Saat sedang merenung, suara sang penjual membuyarkan pikirannya."Nona, bubur dan roti susumu sudah siap."Mendengar ini, Alya tersadar dari lamunannya. Penjual tersebut sudah membungkus makanannya, Alya pun mengulurkan tangan untuk mengambilnya."Terima kasih. Aku sudah bayar, ya.""Oke, hati-hati di jalan. Silakan datang lagi."Dengan plastik di tangannya, Alya berbalik dan pergi.Di jalan, dia masih merasa ada orang yang mengawasinya. Begitu dia memasuki pintu perusahaan, rasa ditatap itu pun akhirnya menghilang.Apakah benar-benar ada orang di dalam mobil hitam tadi?Sebenarnya saat dia berjalan untuk kembali, dia sempat berpikir untuk menghampiri mobil tersebut dan mengecek. Ada atau tidaknya orang, dia hanya perlu ke sana dan melihatnya, 'kan?Namun, setelah dipikir-pikir, dia merasakan bulu kuduknya berdiri. Jadi, akhirnya dia tidak pergi.Apalagi, mobil itu berada di tempat parkir dan parkir di bawah langit siang. Seharusnya tidak ada orang di dalamnya.Alya menggosok-gosok mat
"Baik!" Tiara mendapatkan kembali kepercayaan dirinya berkat perkataan Alya.Ketika Alya menoleh, Tiara diam-diam memperhatikannya dari samping. Kak Alya .... benar-benar orang yang baik dan kompeten.Kapan dia bisa seperti Alya?Tempat pertemuannya adalah sebuah bar.Saat turun dari mobil, Alya melihat tempat hiburan di depannya dan mengerutkan kening."Siapa yang mengundang ke tempat ini?"Tiara tampak linglung. "Pe ... Perusahaan Utomo."Mendengar jawaban itu, Alya makin mengerutkan keningnya. "Bar adalah tempat yang ramai dan berisik, nggak cocok untuk berdiskusi. Apa kamu nggak mengatur tempatnya lagi dengan mereka?"Ditanyakan seperti ini oleh Alya, Tiara benar-benar menjadi linglung."Aku, aku nggak tahu. Aku kira tempat apa pun yang mereka tentukan di situlah tempat pertemuannya."Apalagi sebelum datang ke sini, Tiara juga tidak tahu bahwa tempat ini adalah bar. Sepertinya, pertemuan ini tidak begitu formal."Mulai sekarang, saat seseorang mengundangmu ke suatu tempat, kamu har
Dalam keheningan itu, seorang pria yang memiliki sifat buruk membuka mulutnya, "Bu Sekretaris, kenapa mau pindah tempat? Kami dan Pak Candra adalah teman, apa ada sesuatu yang nggak boleh kami lihat? Tenang saja, meskipun kami nggak akan melihatnya, kami juga akan menutup mata kami."Mendengar ini, Alya mengerutkan keningnya.Dia menatap pria yang berbicara sembarangan tadi dengan tajam.Karena dia sudah lama bersama Rizki, aura yang memancar dari tubuh Alya pun makin lama makin mirip dengan RIzki.Jadi, begitu dia meliriknya, pria yang berbicara tadi pun seketika ketakutan. Pria itu terdiam dan menciut.Saat Alya mengalihkan pandangannya, orang itu pun baru tersadar.Sialan, kenapa dia barusan? Dia takut dengan gadis kecil ini? Sial, apa dia kerasukan?"Bu Alya, pindah tempat akan terlalu merepotkan. Kalau kamu nggak tahan dengan baunya, buka saja pintu ruangan ini supaya baunya menghilang. Bagaimana?" Saat berbicara, Candra tersenyum seperti seekor harimau.Di samping Candra terdapat
"Lagi pula kita ke sini untuk bersenang-senang, minumlah segelas."Di tengah tawa orang-orang itu, Alya menatap Candra dengan dingin. "Aku ke sini untuk bersenang-senang denganmu?"Senyum Candra perlahan memudar.Dulu, dia mungkin akan merasa takut karena Rizki. Namun akhir-akhir ini, dia telah mendengar beberapa rumor dan mulai memikirkan Alya lagi.Mengingat hal ini, Candra tersenyum. Dia mengangkat gelas itu dan mendekati Alya."Bu Alya, walaupun kamu ingin membicarakan pekerjaan, kamu nggak perlu seserius ini. Kamu bekerja dengan begitu keras, tapi apa yang kamu dapat? Dia membawa wanita lain ke dalam kantor, tepat di depanmu. Kalau seperti ini, kamu harus membuat rencana untuk dirimu sendiri, 'kan?"Alya merasa hari ini Candra sangat arogan dan kurang ajar, dia tidak menyangka pria ini juga telah mendapatkan informasi itu.Alya meliriknya dengan tatapan yang penuh kebencian, seakan-akan dia berkata, meskipun hubungannya dengan Rizki telah berakhir, Candra kira dirinya punya kesemp
