“Sudah aku katakan jangan ganggu aku, Pria Sialan—” Mulut Jolie seketika tertutup rapat setelah menumpahkan segelas cocktail. Gadis cantik itu terpaku kaku pada pria tampan di sebelah yang kemejanya telah basah.
“P-Paman Bryan! M-maafkan aku!” Jolie terlonjak dari kursi—meja bartender. Spontanitas jemari Jolie membasuh kemeja basah itu tanpa berpikir tindakannya hanya sia-sia.
Jolie benar-benar tidak menyangka melakukan kesalahan fatal. Gadis cantik berambut blonde bersinar itu hanya ingin tenang menikmati segelas cocktail di lounge bar bertempat di hotel bintang lima. Akan tetapi, keinginannya itu terhalangi oleh beberapa pria yang datang mengganggu.
Mereka menggoda Jolie, jemari mereka begitu lancang ingin menyentuh lenganya. Sehingga gadis cantik itu bertekad akan menumpahkan segelas cocktail yang belum dinikmati itu kepada pria pengganggu itu. Namun ternyata dia malah menumpahkan cocktail-nya pada pria yang tak asing baginya. Pria tampan itu merupakan alasan utama Jolie berada di lounge bar itu.
Jolie menyukai pria itu sejak pertemuan pertama mereka beberapa bulan lalu. Wajahnya tampan, tubuhnya gagah. Pembawaannya tenang, walau cenderung dingin. Hal itu yang membuatnya sulit melupakan sosok pria tampan bernama Bryan—tanpa peduli sosok Bryan yang merupakan banker kaya raya di Amerika.
Jolie pernah secara terang-terangan menunjukkan perasaan sukanya terhadap Bryan. Namun, Bryan menanggapi dingin seolah tidak peka terhadap sikapnya. Pun dia juga telah berniat mengubur perasaannya setiap kali Bryan kembali ke Amerika. Akan tetapi, rasa sukanya semakin bertambah setiap kali pria tampan itu kembali ke London—dan mereka bertemu di acara keluarga, di mana Jolie memiliki hubungan akrab dengan keluarga kakak ipar Bryan.
Entah alasan apa yang membuat Bryan masih belum melirik Jolie. Padahal Jolie merupakan sosok cantik—idaman para pria. Jolie Harper memiliki postur tubuh ideal seperti seorang model. Kulit putihnya begitu menyatu dengan rambut blonde-nya yang bersinar. Dia memiliki bola mata indah, biru yang keabu-abuan.
Gadis cantik berusia 29 tahun itu juga bukan dari keluarga sembarangan. Kedua orang tuanya merupakan dokter yang cukup terkenal di London. Jolie sendiri merupakan dokter estetika yang memiliki klinik kecantikan.
Namun, kenapa Bryan itu menghampirinya? Bukankah selama ini dia diabaikan? Batin Jolie bertanya-tanya di tengah kepanikan dan jantung yang berdebar kencang.
“Aku mengganggumu sampai membuatmu marah.” Bryan segera mengekang jemari Jolie dengan cara memegang pergelangan tangan gadis cantik itu. “Aku melihatmu sendirian, jadi aku berniat ingin menyapamu,” lanjutnya menjelaskan.
Jolie menggeleng lemah. “Beberapa pria menggangguku sejak tadi. Aku pikir Paman Bryan—”
“Panggil aku dengan namaku. Aku jadi terlalu tua kau memanggilku seperti itu.” Bryan mendikte tegas, begitu tidak suka Jolie memanggilnya dengan sebutan itu.
“Aku pikir kau adalah pria-pria yang ingin menggangguku, Bryan.” Jolie langsung menggigit kecil bibir bawahnya setelah berani berkomunikasi akrab.
Bryan mengulas senyuman menawan yang tertangkap manis di mata biru-keabuan milik Jolie. Tangannya yang menganggur secara mendadak terangkat dan menyentuh sisi pipi Jolie.
Jolie tak marah pada Bryan yang membelai penuh kelembutan di kulit pipinya. Sebaliknya, Jolie meraih kebahagiaan atas perasaannya yang terbalas. Meski tak mengingat jelas kemarin malam dia bermimpi apa, Jolie meyakini dia mengalami mimpi sangat indah.
“Kau sangat menarik, sampai mereka sangat terpesona padamu. Seharusnya jangan ke sini sendirian.” Suara berat Bryan berkata demikian.
Wajah cantik Jolie telah terselimuti semburat rona merah yang tidak dapat disembunyikan. Sesaat Jolie terhenyak, tapi tak lama bibirnya merah menggoda terbuka.
“Kalau begitu, apa kau mau menemaniku?” Jolie tidak peduli bagaimana nanti Bryan menolak. Baginya merupakan kesempatan langka yang mungkin tidak akan didapatkan lagi. “Aku ... aku ingin bertanggung jawab atas pakaianmu yang basah,” lanjutnya menekan.
Bryan menyeringai manis. “Aku menginap di hotel ini. Kau temani aku mengganti pakaian sebentar?”
Kelima jemari kanan Bryan langsung menenggelamkan jemari Jolie ke dalam genggamannya setelah gadis cantik itu mengangguk setuju. Dengan lembut pria tampan itu menarik Jolie beranjak dari tempat itu.
Saat memasuki ke dalam lift, Jolie diserang kegelisahan. Udara di dalam terasa panas sampai membuatnya merasa gerah. Dia merasa tak tenang saat jantungnya berdebar kencang yang membuatnya gugup. Bahkan hal itu berlanjut ketika mereka berjalan melewati lorong-lorong mewah
“Aku hanya akan mengganti pakaianku. Jadi, kau tidak perlu gugup,” ucap Bryan di depan suite room.
Sindiran Bryan begitu mengena, seolah dia memahami betul keadaan Jolie tanpa harus diberi tahu. Namun, sindiran itu menyadarkan Jolie untuk memberitahukan sesuatu yang tidak disalahpahami nantinya oleh Bryan.
“Harusnya kau sadar saat aku mengatakan aku marah diganggu oleh pria-pria di lounge bar tadi.” Jolie mulai menyuarakan isi hatinya.
“Kau mabuk? Sudah berapa gelas kau minum?” sahut Bryan dengan nada mengejek.
“Aku menyukaimu, Bryan.” Jolie bertindak nekat karena desakan frustrasi. “Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Entah kau tahu atau berpura-pura tidak tahu, aku selalu menunjukkan rasa suka ini kepadamu.”
“Jolie—”
“Aku tidak sedang mabuk. Jadi, dengarkan perkataanku ini baik-baik.” Jolie menarik napasnya sangat dalam, kemudian bibir terbuka untuk kembali bersuara. “Aku menyukaimu. Aku tidak butuh jawaban dari dirimu untuk saat ini. Aku hanya ingin tidak menyesal dan aku ingin kau tahu bahwa aku menyukaimu.”
Jolie tak lagi membuka mulut setelah berani menyatakan perasaannya. Dia bersikeras untuk tenang demi menunjukkan keseriusan atas perasaannya. Tanpa diperhatikan secara jelas oleh Jolie, saat itu Bryan telah berhasil membuka pintu suite room. Satu kakinya telah samar-samar menahan pintu agar tidak tertutup.
“Aku juga tidak ingin menyesal, Jolie.”
Jolie tak diberi kesempatan menanyakan maksud ucapan Bryan. Dia ditarik ke dalam suite. Gadis cantik itu didorong ke dinding dengan tekanan Bryan yang tak bisa Jolie lawan.
Matanya melirik ke arah pintu yang ditutup kasar. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama oleh Bryan yang mengangkat dagunya, memberi tekanan di sana sampai membuat bibir Jolie terbuka. Tampak mata indah Jolie berbinar panik ketika bibir Bryan menelan bibir atasnya.
Jolie terdiam, sibuk menyadarkan diri atas kehangatan bibir Bryan yang begitu nyata. Jantungnya semakin berdebar kencang ketika lidah Bryan menerobos masuk ke dalam mulut Jolie, mengajari lidahnya kepada ciuman menakjubkan.
Alis Jolie berkerut, berkedut dan wajahnya bergetar. Kehangatan bibir Bryan telah berpindah ke tempat lain. Bibir Bryan yang basah dan agresif telah nyaman menjelajahi leher Jolie. Lidahnya menjulur tanpa malu, kemudian tanpa ragu Bryan mengisap di sana sampai meninggalkan bekas merah.
“Ahh ... Bryan.” Jolie gemetar menarik napas. “Itu sangat menyakitkan,” lanjutnya mengadu.
Bryan terpaku di leher Jolie yang begitu candu dinikmati sendiri. Wajah tampannya terangkat menatap Jolie yang memerah—kalah dalam permainan agresifnya.
“Aku hanya menggigit sedikit.” Bibir Bryan bergesekan di bibir Jolie yang ranum.
“Tapi itu sangat menyakitkan. Aku belum pernah seperti ini,” jawab Jolie pelan.
Bryan terdiam sejenak dalam pikirannya. Pria tampan itu meraup tubuh Jolie ke dalam gendongan tanpa meminta izin, dan hal itu menimbulkan tanya di hati Jolie.
Bryan membawa Jolie ke dalam kamar tidur yang ada di suite room itu. Apakah pria itu akan melakukan hal-hal lain lebih dari ciuman yang sebelumnya? Apa diamnya Bryan karena kecewa pada Jolie yang mengaku jujur?
Jolie tak mampu menanyai sampai tubuhnya dibaringkan ke ranjang tidur. Dia hanya terdiam menatap Bryan melepaskan kemeja yang dibuat basah, hanya membisu melihat Bryan yang bertelanjang dada—sedang memposisikan menindih nyaman di atas tubuhnya.
Jolie memejamkan mata saat Bryan mencium memar di lehernya. Gadis cantik itu menggeliat dibuat Bryan yang semakin ke bawah menikmati kulit manisnya.
“Bryan!” Jolie terpaksa menangkap wajah Bryan, dia mengangkat wajah tampan itu kemudian didikte untuk menatap ke wajahnya. “Apa yang akan kita lakukan?”
Bryan tersenyum manis. “Melakukan hal-hal intim oleh dua orang yang saling menyukai.”
“M-maksudmu?” Jolie terbata di bawah tindihan Bryan.
Sejujurnya Bryan ingin sekali mengabaikan dan melanjutkan keinginannya. Dia juga merasa bingung pada pikirannya yang kacau malam itu. Akan tetapi dia memilih bersabar menghadapi Jolie yang dinilai berpura-pura manis.
“Aku menyukaimu dan kau menyukaiku. Aku hanya ingin merayakan perasaan kita lebih cara yang lebih intim. Malam ini aku tidak ingin menyesal, Jolie.” Bryan mengerahkan sisa kesabaran yang dimiliki.
“Kau mungkin menilai aku naif, tapi ini pertama kali aku melakukan hal seperti ini.”
“Aku akan pelan-pelan melakukannya.”
Bryan berpura-pura memercayai pengakuan Jolie. Dia melanjutkan keinginannya melumpuhkan Jolie ke dalam permainan gairah. Pria tampan itu menilai Jolie serupa dengan perempuan yang pernah ditiduri olehnya. Selalu bersikap manis dan malu-malu, seolah-olah itu adalah pengalaman pertama.
Sayangnya, pendapat itu dipatahkan ketika Bryan berhasil merenggut hal paling berharga di diri Jolie. Dia terkesiap melihat darah segar mengalir dari sana dan menodai seprai putih yang mengalasi.
Bukannya berhenti, Bryan melanjutkan kenikmatan yang membuai seluruh pikiran. Darah segar dan keindahan Jolie yang mengerang manis malah membangkitkan gairah Bryan untuk bertindak sedikit liar.
Pria tampan itu tidak sedang mabuk, tapi pikirannya tenggelam dalam alkohol yang kehilangan fungsi. Tidak peduli bagaimana kacaunya Jolie menyelami pengalaman pertamanya, Bryan memilih bergoyang guna mencapai klimaks-klimaks yang lainnya. Malam itu penuh kekacauan yang manis—yang tidak boleh disia-siakan.
***
Suara percakapan seseorang membangunkan Jolie dari tidurnya yang cukup nyenyak. Matanya yang indah telah terbuka, disambut cahaya matahari yang masuk dari tirai jendela. Rasa sakit, lelah dan perih yang tak terampuni menghalangi Jolie untuk terbangun. Butuh beberapa saat Jolie menstabilkan tubuh hingga duduk di atas ranjang. Di saat itu pula Jolie disajikan pemandangan kacau dari pakaian-pakaian yang berantakan. Kemarin malam bukan mimpi. Semua itu terjadi nyata sampai membekas sempurna di memori ingatan dan tubuhnya.
Tapi, ke mana perginya pria yang mengajak Jolie kelelahan sampai dini hari?
Saat memutuskan beranjak turun dari ranjang, Jolie dipukul rasa sakit yang luar biasa. Hanya saja, dia berusaha meredam rasa sakit itu karena dorongan rasa penasaran. Kemeja hitam milik Bryan di lantai menjadi pilihannya untuk menyelimuti tubuhnya yang bertelanjang. Kakinya tak menggunakan alas sedang mengendap di atas lantai, berusaha tak menimbulkan suara ketika ingin mendekati pintu yang terbuka kecil.
Pria yang dicari-cari sedang melakukan panggilan telepon di ruangan tamu suite room itu. Berbanding terbalik dengan Jolie, Bryan sudah berpakaian rapi dan tampak segar.
“Aku berhasil menidurinya. Jadi, jangan lupakan hadiah taruhan kemarin malam.”
Jolie terdiam, sementara sesaat napas berhenti akibat terkejut menguping pembicaraan Bryan.
“Sudah aku katakan, aku tidak akan bernasib seperti kalian. Aku pasti berhasil memenangkan taruhan karena aku adalah Bryan!”
Mata biru—keabuan milik Jolie sudah tergenangi oleh air mata. Tetesannya mulai menggantung di bulu mata yang panjang dan lentik. Sementara itu Jolie sedang berusaha mengatur napas yang sesak karena diserang fakta mengejutkan.
“T-taruhan? Bryan mendekatiku karena sebuah taruhan?” Jolie bergumam rendah dengan napas terputus-putus.
Handphone yang menempel di sisi kiri telinga berakhir dijauhkan setelah menyudahi pembicaraan. Saat itu telah terukir senyuman malu yang tertahan di bibir yang terkulum, sedangkan pikirannya masih tergenangi kenangan panas beberapa jam lalu. Kemarin malam, Bryan benar-benar kehilangan prinisip tentang wanita. Pria tampan berusia 39 tahun itu kehilangan akal dalam kenikmatan erotis yang membuatnya ketagihan.Bryan terkekeh lemah mengingat dirinya mengaku suka pada Jolie. Dia mengejek diri sendiri yang bisa bersikap meyakinkan, padahal penuh kepalsuan. Bagi seorang Bryan McKinney, wanita hanya sebuah permainan dan kesenangan. Menurutnya hal yang biasa pria dan wanita melakukan percintaan seperti kemarin, tanpa perlu memiliki rasa apalagi menjalin sebuah hubungan.Wanita penuh kepalsuan, tidak ada sebuah ketulusan yang melekat pada wanita. Pendapat itu didukung kuat pada setiap wanita-wanita yang berlomba-lomba merangkak ke ranjang tidur Bryan. Sehingga Bryan percaya diri ikut memainkan
Teh panas mulai dingin, dessert-dessert cantik di depan mata sudah tersaji lengkap sesuai pesanan. Namun, Jolie masih bergeming dingin tak berperasaan. Perempuan cantik itu masih belum mau menyentuh apa pun sejak duduk.Rebecca yang duduk bersebrangan telah terheran-heran mengamati Jolie. Dia bingung pada Jolie yang bersikap tak seperti biasa. Dia dan Jolie saling mengenal sejak lama. Hubungan mereka sangat baik, bahkan Rebecca sudah dianggap seperti saudara kandung bagi Jolie.Hubungan mereka semakin tak terputuskan ketika Rebecca menikah dengan pria yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Jolie. Pria itu adalah keponakan dari Bryan—pria jahat yang menghancurkan Jolie.Apa pun yang bersangkutan dengan Jolie, Rebecca sangat peduli. Dia merasakan perubahan sikap Jolie selama sebulan lebih itu. Jolie yang terbiasa ceria dan cerewet tiba-tiba menjadi pediam. Jolie selalu mengurung diri di rumah dan menghindari acara apa pun, baik dari keluarga Jolie maupun keluarga Rebecca.Ayah dan
Jolie menolak memberikan jawaban. Sikapnya itu sangat konsisten, tak peduli seberapa besar Rebecca memaksa. Dia hanya akan menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan dengan kehamilannya.Jolie semakin dingin dan menutup perasaan. Sikapnya yang selalu ceria seolah tak pernah ada, karena sepanjang berada di rumah sakit Jolie lebih tenang menunjukkan sikap dingin tak berperasaan.Rebecca sampai kehilangan akal. Ketika menemani Jolie memeriksakan kehamilannya, Jolie tidak banyak bersuara. Dia hanya terpaku menatap layar monitor—yang di mana terlihat jelas keberadaan janin di rahimnya. Bahkan ketika buliran air mata jatuh membasahi pipi, Jolie tak berekspresi sama sekali.Rebecca berpendapat situasi kehamilan Jolie pasti suatu keadaan yang mengguncang jiwa Jolie. Jolie tidak akan bereaksi seperti itu jika kehamilan itu telah dinanti ataupun direncakan. Selain itu, siapa pria yang bertanggung jawab atas kehamilan Jolie? Rebecca sangat mengenal Jolie. Sahabat baiknya itu tidak memiliki hubunga
Jolie terpaku menatap Bryan. Mata indahnya tak berkedip, seperti tak ingin melewatkan ekspresi di wajah Bryan. Tanpa peduli buliran air mata mulai menggenangi, Jolie bersikeras mengabadikan ekspresi Bryan yang tenang tak bersalah.Di dalam keheningan diri itu Jolie mencoba menggali-gali alasan dia menyukai pria yang masih menyentuh pipinya. Bahkan sampai detik itu Jolie tak memercayai diri yang salah menyukai Bryan. Lebih tepatnya Jolie mencintai Bryan hingga rasanya sangat menyakitkan.“Apakah begitu susah buat kamu melihat aku?” suara parau Jolie yang gemetaran telah memecahkan keheningan.Bryan tersenyum sinis. “Apa maksudmu?”“Aku menyukaimu, Bryan,” tegas Jolie menekankan.“Jolie ... enough!” Bryan setengah menggeram karena kesal, tangannya di pipi Jolie sampai hampir mengepal. “Aku tidak suka mengatakan hal yang sama. Tapi, melihatmu yang keras kepala ... baiklah. Aku tidak menyukaimu, Jolie Harper.”“Aku mencintaimu, Bryan.” Jolie menjawab dengan sangat keras kepala.“Kau ingin
~ Enam tahun kemudian ~Mata abu-abu Bryan yang terlindungi kacamata melirik kehadiran seseorang. Pria itu merasa kesal karena pekerjaan yang hampir selesai dikerjakan jadi tertunda. Namun, kehadiran seseorang itu malah menyadarkan Bryan yang tenggelam dalam pekerjaan. Cahaya bohlam yang menerangi ruangan kerja itu memberi tahu Bryan bahwa malam telah menyapa.“Sekarang sudah jam sembilan malam, Tuan Bryan. Apa Anda yakin tidak mau pesankan makan malam?”Bryan menghela napas, kemudian menenangkan punggungnya yang lama menegang pada sandaran kursi yang diduduki.Saat tengkuk lehernya merasa nyaman bersandar, bola mata abu-abunya terbenam oleh kelopak mata yang terpejam. Pria tampan itu bukan berusaha merengkuh ketenangan, melainkan memikirkan hal lain yang akan dilakukannya.“Tidak perlu, aku ingin pulang,” ucap Bryan yang sudah membuka mata, tetapi tak menoleh pada seseorang yang berdiri di depan meja kerja.“Apa Anda akan pulang ke rumah atau ke tempat biasa, Tuan Bryan?”Bryan meneg
Jolie menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dari mobil yang dinaiki. Matanya terpejam, benar-benar melepaskan segala lelah yang diperoleh seharian itu. Seolah-olah dalam seharian itu Jolie tak memiliki waktu untuk sekadar bersantai singkat. Jika diilustrasikan, dia bagaikan robot yang bergerak aktif tanpa henti.Selama enam tahun belakangan itu Jolie sengaja bekerja aktif. Selain klinik kecantikan yang memiliki kemajuan pesat, dia melebarkan sayap bisnisnya dengan mengeluarkan produk perawatan kulit wajah, tubuh beserta make-up.Menggunakan merk dagang Doctor Jolie, dokter estetika itu mampu bersaing dengan merk dagang yang lainnya. Produk yang dijual mencakup segala usia dan kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bahkan setiap Jolie mengeluarkan produk baru, tidak sampai satu hari produknya habis terjual.Namanya semakin terkenal, sehingga hampir setiap hari Jolie banyak menerima tawaran mengisi sebuah talkshow on air ataupun off air. Kesibukan Jolie semakin bertambah ketika
Saat belum mendapatkan jawaban, Jolie cepat berinisiatif pergi mengambil kunci cadangan. Dia tidak bisa berdiam diri sembari memanggil-manggil Zoey. Baru beberapa langkah berjalan pergi, Jolie diinterupsi oleh suara pintu yang terbuka. Dia langsung menoleh dengan tubuh gemetaran cemas, sementara mata biru keabu-abuan miliknya telah membulat sempurna. Entah harus lega ataupun terkejut, Jolie tak bisa berkata-kata melihat keadaan Zoey yang berdiri di ambang pintu.Kembaran Jayden itu muncul dengan ekspresi bingung. Lebih tepatnya, Zoey Harper—putri sulung Jolie itu menunjukkan ekspresi tak bersalah. Berbanding jauh dari yang dikhawatirkan, Zoey seperti tidak mengalami apa pun. Wajah cantiknya sedang terselimuti masker cokelat, sementara bibirnya agak basah karena memakai pelembab bibir yang sedikit membuat pucat di kulit bibirnya.“What happend, Mom?” tanya Zoey terheran.“Apa yang kau lakukan di dalam?” Jayden bersuara tak sabar.“Hei, Jayden! Aku ini kakakmu! Sudah berulang kali aku k
Semalaman Jolie tak bisa tidur setelah mendapatkan kabar buruk. Padahal tubuhnya sudah sangat lelah, tulang-tulangnya seperti remuk dan ingin sekali beristirahat. Setiap kali matanya ingin terpejam, masalah yang menyakitkan pikiran terus berputar-putar. Rasa pusing di kepala pun semakin terasa menyakitkan dan membuat tak nyaman. Ahasil, Jolie mempercepat diri ke kantor setelah mengantar anak-anaknya ke sekolah.“Perkiraan kerugian yang kita alami adalah sekitar satu juta poundsterling.”Di ruangan kerja, mata Jolie terpejam rapat ketika mendengarkan penjelasan Stephanie. Jolie benar-benar lemas menghadapi fakta menyakitkan itu.“Legal manager juga ikut terlibat. Bahkan, beliau yang mendalangi semuanya.”Jolie menghela napas kasar. “Dia beralasan mengambil cuti panjang, tetapi dia melakukan ini semua di belakangku. Padahal aku sudah begitu baik dengannya, aku sampai menaruh kepercayaan penuh padanya yang menyangkut legalitas hukum klinik dan perusahaan.”Sangat menyakitkan dikhianati o