"Ya, memangnya kenapa? Kalau aku nggak menyukainya, kenapa aku mau menculikmu demi dia?""Dengan kata lain, kamu rela mengorbankan dirimu demi dia dan membalaskan dendamnya padaku?""Apa yang kamu bicarakan?"Alya tidak menatapnya lagi dan menatap ke luar jendela. Dia berkata dengan tak acuh, "Aku ingat apa yang kamu katakan padaku waktu itu. Kamu merasa bahwa di mata orang-orang seperti kamu, kamu nggak memiliki nilai bagi masyarakat."Pupil mata David pun menyusut.Alya melanjutkan, "Apa kamu ingat pertanyaanku waktu itu? Kamu pikir, bagaimana seseorang bisa berkontribusi pada masyarakat? Apa ini jawabanmu?"David pun tercengang di tempatnya.Melihatnya seperti ini, Alya tersenyum dengan mencemooh. "Atau dapat dikatakan, sudahkah kamu menciptakan suatu nilai untuk dirimu? Setelah mendengar teman-teman Hana bahwa akulah yang melukainya, apakah sekali pun kamu mencoba untuk menyelidiki kebenarannya?""Menyelidiki?" David tidak pernah memikirkan hal seperti ini. Siapa sangka Alya akan m
Wulan sedang dioperasi, Reza dan Sinta belum tentu akan segera menyadari dirinya yang menghilang.Meskipun mereka menyadarinya, mungkin mereka tidak akan bisa menemukannya.Sementara itu, Rizki sudah dipancing pergi oleh Hana. Situasi sekarang masih belum jelas, sehingga Alya hanya bisa menyelamatkan dirinya sendiri.Dari pertemuan terakhir mereka, Alya dapat mengingat komentar penuh sarkasme yang diucapkan David. Ditambah dengan perkataannya hari ini, Alya dapat melihat bahwa David sangat peduli dengan pandangan orang-orang terhadapnya.Oleh karena itu, Alya pun mencoba untuk memberi dirinya kesempatan dengan menggunakan pendekatan dari sudut ini.Setelah Alya selesai berbicara, David pun terdiam. Jelas bahwa dia sedang memikirkan masalah ini.Sebelum datang ke sini, dia sangat impulsif. Dia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan tugasnya demi Hana tercinta. Namun setelah mendengar penjelasan Alya mengenai konsekuensinya, David menemukan dirinya merasa ragu.Meskipun dia tidak ingin me
Astrid meliriknya dengan kesal."Kalau aku nggak datang, bukankah kamu ingin membiarkan pelaku penyebab luka Hana ini kabur?"Ketahuan oleh Astrid, raut wajah David pun terlihat agak gelisah. Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Apa hubungannya masalah ini denganmu?""Kenapa nggak ada hubungannya? Aku ini teman baiknya Hana. Kamu saja ingin membalaskan dendam Hana, kenapa aku nggak boleh?"David pun tertawa dengan dingin."Kalau kamu ingin membalaskan dendamnya, jangan gunakan aku. Pergi sana.""Pergi? Itu nggak mungkin."Setelah itu, Astrid mengangkat kakinya ke arah Alya.Ketika dia menendang, raut wajah Alya seketika berubah. Alya hanya sempat meringkukkan tubuhnya seperti bola.Buk!Tendangan Astrid tepat mengenai kaki Alya.Rasa sakit pun datang menyapu.Saking sakitnya, air mata otomatis menggenang di mata Alya."Apa yang kamu lakukan?"Raut wajah David berubah menjadi garang. Dia segera bergegas maju dan menarik Astrid yang hendak menendang lagi. "Kamu sudah gila?"Meskipun A
Perkataan Astrid menyebabkan kening Alya berkerut.Dia ingin merebut apa yang dimiliki Hana? Jelas-jelas Hana tidak pernah memiliki hubungan semacam itu dengan Rizki. Jika tidak, bagaimana mungkin Alya masih terus menyukai Rizki dan berani melakukan pernikahan palsu dengannya.Bukankah karena tidak ada perkembangan dalam hubungan Rizki dan Hana?Memikirkan hal ini, Alya mencibir dan berkata, "Kamu bilang Rizki adalah milik Hana, apa Rizki sendiri yang memberitahumu?""Berhenti keras kepala, Alya. Apakah Rizki adalah milik Hana atau bukan, aku akan segera membuatmu tahu."Setelah itu, Astrid menepis tangan David dan berjongkok di depan Alya."Apa kamu bawa ponselmu?"Astrid mendekat sementara Alya menatapnya dengan waspada."Jangan melihatku seperti itu, ini hanya sebuah tes."Kemudian, Astrid pun membalik tubuh Alya untuk mencari saku di bajunya.Sejak awal, Alya terus mengkhawatirkan perutnya. Dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan oleh Astrid, jadi dia pun memberontak dengan ketakut
Alya menatapnya dengan dingin, matanya tampak tidak acuh. Seolah-olah dia sama sekali tidak memerhatikannya.Melihatnya yang seperti ini, Astrid pun tidak dapat menahan amarahnya dan berkata, "Sampai titik ini, apakah kamu masih mengira dirimu seorang dewi yang suci dan baik hati? Jelas-jelas kamu ingin menjadi istrinya Rizki, tapi kamu masih saja berpura-pura. Kita tunggu dan lihat saja nasibmu nanti.""Aku mau jadi istrinya RIzki atau nggak, apa hubungannya denganmu?" Alya mendengus. "Atau jangan-jangan, sebenarnya kamu juga ingin menjadi istrinya Rizki?"Mendengar ini, wajah Astrid pun memerah dan kata-katanya tersangkut di tenggorokannya."A ... apa yang kamu bicarakan?""Aku hanya asal bicara, kenapa kamu panik? Apa aku benar?"Seluruh wajah Astrid berkerut saking marahnya, seolah-olah ada seekor serangga yang merayap di wajahnya."Alya, jangan sampai kamu menyesal!"Setelah mengatakan itu, Astrid langsung menekan nomor telepon Rizki. Kemudian dia tersenyum dengan penuh kemenangan
Ketika orang di dalam gudang pun melihat ke arah pintu secara bersamaan.Sebelum mereka sempat bereaksi, sekelompok orang segera menerobos masukSeketika, tangan Astrid ditangkap oleh salah satu orang tersebut dan tubuhnya pun ditahan.David juga menerima perlakuan yang sama.Karena banyaknya orang yang masuk, gudang yang sudah penuh dengan debu itu seketika menjadi sesak.Alya refleks memejamkan matanya."Tangkap mereka, lalu bawa mereka keluar!""Ah! Kalian mau apa? Lepaskan aku!"Dengan mata tertutup, Alya dapat mendengar suara Astrid yang memberontak dan berteriak makin menjauh.Apa dirinya sudah selamat? Alya bertanya-tanya di dalam hati. Sekelompok orang tadi sepertinya bukan polisi.Siapa yang telah menyelamatkannya?Ketika tengah merenung, Alya merasa agak pusing. Dia bahkan juga merasa mual.Dia tidak tahu apakah dia merasa seperti ini karena benturan tadi atau karena obat yang sebelumnya.Ketika tangan David menutupi mulut dan hidungnya, dia segera kehilangan kesadaran. Dia t
"Tuan Irfan, selanjutnya kita akan pergi ke mana?"Irfan meliriknya, tatapannya itu seolah-olah berkata, 'Bahkan pergi ke mana pun kamu masih perlu bertanya padaku?'Sopir yang menerima tatapan itu seketika menjadi panik dan menelan ludahnya. Beberapa saat kemudian, dia mendengar Irfan berkata, "Pergi ke rumah sakit terdekat.""Baik, dimengerti."Setelah mendengar tujuan mereka, sang sopir pun tidak berani untuk berlama-lama lagi dan segera menjalankan mobilnya.Namun, karena ada Alya di dalam mobil, sopir itu pun tidak berani mengebut. Dia mengemudi selambat yang dia bisa.Beberapa menit kemudian, Irfan mendorong kacamata di hidungnya dan berkata tanpa ekspresi, "Kalau kamu terus mengemudi seperti ini dan lukanya jadi terlambat untuk diobati, apa kamu bsia menanggung akibatnya?"Mendengar ini, raut wajah sopir itu pun berubah. Keringat dingin mulai keluar di punggungnya. "Baik, baik. Aku akan segera menambah kecepatan."Sepuluh menit kemudian, mobil itu berhenti di depan pintu masuk r
Di balik kacamatanya yang berbingkai emas, Alya dapat melihat sepasang mata yang dalam dan berkabut. Alya tidak dapat mengerti apa yang sedang dipikirkannya.Sementara itu, Irfan masih mempertahankan senyum di wajahnya.Setelah bertatapan dengan Alya untuk beberapa saat, Irfan pun mengangkat alisnya."Ada apa?"Alya menunduk dan tidak menjawab pertanyaan tersebut.Namun, dia juga tidak lagi meminta untuk menemui sang nenek. Dia dengan tenang membiarkan suster tersebut memasangkannya infus lagi. Rasa sakit yang menyebar dari tangannya pun membuat Alya menjadi lebih awas.Setelah suster itu pergi, hanya mereka berdualah yang ada di dalam kamar. Ini merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan beberapa hal.Saat Alya sedang merasa bingung dan tidak tahu bagaimana dia harus memulai pembicaraan, Irfan tiba-tiba membungkuk di depannya. Pria itu mengeluarkan selembar sapu tangan bersih dari dalam sakunya, lalu dengan lembut mengelap bekas darah yang tadi mengucur keluar saat infusnya tidak s