Melihat wajah pucat pria itu, Alya menebak bahwa Candra mengingatnya."Bagaimana? Pak Candra nggak lupa dengan apa yang kamu katakan waktu itu, 'kan?"Seorang teman di sampingnya dengan penasaran bertanya, "Pak Candra, waktu itu kamu bilang apa?"Pikiran Candra agak kosong. Dia selalu mengira Alya meremehkan latar belakang keluarganya dan hanya ingin bergaul dengan seseorang yang lebih berpengaruh. Namun, dia tidak menyangka bahwa ternyata Alya mendengar perkataannya waktu itu.Memikirkan bagaimana perkataannya itu mungkin telah membuatnya kehilangan wanita cantik ini, Candra benar-benar ingin menampar dirinya sendiri."Bukan seperti itu!" Candra menggertakkan giginya. Dengan mata memerah, dia mencoba menjelaskan, "Perkataanku waktu itu, aku hanya sedang merasa senang jadi aku berkata omong kosong. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk menyinggungmu."Jika dia memang hanya ingin main-main, dia tidak akan jauh-jauh pergi mencari Alya ke pemandian air panas begitu mendengar bahwa Alya ak
"Siapa tuan kalian?" tanya Alya.Orang itu tersenyum, masih mempertahankan sikapnya yang tadi. Akan tetapi, orang itu sama sekali tidak memberi tahu Alya siapa tuan mereka.Namun, setelah mengetahui bahwa mereka tidak akan melakukan kekerasan padanya, Alya akhirnya bisa menghela napas lega.Dia pun mengatupkan bibirnya dan tidak bergerak."Nona Alya, apa ada masalah?"Alya melihat Tiara yang berada di sampingnya. "Apa kalian bisa membiarkan dia pergi lebih dulu?"Pria kekar itu terdiam sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Tentu saja bisa."Lagi pula, tuan mereka hanya meminta Alya, jadi mereka tidak peduli dengan orang lainnya.Jawaban ini membuat Alya tenang. Diizinkannya Tiara untuk pergi, menunjukkan bahwa orang-orang ini tidak berniat untuk melakukan hal buruk. Seharusnya mereka bukan musuh.Jika tidak, seharusnya mereka khawatir Tiara akan memanggil bantuan setelah pergi."Kak Alya, aku nggak mau pergi." Tiara memegang lengannya. "Aku akan menghadapi suka dan duka bersamamu."
Alya tidak menduga asistennya sepintar ini. Setelah keluar, gadis itu segera menelepon Rizki.Dalam situasi normal, Alya akan memuji kepintaran Tiara.Namun, saat ini dia dan Rizki sedang mengalami perang dingin. Jadi, Alya tidak bisa benar-benar memujinya.Selain itu mengingat karakter Rizki, bila pria itu mengetahui kejadian hari ini, dia mungkin akan dimarahi lagi.Memikirkan Rizki yang menegurnya dan berlagak seperti seorang kakak saja sudah membuat Alya sangat kesal.Biasanya pria akan memanjakan wanita yang disukainya, juga berbicara dengan lembut karena khawatir akan menakuti wanita tersebut. Akan tetapi, Rizki selalu sangat kasar padanya. Sikapnya persis seperti seorang kakak laki-laki.Karena alasan inilah, Alya merasa Rizki tidak menyukainya.Tepat ketika dia sedang melamun, terdengar suara langkah kaki di luar bersamaan dengan suara sapaan sang penjaga pintu."Tuan Irfan."Tuan Irfan?Irfan?Nama ini membuat Alya tertegun."Di mana dia?"Sebuah suara yang terdengar asing, te
Suara jernih pria itu pun terdengar. Di saat yang sama, samar-samar tercium bau tembakau yang segar.Alya berdiri dan memandang orang yang datang itu.Setelah 5 tahun, pria ini bukan lagi seorang remaja. Sekarang dia sudah memancarkan ketenangan dan ketajaman seorang pria muda, ujung alisnya yang agak terangkat menyembunyikan kecerdasannya.Dia memakai kemeja putih dan jas hitam yang rapi, lalu di atas dasinya yang berwarna terang, terdapat sebuah penjepit dasi berwarna abu-abu.Melihat penjepit dasi itu, raut wajah Alya agak berubah.Dia tidak menyangka bahwa setelah 5 tahun, Irfan masih menyimpan penjepit dasi itu.Mungkin Alya mengamatinya dengan terlalu intens, sehingga Irfan mengangkat alis, lalu tersenyum sambil berkata, "Kenapa? Kamu nggak mengenaliku, Gadis Kecil?"Siapa yang gadis kecil? Sebutan itu segera membuat Alya merasa terganggu.Dia agak kesal. "Siapa yang gadis kecil? Siapa yang memperbolehkanmu memanggilku begitu?"Melihat Alya yang menggembungkan pipinya karena mara