Share

Bab 5. Terbayang-bayang

Jolie terpaku menatap Bryan. Mata indahnya tak berkedip, seperti tak ingin melewatkan ekspresi di wajah Bryan. Tanpa peduli buliran air mata mulai menggenangi, Jolie bersikeras mengabadikan ekspresi Bryan yang tenang tak bersalah.

Di dalam keheningan diri itu Jolie mencoba menggali-gali alasan dia menyukai pria yang masih menyentuh pipinya. Bahkan sampai detik itu Jolie tak memercayai diri yang salah menyukai Bryan. Lebih tepatnya Jolie mencintai Bryan hingga rasanya sangat menyakitkan.

“Apakah begitu susah buat kamu melihat aku?” suara parau Jolie yang gemetaran telah memecahkan keheningan.

Bryan tersenyum sinis. “Apa maksudmu?”

“Aku menyukaimu, Bryan,” tegas Jolie menekankan.

“Jolie ... enough!” Bryan setengah menggeram karena kesal, tangannya di pipi Jolie sampai hampir mengepal. “Aku tidak suka mengatakan hal yang sama. Tapi, melihatmu yang keras kepala ... baiklah. Aku tidak menyukaimu, Jolie Harper.”

“Aku mencintaimu, Bryan.” Jolie menjawab dengan sangat keras kepala.

“Kau ingin aku percaya? Kau pikir dengan kau mengatakan itu aku bisa luluh padamu?” Bryan mengulas tawa yang menambah penghinaan atas pernyataan Jolie. “Sebelum kau, sudah banyak mengatakan hal serupa. Persetan dengan cinta, Jolie! Tidak ada cinta di dunia ini!”

Air mata yang menggenang jatuh membasahi pipi, bersamaan dengan itu Jolie menyadari bahwa dia benar-benar salah menilai Bryan. “Aku ingin bertanya untuk yang terakhir.” Jolie berhenti sejenak demi mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan. “Jika kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan? Kalau kau sehancur aku, apakah kau tetap tidak memahami posisiku saat ini?”

Bryan masih dipenuhi perasaan tenang yang sama, tanpa ada rasa simpati seujung kuku terukir di hati melihat Jolie yang gemetaran menangis. “Aku tidak akan pernah melakukan kesalahan sebodoh itu. Aku tidak membiarkan hidupku hancur karena hal tidak penting seperti ini.”

Bryan berpaling dari Jolie tanpa peduli setajam apa mulutnya kembali melukai hati Jolie. Pria tampan itu meminta selembar cek kosong dari pria membisu sejak tadi, lalu dengan santainya Bryan kembali duduk di sofa yang tadi dia duduki.

“Aku akan memberimu uang kompensasi dari masalah ini—”

“Bryan, kau juga harus berjanji padaku.” Ketika menyela, sudah tidak lagi sosok lemah yang Jolie tunjukkan. Sebaliknya, Jolie terlihat kuat dengan tidak ada air mata yang jatuh dari mata indahnya. “Kau tidak boleh menuntut apa pun dari anak-anak yang ada di rahimku. Kau tidak berhak atas anak-anakku. Kau bukan ayah dari anak-anakku.”

Bryan terdiam mendengar ucapan lantang Jolie di balik air mata perempuan itu.

***

Setibanya di penthouse, Bryan melepaskan tiga kancing teratas kemeja dengan gerakan kasar. Pria tampan itu merasa panas, padahal suhu udara di ruangan telah diatur dingin. Kakinya melangkah cepat menuju meja bar. Gelas kristal yang diambil langsung terisi brandy kemudian ditengguk habis tanpa sisa.

“Perempuan yang keras kepala! Awas saja kalau nanti dia berubah keputusannya! Aku tidak akan mengampuninya mau dia itu berhubungan baik dengan kakak ipar!” Bryan menggerutu kesal, sampai-sampai setengah membanting gelas kristal ke atas meja. Dia merasa terhina atas sikap Jolie, sehingga dia diselimuti rasa kesal yang luar biasa.

Setelah menawarkan bantuan kurang ajarnya kepada Jolie, Bryan menawarkan hal lain yang serupa dilakukannya ketika mengusir wanita-wanita dari kehidupannya. Bryan menawarkan sejumlah uang bernilai fantastis agar Jolie sepakat mau tutup mulut.

Bryan benar-benar salah menilai Jolie. Jolie tidak sama dengan wanita-wanita mata duitan di kehidupan Bryan. Pria tampan itu dibuat kesal oleh Jolie yang merobek-robek dokumen kesepakatan itu. Awalnya, dia menilai Jolie hanyalah perempuan naif yang mudah terpengaruh oleh sikap manis dan kata-kata. Namun, Bryan tidak menyangka Jolie memiliki sisi keras kepala yang melebihi sikap Bryan sendiri.

Selain perawan pertama yang berhasil dinikmati olehnya, Jolie juga merupakan gadis pertama yang mengguncang pikiran Bryan. Percintaan malam panas itu benar-benar melekat di ingatannya. Jolie yang mengerang manis sangat sayang dilupakan. Jolie yang menggeliat erotis masih terekam sempurna di ingatan, malah hanya dengan memikirkannya sudah menstimulus gairah Bryan.

Bahkan, Bryan mengingat jelas setiap lekuk tubuh indah Jolie. Bryan sampai ketagihan, dia merasa tidak puas menikmati tubuh Jolie walau sudah berulang-ulang kali memuaskan gairah.

“Perempuan sialan!” Bryan menggumam sendiri.

“Perempuan mana yang kau maksud, Baby?” suara serak berbisik dari belakang.

Gerakan lembut dari dua tangan telah merayap ke dada Bryan. Di punggungnya, telah menempel si kembar sintal yang menggoda beserta bibir yang menebarkan ciuman-ciuman merayu.

Itu adalah wanita seksi yang diperuntukkan menemani Bryan malam itu. Namun, Bryan tak merasakan sensasi apa pun dari setiap sentuhan wanita itu. Bryan membalikkan badan. Mungkin dengan cara beradu tatap, Bryan bisa meresapi sentuhan itu dan melupakan segala kekesalan.

Kesimpulan itu dijawab berbeda. Di matanya, Bryan melihat sosok Jolie yang manis dan menggoda.

“Perempuan mana yang kau temui sebelum pulang?” Wanita itu berbisik, dia menjijit berusaha mencapai bibir Bryan.

“Aku tidak ingin melakukannya malam ini.” Bryan menolak, dia mendorong bahu wanita itu setelah sadar pikirannya yang kacau karena Jolie.

“Ada apa denganmu, Bryan? Kau memintaku datang malam ini. Aku rela terbang dari New Yok demi menemani dirimu malam ini.”

Mata abu-abu Bryan berkilatan tajam menusuk ke mata wanita itu. “Kau tuli, ya? Aku tidak ingin melakukan apa pun denganmu. Sebaiknya kau pergi dan kembali lagi ke New York malam ini juga.”

“Aku ingin menemanimu, Bryan.”

“Jika kau masih ingin hidup tenang, sebaiknya kau tidak membantahku, Dena Osborne. Kau masih peduli dengan karirmu, ‘kan?”

Bryan langsung pergi tanpa permisi setelah puas mendikte wanita seksi yang berusaha menggoda. Pria tampan itu mengunci diri di kamar tidurnya tanpa memberi kesempatan wanita seksi itu bisa masuk.

***

Butuh beberapa hari bagi Jolie menata perasaannya. Jolie semakin tak karuan mengalami pusing dan mual yang berkepanjangan. Seolah-olah dua calon anaknya sedang menghukumnya karena tak akur dengan sang ayah biologis.

Ditambah lagi kemarin Jolie didatangi Glenn yang mengetahui kehamilannya. Pria yang datang bersama istrinya itu sangat emosional, dia mendesak Jolie mau memberi tahu pria jahat yang menghancurkan Jolie. Agar dia bisa menggeret pria itu dan mendesak mau bertanggung jawab.

Keputusan Jolie tetap sama, tanpa diminta oleh Bryan atau dipaksa oleh siapa pun Jolie tidak akan memberitahukan bahwa pria itu adalah Bryan McKinney.

Pagi itu Jolie kembali absen dari rutinitas di klinik ataupun pekerjaannya. Dia datang ke rumah orang tuanya untuk memberi tahu mengenai kehamilan itu. Dia cukup beruntung. Pusing dan mual yang dialami entah mengapa bisa diajak bekerjasama. Walau tidak banyak, Jolie bisa menikmati sarapan pagi bersama orang tuanya.

“Apa kau sedang diet belakangan ini? Putriku semakin kurus.” Darrol Harper—ayahnya Jolie terang-terang memperhatikan.

“Apa aku jelek ketika semakin kurus?” Jolie bercanda menanggapi, suara terdengar manja. Hal itu biasa Jolie lakukan ketika bersama orang tuanya.

“Kau selalu cantik, Sweetheart.” Gina Harper—ibunya Jolie menyahuti manis. “Tapi ... apa kau baik-baik saja? Kau sedikt pucat? Ah, tidak! Menurutku kau sangat pucat.”

Jolie bergeming sesaat menatap orang tuanya. Dia juga memperhatikan suasana di meja makan yang mendukung keputusannya saat itu.

Setelah beberapa saat menimbang-nimban, Jolie mengambil tas miliknya yang diletakkan pada kursi di sebelahnya. Perempuan cantik itu mengambil sesuatu di dalam kemudian mengeluarkannya. Sebuah kertas berukuran segi empat Jolie letakkan tepat ke tangan Darrol yang berada di atas meja.

Tidak perlu diberitahukan pun Darrol itu kertas itu adalah lembaran print USG sebuah kehamilan. Di sana juga terdapat keterangan nama pasien dan usia janin.

Hanya saja beberapa saat Darrol merasa naif atas situasi itu. Darrol menatap bingung pada putrinya. Akan tetapi dia teralihkan pada Gina—istrinya yang menghampiri penuh kecurigaan atas sikap diamnya.

“Aku sedang hamil.” Jolie memberikan penjelasan singkat sebelum orang tuanya berbicara. “Sebulan lalu aku melakukan kesalahan fatal dengan pria yang aku kenal. Aku tidak mabuk, aku sadar melakukan hal itu dengan dia. Dia sudah mengingatkan aku untuk segera meminum obat pencegah kehamilan yang diberikannya. Tapi, aku mengabaikan karena aku terlalu kecewa padanya. Aku berpikir kehamilan ini tidak akan terjadi karena dia pasti sudah berhati-hati.”

Gina terduduk lemas di kursinya setelah mendengarkan penjelasan putri tunggalnya. Sementara matanya menatap lemah dengan buliran air mata yang menggantung.

“Jolie, kau tidak bercanda?” tanya Gina tersendat-sendat.

Jolie menggeleng lemah. “Beberapa hari lalu aku pingsan saat bertemu dengan Rebecca. Dia membawaku ke rumah sakit dan dia orang pertama yang mengetahui hal ini.”

“Kenapa kau tidak memberi tahu kami, Jolie?” Darrol merasa kecewa, tetapi suaranya sangat lembut tak melukai hati Jolie.

“Aku tidak ingin membuat Daddy dan Mommy kepikiran. Aku ingin memberitahu kalian dengan baik-baik seperti ini.” Suara Jolie terdengar parau karena air mata sudah membasahi pipi.

“Apa pria itu tentang kehamilanmu?” Gina lebih lanjut bertanya.

Jolie mengangguk. “Dia tidak mau bertanggung jawab—”

“Siapa pria yang sudah melakukan hal jahat ini padamu, Jolie?” Darrol merasa sudah kesabaran. Sehingga dia tak peduli mendesak putrinya.

Jolie yang tertunduk telah memutuskan tidak akan memberitahu. Bisa bahaya jika dia menceritakan semuanya. Hubungan orang tuanya dengan keluarga Bryan akan rusak. Orang tuanya masih membutuhkan bantuan bisnis dari kakak ipar Bryan. Yang artinya jika Jolie memberitahukan segalanya, bisnis dan pekerjaan orang tuanya bisa terkena imbas. Jolie tidak ingin menghancurkan segala kerja kerasa orang tuanya. Bagi Jolie cukup dia yang hancur sendirian.

“Daddy dan Mommy menyayangiku, ‘kan?” Jolie tersenyum manis membujuk.

Beruntungnya Gina menyadari sikap Jolie. Wanita paruh baya itu menggenggam tangan Darrol, melayangkan sebuah kode untuk tenang memahami putri mereka.

“Apa rencanamu, Jolie?” tanya Gina dengan lembut.

“Aku akan melahirkan dan merawat anak-anakku sendirian. Mereka tidak bersalah, jadi aku mohon restui keputusanku,” pinta Jolie dengan penuh ketulusan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status