Setelah mobil mereka meninggalkan area kediaman Keluarga Saputra, barulah perasaan ngeri tersebut menghilang.Meskipun begitu, perasaan tadi masih membuat Alya sangat tidak nyaman.Setelah mobil mereka pergi, Alya masih menoleh untuk melihat area hutan tadi.Apakah ada seseorang di sana? Atau akhir-akhir ini dia hanya terlalu sensitif?Akhir-akhir ini dia selalu menumpang mobil Rizki. Ke mana pun dia pergi, dia selalu bersama Rizki. Selama ini tidak ada hal aneh yang terjadi.Namun, perasaan tadi benar-benar terlalu aneh."Ada apa?"Ketika suara Rizki terdengar dari sampingnya, barulah Alya tersadar kembali.Dia tersadar dari lamunannya dan menggeleng."Bukan apa-apa."Alya merapatkan bibir merahnya. Mungkinkah karena Wulan akan dioperasi, akhir-akhir ini dia jadi merasa gelisah dan berhalusinasi?Rizki meliriknya, menyadari bahwa Alya terlihat lebih buruk dibandingkan saat mereka keluar rumah. Kemudian dia pun melirik ke arah yang dilihat oleh Alya melalui kaca spion tengah.Barusan A
Namun, untuk menghindari kecurigaan Astrid, Hana tidak bisa terlalu cepat menyetujuinya.Memikirkan hal tersebut, Hana pun memasang ekspresi yang menunjukkan bahwa dirinya sedikit tergoda. Akan tetapi, dia tetap tidak segera menyetujuinya.Melihat ekspresi temannya, Astrid kembali membujuk dengan berkata, "Hana, menjalani operasi bukanlah hal kecil. Kamu hanya pergi karena terlalu khawatir. Lagi pula, nantinya Rizki akan bercerai dan bersama denganmu. Kalau nanti Nenek Wulan tahu bagaimana kamu masih diam-diam datang untuk menjenguknya meskipun kamu sendiri masih sakit, begitu melihatmu, dia pasti akan merasa sangat tersentuh."Raut wajah Hana masih terlihat agak ragu. "Kalau kamu mengatakannya seperti ini, kedengarannya cukup masuk akal.""Iya, 'kan?""Kalau begitu ... aku akan pikir-pikir dulu.""Ya. Lagi pula operasi nenek itu masih akan dilakukan siang nanti, kamu pikirkan saja dulu pelan-pelan."Begitu siang hari tiba, Hana pun memberi tahu Astrid, "Aku akan pergi. Aku rasa perkat
Lampu ruang operasi pun dengan cepat menyala. Anggota keluarga hanya bisa menunggu di luar ruangan.Rizki pun menarik Alya untuk duduk.Meskipun sudah duduk, Alya masih mendapatkan firasat buruk.Alisnya terus berkerut dengan gelisah.Entah kenapa sejak pagi hingga sekarang, dia terus merasa bahwa ada yang tidak beres.Namun karena semua perhatiannya difokuskan pada sang nenek. dia pun tidak memikirkan hal yang lain.Selain itu Rizki yang duduk di sampingnya, sejak tadi tidak melepaskan tangannya.Pria itu menggenggamnya dengan erat, telapak tangannya pun terasa sangat hangat dan membuat Alya merasa tenang.Jika bukan karena Rizki, dia mungkin sudah jauh lebih gelisah.Ketika dia sedang termenung, ponsel di saku Rizki pun bergetar.Setelah Wulan memasuki ruang operasi, Rizki mengatur ponselnya ke mode getar. Selain itu, semua orang di perusahaan tahu bahwa Wulan akan dioperasi, sehingga saat ini mereka tidak akan menghubungi Rizki.Yang dapat menghubunginya di saat seperti ini adalah .
"Ponselmu bergetar lagi, kamu nggak angkat?"Mendengar ini, Rizki merapatkan bibir tipisnya. Lalu dia berkata, "Sekarang ponselku sudah berada di tanganmu."Apa maksudnya?Apa Rizki ingin berkata bahwa hak untuk mengangkat telepon tersebut sudah diserahkan padanya?Awalnya, Alya masih bisa pura-pura mengabaikannya. Jika Rizki ingin menyerahkan ponselnya padanya ya serahkan saja. Memangnya Rizki kira dia akan melunak?Akan tetapi, ponsel itu terus bergetar di dalam saku. Lama-kelamaan Alya pun merasa kesal.Dia memutuskan untuk melihat ke arah Rizki dan berkata, "Kalau aku mematikan ponselmu dan kamu jadi melewatkan sesuatu karenanya, apa nanti kamu akan menyalahkanku?"Tatapan Rizki seketika jatuh ke wajahnya."Dari kita kecil sampai sekarang, kapan aku pernah menyalahkanmu?"Pertanyaannya ini membuat Alya tertegun."Oke, kamu sendiri yang mengatakannya. Kalau begitu aku akan mematikan ponselmu, soalnya mengganggu sekali."Setelah itu, Alya pun mengeluarkan ponsel tersebut dari dalam s
Ketika Alya menyerahkan ponsel itu, Rizki pun membaca isi pesan tersebut.Alya dapat dengan jelas melihat pupil mata Rizki menyusut. Sepertinya, hilangnya Hana telah membuat pria ini gelisah.Alya membuang muka dan bermaksud untuk melepaskan jaket Rizki. Namun pada saat ini, dia mendengar Rizki berkata, "Aku akan pergi sebentar."Meskipun dia sudah menebak hasil ini, mendengarnya Rizki mengatakannya secara langsung terasa sangat berbeda.Alya mengiyakannya dengan sangat lembut. Kemudian dia berdiri untuk melepaskan dan mengembalikan jaket tersebut pada Rizki.Raut wajah Rizki berubah, dia segera menggenggam tangan Alya dan berkata, "Nggak usah, kamu saja yang pakai."Alya tertegun. "Tapi di luar dingin.""Aku ini seorang pria." Suara Rizki terdengar agak tegas. "Kamu pakai saja, aku akan pergi sebentar dan segera kembali."Setelah itu, Rizki menoleh untuk melihat lampu ruang operasi."Operasinya masih akan berjalan untuk 1 jam. Aku akan kembali dalam 1 jam, kalau ada apa-apa segera hub
Mendengar perkataan suaminya, Sinta pun melirik dengan kesal. "Apa katamu?"Reza hanya tersenyum dan tidak berbicara lagi.Namun, Sinta terpikirkan sesuatu dan berkata pada Reza, "Kamu duduk di sini sebentar, aku akan ke tempat Alya.""Oke."Alya duduk di sana sambil mengenakan jaket Rizki. Dia pun melihat ibu mertuanya datang menghampiri dengan tak berdaya.Tentu saja, Sinta langsung duduk di sampingnya dan bertanya, "Kamu nggak sedih melihat dia pergi mencari wanita lain? Nggak sakit hati?"Alya hanya bisa menjawab, "Dia pergi untuk mencari orang, bukan untuk melakukan hal lain.""Benarkah hanya seperti itu?"Alya terdiam."Kalian ini suami istri. Terkadang, kamu nggak perlu terlalu bermurah hati. Kalau kamu cemburu ya ekspresikan saja. Kalau kamu terlalu bermurah hati, bisa-bisa dia merasa kamu nggak mencintainya."Benar, bagaimana mungkin Alya tidak mengerti prinsip ini?Akan tetapi ... sejak awal dia dan Rizki hanya menjalani pernikahan palsu. Hal apa yang dia miliki untuk cemburu
Alya terbangun di dalam sebuah gudang terbengkalai.Kepala Alya terasa sangat berat, sementara tubuhnya terasa sangat lemas. Dia sama sekali tidak memiliki tenaga.Alya melihat ke sekelilingnya, lalu menemukan bahwa dirinya seperti berada di sebuah gudang yang terbengkalai. Udara di dalam tempat itu lembap dan bau.Tangan dan kakinya masing-masing diikat. Saat ini, dia berada di antara tumpukan kardus yang tak terpakai.Sepertinya dia dapat menebak siapa yang melakukan ini.Alya merapatkan bibirnya dan menarik napas dalam-dalam. Setelah tidak merasakan apa-apa di perutnya, barulah dia menghela napas lega.Dia khawatir dirinya terluka. Namun selain bagian tubuhnya yang diikat, sepertinya tidak ada bagian lain yang sakit.Ketika dia sedang merenung, terdengar suara dari luar gudang.Pintu besi gudang tersebut pun dibuka dan mengeluarkan suara yang berat. Gudang yang remang-remang itu sekali lagi dipenuhi dengan cahaya.Alya melihat David yang berjalan masuk sambil membawa sebuah tas.Bra
"Ya, memangnya kenapa? Kalau aku nggak menyukainya, kenapa aku mau menculikmu demi dia?""Dengan kata lain, kamu rela mengorbankan dirimu demi dia dan membalaskan dendamnya padaku?""Apa yang kamu bicarakan?"Alya tidak menatapnya lagi dan menatap ke luar jendela. Dia berkata dengan tak acuh, "Aku ingat apa yang kamu katakan padaku waktu itu. Kamu merasa bahwa di mata orang-orang seperti kamu, kamu nggak memiliki nilai bagi masyarakat."Pupil mata David pun menyusut.Alya melanjutkan, "Apa kamu ingat pertanyaanku waktu itu? Kamu pikir, bagaimana seseorang bisa berkontribusi pada masyarakat? Apa ini jawabanmu?"David pun tercengang di tempatnya.Melihatnya seperti ini, Alya tersenyum dengan mencemooh. "Atau dapat dikatakan, sudahkah kamu menciptakan suatu nilai untuk dirimu? Setelah mendengar teman-teman Hana bahwa akulah yang melukainya, apakah sekali pun kamu mencoba untuk menyelidiki kebenarannya?""Menyelidiki?" David tidak pernah memikirkan hal seperti ini. Siapa sangka Alya akan m
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang