"Baik!" Tiara mendapatkan kembali kepercayaan dirinya berkat perkataan Alya.Ketika Alya menoleh, Tiara diam-diam memperhatikannya dari samping. Kak Alya .... benar-benar orang yang baik dan kompeten.Kapan dia bisa seperti Alya?Tempat pertemuannya adalah sebuah bar.Saat turun dari mobil, Alya melihat tempat hiburan di depannya dan mengerutkan kening."Siapa yang mengundang ke tempat ini?"Tiara tampak linglung. "Pe ... Perusahaan Utomo."Mendengar jawaban itu, Alya makin mengerutkan keningnya. "Bar adalah tempat yang ramai dan berisik, nggak cocok untuk berdiskusi. Apa kamu nggak mengatur tempatnya lagi dengan mereka?"Ditanyakan seperti ini oleh Alya, Tiara benar-benar menjadi linglung."Aku, aku nggak tahu. Aku kira tempat apa pun yang mereka tentukan di situlah tempat pertemuannya."Apalagi sebelum datang ke sini, Tiara juga tidak tahu bahwa tempat ini adalah bar. Sepertinya, pertemuan ini tidak begitu formal."Mulai sekarang, saat seseorang mengundangmu ke suatu tempat, kamu har
Dalam keheningan itu, seorang pria yang memiliki sifat buruk membuka mulutnya, "Bu Sekretaris, kenapa mau pindah tempat? Kami dan Pak Candra adalah teman, apa ada sesuatu yang nggak boleh kami lihat? Tenang saja, meskipun kami nggak akan melihatnya, kami juga akan menutup mata kami."Mendengar ini, Alya mengerutkan keningnya.Dia menatap pria yang berbicara sembarangan tadi dengan tajam.Karena dia sudah lama bersama Rizki, aura yang memancar dari tubuh Alya pun makin lama makin mirip dengan RIzki.Jadi, begitu dia meliriknya, pria yang berbicara tadi pun seketika ketakutan. Pria itu terdiam dan menciut.Saat Alya mengalihkan pandangannya, orang itu pun baru tersadar.Sialan, kenapa dia barusan? Dia takut dengan gadis kecil ini? Sial, apa dia kerasukan?"Bu Alya, pindah tempat akan terlalu merepotkan. Kalau kamu nggak tahan dengan baunya, buka saja pintu ruangan ini supaya baunya menghilang. Bagaimana?" Saat berbicara, Candra tersenyum seperti seekor harimau.Di samping Candra terdapat
"Lagi pula kita ke sini untuk bersenang-senang, minumlah segelas."Di tengah tawa orang-orang itu, Alya menatap Candra dengan dingin. "Aku ke sini untuk bersenang-senang denganmu?"Senyum Candra perlahan memudar.Dulu, dia mungkin akan merasa takut karena Rizki. Namun akhir-akhir ini, dia telah mendengar beberapa rumor dan mulai memikirkan Alya lagi.Mengingat hal ini, Candra tersenyum. Dia mengangkat gelas itu dan mendekati Alya."Bu Alya, walaupun kamu ingin membicarakan pekerjaan, kamu nggak perlu seserius ini. Kamu bekerja dengan begitu keras, tapi apa yang kamu dapat? Dia membawa wanita lain ke dalam kantor, tepat di depanmu. Kalau seperti ini, kamu harus membuat rencana untuk dirimu sendiri, 'kan?"Alya merasa hari ini Candra sangat arogan dan kurang ajar, dia tidak menyangka pria ini juga telah mendapatkan informasi itu.Alya meliriknya dengan tatapan yang penuh kebencian, seakan-akan dia berkata, meskipun hubungannya dengan Rizki telah berakhir, Candra kira dirinya punya kesemp
Melihat wajah pucat pria itu, Alya menebak bahwa Candra mengingatnya."Bagaimana? Pak Candra nggak lupa dengan apa yang kamu katakan waktu itu, 'kan?"Seorang teman di sampingnya dengan penasaran bertanya, "Pak Candra, waktu itu kamu bilang apa?"Pikiran Candra agak kosong. Dia selalu mengira Alya meremehkan latar belakang keluarganya dan hanya ingin bergaul dengan seseorang yang lebih berpengaruh. Namun, dia tidak menyangka bahwa ternyata Alya mendengar perkataannya waktu itu.Memikirkan bagaimana perkataannya itu mungkin telah membuatnya kehilangan wanita cantik ini, Candra benar-benar ingin menampar dirinya sendiri."Bukan seperti itu!" Candra menggertakkan giginya. Dengan mata memerah, dia mencoba menjelaskan, "Perkataanku waktu itu, aku hanya sedang merasa senang jadi aku berkata omong kosong. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk menyinggungmu."Jika dia memang hanya ingin main-main, dia tidak akan jauh-jauh pergi mencari Alya ke pemandian air panas begitu mendengar bahwa Alya ak
"Siapa tuan kalian?" tanya Alya.Orang itu tersenyum, masih mempertahankan sikapnya yang tadi. Akan tetapi, orang itu sama sekali tidak memberi tahu Alya siapa tuan mereka.Namun, setelah mengetahui bahwa mereka tidak akan melakukan kekerasan padanya, Alya akhirnya bisa menghela napas lega.Dia pun mengatupkan bibirnya dan tidak bergerak."Nona Alya, apa ada masalah?"Alya melihat Tiara yang berada di sampingnya. "Apa kalian bisa membiarkan dia pergi lebih dulu?"Pria kekar itu terdiam sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Tentu saja bisa."Lagi pula, tuan mereka hanya meminta Alya, jadi mereka tidak peduli dengan orang lainnya.Jawaban ini membuat Alya tenang. Diizinkannya Tiara untuk pergi, menunjukkan bahwa orang-orang ini tidak berniat untuk melakukan hal buruk. Seharusnya mereka bukan musuh.Jika tidak, seharusnya mereka khawatir Tiara akan memanggil bantuan setelah pergi."Kak Alya, aku nggak mau pergi." Tiara memegang lengannya. "Aku akan menghadapi suka dan duka bersamamu."
Alya tidak menduga asistennya sepintar ini. Setelah keluar, gadis itu segera menelepon Rizki.Dalam situasi normal, Alya akan memuji kepintaran Tiara.Namun, saat ini dia dan Rizki sedang mengalami perang dingin. Jadi, Alya tidak bisa benar-benar memujinya.Selain itu mengingat karakter Rizki, bila pria itu mengetahui kejadian hari ini, dia mungkin akan dimarahi lagi.Memikirkan Rizki yang menegurnya dan berlagak seperti seorang kakak saja sudah membuat Alya sangat kesal.Biasanya pria akan memanjakan wanita yang disukainya, juga berbicara dengan lembut karena khawatir akan menakuti wanita tersebut. Akan tetapi, Rizki selalu sangat kasar padanya. Sikapnya persis seperti seorang kakak laki-laki.Karena alasan inilah, Alya merasa Rizki tidak menyukainya.Tepat ketika dia sedang melamun, terdengar suara langkah kaki di luar bersamaan dengan suara sapaan sang penjaga pintu."Tuan Irfan."Tuan Irfan?Irfan?Nama ini membuat Alya tertegun."Di mana dia?"Sebuah suara yang terdengar asing, te
Suara jernih pria itu pun terdengar. Di saat yang sama, samar-samar tercium bau tembakau yang segar.Alya berdiri dan memandang orang yang datang itu.Setelah 5 tahun, pria ini bukan lagi seorang remaja. Sekarang dia sudah memancarkan ketenangan dan ketajaman seorang pria muda, ujung alisnya yang agak terangkat menyembunyikan kecerdasannya.Dia memakai kemeja putih dan jas hitam yang rapi, lalu di atas dasinya yang berwarna terang, terdapat sebuah penjepit dasi berwarna abu-abu.Melihat penjepit dasi itu, raut wajah Alya agak berubah.Dia tidak menyangka bahwa setelah 5 tahun, Irfan masih menyimpan penjepit dasi itu.Mungkin Alya mengamatinya dengan terlalu intens, sehingga Irfan mengangkat alis, lalu tersenyum sambil berkata, "Kenapa? Kamu nggak mengenaliku, Gadis Kecil?"Siapa yang gadis kecil? Sebutan itu segera membuat Alya merasa terganggu.Dia agak kesal. "Siapa yang gadis kecil? Siapa yang memperbolehkanmu memanggilku begitu?"Melihat Alya yang menggembungkan pipinya karena mara
Dia memang sudah mempersiapkan mentalnya lebih dulu.Namun, ketika rahangnya benar-benar dipukul, Irfan tidak menyangka Rizki akan memukulnya dengan begitu kejam.Setelah memukul orang itu, Rizki tidak melihat seperti apa wajah orang itu.Dia langsung menarik pergelangan tangan Alya, lalu memosisikan wanita itu di belakangnya untuk melindunginya. Kemudian, dia menunduk dan menatapnya dengan tatapan menegur yang dingin.Alya tidak tahu harus berkata apa.Dengan ekspresi galak, Rizki seakan-akan sedang menanyakannya, apakah dia telah disihir atau memang bodoh? Apa dia tidak bisa mendorong orang yang memeluknya?"Ck." Irfan mengelap darah di ujung bibirnya. Dia tersenyum sambil melirik Rizki, lalu berkata, "Aku baru saja kembali dan kamu sudah memberiku hadiah sebesar ini, bukankah ini nggak terlalu baik, Rizki?"Suara yang tak asing itu membuat Rizki tertegun. Kemudian, barulah dia mengalihkan pandangannya dari wajah Alya ke Irfan.Pandangan kedua orang itu pun bertemu. Untuk beberapa sa
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang