"Siapa tuan kalian?" tanya Alya.Orang itu tersenyum, masih mempertahankan sikapnya yang tadi. Akan tetapi, orang itu sama sekali tidak memberi tahu Alya siapa tuan mereka.Namun, setelah mengetahui bahwa mereka tidak akan melakukan kekerasan padanya, Alya akhirnya bisa menghela napas lega.Dia pun mengatupkan bibirnya dan tidak bergerak."Nona Alya, apa ada masalah?"Alya melihat Tiara yang berada di sampingnya. "Apa kalian bisa membiarkan dia pergi lebih dulu?"Pria kekar itu terdiam sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Tentu saja bisa."Lagi pula, tuan mereka hanya meminta Alya, jadi mereka tidak peduli dengan orang lainnya.Jawaban ini membuat Alya tenang. Diizinkannya Tiara untuk pergi, menunjukkan bahwa orang-orang ini tidak berniat untuk melakukan hal buruk. Seharusnya mereka bukan musuh.Jika tidak, seharusnya mereka khawatir Tiara akan memanggil bantuan setelah pergi."Kak Alya, aku nggak mau pergi." Tiara memegang lengannya. "Aku akan menghadapi suka dan duka bersamamu."
Alya tidak menduga asistennya sepintar ini. Setelah keluar, gadis itu segera menelepon Rizki.Dalam situasi normal, Alya akan memuji kepintaran Tiara.Namun, saat ini dia dan Rizki sedang mengalami perang dingin. Jadi, Alya tidak bisa benar-benar memujinya.Selain itu mengingat karakter Rizki, bila pria itu mengetahui kejadian hari ini, dia mungkin akan dimarahi lagi.Memikirkan Rizki yang menegurnya dan berlagak seperti seorang kakak saja sudah membuat Alya sangat kesal.Biasanya pria akan memanjakan wanita yang disukainya, juga berbicara dengan lembut karena khawatir akan menakuti wanita tersebut. Akan tetapi, Rizki selalu sangat kasar padanya. Sikapnya persis seperti seorang kakak laki-laki.Karena alasan inilah, Alya merasa Rizki tidak menyukainya.Tepat ketika dia sedang melamun, terdengar suara langkah kaki di luar bersamaan dengan suara sapaan sang penjaga pintu."Tuan Irfan."Tuan Irfan?Irfan?Nama ini membuat Alya tertegun."Di mana dia?"Sebuah suara yang terdengar asing, te
Suara jernih pria itu pun terdengar. Di saat yang sama, samar-samar tercium bau tembakau yang segar.Alya berdiri dan memandang orang yang datang itu.Setelah 5 tahun, pria ini bukan lagi seorang remaja. Sekarang dia sudah memancarkan ketenangan dan ketajaman seorang pria muda, ujung alisnya yang agak terangkat menyembunyikan kecerdasannya.Dia memakai kemeja putih dan jas hitam yang rapi, lalu di atas dasinya yang berwarna terang, terdapat sebuah penjepit dasi berwarna abu-abu.Melihat penjepit dasi itu, raut wajah Alya agak berubah.Dia tidak menyangka bahwa setelah 5 tahun, Irfan masih menyimpan penjepit dasi itu.Mungkin Alya mengamatinya dengan terlalu intens, sehingga Irfan mengangkat alis, lalu tersenyum sambil berkata, "Kenapa? Kamu nggak mengenaliku, Gadis Kecil?"Siapa yang gadis kecil? Sebutan itu segera membuat Alya merasa terganggu.Dia agak kesal. "Siapa yang gadis kecil? Siapa yang memperbolehkanmu memanggilku begitu?"Melihat Alya yang menggembungkan pipinya karena mara
Dia memang sudah mempersiapkan mentalnya lebih dulu.Namun, ketika rahangnya benar-benar dipukul, Irfan tidak menyangka Rizki akan memukulnya dengan begitu kejam.Setelah memukul orang itu, Rizki tidak melihat seperti apa wajah orang itu.Dia langsung menarik pergelangan tangan Alya, lalu memosisikan wanita itu di belakangnya untuk melindunginya. Kemudian, dia menunduk dan menatapnya dengan tatapan menegur yang dingin.Alya tidak tahu harus berkata apa.Dengan ekspresi galak, Rizki seakan-akan sedang menanyakannya, apakah dia telah disihir atau memang bodoh? Apa dia tidak bisa mendorong orang yang memeluknya?"Ck." Irfan mengelap darah di ujung bibirnya. Dia tersenyum sambil melirik Rizki, lalu berkata, "Aku baru saja kembali dan kamu sudah memberiku hadiah sebesar ini, bukankah ini nggak terlalu baik, Rizki?"Suara yang tak asing itu membuat Rizki tertegun. Kemudian, barulah dia mengalihkan pandangannya dari wajah Alya ke Irfan.Pandangan kedua orang itu pun bertemu. Untuk beberapa sa
Rizki menjawabnya dengan dingin, "Sudah pergi.""Dia pergi sendirian?"Nada bicara Rizki terdengar tidak sabar. "Kalau nggak, apa dia harus terus menunggumu? Apa kamu tahu tempat apa ini?"Alya terdiam.Ini lagi, pria ini lagi-lagi mengomelinya seperti seorang kakak laki-laki.Selalu seperti ini!Alya melepaskan tangannya dan membalas dengan geram, "Tentu saja aku tahu tempat apa ini, tapi memangnya kenapa? Setelah aku pergi, untuk sementara waktu hanya Tiara yang bisa mengambil alih posisiku. Tentu saja aku harus menemaninya keluar untuk membicarakan kerja sama bisnis."Ekspresi di wajah Rizki masih tampak dingin. "Membicarakan kerja sama bisnis di tempat seperti ini?""Ya kalau nggak di mana?"Mendengar ini, Rizki mengerutkan keningnya. "Apa yang kamu bicarakan?"Mengingat pertemuannya dengan Candra malam ini, Alya masih cukup merasa kesal. Candra tidak menghormatinya karena Rizki membawa Hana ke perusahaan, mengakibatkan banyak rumor yang merugikannya muncul di perusahaan.Sekarang,
Dalam perjalanan pulang, mereka berdua sama sekali tidak berbicara.Raut wajah Rizki tampak suram. Tangannya mencengkeram setir dengan erat, kekuatannya seakan-akan ingin menghancurkan seluruh setir tersebut.Memikirkan apa yang dikatakan Alya sebelum menaiki mobil, Rizki merasa gelisah.Sebelumnya dia tidak pernah memikirkan pertanyaan tersebut. Sekarang setelah Alya membicarakannya, sepertinya dia dapat memahami sesuatu.Rizki melirik Alya.Sejak masuk ke mobil, wanita itu meringkuk seperti bola dan memejamkan matanya. Alya seolah-olah menutupi dirinya dari seluruh dunia dan hanya menyisakan dirinya sendiri.Setelah sekian lama hidup bersama wanita ini, bagaimana mungkin Rizki tidak mengerti betapa kerasnya Alya telah bekerja, serta seberapa inginnya Alya membuktikan diri?Namun, hari ini Alya malah mengalami kemunduran.Dalam perjalanan ke bar, Rizki mendengarkan penjelasan Tiara mengenai apa yang terjadi hari ini. Namun akhirnya, Tiara ragu untuk melanjutkan penjelasannya.Karena R
Wulan memang belum tidur. Setelah melihat bahwa Alya selamat, dia pun menghela napas lega."Syukurlah kamu nggak apa-apa."Wulan memegang tangan Alya dan menepuk-nepuknya dengan lembut. Dengan tulus dia berkata, "Aku nggak tahu apakah operasiku akan berhasil atau nggak, kalau nggak, aku mungkin nggak akan punya kesempatan untuk melihat kalian lagi. Aku sudah tua, aku juga nggak punya permintaan spesial, aku hanya berharap kalian anak muda dapat terus hidup dengan aman dan nyaman."Mendengar perkataan sang nenek, raut wajah Alya berubah."Nenek, apa yang kamu bicarakan? Operasinya pasti akan sukses, kamu akan bersama dengan kami untuk waktu yang sangat lama! Mulai sekarang, Nenek nggak boleh bicara pesimis seperti ini lagi. Kalau nggak, aku akan marah."Wulan menyadari perubahan nada bicara dan ekspresi Alya, dia pun tak bisa menahan senyumnya."Aku tahu kamu memedulikanku. Oke, oke, Nenek akan berusaha untuk baik-baik saja." Setelah mengatakan itu, dia mencolek pipi Alya yang menggembu
Pada akhirnya, Alya mengangguk setuju.Saat dia kembali ke kamar, dia menemukan Rizki duduk di sofa.Mengingat ucapan sang nenek, Alya tanpa sadar mengamati pakaian Rizki.Seperti yang Wulan katakan, Rizki hanya mengenakan kemeja hitam. Rizki bersandar di sofa yang berwarna gelap itu, auranya yang suram hampir bercampur dengan sofa tersebut.Alya juga tidak menyangka hari ini mereka berdua akan menjadi seperti ini.Bahkan meskipun mereka berdua bukan suami istri, mereka sudah berteman sejak kecil. Hanya saja, tidak ada hubungan suami istri dalam pertemanan mereka.Di luar batas itu, Rizki juga telah banyak membantunya.Alya tahu, seharusnya dialah yang mengalah lebih dulu. Namun, entah kenapa, dia hanya berdiri di sana sambil memandang Rizki untuk beberapa saat. Akhirnya, dia masih tetap tidak mengatakan apa pun dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.Ketika dia keluar dari kamar mandi, sosok Rizki sudah tidak berada di dalam ruangan.Namun, ponsel Alya menerima beberapa p
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang