Astrid meliriknya dengan kesal."Kalau aku nggak datang, bukankah kamu ingin membiarkan pelaku penyebab luka Hana ini kabur?"Ketahuan oleh Astrid, raut wajah David pun terlihat agak gelisah. Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Apa hubungannya masalah ini denganmu?""Kenapa nggak ada hubungannya? Aku ini teman baiknya Hana. Kamu saja ingin membalaskan dendam Hana, kenapa aku nggak boleh?"David pun tertawa dengan dingin."Kalau kamu ingin membalaskan dendamnya, jangan gunakan aku. Pergi sana.""Pergi? Itu nggak mungkin."Setelah itu, Astrid mengangkat kakinya ke arah Alya.Ketika dia menendang, raut wajah Alya seketika berubah. Alya hanya sempat meringkukkan tubuhnya seperti bola.Buk!Tendangan Astrid tepat mengenai kaki Alya.Rasa sakit pun datang menyapu.Saking sakitnya, air mata otomatis menggenang di mata Alya."Apa yang kamu lakukan?"Raut wajah David berubah menjadi garang. Dia segera bergegas maju dan menarik Astrid yang hendak menendang lagi. "Kamu sudah gila?"Meskipun A
Perkataan Astrid menyebabkan kening Alya berkerut.Dia ingin merebut apa yang dimiliki Hana? Jelas-jelas Hana tidak pernah memiliki hubungan semacam itu dengan Rizki. Jika tidak, bagaimana mungkin Alya masih terus menyukai Rizki dan berani melakukan pernikahan palsu dengannya.Bukankah karena tidak ada perkembangan dalam hubungan Rizki dan Hana?Memikirkan hal ini, Alya mencibir dan berkata, "Kamu bilang Rizki adalah milik Hana, apa Rizki sendiri yang memberitahumu?""Berhenti keras kepala, Alya. Apakah Rizki adalah milik Hana atau bukan, aku akan segera membuatmu tahu."Setelah itu, Astrid menepis tangan David dan berjongkok di depan Alya."Apa kamu bawa ponselmu?"Astrid mendekat sementara Alya menatapnya dengan waspada."Jangan melihatku seperti itu, ini hanya sebuah tes."Kemudian, Astrid pun membalik tubuh Alya untuk mencari saku di bajunya.Sejak awal, Alya terus mengkhawatirkan perutnya. Dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan oleh Astrid, jadi dia pun memberontak dengan ketakut
Alya menatapnya dengan dingin, matanya tampak tidak acuh. Seolah-olah dia sama sekali tidak memerhatikannya.Melihatnya yang seperti ini, Astrid pun tidak dapat menahan amarahnya dan berkata, "Sampai titik ini, apakah kamu masih mengira dirimu seorang dewi yang suci dan baik hati? Jelas-jelas kamu ingin menjadi istrinya Rizki, tapi kamu masih saja berpura-pura. Kita tunggu dan lihat saja nasibmu nanti.""Aku mau jadi istrinya RIzki atau nggak, apa hubungannya denganmu?" Alya mendengus. "Atau jangan-jangan, sebenarnya kamu juga ingin menjadi istrinya Rizki?"Mendengar ini, wajah Astrid pun memerah dan kata-katanya tersangkut di tenggorokannya."A ... apa yang kamu bicarakan?""Aku hanya asal bicara, kenapa kamu panik? Apa aku benar?"Seluruh wajah Astrid berkerut saking marahnya, seolah-olah ada seekor serangga yang merayap di wajahnya."Alya, jangan sampai kamu menyesal!"Setelah mengatakan itu, Astrid langsung menekan nomor telepon Rizki. Kemudian dia tersenyum dengan penuh kemenangan
Ketika orang di dalam gudang pun melihat ke arah pintu secara bersamaan.Sebelum mereka sempat bereaksi, sekelompok orang segera menerobos masukSeketika, tangan Astrid ditangkap oleh salah satu orang tersebut dan tubuhnya pun ditahan.David juga menerima perlakuan yang sama.Karena banyaknya orang yang masuk, gudang yang sudah penuh dengan debu itu seketika menjadi sesak.Alya refleks memejamkan matanya."Tangkap mereka, lalu bawa mereka keluar!""Ah! Kalian mau apa? Lepaskan aku!"Dengan mata tertutup, Alya dapat mendengar suara Astrid yang memberontak dan berteriak makin menjauh.Apa dirinya sudah selamat? Alya bertanya-tanya di dalam hati. Sekelompok orang tadi sepertinya bukan polisi.Siapa yang telah menyelamatkannya?Ketika tengah merenung, Alya merasa agak pusing. Dia bahkan juga merasa mual.Dia tidak tahu apakah dia merasa seperti ini karena benturan tadi atau karena obat yang sebelumnya.Ketika tangan David menutupi mulut dan hidungnya, dia segera kehilangan kesadaran. Dia t
"Tuan Irfan, selanjutnya kita akan pergi ke mana?"Irfan meliriknya, tatapannya itu seolah-olah berkata, 'Bahkan pergi ke mana pun kamu masih perlu bertanya padaku?'Sopir yang menerima tatapan itu seketika menjadi panik dan menelan ludahnya. Beberapa saat kemudian, dia mendengar Irfan berkata, "Pergi ke rumah sakit terdekat.""Baik, dimengerti."Setelah mendengar tujuan mereka, sang sopir pun tidak berani untuk berlama-lama lagi dan segera menjalankan mobilnya.Namun, karena ada Alya di dalam mobil, sopir itu pun tidak berani mengebut. Dia mengemudi selambat yang dia bisa.Beberapa menit kemudian, Irfan mendorong kacamata di hidungnya dan berkata tanpa ekspresi, "Kalau kamu terus mengemudi seperti ini dan lukanya jadi terlambat untuk diobati, apa kamu bsia menanggung akibatnya?"Mendengar ini, raut wajah sopir itu pun berubah. Keringat dingin mulai keluar di punggungnya. "Baik, baik. Aku akan segera menambah kecepatan."Sepuluh menit kemudian, mobil itu berhenti di depan pintu masuk r
Di balik kacamatanya yang berbingkai emas, Alya dapat melihat sepasang mata yang dalam dan berkabut. Alya tidak dapat mengerti apa yang sedang dipikirkannya.Sementara itu, Irfan masih mempertahankan senyum di wajahnya.Setelah bertatapan dengan Alya untuk beberapa saat, Irfan pun mengangkat alisnya."Ada apa?"Alya menunduk dan tidak menjawab pertanyaan tersebut.Namun, dia juga tidak lagi meminta untuk menemui sang nenek. Dia dengan tenang membiarkan suster tersebut memasangkannya infus lagi. Rasa sakit yang menyebar dari tangannya pun membuat Alya menjadi lebih awas.Setelah suster itu pergi, hanya mereka berdualah yang ada di dalam kamar. Ini merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan beberapa hal.Saat Alya sedang merasa bingung dan tidak tahu bagaimana dia harus memulai pembicaraan, Irfan tiba-tiba membungkuk di depannya. Pria itu mengeluarkan selembar sapu tangan bersih dari dalam sakunya, lalu dengan lembut mengelap bekas darah yang tadi mengucur keluar saat infusnya tidak s
Namun sekarang dia malah ....Untuk sesaat, Alya pun lupa dengan apa yang ingin dia katakan. Pikirannya kacau."Tenang saja, aku akan membantumu."Perkataan Irfan malah membuat pikiran Alya makin kacau. Wajah kecilnya mendongak menatap pria itu, bertanya, "Membantuku?"Irfan tersenyum tipis. "Sekalian membantu sepasang kekasih itu, Rizki dan Hana."Kata-kata "sepasang kekasih" membuat hati Alya sakit. Akhirnya, Alya mengangguk dengan lesu.Walaupun pikirannya masih kacau, begitu dia mendengar bahwa Irfan akan menjaga rahasianya, Alya pun merasa lega."Apa yang terjadi di antara kalian?"Setelah memastikan bahwa mereka berdua memiliki tujuan yang sama, Irfan akhirnya mengambil kesempatan untuk menanyakannya pertanyaan lain, "Kamu selalu menghabiskan waktu dengannya siang dan malam, tapi dia nggak mengetahui kehamilanmu?"Tanpa sadar Alya mengepalkan tangannya."Dia tahu."Mendengar jawaban Alya, mata Irfan yang tersembunyi di balik kacamata pun menggelap dan berkilat. Nada bicaranya jug
Saat ini rambut Rizki berantakan, wajahnya tampak gelisah dan tubuhnya masih membawa udara dingin dari luar.Meskipun telah melihat Rizki yang bergegas datang karena dirinya, Alya tahu bahwa sebelum Rizki datang ke sini untuk menemuinya, Rizki mungkin sudah lama berada di luar untuk mencari Hana.Selain itu, Rizki sangat sibuk hingga tidak sempat mengangkat teleponnya.Atau mungkin, Rizki hanya merasa repot. Mengenai kenapa pria itu merasa repot, Alya tidak ingin terlalu memikirkannya.Jadi ketika melihat pria itu berlari mencarinya, Alya sama sekali tidak merasa tersentuh.Namun, dia masih harus mempertahankan hubungan mereka berdua dari luar, jadi dia menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Tenang saja, aku nggak apa-apa."Nada bicara Alya sangat tenang, seolah-olah tidak ada alasan baginya untuk takut, seolah-olah dia tidak kecewa dengan Rizki yang tidak mengangkat teleponnya.Akan tetapi, saat ini Rizki tidak memiliki waktu luang untuk meributkan hal-hal ini. Dia membungkuk dan sege