu-abunya sampai tak lepas mengawasi gadis kecil itu, Bryan sempat beberapa kali tak fokus ketika berbicara pada kepala sekolah beserta staff sekolah yang mendampingi.Harper? Bryan bersikeras berpendapat bukan hanya keluarga wanita itu saja yang memakai nama belakang serupa. Sayangnya, semakin keras Bryan meyakinkan diri, semakin besar pula keinginannya bertanya-tanya langsung pada gadis kecil itu.Pria tampan itu meminta langsung pada kepala sekolah untuk mengatur dirinya berbicara santai dengan Zoey tanpa diganggu oleh siapa pun. Meski sempat menaruh curiga, kepala sekolah dan wali kelas akhirnya mau mengatur tempat di taman sekolah.Bryan duduk berhadapan dengan Zoey yang tak bosan tersenyum manis. Mata abu-abunya tajam memindai Zoey, benar-benar tak ingin keliru menatap gadis kecil yang tak kenal takut itu.“Siapa namamu tadi? Zoey Harper?” Bryan berbicara tenang.Zoey mengangguk. “Kenapa Tuan ingin bertemu denganku
“Nyonya Jolie?! Anda sudah datang?”Jantung Jolie hampir terlonjak kaget akibat seruan lembut yang menginterupsi. Pandangan matanya langsung berpaling, seketika menatap wali kelas putrinya.“A-ah, Miss. Y-ya?” Jolie menyahut gugup.“Sebelumnya saya minta maaf. Anda pasti sangat terkejut.”Jolie masih belum sepenuhnya fokus pada permasalah semula yang mengantarnya ke rumah sakit itu. Keberadaan Bryan di depan mata membuat Jolie tidak bisa berpikir jernih.Bagaimana bisa pria itu ada di sana? Apa yang dilakukan pria itu di sana? Bagaimana bisa Bryan menemani Zoey? Batin Jolie masih sibuk menerka-nerka, sehingga dia tidak peduli pada keadaan sekitar. Matanya masih saja tertarik menatap Bryan dengan segala ketenangannya. Seolah-olah sosok Bryan bagaikan sosok menakutkan yang tak boleh lepas dari pandangan mata, yang sewaktu-waktu bisa mengancam ketenangan yang sudah setengah mati Jolie rengkuh.“Nyonya? Anda mendengar saya?”Tak hanya dari seruan lembut, sentuhan lembut di lengan Jolie da
“Kanker darah stadium 4?”Anggukkan lemah Jolie menjawab Gina yang terduduk lemas di sebelah. Jolie tak bisa menyembunyikan kondisi Zoey. Setelah memindahkan Zoey ke rumah sakit lain, dia langsung menghubungi orang tuanya.Gina maupun Darrol berekasi sesuai prediksi. Mereka terkejut, seketika langsung datang ke rumah sakit. Gina sendiri tak menahan kesedihan ketika kedatangannya disambut putri tunggalnya. Dia memeluk Jolie, membelai-belai penuh kasih sayang pada putrinya. Gina tak menahan air mata melihat situasi rumit putrinya yang tertimpa masalah bertubi-tubi.Di depan kamar inap Zoey, Gina menghibur putrinya yang memucat dengan wajah penuh beban.“Aku memindahkan Zoey ke rumah sakit ini berkat saran dari Andreas.”“Andreas? Yang kau maksud Andreas Ramsey?” meski terkejut, Gina merasa lega. Karena seseorang yang dimaksud merupakan sosok familiar yang menekuni profesi kedokteran pada kasus penyakit Zoey.Jolie berdehem ringan. “Kami sedang lunch saat Miss-nya Zoey menghubungiku. Dia
Andreas duduk termenung di ruangannya. Dia tak fokus pada tablet PC di genggaman, di mana layarnya yang semula menyala sudah padam. Pandangan matanya lurus ke arah tablet PC, tetapi terlihat sangat kosong. Begitu menjelaskan jika pikirannya sedang tidak menyatu dalam posisi tubuh.Dokter single itu masih dihantui rasa penasaran terhadap pernyataan Bryan. Dia menyesal tidak bisa menahan Bryan yang terpaksa pergi karena urusan lain. Bahkan Andreas tidak diberi kesempatan menagih penjelasan lebih dari Bryan.Siapa wanita yang dimaksud Bryan?Jika wanita itu merupakan orang tua dari pasiennya, Andreas cukup kesulitan menebak-nebak. Bukan hanya satu atau dua orang orang tua pasiennya yang berprofesi sebagai dokter. Andreas sering menangani pasien yang berasal dari kalangan dokter.Bryan sangat pemilih. Andreas juga mengetahui Bryan selalu berhati-hati dalam setiap kenakalan yang dilakukan, sehingga tidak menimbulkan sesuatu yang menghubungkan Bryan dengan wanita-wanita itu.“Andreas?”Suar