Ketika orang di dalam gudang pun melihat ke arah pintu secara bersamaan.Sebelum mereka sempat bereaksi, sekelompok orang segera menerobos masukSeketika, tangan Astrid ditangkap oleh salah satu orang tersebut dan tubuhnya pun ditahan.David juga menerima perlakuan yang sama.Karena banyaknya orang yang masuk, gudang yang sudah penuh dengan debu itu seketika menjadi sesak.Alya refleks memejamkan matanya."Tangkap mereka, lalu bawa mereka keluar!""Ah! Kalian mau apa? Lepaskan aku!"Dengan mata tertutup, Alya dapat mendengar suara Astrid yang memberontak dan berteriak makin menjauh.Apa dirinya sudah selamat? Alya bertanya-tanya di dalam hati. Sekelompok orang tadi sepertinya bukan polisi.Siapa yang telah menyelamatkannya?Ketika tengah merenung, Alya merasa agak pusing. Dia bahkan juga merasa mual.Dia tidak tahu apakah dia merasa seperti ini karena benturan tadi atau karena obat yang sebelumnya.Ketika tangan David menutupi mulut dan hidungnya, dia segera kehilangan kesadaran. Dia t
"Tuan Irfan, selanjutnya kita akan pergi ke mana?"Irfan meliriknya, tatapannya itu seolah-olah berkata, 'Bahkan pergi ke mana pun kamu masih perlu bertanya padaku?'Sopir yang menerima tatapan itu seketika menjadi panik dan menelan ludahnya. Beberapa saat kemudian, dia mendengar Irfan berkata, "Pergi ke rumah sakit terdekat.""Baik, dimengerti."Setelah mendengar tujuan mereka, sang sopir pun tidak berani untuk berlama-lama lagi dan segera menjalankan mobilnya.Namun, karena ada Alya di dalam mobil, sopir itu pun tidak berani mengebut. Dia mengemudi selambat yang dia bisa.Beberapa menit kemudian, Irfan mendorong kacamata di hidungnya dan berkata tanpa ekspresi, "Kalau kamu terus mengemudi seperti ini dan lukanya jadi terlambat untuk diobati, apa kamu bsia menanggung akibatnya?"Mendengar ini, raut wajah sopir itu pun berubah. Keringat dingin mulai keluar di punggungnya. "Baik, baik. Aku akan segera menambah kecepatan."Sepuluh menit kemudian, mobil itu berhenti di depan pintu masuk r
Di balik kacamatanya yang berbingkai emas, Alya dapat melihat sepasang mata yang dalam dan berkabut. Alya tidak dapat mengerti apa yang sedang dipikirkannya.Sementara itu, Irfan masih mempertahankan senyum di wajahnya.Setelah bertatapan dengan Alya untuk beberapa saat, Irfan pun mengangkat alisnya."Ada apa?"Alya menunduk dan tidak menjawab pertanyaan tersebut.Namun, dia juga tidak lagi meminta untuk menemui sang nenek. Dia dengan tenang membiarkan suster tersebut memasangkannya infus lagi. Rasa sakit yang menyebar dari tangannya pun membuat Alya menjadi lebih awas.Setelah suster itu pergi, hanya mereka berdualah yang ada di dalam kamar. Ini merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan beberapa hal.Saat Alya sedang merasa bingung dan tidak tahu bagaimana dia harus memulai pembicaraan, Irfan tiba-tiba membungkuk di depannya. Pria itu mengeluarkan selembar sapu tangan bersih dari dalam sakunya, lalu dengan lembut mengelap bekas darah yang tadi mengucur keluar saat infusnya tidak s
Namun sekarang dia malah ....Untuk sesaat, Alya pun lupa dengan apa yang ingin dia katakan. Pikirannya kacau."Tenang saja, aku akan membantumu."Perkataan Irfan malah membuat pikiran Alya makin kacau. Wajah kecilnya mendongak menatap pria itu, bertanya, "Membantuku?"Irfan tersenyum tipis. "Sekalian membantu sepasang kekasih itu, Rizki dan Hana."Kata-kata "sepasang kekasih" membuat hati Alya sakit. Akhirnya, Alya mengangguk dengan lesu.Walaupun pikirannya masih kacau, begitu dia mendengar bahwa Irfan akan menjaga rahasianya, Alya pun merasa lega."Apa yang terjadi di antara kalian?"Setelah memastikan bahwa mereka berdua memiliki tujuan yang sama, Irfan akhirnya mengambil kesempatan untuk menanyakannya pertanyaan lain, "Kamu selalu menghabiskan waktu dengannya siang dan malam, tapi dia nggak mengetahui kehamilanmu?"Tanpa sadar Alya mengepalkan tangannya."Dia tahu."Mendengar jawaban Alya, mata Irfan yang tersembunyi di balik kacamata pun menggelap dan berkilat. Nada bicaranya jug
Saat ini rambut Rizki berantakan, wajahnya tampak gelisah dan tubuhnya masih membawa udara dingin dari luar.Meskipun telah melihat Rizki yang bergegas datang karena dirinya, Alya tahu bahwa sebelum Rizki datang ke sini untuk menemuinya, Rizki mungkin sudah lama berada di luar untuk mencari Hana.Selain itu, Rizki sangat sibuk hingga tidak sempat mengangkat teleponnya.Atau mungkin, Rizki hanya merasa repot. Mengenai kenapa pria itu merasa repot, Alya tidak ingin terlalu memikirkannya.Jadi ketika melihat pria itu berlari mencarinya, Alya sama sekali tidak merasa tersentuh.Namun, dia masih harus mempertahankan hubungan mereka berdua dari luar, jadi dia menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Tenang saja, aku nggak apa-apa."Nada bicara Alya sangat tenang, seolah-olah tidak ada alasan baginya untuk takut, seolah-olah dia tidak kecewa dengan Rizki yang tidak mengangkat teleponnya.Akan tetapi, saat ini Rizki tidak memiliki waktu luang untuk meributkan hal-hal ini. Dia membungkuk dan sege
Rizki juga ingin mengetahui proses kejadian ini, jadi dia pun mendengarkan dengan tenang.Ketika Irfan selesai berbicara, Rizki mengerutkan keningnya. "Bagaimana dengan pelakunya?""Sudah ditangkap.""Siapa?" Rizki tidak mengerti. Alya tidak memiliki musuh, jadi siapa yang saat ini ingin menyerangnya?Begitu mendengar pertanyaan Rizki, Irfan pun terdiam.Melihat ini, Rizki mengerutkan keningnya lagi. "Irfan?"Irfan akhirnya mengangkat kepalanya. Pria itu tampak tenggelam dalam pikirannya dan berkata, "Kamu benar-benar ingin tahu?"Pertanyaan ini membuat Rizki makin bingung.Meskipun sekarang Alya tampak baik-baik saja, penculikan adalah hal yang amat serius. Bagaimana bisa dia tidak peduli ketika seseorang memiliki niat buruk pada Alya?Irfan memakai kacamatanya kembali dan berkata dengan ekspresi serius, "Pelaku penculikannya mungkin akan sangat nggak terduga untukmu. Kamu harus bersiap untuk membuat pilihan."Saat mendengar kata-kata "membuat pilihan", Rizki seketika mendapatkan fira
Pikiran Rizki benar-benar kacau.Sejak kecil, dia selalu merasa ada yang tidak beres dengan Irfan. Irfan selalu dekat dengan Alya, selalu suka mengelus kepala Alya dan memanggil Alya gadis kecil.Namun, Irfan selalu berkata, bahwa Alya hanyalah seorang gadis kecil yang belum dewasa.Jadi Rizki pun mengira bahwa Irfan hanya menganggap Alya sebagai seorang adik.Meskipun Rizki memiliki kesan seperti itu terhadap temannya, jauh di dalam lubuk hatinya, dia selalu merasa ada yang tidak beres.Perasaan aneh itu terus berlanjut sampai Irfan pergi ke luar negeri, lalu kontak mereka berdua pun terputus.Dia tidak menduga bahwa hari ini ....Irfan benar-benar mengakuinya. Dia juga mengakuinya dengan sangat cepat."Kaget?" Irfan terkekeh. "Aku sudah menyukainya sejak kecil, bukannya kelihatan sekali? Aku kira kamu sudah tahu."Rizki terdiam merapatkan bibirnya."Sepertinya kamu baru tahu. Nggak apa-apa, nggak terlambat untuk mengetahuinya sekarang."Terpikirkan sesuatu, Irfan pun bertanya, "Sekar
"Aku bukan memintamu untuk membiarkannya. Maksudku karena sudah begini, nggak ada gunanya kamu marah. Kita pelan-pelan saja.""Pelan-pelan saja? Semuanya sudah seperti ini dan kita masih mau pelan-pelan saja? Bagaimana kalau kamu saja yang pedulikan anakmu itu? Aku nggak peduli lagi."Reza menghela napasnya tak berdaya."Kamu tahu kalau aku selalu mendengarkanmu. Sementara mengenai anak kita, kalau kamu adalah dia, apa yang akan kamu lakukan? Begitu mendengar bahwa orang yang telah menyelamatkan nyawamu menghilang, bisakah kamu duduk diam di ruang operasi dan menunggu?"Sinta terdiam."Berada dalam dilema seperti itu, bagaimana kamu ingin dia memilih?""Aku nggak bilang dia nggak boleh pergi mencari wanita itu, tapi haruskah dia pergi selama ini? Bahkan Alya juga .... Syukurlah Irfan menemukannya. Kalau nggak, situasi Alya akan berbahaya sekali. Meskipun dia berada dalam dilema, apa gunanya?""Benar, untung saja ada Irfan. Kamu juga jangan salahkan Rizki lagi. Dia sendiri mungkin juga
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang